Iman
Kekristenan sering disebut sebagai suatu agama. Lebih tepat disebut suatu "iman". Kita sering membicarakan iman Kristen. Hal ini disebut suatu iman oleh karena ada suatu pengetahuan yang diteguhkan atau dipercayai oleh pengikut-pengikutnya. Hal itu disebut iman, juga oleh karena nilai dari iman adalah sentral dalam kaitan dengan pengertian akan penebusan.
Apakah arti dari iman itu? Dalam kebudayaan kita, sering kali diartikan secara salah, yaitu sebagai kepercayaan yang membabi-buta atau percaya pada sesuatu yang tidak masuk akal. Apabila kita menyebut iman Kristen sebagai suatu "iman yang membabi-buta", hal ini bukan saja merendahkan orang Kristen, tetapi suatu penghinaan terhadap Allah. Pada waktu Alkitab berkata tentang kebutaan, istilah itu digunakan untuk menggambarkan orang yang oleh karena dosa, orang itu berjalan di dalam kegelapan. Kekristenan mengeluarkan orang dari kegelapan, bukan memasukkannya ke dalam kegelapan. Iman merupakan lawan dari kebutaan, bukan penyebab dari kebutaan.
Akar dari istilah iman adalah "percaya". Percaya kepada Allah bukan merupakan suatu tindakan yang berdasarkan pada kepercayaan yang tidak beralasan. Allah menyatakan Diri-Nya sendiri sebagai Pribadi yang patut dipercayai. Dia memberikan alasan yang cukup bagi kita untuk memercayai-Nya. Dia membuktikan bahwa Dia setia dan layak untuk mendapatkan kepercayaan kita.
Ada perbedaan yang sangat besar antara iman dan kesediaan untuk memercayai walaupun tidak cukup meyakinkan. Kesediaan untuk memercayai walaupun tidak cukup alasan untuk memercayainya merupakan suatu hal yang bersifat takhayul dan spekulatif. Iman dibangun di atas dasar alasan yang sudah dipikirkan dengan matang, koheren, konsisten, dan bukti empiris yang absah. Petrus menulis:
"Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dari kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai Raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya." (2 Petrus 1:16).
Kekristenan tidak didasarkan pada mitos dan dongeng, tetapi atas dasar kesaksian dari mereka yang melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan telinga mereka sendiri. Kebenaran dari Injil didasarkan pada peristiwa-peristiwa sejarah. Apabila kejadian dari peristiwa-peristiwa itu tidak dapat dipercayai, maka pada dasarnya iman kita itu sia-sia saja. Namun, Allah tidak meminta kita untuk memercayai sesuatu berdasarkan suatu mitos.
Kitab Ibrani memberikan definisi tentang iman: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1) Iman merupakan esensi dari pengharapan kita akan masa yang akan datang. Dengan istilah sederhana, hal itu berarti bahwa kita percaya kepada Allah untuk masa yang akan datang berdasarkan iman kita pada apa yang telah dicapai oleh Allah pada masa lampau. Untuk percaya bahwa Allah akan terus dapat dipercaya, bukanlah merupakan suatu iman yang didasarkan pada kemurahan kita. Ada alasan yang kuat bagi kita untuk percaya bahwa Allah akan setia untuk menggenapi janji-janji-Nya sama dengan kesetiaan-Nya di masa yang lalu. Ada alasan, yaitu suatu alasan yang pasti, bahwa pengharapan itu sudah pasti akan kita dapatkan.
Iman sebagai bukti dari segala sesuatu yang tidak terlihat memiliki keutamaan, tetapi bukan suatu referensi eksklusif untuk masa yang akan datang. Tidak ada seorang pun yang memiliki sebuah bola kristal yang dapat bekerja dengan baik. Kita semua berjalan ke masa yang akan datang dengan iman, bukan dengan penglihatan. Kita dapat berencana dan membuat proyeksi-proyeksi, tetapi ramalan kita yang paling baik pun pada dasarnya didasarkan pada perkiraan yang telah kita pelajari. Tidak ada seorang pun di antara kita mempunyai pengetahuan berdasarkan pengalaman di masa yang akan datang. Kita memandang saat ini dan dapat mengingat kembali masa yang lalu. Kita adalah ahli pengetahuan berdasarkan pada pengalaman yang telah terjadi. Satu-satunya bukti yang kuat untuk masa depan kita terdapat pada janji-janji Allah. Di sini, iman menawarkan bukti untuk segala sesuatu yang tidak terlihat. Kita percaya kepada Allah untuk hari esok.
Kita juga percaya bahwa Allah ada. Dan, meskipun Allah sendiri tidak kelihatan, firman Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa Allah yang tidak terlihat ini telah menyatakan diri-Nya melalui apa yang dapat dilihat (Roma 1:20). Meskipun Allah tidak dapat dilihat oleh kita, kita percaya bahwa Dia ada oleh karena Dia telah menyatakan diri-Nya dengan jelas dalam ciptaan dan dalam sejarah.
Iman mencakup percaya dalam Allah. Namun, iman yang demikian tidaklah patut dipuji. Yakobus menulis: "Engkau percaya bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar." (Yakobus 2:19) Hal ini merupakan tulisan yang cukup tajam dari Yakobus. Untuk percaya pada keberadaan Allah, hanya dapat disamakan dengan kepercayaan iblis. Adalah satu hal kita percaya kepada Allah, dan merupakan hal lain untuk memercayai Allah. Percaya kepada Allah, berarti memercayakan seluruh aspek kehidupan kita kepada Dia, ini merupakan esensi dari iman Kristen.
1.Iman yang Menyelamatkan
Tuhan Yesus pada suatu kali menyatakan bahwa jika kita tidak memiliki iman seperti seorang anak kecil maka kita tidak akan memasuki Kerajaan Surga. Iman seperti anak kecil merupakan persyaratan bagi keanggotaan dalam kerajaan Allah. Namun, ada perbedaan antara iman seperti anak kecil dengan iman yang kekanak-kanakan. Alkitab memerintahkan kita untuk menjadi bayi dalam kejahatan tetapi dewasa dalam pengertian kita. Iman yang menyelamatkan adalah jelas dan tidak membingungkan, tetapi tidak berarti sesuatu yang biasa-biasa saja.
Sejak Alkitab mengajarkan bahwa pembenaran hanya berdasarkan iman, dan bahwa iman merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk keselamatan, maka merupakan suatu keharusan bagi kita untuk mengerti apa yang dimaksudkan dengan iman yang menyelamatkan itu. Yakobus menjelaskan dengan jelas apa yang bukan iman yang menyelamatkan: "Apakah gunanya saudara-saudara, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?" (Yakobus 2:14). Dalam ayat ini, Yakobus membedakan antara iman yang diakui dengan realitas dari iman itu sendiri. Siapa saja dapat mengatakan bahwa dia memiliki iman. Memang kita diperintahkan untuk mengakui iman kita secara terbuka, tetapi pengakuan semata-mata tidak akan menyelamatkan siapa pun. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa seseorang mampu memuliakan Kristus dengan mulut mereka, tetapi pada saat yang sama hatinya jauh dari Dia. Pengakuan yang hanya di bibir saja, tanpa adanya manifestasi dari buah iman, bukan merupakan iman yang menyelamatkan.
Yakobus selanjutnya mengatakan: "Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati" (Yakobus 2:17). Iman yang mati dijelaskan oleh Yakobus sebagai iman yang tidak ada manfaatnya. Iman semacam itu merupakan iman yang sia-sia dan tidak membenarkan siapa pun juga.
Pada waktu Luther dan para tokoh Reformasi mendeklarasikan bahwa orang dibenarkan hanya berdasarkan iman, mereka menyadari pentingnya memberikan penjelasan yang benar mengenai iman yang menyelamatkan itu. Mereka menjelaskan unsur-unsur apa saja yang tercakup dalam iman yang menyelamatkan itu. Iman yang menyelamatkan terdiri dari informasi, pengertian secara intelektual, dan kepercayaan secara pribadi.
Isi yang tercakup dalam iman yang menyelamatkan adalah, kita tidak dibenarkan oleh karena beriman pada apa saja. Ada orang yang mengatakan: "Tidak menjadi soal apa yang kita percaya, sepanjang kita tulus dan sungguh- sungguh mempercayainya." Pernyataan itu bertolak belakang dengan pengajaran Alkitab. Alkitab mengajar bahwa apa yang kita percayai mempunyai pengaruh yang sangat mendalam. Pembenaran tidak terjadi hanya karena ketulusan hati saja. Kita dapat secara tulus melakukan kesalahan. Doktrin yang benar, paling tidak kebenaran-kebenaran dasar dari Injil, merupakan suatu keharusan dalam iman yang menyelamatkan. Kita percaya pada Injil, dalam pribadi dan karya dari Kristus. Ketiga hal itu merupakan bagian integral dan iman yang menyelamatkan. Apabila doktrin kita secara mendasar ini sudah menyeleweng atau tidak benar, maka kita tidak akan diselamatkan. Misalnya, kita mengatakan bahwa kita percaya pada Kristus tetapi kita menolak keilahian-Nya, maka kita tidak memiliki iman yang membenarkan kita.
Meskipun penting bagi kita untuk memiliki pengertian yang benar atas kebenaran-kebenaran dasar dari iman supaya kita dapat diselamatkan, tetapi suatu pengertian yang benar saja tidak cukup untuk menyelamatkan seseorang. Seorang mahasiswa dapat mencapai nilai A dalam ujian teologi Kristen, dia mengerti kebenaran Kristen, tanpa mengakui bahwa hal itu merupakan kebenaran. Iman yang menyelamatkan melibatkan pikiran yang mengakui kebenaran dari Injil.
Meskipun seseorang mengerti dan mengakui kebenaran dari Injil, tetapi dia belum memiliki iman yang menyelamatkan. Setan mengetahui bahwa Injil merupakan kebenaran, tetapi dia sangat membencinya. Ada suatu unsur lain lagi, yaitu percaya untuk mendapatkan iman yang menyelamatkan. Hal ini melibatkan penyerahan diri seseorang dan ketergantungan dirinya pada Injil. Misalnya, kita dapat percaya bahwa sebuah kursi dapat menopang berat badan kita, tetapi kita memperlihatkan kepercayaan kita secara pribadi pada kursi tersebut sampai kita duduk di atasnya.
Kepercayaan mencakup kehendak demikian pula akal budi kita. Untuk memiliki iman yang menyelamatkan, kita dituntut untuk mencintai kebenaran dari Injil dan merindukan untuk hidup dalamnya. Kita menerima kelembutan dan keindahan dari Kristus dengan hati kita.
Secara teknis dapat dikatakan bahwa kepercayaan secara pribadi merupakan hal yang ada setelah pengertian secara intelektual. Setan dapat memberikan pengertian secara intelektual akan kebenaran dari fakta-fakta tertentu tentang Yesus, tetapi dia tidak mempunyai pengakuan akan keindahan Kristus dan memiliki kerinduan akan Kristus. Namun, baik kita membedakan atau mengkombinasikan pengakuan secara intelektual dengan kepercayaan secara pribadi, pada faktanya iman yang menyelamatkan menuntut, seperti yang dinyatakan oleh Luther sebagai berikut: "Kepercayaan yang vital dan pribadi pada Kristus sebagai Juru Selamat dan Tuhan."
2. Dibenarkan oleh Iman
Deklarasi Martin Luther bahwa pembenaran hanya berdasarkan iman merupakan artikel di atasnya gereja berdiri dan terjatuh. Doktrin pokok dari Reformasi Protestan dilihat sebagai wilayah peperangan dari Injil itu sendiri.
Pembenaran dapat dijabarkan sebagai tindakan di mana orang berdosa yang tidak benar dibenarkan di hadapan Allah yang kudus dan adil. Kebutuhan utama dari orang yang tidak benar adalah kebenaran. Kebenaran yang tidak dimiliki inilah yang disediakan oleh Kristus kepada orang berdosa yang percaya. Pembenaran berdasarkan iman saja berarti pembenaran yang terjadi oleh karena usaha Kristus semata-mata, bukan karena kebaikan kita atau perbuatan-perbuatan baik kita.
Fokus dari perihal pembenaran terletak pada pertanyaan usaha dan anugerah atau kasih karunia. Pembenaran berdasarkan iman berarti usaha yang kita lakukan tidak cukup baik untuk menghasilkan pembenaran. Paulus menyatakan sebagai berikut: "Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa" (Roma 3:20). Pembenaran adalah forensik, yaitu kita dinyatakan, diperhitungkan, atau dianggap benar pada waktu Allah mengaruniakan kebenaran Kristus pada diri kita. Kondisi yang dibutuhkan untuk ini adalah iman.
Teologi Protestan mengakui bahwa iman merupakan alat yang menyebabkan pembenaran. Dengan demikian, iman merupakan alat di mana karya Kristus teraplikasi dalam diri kita. Teologi Roma Katolik mengajarkan bahwa baptisan merupakan penyebab utama untuk pembenaran dan bahwa sakramen pengakuan dosa merupakan penyebab kedua, dalam kaitan dengan pemulihan. (Teologi Roma Katolik melihat pengakuan doa sebagai tingkat kedua dari pembenaran bagi mereka yang telah menghancurkan jiwa mereka, yaitu mereka yang telah kehilangan anugerah pembenaran karena melakukan dosa yang fatal, seperti membunuh). Sakramen pengakuan dosa menuntut usaha pemuasan di mana umat manusia mencapai usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan pembenaran. Pandangan Roma Katolik menerima bahwa pembenaran berdasarkan iman, tetapi menyangkal bahwa pembenaran itu hanya berdasarkan iman. Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan baik perlu ditambahkan untuk dapat dibenarkan.
Iman yang membenarkan adalah iman yang hidup, bukan iman pengakuan yang kosong. Iman merupakan kepercayaan yang bersifat pribadi yang bergantung kepada Kristus saja untuk keselamatan. Iman yang menyelamatkan juga merupakan iman pertobatan yang menerima Kristus sebagai Juru Selamat dari Tuhan.
Alkitab mengatakan bahwa kita tidak dibenarkan oleh karena perbuatan-perbuatan baik kita, tetapi dengan apa yang diberikan kepada kita berdasarkan iman, yaitu kebenaran Kristus. Sebagai sintesis, sesuatu yang baru ditambahkan pada sesuatu yang dasar. Pembenaran kita merupakan sintesis, karena kita memiliki kebenaran Kristus yang ditambahkan kepada kita. Pembenaran kita adalah berdasarkan imputasi (pelimpahan), yang artinya Allah memindahkan kebenaran Kristus kepada kita berdasarkan iman. Ini bukan merupakan "legal yang bersifat fiksi". Allah telah melimpahkan kepada kita karya Kristus yang nyata, dan sekarang kita telah menerima karya-Nya. Ini merupakan pelimpahan yang nyata.
Diambil dari: | ||
Judul Buku | : | Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen |
Judul artikel | : | Iman |
Penulis | : | R.C. Sproul |
Penerbit | : | SAAT: Malang, 1997 |
Halaman | : | 243 - 246; 247 - 249; 251 - 253 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA