DIK-Referensi 01a
Pelajaran 01 | Pertanyaan 01 | Referensi 01b | Referensi 01c
Nama Kursus | : | DASAR-DASAR IMAN KRISTEN |
Nama Pelajaran | : | Penciptaan Alam Semesta |
Kode Pelajaran | : | DIK-R01a |
Referensi DIK-R01a diambil dari:
Judul Buku | : | MENGENALI KEBENARAN |
Pengarang | : | Bruce Milne |
Penerbit | : | Jakarta, BPK Gunung Mulia |
Hal | : | 109 - 112 dan 115 - 118 |
Elektronik | : | Program SABDA(c) |
REFERENSI PELAJARAN 01a - PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
ASAL USUL MASALAH
Apa kaitannya antara kisah Alkitab tentang penciptaan (Kej. 1-2) dan penjelasan yang diberikan para ahli ilmu alam yang kadang-kadang menolak adanya "titik permulaan" atau menempatkannya pada masa dulu yang tak terbatas ?
-
Kisah dalam Kitab Kejadian
Pasal-pasal pembukaan Kitab Kejadian sepenuhnya diilhami oleh Roh Kudus seperti bagian lain dari Alkitab. Yesus Kristus serta para rasul jelas melihatnya demikian (lihat misalnya Mat. 19:4; Mrk. 10:6; 13:19; Yoh. 1:1; Kis. 17:24; 1Kor 6:16; 11:7,9; 15:45,47; 2Kor 4:6; Ef. 5:31; Kol. 3:10; Yak. 3:9; 2Ptr 3:5; Why. 2:7; 22:2,14,19). Jadi kita tidak mempersoalkan bahwa alam semesta adalah ciptaan Allah, hanya tafsiran yang tepat tentang bahan tentang itu dalam Alkitab.
Salah satu pendekatan menafsirkannya secara harfiah. Alam semesta dibentuk oleh Allah dari yang tidak ada melalui enam sabda selama enam periode berturut-turut yang terdiri dari 24 jam. Variasi pendekatan ini melihat "hari" dalam Kitab Kejadian sebagai zaman atau tahapan dalam pembentukan kosmos oleh Allah (bnd. Mzm 90:4; 2 Ptr 3:8). Variasi lain menganggap "enam hari" itu sebagai kurun waktu enam hari yang digunakan untuk menyatakan ciptaan kepada penulis Kitab Kejadian atau yang digunakan untuk menjelaskannya kepada bangsa Israel. Pendekatan lain lagi melihat keseluruhannya itu bersifat gambaran saja, rinciannya kurang penting dibandingkan dengan tema utama, yakni bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dalam alam semesta.
Pada bagian pertama di atas ditekankan bahwa Alkitab harus ditafsirkan menurut bentuk sastranya (puisi sebagai puisi, sejarah sebagai sejarah, dst.) dan bahwa maksud si penulis harus dipertimbangkan. Dalam hal ini timbul pertanyaan, apakah Kejadian 1-2 berbentuk puisi religius atau tulisan ilmiah tentang asal semesta alam? Ataukah pasal- pasal itu menggabungkan keduanya dan menjadi kisah peristiwa yang benar-benar terjadi dan juga menyampaikan kebenaran religius?
Dalam usaha mencari jawaban atas pertanyaan seperti ini, ada baiknya menyelidiki perikop-perikop Alkitab lain yang mengacu pada hal-hal alami. Kesimpulan-kesimpulan yang muncul adalah sebagai berikut:
-
bahasa Alkitab pada umumnya bahasa populer, yang berusaha menyampaikan berita penyelamatan kepada semua bangsa pada setiap zaman, dan oleh karena itu menggunakan bahasa populer yang tidak teknis;
-
bahasa Alkitab adalah bersifat fenomenal, artinya berkaitan dengan apa yang nampak dan menggambarkan sesuatu dari sudut pandang pengamat, sehingga matahari disebut "terbit" dan "terbenam" (walaupun sebenarnya yang bergerak adalah bumi, bukan matahari);
-
bahasa Alkitab tidak teoretis dan tidak langsung mengemukakan teori tentang hakikat benda atau suatu kosmologi tertentu, walaupun tentu saja ajarannya relevan dengan masalah-masalah seperti itu, misalnya dengan melawan dualisme dan panteisme;
-
bahasa Alkitab menyampaikan penyataan ilahi terutama melalui kebudayaan zamannya.
Semua faktor itu perlu dipertimbangkan dengan saksama sebelum kita mengemukakan pendapat tentang tafsiran Kejadian 1 - 2 yang tepat.
Persoalan lain
Pertama, gagasan ciptaan waktu menimbulkan kesulitan khusus. Augustinus memperhatikan ini berabad-abad yang lalu ketika mengatakan bahwa Allah tidak mencipta di dalam waktu tetapi dengan waktu . Manusia tidak dapat memahami peristiwa seperti itu dengan tepat, oleh karena semua pemikiran kita berlandaskan pengertian waktu sebagai masa yang terdiri dari masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Dalam tiap sistem yang dapat diterima menurut penalaran manusia, tiap peristiwa ada masa lampaunya yang dalam prinsip dapat diketahui. Jadi tindakan mencipta pada prinsipnya tidak dapat diselidiki manusia karena tidak ada masa lampau sebelumnya: masa lampau yang dalam prinsip dapat diketahui adalah bagian dari apa yang dijadikan Allah pada saat menciptakan ruang dan waktu.
Kedua, ruang dan waktu saling berkaitan. Terjadinya semesta alam pada titik tertentu di dalam waktu juga menyiratkan terjadinya pada titik tertentu di dalam ruang. Hal ini seharusnya membuat kita hati-hati sebelum berbicara mengenai dampak kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian itu bagi keterangan ahli fisika mengenai asal-usul alam semesta (lihat juga pembahasan tentang teori evolusi di bawah: ps 11.2b.).
Ada banyak buku yang membahas persoalan ini secara lebih mendalam. Di sini cukuplah dikatakan bahwa kita berbicara tentang pernciptaan pada permulaan zaman karena begitulah kata Alkitab. Kita jangan ragu-ragu berbicara tentang tindakan Allah pada permulaan zaman, yang menciptakan alam semesta dari yang tidak ada. Tetapi alangkah baiknya bila kita tidak terlalu ketat mengenai penafsiran bahan Alkitab tentang caranya alam semesta itu diciptakan.
PENCIPTAAN DUNIA ROHANI
Karya penciptaan Allah tidak terbatas pada alam semesta yang dapat dilihat, tetapi meliputi juga alam rohani (Mzm 148:2,5; Kol 1:16). Waktu penciptaannya tidak disebutkan dalam Alkitab, tetapi Kejadian 1 - 2 menyarankan bahwa dunia rohani dan jasmani terjadi secara bersamaan (Kej 1:1; 2:1; namun bnd. Ayb 38:4-7).
Makhluk yang mendiami dunia rohani digambarkan dengan bermacam cara seperti: malaikat, roh, setan, kerub, seraf, anak-anak Allah, pemerintah, kuasa, penguasa (Yes. 6:2; Rm 8:38; Ef 6:7). Ada dua yang dikenal namanya, yakni Gabriel (Luk 1:26) dan Mikhael (Dan 12:1; Why 12:7). Mereka tidak memiliki tubuh jasmani (Ibr 1:7) dan dikatakan jumlahnya banyak sekali (Ul 33:2; Mzm 68:18; Mat 26:53; Mrk 5:13; Why 5:11).
Tugas mereka antara lain ialah memuja Allah (Yes 6; Why 4), melaksanakan kehendak Allah (Mzm 103:20) dan melayani "mereka yang harus memperoleh keselamatan" (Ibr 1:14). Secara khusus mereka dihubungkan dengan pelayanan dan misi Yesus (Mat 1:20; 4:11; 28:2; Yoh 20:12; Kis 1:10).
Berbeda dengan nenek moyang kita, orang Kristen kini tidak begitu memikirkan malaikat Allah. Kita enggan terhadap pokok ini karena pengaruh masyarakat modern yang tidak percaya adanya dunia rohani, kesadaran akan bahaya perasaan ingin tahu di bidang ini dan keseganan menampilkan perantara Allah dan manusia selain Kristus (keseganan yang timbul dari ekses dalam gereja tertentu). Dan Alkitab memang memberi tempat yang menonjol kepada pelayan-pelayan surgawi Allah ini. Namun perhatian yang makin besar terhadap setan-setan dan roh-roh jahat lain dalam masyarakat modern, dan daya pesona cerita-cerita fiksi tentang ilmu pengetahuan, seharusnya mendorong kita merenungkan "beribu-ribu malaikat", kumpulan meriah warga-warga tatanan surgawi yang antara lain sibuk melayani kepentingan kita (Ibr 1:14; 12:22).
Dua bahaya muncul. Ada kemungkinan orang praktis mengabaikan ajaran ini, seperti yang terjadi dalam banyak tulisan teologi modern. Pada pihak lain, orang dapat terlalu menitikberatkannya, khususnya mengenai setan. Menjadi orang Kristen alkitabiah berarti bukan saja percaya pada segala yang diajarkan oleh Alkitab, tetapi juga menjaga keseimbangan antara berbagai ajaran di dalam Alkitab. Oleh sebab itu, kita harus memandang serius terhadap pergumulan dengan kuasa-kuasa jahat, sebagaimana dilakukan Yesus dan para rasul. Namun dimensi ini tidak terlalu muncul di dalam Perjanjian Baru dan harus demikian juga dalam pemikiran kita.
Keseimbangan alkitabiah sekali lagi harus menentukan sikap dalam memikirkan roh-roh jahat. Mereka pun makhluk Allah, yang keberadaannya tergantung pada Dia, dan akhirnya merupakan pelayan maksud-Nya. Agaknya jelas bahwa mereka tidak diciptakan jahat (Kej 1:31; bnd. 2Ptr 2:4). Seperti umat manusia mereka jatuh, mungkin karena kesombongan (Yud 6). Menurut pandangan lama, berdasarkan tafsiran salah dari Kejadian 6:2 mereka jatuh karena nafsu birahi tetapi pandangan ini harus ditolak. Mengenai seluruh bidang ini tidak baik untuk berspekulasi. Iblis atau Setan (= 'lawan') sering disebut sebagai pemimpin kuasa-kuasa jahat (Mat 25:41; Yoh 8:44; 2Kor 11:14; 1Yoh 3:8; Why 12:9). Dalam Alkitab ia disebut "ilah zaman ini" (2Kor 4:4), yang aktif menentang Allah dan pemerintahan-Nya. Kristus mengalahkan Iblis dan tatanan roh-roh jahat melalui karya pendamaian-Nya (Yoh 12:31; Kol 2:15; Ibr 2:14) dan kemenangan itu akhirnya akan disempurnakan pada saat Ia datang kembali (2Tes 2:8; Why 20:10).
KARYA PEMELIHARAAN
Istilah "pemeliharaan" menyebut karya sang Pencipta yang memelihara semua makhluk-Nya, bekerja dalam segala sesuatu yang terjadi di dunia dan mengarahkan segala hal kepada tujuan yang ditetapkan-Nya. Dengan demikian ajaran tentang pemeliharaan berhubungan erat dengan ajaran tentang penciptaan. Pemeliharaan menyatakan bahwa Allah yang menyebabkan dunia ini digambarkan dalam kisah Yusuf, yang diculik dan dibuang ke Mesir: pada kemudian hari peristiwa itu dilihat sebagai pemeliharaan Allah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang dilanda kelaparan (lihat Kej 45).
JANGKAUAN PEMELIHARAAN
Menurut Alkitab, pemeliharaan Allah meliputi seluruh alam semesta dan Allah bekerja dalam segala sesuatu (Mzm. 115:3; Mat. 10:30; Ef. 1:11). Gejala-gejala alam seperti angin dan hujan, bahkan yang kelihatan sebagai musibah (Luk. 13:1-5), diatur oleh Dia. Kejahatan sekalipun ada di bawah kuasa-Nya dan digunakan untuk rencana-Nya (Kej. 50:20; Kis. 2:23; Flp. 1:17-18).
Untuk mengurangi kesulitan moral yang timbul karena ajaran ini, beberapa teolog menyatakan bahwa Allah pada umumnya bekerja di "latar belakang" dengan menyediakan "masukan" yang perlu untuk hidup, yang kemudian berjalan menurut prinsip-prinsipnya sendiri secara relatif bebas. Melawan pandangan ini Calvin mengemukakan pengertian Alkitab mengenai pemeliharaan dengan menegaskan bahwa kemahakuasaan Allah berarti Ia memerintah surga dan dunia melalui pemeliharaan-Nya, dan mengatur segala sesuatu sehingga tak ada yang terjadi tanpa pertimbangan-Nya.
Sang Pemelihara yang bertindak untuk menopang dan mengarahkan dunia adalah Allah Tritunggal. Hal ini sangat penting diingat bila membedakan pandangan Kristen dengan teori kausalitas buta atau nasib, sebagaimana diajarkan oleh aliran Stoa pada zaman dulu dan dalam beberapa agama pada masa kini. Tujuan karya Allah dalam dunia adalah rencana-Nya untuk menyelamatkan dan menguduskan manusia dan rencana itu berpusat pada Yesus Kristus. Demikianlah bila kita membaca bahwa "Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan" bagi umat-Nya (Rm. 8:28), maka kita harus mengerti bahwa kebaikan yang dimaksud ialah hal memilih dan mengubah umat-Nya agar menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya (ay 27).
Kadang-kadang dibedakan antara kausalitas Allah yang primer dan sekunder. Yang pertama berarti peristiwa-peristiwa di mana Allah bertindak langsung tanpa perantaraan manusia, seperti kebangkitan Yesus; yang kedua menyangkut peristiwa di mana Allah bertindak dengan perantaraan faktor-faktor dalam ciptaan, seperti ketika menentukan timbul tenggelamnya bangsa-bangsa atau pengaturan hidup umat-Nya sehari-hari.
Perbedaan yang serupa kadang-kadang diadakan antara kehendak Allah yang mengarahkan dan kehendak-Nya yang membiarkan. Yang pertama menyangkut peristiwa-peristiwa yang diarahkan-Nya secara berdaulat untuk penggenapan rencana anugerah dan penghakiman-Nya, sedangkan yang terakhir menyangkut peristiwa-peristiwa yang dibiarkan terjadi. Meskipun tidak selalu mudah menerapkannya dalam praktek, namun perbedaan ini perlu untuk menyangkal bahwa Allah menyebabkan kejahatan. Namun harus diingat, kalau kejadian mengerikan seperti peristiwa kayu salib dapat dikatakan terjadi oleh karena Allah menghendakinya (Kis 2:23), maka ada kemungkinan bahwa hal-hal lain yang sekarang kelihatannya menentang rencana Allah, bila dilihat dari segi kekekalan akan kelihatan sebagai sesuatu yang diperintahkan langsung oleh Dia.
PEMELIHARAAN DAN KEJAHATAN
Bagaimana kita dapat mempertemukan pemerintahan Allah dalam pemeliharaan dengan kejahatan dan dosa dalam dunia ini? Usaha memecahkan masalah ini disebut "teodiki". Dalam kepustakaan pada akhir pasal ini didaftarkan beberapa karya filsafat dan apologetika yang memakai alasan-alasan rasional untuk mencoba menyelaraskan fakta kejahatan dengan keyakinan Kristen bahwa Allah bersifat baik dan Mahakuasa.
Alkitab mengakui masih adanya rahasia dalam hal kejahatan dan dosa (2Tes 2:7). Pendekatan alkitabiah terhadap masalah kejahatan pada dasarnya bersifat praktis dan tidak banyak membahas asal usul kejahatan melainkan memberi kesaksian tentang kemenangan Kristus atas kejahatan dan membawakan penghiburan dan ketenteraman dari Allah bagi umat-Nya yang menderita. Agama Alkitab bukanlah idealisme yang terlepas dari kenyataan, yang menggambarkan kehidupan seolah-olah bebas dari kebingungan, kesedihan dan penderitaan. Dalam Alkitab kejahatan dan penderitaan selalu dilihat dalam konteks hakikat dan masa depan manusia, serta pribadi dan karya Kristus.
Dalam hal hakikat manusia, Alkitab menceritakan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa (Kej 3; Rm 5:12-13). Dunia yang kita alami sekarang termasuk kejahatan dan penderitaan, tidak sesuai lagi dengan maksud Allah atau dalam keadaan sebagaimana diciptakan semula. Kendatipun Alkitab tidak menyingkapkan asal mula kejahatan, namun ditegaskan bahwa manusia dijadikan dengan kesanggupan untuk melawan kejahatan dan mengakui Allah saja sebagai Tuhannnya. Adam tidak mematuhi Allah dan dengan demikian dia membuka jalan masuk bagi kejahatan dan penderitaan ke dalam kehidupan manusia (Kej 3:14-19; Rm 5:12-21). Dosa sebagai pemberontakan melawan sang pencipta membawa akitab-akibat serius dan meluas untuk alam semesta yang mencerminkan kekudusan Penciptanya. Ini tidak berarti bahwa selalu ada hubungan langsung antara dosa seseorang dan penderitaan yang dialami orang itu. Namun ada kaitannya karena seluruh dosa kita bersumber dari Adam, yang menjebloskan seluruh alam semesta secara progresif maupun retrogresif ke dalam kerontokan dan kejahatan, dan dengan demikian terjadilah kemungkinan penderitaan.
Dalam hal masa depan manusia, Alkitab menempatkan kejahatan dan penderitaan dalam konteks kemenangan rencana Allah bagi manusia kelak. Dosa, kejahatan dan penderitaan bukan merupakan bagian rencana asli Allah bagi manusia, juga bukan merupakan bagian permanen dari pengalamannya. Hal-hal ini merupakan gangguan-gangguan sementara yang tidak dapat mencegah kenyataan akhir dari rencana-Nya pada saat "Allah ada di tengah-tengah manusia... Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita" (Why 21:3-4).
Dalam diri Kristus, Allah telah mengambil daging manusia dalam kepekaan dan kelemahannya, suatu dimensi penting lain lagi dari tanggapan Alkitab terhadap masalah kejahatan. Persamaan jati diri Kristus dengan kita mencapai ungkapan paling mulia di kayu salib, di mana Allah menerima penderitaan manusia menjadi penderitaan-Nya sendiri dan memasuki penderitaan manusia yang paling dalam, dengan mengubah kengerian Golgota menjadi alat pengampunan dan kegembiraan bagi semua yang percaya.
Dalam terang kebangkitan Yesus, kita lihat kemenangan Allah atas segala kuasa kejahatan dan kegelapan. Kemudian, melalui hidup baru di dalam Kristus yang dikerjakan Roh Kudus, orang dapat masuk ke dalam kerajaan Allah dan mulai mengalami kuasa-kuasa zaman yang akan datang di mana semua kuasa kebinasaan tidak ada lagi.
Dari segi kedatangan Kristus kembali, jelas bahwa tatanan dosa dan penderitaan sekarang ini bukan realitas terakhir. Kita yang berada dalam dunia tidak mendapat sudut pandang yang memadai untuk menilai sifatnya yang benar. Iman Kristen mengharapkan kembalinya Kristus, ketika ketidakadilan dan penderitaan kehidupan sekarang akan hilang dan segala sesuatu akan kelihatan dalam terang penyataan Allah serta kemenangan sepenuhnya dari rencana-Nya. Boleh dikatakan perspektif akhir Kristen sebenarnya bersifat doksologis, yaitu pemujaan Allah karena Ia menang atas segala lawan-Nya.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA