Èlî Èlî lãmâ `azabtãnî?
Allahku , Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab , dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang (Mazmur 22:1,2)
Keadaan yang digambarkan dalam ayat ini adalah keadaan dimana Daud merasakan kondisi yang begitu kosong, jiwanya begitu sedih, bergumul dan begitu menyadari jika kehadiran Allah tidak dirasakan dan seakan Allah telah meninggalkannya. Kata-kata dalam mazmur ini mengungkapkan suatu pengalaman yang jauh melebihi pengalaman manusia biasa bahkan merupakan nubuatan yang telah dialami oleh Kristus. Seruan ini bukan seruan biasa, seruan ini sangat mengerikan bahkan Kristus sendiri berseru dengan kata yang sama ketika Ia berada diatas kayu salib dan menyudahi kematianNya, Kondisi ini begitu hebat dan merupakan pergumulan yang begitu dalam, hal ini juga sedang dan akan dialami oleh banyak orang Kristen yang mau bergumul, keadaan dimana seakan Allah tidak berbicara, kering kerontang, dan seakan merasa Allah telah meninggalkan anakNya. Kemana Allah, dimana Allahku, Kenapa Allah tidak cepat-cepat menolongku, mungkin ini pertanyaan-pertanyaan yang akan muncul dalam diri kita. Namun kalau kita pikirkan dengan bijak keadaan yang paling berbahaya untuk kita justru keadaan dimana kita merasa tidak perlu datang dan membutuhkan pertolongan Allah, santai dan damai-damai saja. Kita perlu bertanya jika mengalami hal yang demikian.
Seruan pendahuluan ini dinyatakan dalam sebuah pertanyaan dengan hanya empat kata Ibrani (`Èlî Èlî lãmâ `azabtãnî). Pemazmur tidak kehilangan iman bahkan ketika dia menceritakan penderitaan dan penganiayaannya yang hebat. Daud merasa ditinggalkan oleh Allah, namun Ia mengetahui jika Allah itu begitu dekat dalam pergumulannya, ia mengingat akan kepercayaan nenek moyangnya dan kelepasan mereka, ia menceritakan pembelaan Allah atas tindakan penghinaan oleh musuh-musuhnya, ia belajar untuk mengenal Allah dengan pergumulan yang sangat dalam melalui keadaan yang begitu mengosongkan jiwanya.
Kita dapat belajar beberapa hal mendasar dalam Mazmur 22 ini:
1) Kita bukan siapa-siapa tanpa Allah yang berada dalam kehidupan kita, kerendahan hati adalah pintu kita untuk mengenal siapa Allah
2) Allah bukan Allah yang jauh, bukan juga Allah yang tidak mendengar, bahkan Allah yang meninggalkan kita, justru kita lah yang sering menjauhkan diri dari Allah oleh karena dosa dan pelanggaran kita
3) Bergumul dengan Allah setiap hari untuk semakin menyadari siapa diri ini di hadapan Allah yang begitu agung
4) Memuji kebesaran Allah dalam segala kondisi yang sedang dialami dan akan dilewati
Ia Allah yang menguji iman setiap anak-anakNya, memberikan kesempatan pada setiap kita untuk bergantung padaNya, mengajar kita untuk melihat siapa PribadiNya, dan membimbing kita untuk menjadi pribadi yang mau merendahkan hati di hadapan Allah. Allah tidak akan pernah meninggalkan anak-anak yang dikasihiNya karena kasihNya yang begitu dalam dan sempurna. Dia adalah Imanuel, Allah yang akan terus menyertai setiap orang yang dikasihiNya. Ketika kita berada dalam kondisi yang mungkin kering dalam hidup kita, mungkin kita perlu berdiam sejenak dan melihat dalam diri kita apa yang sebenarnya terjadi, apakah Allah sedang menguji kita dan mengajar kita untuk tetap percaya dan berserah pada Allah atau justru kita telah membawa diri kita menjauh dari Allah karena konsekuensi pelanggaran-pelanggaran kita sehingga kita yang sebenarnya telah mendukakan hati Allah. Dimana posisi kita saat ini? mari kita bergumul untuk setiap waktu yang masih tersisa dalam hidup kita. Tuhan beserta kita.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA