Penyucian

Tuhan Yesus Kristus mencapai (memperoleh) kelepasan bagi orang percaya. Kelepasan ini pertama-tama ialah pembenaran dari dosa manusia. Dosa yang mendatangkan kutuk Allah. Kristus mencapaikan bagi manusia pembenaran berarti: bahwa orang percaya diberi kedudukan (status) sama dengan Adam sebelum jatuh ke dalam dosa. Maka dari itu masih menghadapi hukum Allah yang harus dipenuhi.

Kristus mencapai pembenaran; apakah orang percaya sekarang diwajibkan juga bekerja sendiri? Seandainya demikian, maka kelepasan yang dicapai oleh Tuhan Yesus hanya sebagian saja.

Memang manusia tidak mempunyai kesalahan lagi terhadap Allah, sebab sudah dibenarkan, tetapi belum menerima keselamatan yang sungguh, sebab belum memenuhi hukum Allah. Dan, seandainya sekarang disuruh melanjutkan sendiri pekerjaan untuk mencapai keselamatan, niscaya dia tidak akan mencapainya. Sebab manusia tidak mempunyai kecakapan sedikit pun pada dirinya sendiri, yang memungkinkan memenuhi pekerjaan itu.

Syukurlah, Kristus mencapai kelepasan selengkapnya, yaitu kelepasan dari dosa dan juga menyelesaikan pekerjaan pemenuhan hukum Allah. Maka sekarang orang yang percaya tidak hanya mempunyai keadaan Adam sebelum jatuh ke dalam dosa, tetapi hukum Allah pun juga sudah memenuhi perjanjian perbuatan yang tidak dipenuhi Adam. Dan, Dia memenuhi hukum Allah sebagai kepala perjanjian yang baru. Maka dari itu barangsiapa percaya, dia termasuk dalam Perjanjian yang dikepalai Kristus, dia juga sudah memenuhi hukum Allah. Inilah yang disebut penyucian yang pasif, artinya: orang percaya diberi penyucian Allah. Dengan tidak usah berbuat sesuatupun.

Penyucian ini tidak hanya berada di luar orang percaya, tetapi juga lambat-laun harus jadi pengalaman. Yaitu lambat-laun orang percaya harus hidup suci, memenuhi hukum Allah. Ini diperintahkan oleh Allah sendiri yang dapat kita baca dalam Kitab Suci. Kerap kali malahan pengikut-pengikut Tuhan Yesus Kristus diwajibkan menjadi sempurna seperti Allah Bapa yang ada di surga juga sempurna.

Maka dari itu, orang percaya harus berbuat hal-hal untuk mengorbankan diri dan menjuruskan diri kepada Allah. Ini pernah disebut perbuatan yang negatif dan positif, tetapi pada hakikatnya sama. Sebab menjuruskan hidup ke arah Tuhan Allah, itu tentu dengan mengorbankan diri sendiri. Sebab, tabiat orang hanya akan menjuruskan hidup kepada dirinya sendiri. Allah mewajibkan hidup suci.

"Dan bagi perbuatan-perbuatan yang baik akan diberikan upah sesuai dengan perbuatan." (Mat. 19:29)

Jadi, di sini seakan-akan manusia yang mengerjakan. Memang manusia harus sadar dalam pengabdian terhadap Allah, tentu saja pada dirinya manusia tidak cakap melaksanakan hukum Allah.

Hal itu Kristus juga mengetahui. Dan dalam hal ini, Dia juga memberi pertolongan: Dia memberikan Roh Kudus yang membantu orang percaya, agar dapat hidup dengan menjuruskan diri kepada Allah. Namun, pertolongan Roh Suci ini tidak meniadakan kesadaran kehendak orang percaya. Orang percaya harus bertindak dengan segenap hidupnya, tetapi yang membantu ialah Roh Suci. Inilah yang disebut penyucian yang aktif, artinya: orang percaya harus bertindak. Meskipun dalam penyucian yang aktif, orang percaya tidak akan lupa bahwa hanya Allah yang memberikan segala sesuatu, juga penyucian. Orang percaya tidak bekerja supaya menerima penyucian, tetapi dari sebab dia sudah diberi penyucian.

Apakah orang percaya menjadi lebih suci dalam hidupnya? Dalam Katekismus Heildelberg, pertanyaan ini dijawab: Bahwa orang yang tersuci hanya mempunyai permulaan yang kecil saja. Maka dari itu, bahwa orang percaya menjadi suci itu hanya anugerah Allah. Selama hidup, orang percaya masih terikat oleh akibat-akibat dosa. Lain dari itu, bagi dia sendiri tidak ada perasaan bahwa dia telah menjadi suci. Makin lama, dia berniat untuk memenuhi hukum Allah, makin terang baginya bahwa jauh sekali hidupnya dari kesucian, malahan pada rasanya makin lama makin lebih jauh. Namun, perasaan ini berakibat bahwa dia juga makin lama makin menyandarkan diri kepada Tuhan Yesus. Makin lama makin insaf bahwa hidupnya hanya berkat anugerah.

Perbedaan antara pembenaran dan penyucian sekarang sudah terang, yaitu: Pembenaran diberikan kepada orang pada saat kelahiran kedua kali. Mulai pada saat itulah Allah melihat orang itu melalui kebenaran Kristus. Dan, tiap-tiap kali orang ini jatuh, pembenaran diberikan kepadanya atas nama Kristus.

Penyucian jadi dapat dibedakan demikian:

  1. Yang pasif yang sudah lengkap.
  2. Yang aktif yang dalam hidup orang diberikan Tuhan kepada orang yang percaya, yang baru menjadi sempurna kalau sudah diberi kemuliaan di surga.

Penyucian jadi juga aktif dalam orang percaya, yaitu dalam dia melakukan perbuatan-perbuatan baik. Di sini, diulangi lagi bahwa perbuatan baik bukannya untuk mencapai upah keselamatan surga, sebab perbuatan yang terbaik pun dicemarkan oleh dosa, maka tidak baik sungguh bagi Allah. Akan tetapi, perbuatan-perbuatan baik adalah untuk mengeluarkan rasa terima kasih terhadap Allah, mengucap syukur tentang anugerah yang telah diberikan, yaitu bahwa orang percaya, meskipun orang berdosa, dijadikan putra Allah. Maka sekarang, orang percaya berbuat baik agar supaya jangan mencemarkan sebutannya, yaitu putra Allah. Putra Allah ialah putra dari Yang Maha Suci, yang juga memerintahkan: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus (1 Ptr. 1:16).

Apakah perbuatan baik itu? Katekismus (soal-jawab 91) menyatakan: hanya perbuatan yang berasal dari percaya yang benar, menurut hukum Allah dan hanya bagi kehormatan Allah.

"Berasal dari percaya yang benar" artinya: percaya dalam Yesus Kristus sebagai Juru Selamat. Hal ini berakibat juga: terima kasih tentang hidup yang sudah diberikan.

"Menurut hukum Allah"; jadi bukan menurut pandangan manusia, tetapi menurut firman Allah. Jadi, Allahlah yang memberikan norma.

Maksud dari perbuatan baik, yaitu kehormatan Allah. Jadi, bukan kehormatan orang sendiri atau agar diketahui oleh orang lain. Itu pun bukan keselamatan sendiri. Maka, kepercayaan Kristen tidak boleh disebut Eudemonitis.

Pertanyaan yang dapat timbul sekarang ialah mengenai lawan dari perbuatan baik: Apakah orang dapat kehilangan anugerah dari sebab perbuatannya yang jahat.

Ada yang menjawab: Memang, umpamanya 1 Tim. 1:19,20 menyatakan hal ini. (Heimeneus dan Aleksander), 2 Tim. 4:10 (Demas), 2 Ptr. 2:1; Why. 2:5 dan lain-lain.

Jawaban ini harus kita tentang. Sebab, seandainya kita menjawab demikian, kita akan mengatakan bahwa pekerjaan Kristus hanya pekerjaan yang separuh saja, yaitu: orang harus berbuat baik supaya anugerah tetap kepadanya. Bahkan pada orang yang berbuat jahat, pekerjaan Tuhan Yesus sia-sia belaka. Maka dari itu, pekerjaan Allah dikalahkan oleh pekerjaan orang. Pandangan yang demikian itu menentang pengakuan tentang predestinasi dan harus ditolak.

Memang Kitab Suci menyatakan berlainan daripada pandangan tadi. Permulaan dari segala sesuatu, juga dari keselamatan manusia, ialah Tuhan Allah yang disebut Yahweh, yang tidak berubah, yang Maha Tahu. Bagi-Nya tidak ada kemungkinan khilaf. Kalau Dia memilih, pilihan ini tepat dan tidak akan hilang lagi. Pemilihan bukannya oleh karena Allah melihat sebelumnya, bahwa orang ini akan berbuat baik dan orang itu akan hidup jahat. Seandainya demikian Allah tergantung kepada manusia. Akan tetapi, Allah memilih dengan kedaulatan-Nya sendiri sebelum sesuatu ada. Dia memilih kepada keselamatan dan pilihan ini tidak akan sia-sia belaka. Bacalah Roma 8:28-30 tentang rantai yang tidak putus atau tidak ada kurang satu hubungan pun: orang yang dikenal ditetapkan menjadi serupa dengan teladan Anak-dipanggil-dibenarkan-dipermuliakan. Dia tidak mungkin memulai sesuatu pekerjaan yang tidak dapat diselesaikannya. Maka, Rasul Paulus dapat berkata: "Aku yakin bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat menceraikan kita dari kasih Allah." Atau dengan firman Kristus sendiri: "Seorangpun tiada dapat merampas dia dari dalam tangan-Ku; Aku memberi kepadanya hidup yang kekal; maka tiada sekali-kali domba-domba itu akan binasa selama-lamanya."

Memang, orang percaya dapat menjadi yakin tentang anugerah Allah. Sudah barang tentu hal ini tidak menimbulkan sikap orang Farisi, sebab segala sesuatu hanya dari anugerah Allah datangnya. Tidak ada orang percaya berpikir: "Sekarang saya sudah mencapai maksud saya, maka saya dapat beristirahat saja, hidup dengan enak." Sebab perintah Allah tetap, bahwa kita harus hidup suci, sebab Allah adalah suci.

Tuhanlah yang memberikan ketentuan tentang anugerah-Nya. Dan, ketentuan ini kita perlukan dalam hidup kita sebagai orang percaya agar hidup kita sungguh-sungguh menuju kehormatan Allah. Seandainya kita senantiasa ragu-ragu tentang hal yang menjadi dasar hidup, maka hidup kita juga selalu penuh dengan kebimbangan. Akan tetapi, sekarang batu loncatan kita sudah tetap, yaitu anugerah dalam Tuhan Yesus. Maka dari itu, kita dapat bekerja dengan tenang.

Tinggallah kesukaran-kesukaran dalam nas-nas 1 Tim. 1:19,20; 2 Tim. 4:10; 2 Ptr. 2:1; Why. 2:5. Bagaimanakah artinya nas-nas itu?

Nas-nas itu tidak menyatakan sama sekali, bahwa orang-orang yang menerima anugerah Allah dapat jatuh lagi, kehilangan anugerah lagi.

Pertama: nas-nas tersebut tidak menyatakan apakah Himeneus-Aleksander, Demas, orang-orang yang percaya sungguh-sungguh dalam Tuhan.

Kedua: Kitab Suci tidak menceritakan apakah orang-orang ini kemudian kembali lagi ataukah tidak.

Kadang-kadang, Kitab Suci menyatakan bahwa ada orang yang hatinya sudah diterangi oleh Roh, sudah melihat perbuatan Allah, malahan pernah dikatakan mengecap karunia sorgawi, beroleh bagian dari Roh Kudus (Ibr. 6:4-6), tetapi murtad lagi. Memang hal ini mungkin. Tuhan Yesus Kristus membicarakan hal ini (Mrk. 3:28; Luk. 12:10; Mat. 12:31). Orang-orang Yahudi melihat pekerjaan Tuhan Yesus Kristus, melihat dan mendengar segala bukti tentang pekerjaan Tuhan Yesus, meskipun demikian mengatakan bahwa pekerjaan itu dari setan. Di sini, ada orang yang menyangkal pekerjaan Allah dengan sadar dan dikatakan bahwa itu pekerjaan setan. Jadi, tidak hanya menolak saja, tetapi meskipun melihat terang pekerjaan Allah mengatakan itu pekerjaan setan. Maka mengenai peristiwa itu, Tuhan Yesus mengatakan tentang dosa terhadap Roh Suci.

Maka orang yang bertindak demikian tidak menyesalkan tindakannya, jadi orang yang takut akan berbuat demikian malahan menunjukkan tidak melakukannya. Hal ini tidak bisa kita katakan: jatuh dari anugerah. Meskipun orang itu sudah diterangi, tidak pernah ada dalam anugerah, belum menjadi kepunyaan Allah.

Kesimpulan: anugerah Allah tidak akan hilang oleh karena perbuatan kita, orang percaya, yang jahat. Syukurlah bahwa demikian keadaannya. Bahwa anugerah tidak bergantung kepada orang, meskipun orang yang percayapun juga, tetapi hanya bergantung pada Allah. Oleh karena demikian, orang percaya boleh dan dapat hidup dengan tenteram: Allah yang memulai, Dia yang melanjutkan, Dia yang mencapai maksud-Nya (Flp. 1:6).

Diambil dari:
Judul buku : Ikhtisar Dogmatika
Judul artikel : Penyucian
Penulis : DR. R. Soedarmo
Penerbit : BPK Gunung Mulia: Jakarta, 1993
Halaman : 202 - 207

Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA