Penciptaan: Pendidikan Manusia - Kebutuhan yang Diamanatkan Allah

Mungkin tidak ada konsep pendidikan lain yang dapat dengan tepat menggambarkan keunikan karakter pendidikan Kristen selain konsep penciptaan. Ini tidak berarti bahwa konsep penciptaan merupakan konsep dasar dari sistem pendidikan kita; konsep yang paling dasar adalah konsep tentang Allah. Namun, gagasan tentang penciptaan lebih aplikatif untuk digunakan sebagai parameter pengukur dibandingkan dengan konsep tentang Allah. Konsep penciptaan langsung berhubungan dengan diri kita. Konsep ini berhubungan dengan alam semesta yang tampak. Serangan terhadap konsep penciptaan lebih bersifat langsung dan terbuka dibandingkan dengan serangan terhadap konsep Allah. Jika seseorang mempertahankan konsep penciptaan, orang tersebut langsung dianggap sedang mempertahankan konsep yang kini tidak lagi dianut oleh orang banyak.

Sekali lagi, ketika konsep penciptaan dilihat sebagai presuposisi dari konsep konvenan, konsep ini mengungkapkan keunikan pandangan Reformed mengenai pendidikan. Ada banyak orang, yang beriman pada Alkitab dari halaman depan sampai belakang, percaya pada konsep penciptaan. Orang-orang ini siap untuk mempertahankan konsep penciptaan dari serangan evolusi. Namun demikian, kebanyakan usaha mereka dalam mempertahankan konsep penciptaan ini hanya dalam kaitan dengan konsep keselamatan. Mereka tahu bahwa konsep keselamatan melalui Kristus mempresuposisikan konsep penciptaan oleh Allah. Mereka tidak melihat pentingnya mempertahankan konsep penciptaan dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip budaya Kristen. Karena mereka tidak memahami sepenuhnya arti dari kovenan, maka usaha mereka untuk mempertahankan ide Alkitab tentang penciptaan secara alkitabiah menjadi sangat sempit. Sebagai koreksi terhadap kecenderungan ide Injili yang sempit ini, kita harus mempertahankan konsep penciptaan sebagai presuposisi dari konsep kovenan. Hanya dengan demikian konsep penciptaan ini dapat muncul dan memberikan fondasi pada keunikan sistem pendidikan kovenan Reformed.

Sekarang, kita akan menemukan amanat ilahi bagi pendidikan dalam konsep penciptaan. Amanat tentang pendidikan Kristen sering dicari dan ditemukan dalam perintah-perintah langsung Allah kepada umatnya seperti yang tertulis dalam Alkitab. Pada dasarnya, kita memahami amanat itu dalam konsep konvenan. Sekarang, secara lebih mendasar lagi, jika mungkin, kita akan menemukan amanat itu dalam konsep yang paling dasar, yaitu konsep penciptaan. Ini adalah urutan yang tepat untuk menemukan amanat Allah bagi pendidikan. Perintah langsung Allah dalam kaitannya dengan pendidikan tidak lebih dari penjabaran dari konsep kovenan. Konsep kovenan merupakan pernyataan singkat dari prinsip pendidikan yang tercakup dalam konsep penciptaan. Ketika kita melihat bahwa perintah-perintah langsung Allah didasarkan pada konsep kovenan dan konsep kovenan didasarkan pada konsep penciptaan, maka akan terlihat adanya peningkatan keyakinan kita pada keberadaan dan pentingnya program pendidikan.

Namun, apakah yang kita maksudkan dengan pendidikan? Pendidikan adalah suatu implikasi dalam interpretasi Allah. Tidak ada intelektualisme sempit yang terimplikasi dalam definisi ini. Memikirkan apa yang dipikirkan Allah, mendedikasikan alam semesta kepada Penciptanya, dan menjadi wakil dari Raja segala sesuatu; inilah tugas manusia. Manusia adalah nabi, imam, dan raja. Cara pandang terhadap pendidikan seperti inilah yang ada di dalam, dan diharapkan dari, konsep penciptaan.

Orang dapat menuduh kita sedang menyusun teori pendidikan dan teori penciptaan secara sembarangan kemudian menggabungkannya secara mekanis. Kita bukan sekadar mengakui, tetapi juga dengan tegas mengatakan bahwa teori penciptaan tertentu dan teori pendidikan tertentu akan berdiri bersama-sama atau runtuh bersama-sama. Salah satu keinginan utama kita adalah memahami fakta ini dengan jelas. Pembicaraan tentang istilah penciptaan dan istilah pendidikan bersifat terpisah. Di mulut orang yang berbeda, istilah-istilah ini dapat memiliki banyak konotasi eksklusif yang saling terkait. Kita harus tahu dengan jelas apa yang kita maksudkan dengan penciptaan, apa yang kita maksudkan dengan pendidikan, dan mengapa pandangan pendidikan tertentu berkaitan dengan pandangan penciptaan tertentu. Terhadap tuduhan bahwa kita mulai dengan dogmatik, kita dapat menunjukkan bahwa dakwaan itu sendiri pun didasarkan pada posisi netral yang juga diasumsikan secara dogmatik. Jika dakwaan dogmatisme itu menghadang kita sebelum kita selesai memahami semuanya, kita dapat meminjam hak seorang murid untuk berkata, "Kamu juga melakukan yang sama." Tidak ada yang dapat berdiri pada posisi netral. Dalam semua keadaan, orang mulai dengan membuat pernyataan, kemudian berusaha mempertahankannya.

Memang metode yang kita gunakan akan bertujuan apologetis. Kita mengetahui bahwa pengajaran Kristen didasarkan pada Alkitab. Kita juga mengetahui bahwa pengajaran Kristen terdapat di dalam konsep konvenan. Sekalipun tidak terlalu jelas, kita pun mengerti bahwa pengajaran Kristen tercakup dalam konsep penciptaan. Namun, untuk mempertahankan pengajaran Kristen itu dari serangan pandangan lain bukanlah hal yang mudah. Mungkin tugas ini akan menjadi lebih mudah jika kita dapat dengan jelas melihat hubungan antara pendidikan Kristen dan konsep penciptaan. Mungkin kita telah berusaha membenarkan kebijakan pendidikan kita berdasarkan hasilnya. Namun, hasil pendidikan tidak selalu yang terbaik. Kita juga dapat menunjukkan hal-hal eksternal dan yang berkenaan dengan kehidupan ini saja. Mungkin kita tergesa-gesa untuk mengembangkan gedung-gedung dan teknik-teknik umum untuk mencapai standar pendidikan yang umum. Namun, usaha ini sia-sia dan hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat eksternal. Apologetika bagi pendidikan Kristen harus dapat menunjukkan bahwa pendidikan Kristen tercakup dalam kovenan, bahwa kovenan ada dalam penciptaan, bahwa penciptaan tercakup dalam konsep tentang Allah, dan bahwa tanpa Allah, kehidupan dan semua pengalaman manusia sama sekali tidak berarti. Pada analisis yang terakhir, kita memerlukan suatu prinsip yang kokoh dan yang dapat kita gunakan untuk mendasari kebijakan pendidikan kita. Dengan mengingat hal ini, kita akan berusaha membuktikan bahwa sekalipun banyak kesulitan yang harus dihadapi oleh konsep pendidikan kita. Konsep ini merupakan satu-satunya konsep yang masuk akal bagi manusia.

Untuk memantapkan posisi kita bahwa dalam konsep penciptaan terdapat amanat ilahi bagi pendidikan, kita harus menyediakan banyak waktu untuk melihat sepintas berbagai filsafat pendidikan untuk menunjukkan bahwa tidak ada filsafat lain, selain filsafat pendidikan Kristen-teistik, yang memiliki amanat ilahi. Sesungguhnya, filsafat-filsafat yang lain itu tidak memiliki amanat apa-apa dan sama sekali tidak memiliki dasar bagi kebijakan pendidikan mereka. Kita tidak beranggapan bahwa tidak ada kesulitan intelektual dalam usaha kita memahami filsafat pendidikan kita. Kita pasti akan menghadapi kesulitan-kesulitan tersebut. Kesulitan yang akan dihadapi sangat banyak dan sulit. Namun, tidak ada filsafat pendidikan yang tidak mempunyai kesulitan. Kita tidak dapat serta-merta membuang filsafat Kristen-teistik, hanya karena ada banyak kesulitan intelektual di dalamnya seperti yang telah dilakukan oleh rasionalisme pada abad ke-18. Demikian juga pada sisi yang lain, kita tidak dapat mempertahankan filsafat pendidikan Kristen-teistik dengan menunjukkan bahwa filsafat ini menghadapi lebih sedikit, atau setidaknya, bukan kesulitan seperti yang dihadapi filsafat pendidikan lainnya. Dalam era pemikiran spekulatif, terlalu kuno jika seseorang menyajikan suatu filsafat yang tidak memiliki banyak kesulitan. Pertanyaan yang kita hadapi sekarang adalah ada atau tidak ada (to be or not to be). Adakah filsafat pendidikan yang dapat berdiri teguh? Adakah filsafat yang tidak mereduksi keseluruhan kebijakan dan prosedur pendidikan, demi propaganda sia-sia dari kebodohan menuju kehampaan? Kita percaya bahwa ada dan hanya ada satu filsafat pendidikan yang dapat berdiri teguh, yaitu filsafat pendidikan Kristen-teistik.

Saat ini, kita tidak mendiskusikan secara pedagogis bagaimana kita menerima pandangan pendidikan kita. Tentu saja, kita menerima pandangan pendidikan dari orang tua atau dari guru kita, sama seperti setiap orang menerima filsafat hidup dari pendahulunya. Pertanyaannya adalah ketika kita sekarang menyambut tanggung jawab kita sebagai pendidik, apakah kita akan terus memegang filsafat yang telah diajarkan kepada kita berdasarkan otoritas ketika kita masih kecil. Kita seharusnya meninggalkan pandangan kita jika kritik-kritik dari orang lain menjelaskan kepada kita bahwa pandangan kita itu tidak layak dipegang oleh manusia. Namun, jika investigasi kita membuktikan bahwa pandangan itu tidak layak dipegang menurut pandangan yang lain, maka kita semakin dikuatkan dengan pendirian kita terhadap kelayakan pandangan kita itu.

Apologetika kita dapat dilakukan tanpa membicarakan hal-hal yang detail. Apologetika yang detail sering dibutuhkan, tetapi apologetika yang detail harus dilakukan dengan kesadaran penuh akan posisinya yang subordinat. Hal ini kadang-kadang dilupakan dalam argumentasi yang menentang maupun mendukung evolusi organik. Perjuangan dalam sektor depan ini terkadang dilakukan dengan anggapan bahwa permasalahan ini dapat diselesaikan dengan mudah dan tuntas hanya dengan data saja. Hal ini juga terjadi ketika seseorang memperjuangkan keabsahan Alkitab, seolah-olah penggalian situs-situs kuno di Palestina dapat menentukan segala sesuatu. Fakta merupakan data yang sulit diabaikan tetapi fakta hares diinterpretasi. Filsafat yang diasumsikan oleh para evolusionis jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan fakta-fakta yang mereka tampilkan. Demikian juga dengan fakta-fakta psikologi dan antropologi yang berpengaruh pada pendidikan. Fakta-fakta ini pun harus diinterpretasikan menurut salah satu dari dua cara tersebut. Manusia kalau bukan teis maka antiteis. Semua pertentangan tentang fakta dapat dilihat sebagai pertempuran seta antara kedua jenis filsuf ini sehingga setiap filsafat pendidikan pun kalau bukan teistik, berarti antiteistik. Pada isu utama antara teistik atau antiteistik inilah berbagai filsafat pendidikan harus berhadapan.

Filsafat antiteisme mengambil banyak bentuk. Namun, kemajemukan bentuk ini tidak boleh menipu kita. Semua format pemikiran antiteisme memiliki kebencian yang sama terhadap doktrin penciptaan teistik. Jika suatu teisme adalah teisme yang benar, dengan ide tentang Allah sebagai pribadi self-conscious yang mutlak sebagai konsep penentunya, maka pemikiran teistik ini dapat bertahan terhadap serangan dari semua jenis antiteisme, meskipun banyak antiteisme yang mengajukan konsep kesatuan organik.

Ruang lingkup dan bentuk dari apologetika kita terhadap pendidikan Kristen diawali dengan mengasumsikan format dan bentuk. Tujuan kita adalah untuk menunjukkan bahwa pendidikan Kristen didasarkan pada ide penciptaan, bahwa ide penciptaan ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan filsafat teistik mengenai kehidupan, dan bahwa filsafat hidup ini juga merupakan filsafat yang layak dipegang oleh manusia karena semua filsafat yang lain mereduksi pengalaman menjadi sesuatu yang tidak berarti.

Diambil dari:
Judul Buku : Foundation Of Christian Education
Judul artikel : Penciptaan: Pendidikan Manusia - Kebutuhan yang Diamanatkan Allah
Penulis : Louis Berkhof dan Cornelius Van Til
Penerbit : Momentum, Surabaya, 2004
Halaman : 63 - 69
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA