PRK-Referensi 03b
Pelajaran 03 | Pertanyaan 03 | Referensi 03a | Referensi 03c
Nama Kursus | : | Pembentukan Iman Kristen |
Nama Pelajaran | : | Manusia dan Potensinya |
Kode Pelajaran | : | PRK-R03b |
Referensi PRK-R03b diambil dari:
Judul artikel | : | Manusia dan Potensinya |
Judul buku | : | Manusia dari Penciptaan Sampai Kekekalan |
Penulis | : | Hendra Rey |
Penerbit | : | Malang: Gandum Mas, 2002 |
Halaman | : | 17--29 |
Manusia dan Potensinya
"Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam Taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu" (Kejadian 2 : 15)
Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, juga berarti bahwa manusia diciptakan dengan potensi-potensi. Potensi-potensi tersebut tentunya dimaksudkan agar; pertama, manusia dapat bersekutu dengan Allah. Kedua, manusia dapat menguasai, mengusahakan, serta memelihara alam semesta beserta segala isinya, sebagai wakil Allah di bumi ini. Ketiga, manusia dapat saling membangun dengan sesamanya. Dengan kata lain manusia diciptakan dengan memiliki potensi untuk berelasi dengan Allah, alam, dan sesamanya. Untuk itu mari kita lihat potensi-potensi tersebut satu persatu.
A. Potensi-potensi Manusia
- POTENSI ROHANI
- POTENSI MORAL
- POTENSI RASIO
- POTENSI UNTUK BERKUASA
- POTENSI KREATIF
Allah menciptakan manusia dengan memiliki unsur roh, itulah sebabnya manusia adalah makhluk rohani. Kejadian 2:7 mencatat, "ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup" (Kej. 2:7). Nafas hidup boleh juga diterjemahkan dengan roh. Allah adalah Roh dan manusia diciptakan memiliki unsur roh. Itu berarti manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Roh manusia juga merupakan sarana untuk dapat menyembah Tuhan dengan benar. Yohanes mencatat, "Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (Yoh. 4:24). Ungkapan yang trend sekarang untuk menunjukkan bahwa manusia yang tidak sungguh- sungguh beribadah kepada Tuhan disebut sebagai "tidak rohani" atau"kurang rohani," merupakan istilah yang tidak alkitabiah. Alkitab jelas menunjukkan bahwa semua manusia adalah rohani. Lebih tepat jika dikatakan kepada orang yang belum percaya sebagai mati rohani. Kepada orang percaya yang jatuh bangun dalam dosa sebagai lemah rohani atau sakit secara rohani. Namun ukuran yang sesungguhnya apakah seseorang memiliki hubungan rohani yang baik dengan Tuhan, adalah Tuhan sendiri. Artinya, manusia sesungguhnya tidak dapat secara benar memahami keadaan rohani seseorang secara utuh. Pada sisi lain, segi negatif, ada sementara merasa diri lebih rohani dan lebih baik dari orang lain, gereja lain, mereka sebenarnya sedang jatuh dalam keangkuhan rohani. Keangkuhan rohani adalah akar dari semua manifestasi keangkuhan. Itu adalah alat Iblis yang paling ampuh, karena bisa membuat kita gagal bertemu Tuhan dengan benar. Keangkuhan seperti itu menipu diri sendiri dan pertumbuhan rohani yang seharusnya bisa kita miliki setelah memulai hubungan dengan Allah menjadi terhalang.
Unsur roh dalam manusia bukan hanya menyebabkan manusia dapat bersekutu dengan Allah, tetapi juga dapat bersekutu dengan roh-roh di udara, roh- roh selain Allah. Ketika manusia jatuh dalam dosa, hubungan rohani antara manusia dan Allah terputus. Karena manusia memiliki roh, ia tetap ingin bersekutu dengan roh. Oleh sebab itu manusia ketika tidak dapat lagi bersekutu dengan Allah, ia mencari persekutuan dengan roh yang bukan dari Allah. Paulus menegur kepada jemaat di Korintus agar mereka bersekutu dengan Allah dan bukan dengan roh jahat (I Kor.10:20). Bagian pertama dari sepuluh firman Allah menyebutkan bahwa "Tidak boleh ada allah lain/menyembah berhala selain kepada Allah pencipta", tetapi manusia dalam keberdosaannya lebih memilih yang ditentang Allah.
Manusia memang dapat bersekutu dengan Roh Allah atau roh jahat atau roh setan. Tetapi persekutuan dengan Roh Allah menyebabkan manusia memiliki kebahagiaan sejati dan semakin dapat mengenal dirinya sendiri sebagai gambar dan rupa Allah. Sedangkan persekutuan dengan roh setan atau roh jahat menyebabkan manusia diperbudak oleh setan dan hanya memiliki kebahagiaan yang semu. Persekutuan dengan Roh Allah menyebabkan manusia hidup. Persekutuan dengan roh jahat menyebabkan manusia mati dan akan turut dihukum bersama-sama dengan roh jahat itu sendiri.
Potensi moral manusia diberikan oleh Allah karena Allah itu Suci. Semula manusia diciptakan sebagai makhluk yang bermoral supaya manusia dapat memancarkan kesucian Allah. Allah memberikan potensi moral sebagai suatu hak, suatu esensi dalam hakikat sebagai manusia. Moralitas manusia sangat dibutuhkan dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan sesama, dan juga dalam hubungannya dengan alam semesta. Dalam hubungan dengan diri sendiri, moralitas yang memancarkan kesucian Allah akan membuat ia sangat menghargai diri dan tidak menggunakan diri untuk maksud-maksud yang jahat dan tidak terpuji. Ia pun akan menempatkan diri secara benar ketika beribadah kepada Allah. Juga dalam relasinya dengan sesama ia tidak akan menempatkan diri di atas dan memandang rendah sesamanya, dan juga tidak menempatkan diri di bawah sehingga menghina dirinya sebagai ciptaan Allah yang mulia. Moral adalah unsur penting menuju dunia yang semakin beradab. Moral adalah elemen penting untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia, baik secara pribadi maupun dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Memang iman Kristen tidak diturunkan berdasarkan moral, namun iman kristen yang sehat dan benar pasti berdampak pada moralitas. Moral yang baik hanya jika seseorang mengenal Kristus. Hal ini dapat dipahami karena moral berasal dari Allah yang kekal dan tidak berubah. Moral yang benar lahir dari penghayatan dan pelaksanaan iman yang benar dalam bergereja, bermasyarakat, dan bernegara. Dengan moral yang baik dan benar, ilmu pengetahuan yang telah diperoleh seseorang akan digunakan secara bertanggung jawab dan bukan malah diselewengkan. Banyak kekacauan akan timbul akibat moral yang tidak benar dan bobrok, baik dalam hidup berkeluarga, kerja, bermasyarakat, dan bernegara. Menurut Eka Darmaputra, Indonesia mengalami zaman kebangkitan agama. Anggota dari agama apa saja yang ada di Indonesia bertambah banyak. Rumah-rumah ibadah semakin dipadati oleh umat. Pertanyaannya, mengapa kebrobrokan moral semakin terasa di saat fenomena kesadaran beragama semakin meningkat? Jawabnya, karena agama hanya sampai di kulit saja. Tentulah ini termasuk umat kristiani sendiri yang tidak mampu menjadi garam dan terang di tengah kegelapan dunia sekitarnya. Jika moral manusia baik, maka niscaya kejahatan akan semakin tidak mendapatkan tempatnya.
Allah itu berpikir dan merencanakan. Itu sebabnya ketika manusia diciptakan-Nya sesuai gambar dan rupaNya, manusia juga diberikan potensi rasio yang memungkinkan untuk berpikir, menghitung, merencanakan, menganalisis, berimajinasi, dan lain sebagainya, yang adalah pekerjaan logika. Karena memiliki rasio, manusia dapat terbang sampai ke bulan, dapat membangun gedung pencakar langit, teknologi informasi yang sedemikian canggih dan sebagainya. Namun tidak dapat disangkali bahwa dampak dari kemajuan yang telah dihasilkan oleh rasio manusia juga adalah degradasi moral. Manusia semakin sombong, yang membawanya semakin tidak mampu mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama. Sesungguhnya rasio diberikan agar manusia dapat berpikir dan merencanakan bagaimana mengembangkan, membangun, dan memelihara bumi (Kej. 1:28 ; 2:15). Manusia perlu menggunakan kekuatan rasionya untuk membawa seluruh ciptaan seturut dengan kehendak Allah, sang Pencipta. Bahkan rasio diberikan agar manusia dapat mengerti kebenaran, mengerti hukum (Tuhan menghendaki agar manusia boleh makan apa saja kecuali buah yang ada di tengah-tengah taman Kej. 3:2-3), dan berkomunikasi serta menyembah Allah. Tuhan Yesus pernah berkata, "Kasihilah Tuhan Allahmu, ... dengan segenap akal budimu" (Mat. 22:37). Kadang saya pernah mendengar bahwa kalau kita mengasihi Tuhan jangan pakai akal tetapi pakai hati. Istilah ini tidak alkitabiah sama sekali. Manusia juga perlu memakai akal untuk mengerti kebenaran dan mengasihi Tuhan. Dalam konteks kejatuhan, akal manusia telah dipenuhi dengan konsep yang tidak dari Tuhan, karena itu manusia sering menggunakan akalnya untuk hal-hal yang tidak memuliakan Tuhan. Manusia juga sering mengandalkan akalnya (konteks keberdosaan) dalam upayanya mengenal Allah. Menurut saya, walaupun Allah memberikan kepada kita akal untuk dapat mengenal Dia, tetapi manusia perlu karunia dari Tuhan yang lebih agar dapat mengenal Tuhan. Tuhan itu supra akali, jauh lebih tinggi dari yang dapat dijangkau oleh akal manusia. Karunia Tuhan sajalah yang memungkinkan manusia dapat mengerti Tuhan juga dengan akalnya. Apakah mungkin manusia berada hanya dari seorang wanita yang tidak pernah berhubungan kelamin dengan pria, atau tidak pernah ditanamkan sel sperma ke dalam kandungannya? Ini contoh bahwa fenomena tersebut rasanya di luar kemampuan akal manusia. Tetapi jika dengan akal saya harus menjawab pertanyaan tersebut, maka saya akan berkata mungkin, bukankah kita percaya bahwa Allah itu Mahakuasa? Jika kita percaya bahwa Allah itu Mahakuasa, maka tiada yang mustahil bagi Dia. Manusia pernah ada dari debu tanah, manusia juga pernah ada hanya dari tulang rusuk laki-laki, kemudian manusia dengan cara yang normal ada dari hubungan seksual laki-laki dan perempuan. Kalau begitu mengapa manusia (Yesus Kristus) tidak boleh hanya dari seorang wanita saja jika itu memang Allah yang menghendaki? Allah dapat membuat apa dan siapa saja dari apa saja, Ia Mahakuasa.
Akal manusia yang telah disucikan oleh Allah akan dimampukan mengerti hal-hal yang tampaknya di luar kemampuan akal untuk mengertinya, yaitu hal-hal yang Allah kerjakan. Akal manusia yang telah disucikan akan berdampak pada keadaan dunia yang semakin baik secara moral dalamkehidupan sosial bermasyarakat. Manusia akan mampu melayani Tuhan dansesama, serta melestarikan alam sekitarnya karena akalnya.
Allah adalah Tuhan, yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan Lord. Istilah lord juga digunakan untuk orang-orang yang dianggap memiliki kekuasaan tertentu. Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menciptakan manusia yang bersifat ke-tuan-an (The Mastership). Oleh karena itu manusia ditetapkan oleh Allah untuk menjadi "tuan" atas ciptaan yang lain. Alkitab mencatat, "Allah memberkati mereka :...penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kej. 1:28). Otoritas manusia sebagai tuan atas seluruh bumi diberikan oleh Allah pencipta, supaya manusia menunjuk kepada kemahakuasaan dan kedaulatan Allah. Manusia bukanlah tuan atas segala tuan, sebagai tuan, manusia tetap harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada tuan atas segala tuan, yaitu Allah Sang Pencipta.
Kejatuhan dalam dosa tidak menyebabkan potensi ini hilang, tetapipenggunaannya telah menyimpang dari semula. Sepanjang sejarah, manusia selalu ingin memiliki kuasa atas sesuatu dan bila ada kesempatan, kuasa atas sesamanya. Banyak orang haus akan kekuasaan tanpa mengerti dengan jelas arti kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan adalah jalan untuk membawa yang dikuasai menuju pada tujuan tertentu yang telah disepakati bersama. Artinya, kekuasaan yang dipegang seharusnya akan membawa orang-orang yang ada di bawahnya mencapai tujuan yang baik yang telah disepakati bersama. Artinya penguasa dapat berbahagia bersama-sama orang-orang yang ada di bawah pengaruh kekuasaannya. Faktanya, manusia ingin berkuasa, setelah berkuasa, manusia sering menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan golongannya saja. Kekuasaan diselewengkan maksudnya menjadi jalan untuk menuju kekayaan. Itu sebabnya kita tidak perlu heran apabila orang berkuasa,ia sering menghalalkan segala cara, bahkan sering tidak mengindahkan hidup orang lain. Kekuasaan semacam ini menyimpang dari semula. Allah memberi potensi untuk berkuasa adalah agar manusia dapat memimpin seluruh ciptaan yang lain kepada tingkatan hidup yang lebih baik, lebih teratur, dan semuanya dalam rangka memuliakan Allah.
Haus akan kekuasaan dan menyalahgunakan kekuasaan tampak dalam setiap bidang kehidupan. Sifat ini sudah terintegrasi dalam diri setiap manusia yang sudah terkontaminasi dengan dosa. Oleh sebab itu, demi mendapatkan kekuasaan orang sering tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku secara umum, apalagi Firman Tuhan. Dalam kehidupan politik terlihat tampak lebih halus, namun esensinya selalu bagaimana mengalihkan, bahkan menyingkirkan lawan politiknya. Dalam bidang ekonomi tampak lebih kasar. Tidak peduli apakah pengusaha lain akan bangkrut karena perang dagang, yang penting bagaimana barang sendiri laku keras di pasaran. Dalam bidang agama, dalam kehidupan bergereja sekalipun, praktik kolusi dan nepotisme tetap subur. Bagaimana agar tampuk kepemimpinan tidak jatuh kepada orang yang bukan sealmamater dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Istilah "menjilat" yang sering digunakan dalam kehidupan di luar gereja tetap dapat disaksikan dalam kehidupan gereja walau dengan cara yang lebih halus.
Sifat haus akan kekuasaan dan menyalahgunakan kekuasaan, akan berakibat kepada lukanya hubungan-hubungan interpersonal dan tertindasnya orang-orang yang lebih lemah. Jika demikian benarlah bahwa manusia adalah serigala bagi sesamanya. Yesus pernah berkata bahwa barangsiapa hendak menjadi pemimpin hendaklah ia melayani. Kenyataan yang ada pemimpin sering menjadi penindas, predator, yang tidak berbelas kasihan dan tidak peduli terhadap nasib apalagi perasaan orang lain. Karena itu setiap insan kristiani seharusnya mampu untuk menampilkan kekuasaan yang dimilikinya dalam takut akan Tuhan, sehingga dunia di sekitarnya bahkan dirinya sendiri akan dibangun olehnya.
Manusia diciptakan oleh Allah pencipta, karenanya ia pun diberikan daya cipta. Daya cipta digunakan untuk menyatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan daya cipta seperti Allah mencipta. Dengan Daya cipta-Nya, Allah merencanakan dan menciptakan segala sesuatu dengan kreativitas yang tinggi. Kreativitas manusia diperlukan dalam upayanya, untuk melaksanakan tugas Allah, tugas untuk membangun dan memelihara bumi (Kej. 1:28 ; 2:15). Bumi yang semula diciptakan Allah memerlukan daya kreativitas yang tinggi dari Adam dan Hawa dalam pengelolaannya. Allah Pencipta telah menyediakan sarana dan prasarana, dan manusia tinggal menggunakan daya kreativitas yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.
Yesus adalah pengajar yang kreatif. Ia dapat menggunakan perumpamaan- perumpamaan dalam menjelaskan apa yang diajarkan agar mudah dimengerti oleh pendengarnya. Perumpamaan itu sering kali diambil dari sesuatu yang ada disekitar-Nya. Ketika Ia dicobai dengan pertanyaan apakah orang harus membayar pajak, ia secara kreatif mengambil sekeping uang, dan akhirnya Ia berkata berikan kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan padanya dan kepada Tuhan, apa yang merupakan hak Tuhan.
Dalam konteks kejatuhan dalam dosa, potensi kreatif manusia disalahgunakan untuk berbuat jahat. Jika semula potensi ini diberikan untuk menata bumi ini, sekarang kreativitas manusia justru merusak bumi. Di sisi lain potensi ini seharusnya membuat manusia bersyukur kepada Tuhan karena bisa bertahan hidup dan menata kehidupannya sesuai dengan kreativitas yang Allah sudah berikan. Sering, walau tidak semua, manusia yang tidak "berhasil" dalam hidupnya adalah mereka yang kurang mendayagunakan kreativitasnya.
B. Kecerdasan untuk Mengembangkan Potensi Manusia
Potensi-potensi manusia dalam pengembangannya sangat bergantung pada apa yang disebut sebagai kecerdasan manusia. Kecerdasan manusia dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yakni; Intelligence Quotient (IQ),Emotional Quotient (EQ), dan yang masih baru di Indonesia yaitu Spiritual Quotient (SQ).
Kecerdasan pertama yaitu IQ. Untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya semaksimal mungkin, sering kali orangtua sangat mementingkan perkembangan IQ atau perkembangan secara intelektual. Karena itu sedini mungkin orang-tua akan memberi makanan dengan gizi yang besar agar anak-anaknya memunyai otak yang cerdas. Produk-produk susu dan makanan dewasa ini berlomba- lomba menawarkan komposisi yang dapat membuat anak cerdas. Diharapkan dengan otak yang cerdas, seorang anak akan mampu menyerap segala pengetahuan yang ditawarkan padanya dengan sangat baik. Kemudian setelah anak bertumbuh, sedini mungkin anak akan diajarkan bermacam- macam pengetahuan. Belajar membaca, menghitung, bahkan komputer diajarkan pada anak sedini mungkin. Orangtua pun akan bangga jika anaknya dipuji bahwa masih kecil sudah lancar membaca dan menghitung bahkan dapat mengoperasikan komputer. Dewasa ini dapat dilihat bahwa anak-anak mulai kehilangan waktu bermain, bersosial dan bermasyarakat. Jadwal mereka sangat padat dengan kursus-kursus yang diikuti, yang semuanya diharapkan oleh orang tua agar anak mereka kelak menjadi anak yang produktif karena dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Tentulah kecerdasan intelektual harus dipersiapkan dengan saksama, namun ini bukan yang terpenting. Banyak orang dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang luar biasa tetapi ternyata mereka tidak dapat membuat dunia ini semakin baik, bahkan tidak sedikit diantaranya merusak lingkungan sosial dan kehidupan bermasyarakat. Karena itu manusia butuh kecerdasan yang kedua.
Kecerdasan kedua yaitu, EQ. Di Indonesia ini terkenal karena buku karangan Daniel Coleman yang berjudul Kecerdasan Emosional; mengapa EQ lebih panting daripada IQ. Dunia tidak hanya butuh orang pintar secara intelektual tetapi juga membutuhkan orang yang cerdas secara emosinya. Kecerdasan emosional itu mengembangkan sikap bagaimana seseorang harus menempatkan diri di tengah-tengah lingkungan sosial dan masyarakat. Orang yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya adalah orang yang dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya secara maksimal. Emosi yang baik dan terkontrol lebih mampu menguasai keadaan dan lingkungan sekitarnya, karena itu bagi masyarakat modern lebih baik bergaul dengan orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik ketimbang orang dengan intelektual yang baik namun tidak dapat mengontrol dirinya sendiri. Sekolah-sekolah kepribadian dan pelatihan- pelatihan mental pun marak bertumbuh. Tentulah jauh lebih baik jika orang dengan IQ yang baik juga memiliki EQ yang baik. Namun EQ yang baik juga belum dapat membuat orang itu merefleksikan dirinya dengan baik di tengah dunia. Hal ini karena kecerdasan emosional tidak mampu menjawab persoalan seperti; bagaimana nasib seseorang setelah mengalami kematian, apakah arti hidup ini yang dapat membawa seseorang memiliki rasa frustasi tersendiri di dalam hidupnya. Rasa frustasi ini akan menggiring seseorang tidak tenang dalam hidupnya yang pada akhirnya tentu saja membuat orang tersebut tidak mampu memiliki emosi yang seimbang kendati pun ia telah dilatih di sekolah-sekolah kepribadian atau pembinaan mental dan sebagainya. Karena itu ada kecerdasan ketiga yakni kecerdasan spiritual.
Kenyataannya, dunia tidak semakin baik dengan IQ dan EQ. Ternyata dunia dengan dua macam kecerdasan tersebut tidak mampu membuat dunia semakin baik dan aman, malah sebaliknya yang terjadi; dunia semakin jahat, korup dan mesum. Secara esensial dua hal tersebut sangat kurang. Berkesimpulan bahwa IQ dan EQ sudah cukup, sama saja dengan berkesimpulan bahwa struktur manusia terdiri dari mind yang menjadi dasar IQ, dan body yang menjadi dasar EQ. Padahal para ilmuwan hampir sepakat bahwa faktor kunci bagi peradaban manusia adalah spiritual/rohani. Inilah saya kira yang menjadi alasan panting psikolog terkemuka Carl Jung menulis "Modern Man in search of a Soul." Manusia perlu kecerdasan jenis ketiga yakni, "Spiritual Quotient." Paul Edwards berpendapat dalam bukunya Spiritual Intelligence (1999), menandaskan bahwa hal spiritual adalah dasar bagi kecerdasan IQ dan EQ sehingga dapat mengembangkan dunia menuju keberadaban dan kedamaian.
SQ berfungsi agar perkembangan IQ dan EQ berkembang secara benar. SQ yang baik dapat menolong seseorang memiliki arti hidup, ketenangan dan kedamaian yang tidak dapat diberikan oleh IQ dan EQ. Bahkan dengan SQ yang baik seseorang dapat memiliki hikmat atau kearifan di dalam menyikapi tantangan dan godaan yang sedang ada di sekitarnya. Kecerdasan spiritual akan menolong seseorang mampu bersikap jujur, adil, toleransi, terbuka, penuh kasih sayang terhadap sesama. Seseorang yang dekat dengan Tuhan yang Mahasuci, Mahatahu dan Bijaksana, tentu akan juga memiliki refleksi diri yang lebih mantap. Pikiran, perasaan, ucapan dan tindakan akan mantap, tenang, jernih dan bersih. Hal-hal ini akan menyingkirkan segala yang kotor, najis, jahat,dendam, iri hati, egoisme yang merusak sesama dan lingkungan, serta segala energi negatif yang tampak pada manusia yang tidak memunyai hubungan dengan Tuhan. Bukankah hal-hal ini yang jauh lebih penting dalam kehidupan manusia. Jika demikian, tentu saja potensi- potensi manusia seharusnya dalam pengembangannya lebih baik dilandasi dengan kecerdasan spiritual.
SQ sangat dibutuhkan dan harus dikerjakan secara serius karena sains modern akhirnya gagap, bahkan gagal ketika menjelaskan hakikat manusia sejati. Makna hidup bagi manusia modern; arti hidup di dunia fans ini, bagaimana menjalani hidup secara benar; misteri kematian dan seterusnya, menjadi kegalauan dan pertanyaan besar manusia yang tidak mengembangkan aspek spiritualnya. SQ akan menolong manusia untuk tahan godaan, berhati luas, berpikiran sehat, mengalami kedamaian dan kebahagiaan serta kearifan dalam menghadapi setiap persoalan, serta terus berusaha menciptakan keharmonisan. Bukankah hal ini sangat bermanfaat dalam membangun dunia yang aman, tenteram, damai serta sehat dan bahagia. Profesor Khalil Khavari dalam bukunya, Spiritual Intelligence, mengatakan, Iran yang tidak terasah yang dimiliki oleh setiap insan, yakni hal rohani. Kita harus mengenalinya, mengembangkannya untuk memperoleh kebahagiaan personal/pribadi." Zohar dan Marsahall berpendapat bahwa menciptakan manusia yang unggul dan yang mampu membangun dunia semakin baik dan damai adalah manusia yang dipersiapkan sebaik mungkin akan IQ, EQ, terutama SQ. Dengan SQ yang baik, yang mendasari IQ dan EQ, seseorang akan dapat mengembangkan segala potensinya dengan maksimal sehingga berguna bagi perkembangan dunia yang semakin beradab, damai sejahtera dan tenteram.
Untuk memiliki kecerdasan spiritual seorang harus dekat dengan Tuhan. Karena itu hubungan pribadi dengan Tuhan mutlak perlu diusahakan dan dipelihara, sehingga dalam menghadapi setiap kemajuan manusia tidak bertambah egois tetapi selalu memikirkan semuanya dalam perspektif iman yang benar. Hubungan yang dekat dengan Tuhan menolong seseorang tidak gampang stres dan depresi dalam menghadapi tantangan yang ada, karena kekuatan Tuhan selalu menyertainya. Hubungan pribadi biasanya tampak dalam kesukaan dan kedisiplinan dalam berdoa dan membaca kitab suci. Sebagai orang Kristen kedua hal ini adalah dasar bagi berkembangnya kecerdasan spiritual seseorang. IQ dan EQ akan berkembang pada jalurnya untuk membangun dunia semakin baik ketika seseorang memiliki hubungan dengan penciptanya.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA