Anak-Anak yang Allah Berikan kepada Mereka yang Tidak Memiliki Anak

Saya sering kali merasa renggang dengan para ibu -- sebagian besar karena saya sendiri bukan seorang ibu.

Secara pribadi, saya tidak mengenal rasa sakit menyayat hati, naluri tidak terungkap, pelajaran yang merendahkan hati, pemenuhan yang meneguhkan, ataupun ikatan abadi yang timbul dari masa kehamilan, bersalin, dan melahirkan anak. "Kerenggangan" yang saya rasakan ini menyebabkan saya menganggap perihal menjadi ibu sebagai panggilan yang lebih tinggi dari Allah.

Sebagai seorang lajang, saya khususnya merasa seperti terpencil dari "dunia misterius" pernikahan dan pengasuhan anak dan bagaimana tampaknya Allah sering kali berbicara kepada dan melalui orang-orang yang memiliki peranan tersebut. Secara gamblang, saya merasa tertinggal -- dan terkadang saya masih merasakannya.

Salah satu kombinasi perintah/berkat paling umum di sepanjang Kitab Suci ditujukan secara spesifik bagi orang tua: "Beranakcuculah dan berlipatgandalah, dan penuhilah bumi, dan kuasailah itu. Berkuasalah atas ikan-ikan di laut, atas burung-burung di udara, dan atas segala yang hidup yang bergerak di bumi" (Kejadian 1:28, AYT). Beberapa variasinya menggema setidaknya 25 kali di seluruh Alkitab. Kita sering kali mendengarnya dikutip ketika merujuk kepada nilai dan berkat dari anak-anak -- suatu fakta tak terbantahkan di seluruh Kitab Suci yang saya yakini dan rindukan.

Namun, bagaimana ayat-ayat penting ini diartikan bagi mereka yang tidak memiliki anak, entah karena kondisi jasmani atau karena keadaan?

Tandus, Bukan Tidak Berbuah

Apa yang hendak Allah katakan melalui ayat-ayat ini kepada teman-teman lajang saya yang merasa tertinggal saat mereka menggulir satu demi satu pemberitahuan tentang pertunangan, pernikahan, dan kehamilan? Apa yang hendak Dia katakan kepada teman yang sudah mengizinkan saya berjalan di sampingnya melewati perjalanan kemandulan yang menyakitkan? Apa yang hendak Allah katakan kepada seseorang seperti saya yang pada 3 minggu setelah menikah mendapati suatu komplikasi jasmani yang akan menunda berkat tersebut untuk sementara waktu? Bagaimana perintah dan berkat ini berlaku untuk kita?

Dalam kasus ini, kita perlu melihat gambar yang lebih besar. Saat Allah memberikan perintah/berkat ini kepada Adam dan Hawa dalam Kejadian 1:28, itu secara langsung mengikuti ayat yang menjelaskan tentang penciptaan manusia dalam gambar Allah sendiri. Melebihi pekerjaan, pernikahan, atau pengasuhan anak, tujuan tertinggi kita dalam hidup ini adalah untuk mencerminkan Allah. Seperti yang dijelaskan oleh John Piper, "Allah menjadikan manusia menurut gambar-Nya supaya dunia dipenuhi dengan pribadi-pribadi yang mencerminkan Allah. Dengan demikian, tidak seorang pun akan melewatkan inti dari penciptaan." Perintah dan berkat Allah kepada Adam dan Hawa adalah untuk melanjutkan tujuan dan pencerminan ini dengan membuahkan lebih banyak "patung Allah", masing-masing menjadi cara untuk menyoroti kehadiran dan karakter Sang Pencipta.

Kemudian, terjadilah kejatuhan manusia ke dalam dosa, yang mengacaukan kemanusiaan para penyandang gambar Allah. Alih-alih mencerminkan Allah dalam dunia, manusia menjadi dikuasai oleh gambar dirinya sendiri -- narsistik, patung diri, diri sendiri sebagai tujuan akhirnya. Alkitab menjadi kisah tentang Allah yang memenangkan kembali patung-patung-Nya bagi Dia -- memulihkan mereka, menarik mereka dari sudut-sudut gelap keegoisan, merebut kembali mereka bagi kemuliaan-Nya.

Rencana Allah bagi Israel

Dia memulai kisah tentang penebusan dengan umat Israel, umat pilihan-Nya yang berasal dari perjanjian dengan Abraham, tempat Allah sekali lagi mengikatkan berkat dari menghasilkan buah (Kejadian 17). Sejak semula, kita melihat cicipan rencana Allah untuk mencakup semua bangsa saat Dia berfirman kepada Abraham, "... melalui keturunanmu, semua bangsa di bumi akan diberkati ..." (Kejadian 22:18, AYT).

Bangsa Israel adalah langkah pertama Allah dalam pemulihan ini sehingga lebih banyak orang Israel perlu dilahirkan untuk memastikan kelangsungan umat pilihan Allah, citra-Nya -- dengan demikian, "Beranakcuculah dan berlipatgandalah."

Meski Perjanjian Lama, dari Musa hingga Elia, seluruhnya berbicara tentang bangsa Israel, menjadikan mereka umat mulia dan pemandangan untuk disaksikan oleh semua bangsa, ia mengatur panggung untuk Perjanjian Baru tempat umat Allah diperintahkan untuk menjangkau semua bangsa.

Perjanjian Baru memperluas karya Perjanjian Lama. Melalui kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya, Yesus Kristus menggenapi dan mendirikan suatu perjanjian baru, menjadikan keselamatan tersedia bagi semua orang, bukan hanya untuk orang Israel. Yesus menggenapi Hukum Taurat dan kitab para nabi (Matius 5:17). Dalam Kristus, orang Yahudi dan non-Yahudi dibawa masuk bersama-sama ke dalam keluarga Allah (Galatia 3:28-29).

Maka dari itu, apa yang tadinya perintah/berkat bagi bangsa Israel ("beranakcuculah dan berlipatgandalah, wahai umat-Ku") sekarang diperluas berkenaan dengan Amanat Agung: "muridkanlah semua bangsa, baptiskanlah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus" (Matius 28:19). Seolah-olah Yesus sedang memberi tahu kita, "berlipatgandalah, wahai umat-Ku, secara rohani" (Roma 9:8; Galatia 3:7-9).

Semua Orang Dipanggil

Amanat baru ini tidak hanya mencakup orang Yahudi, tetapi juga para lajang dan orang yang sudah menikah, yang mandul maupun yang melahirkan. Bahkan, jika seorang perempuan dapat menghasilkan buah secara jasmani, dia mandul secara rohani dalam pandangan Allah jika dia tidak berupaya untuk memuliakan Dia. Jika menjadi taat terhadap perintah ini tampak seperti mengasuh anak-anak biologis Anda sendiri dalam jalan Tuhan, Anda diberkati. Jika menjadikan murid tampak seperti melakukan pekerjaan misi, Anda diberkati. Jika menjadikan murid tampak seperti secara rutin minum kopi bersama seseorang, Anda diberkati.

Setiap orang yang kita tuntun kepada Kristus, atau kita tuntun melangkah lebih jauh dalam perjalanan mereka dengan Kristus, merupakan penggenapan dari perintah ini sekaligus penerimaan akan berkat-Nya -- berkat karena dipakai oleh Allah dan menemukan kedalaman-kedalaman baru dalam karakter-Nya.

Tidaklah mutlak bahwa kita harus menikah atau bahwa kita harus memiliki anak. Yang mutlak adalah bahwa kita dipanggil untuk melahirkan dan membesarkan anak-anak rohani dalam pernikahan perjanjian antara Kristus dan gereja. Entah Anda sedang berada dalam musim untuk melahirkan dan membesarkan anak atau dalam musim kemandulan yang menyakitkan, baik secara jasmani maupun secara keadaan (dalam masa lajang yang tidak diinginkan), kita semua dipanggil untuk mengerjakan tugas yang sama, dan diberkati dengan berkat yang sama.

Maka dari itu, merupakan kegembiraan bagi saya untuk mengundang Anda, anak-anak Allah, entah yang memiliki anak maupun yang mandul, untuk pergi menghasilkan murid. (t/Odysius)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat situs : https://desiringgod.org/articles/the-children-god-gives-the-childless
Judul asli artikel : The Children God Gives the Childless
Penulis artikel : Katie Tumino
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA