Hidup yang Dipimpin Roh Kudus
Nas Alkitab: Galatia 5:13-18
Paulus berkata, kehidupan Kristen adalah kehidupan yang dipimpin oleh Roh Kudus meskipun masih hidup dalam dunia yang berdosa ini. Apa arti dan maksud hidup dipimpin oleh Roh Kudus? Apa yang membuat kita sulit untuk hidup dipimpin oleh Roh Kudus dalam pengalaman hidup kita setiap hari?
Kita sering kali terjebak dalam pengertian yang salah tentang apa arti dipimpin oleh Roh Kudus. Pertama, Kadang-kadang orang dengan mudah menyamakan hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus dengan kemerdekaan, meskipun itulah yang dikatakan oleh firman Tuhan. Namun, jika mengartikan kemerdekaan itu sebagai tidak lagi diikat oleh peraturan-peraturan, ikatan-ikatan yang bersifat jasmaniah, dan ikatan-ikatan yang mengatur hidup kita. Kita berpikir karena Roh Kudus adalah Roh, maka hidup dipimpin oleh Roh Kudus berarti hidup yang tidak dibatasi peraturan yang mengikat hidup kita, dan kebebasanlah yang menjadi ciri hidup orang Kristen. Penafsiran ini sangat berbahaya. Penafsiran ini membuat orang beranggapan bahwa jika seseorang hidupnya dipenuhi dan dipimpin oleh Roh Kudus, maka ibadahnya pun boleh bebas, tidak ada lagi ikatan. Demikian pula dia beranggapan bahwa jika dipimpin oleh Roh Kudus, hidup sehari-hari tidak perlu mempunyai peraturan yang jelas, tidak perlu mempunyai pimpinan yang jelas. Orang itu mengalami kemerdekaan yang sesungguhnya, berdasarkan apa yang dia mau. Namun, Paulus tidak pernah bermaksud seperti itu. Jika pada Gal. 5:1, Paulus mengatakan, supaya kita sungguh-sungguh merdeka, karena Kristus sudah memerdekakan kita. Dalam ayat 13, Paulus mengulang kalimat kemerdekaan itu, tetapi dengan nada yang lain. Sehingga jika kita mengatakan hidup dipimpin oleh Roh Kudus itu identik dengan kemerdekaan dan berhenti sampai di situ, kita akan terjebak dalam tipuan yang mempersulit hidup kita dan berjalan di jalan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Kedua, di lain pihak, orang berpendapat bahwa orang yang dipimpin dan dikuasai oleh Roh Kudus itu tidak identik dengan kebebasan, tetapi justru identik dengan ikatan. Beberapa kali di dalam konseling, saya juga melayani orang-orang yang berpendapat seperti itu. Mereka berkata, jika dipimpin oleh Roh Kudus, kita harus menaati dan menjalankan hal-hal yang menyenangkan Roh Kudus. Jika kita berani menjalankan sesuatu yang tidak menyenangkan Roh, maka Roh itu menjadi berbahaya sekali. Ini adalah konsep-konsep dari latar belakang kebudayaan dan agama kita yang kadang-kadang masih terbawa dalam pikiran kita sebagai orang Kristen. Saya juga pernah mengalami pengalaman-pengalaman seperti itu. Pada waktu saya baru bertobat, saya banyak dipengaruhi oleh buku-buku yang sangat menekankan kerohanian dalam kekristenan, justru semakin saya mengerti apa itu spiritualman, semakin saya merasa hidup harus lebih hati-hati. Sampai-sampai pada waktu malam, sebelum saya berdoa malam, kadang-kadang saya menghitung, sudah berapa kali saya tertawa hari ini? Jika saya sudah tertawa lebih dari 5 kali, maka saya merasa hidup saya sebagai orang Kristen kurang anggun. Jadi setiap hari sebelum saya tidur, saya mulai memikirkan tiap hal, apa itu spiritualman, apakah layak saya hidup seperti ini atau seperti itu. Akibatnya, terus jatuh dalam ikatan-ikatan yang saya buat sendiri.
Jadi, sering kali kita terjebak dalam dua pendapat ekstrem di atas. Yang pertama, berpendapat bahwa hidup yang dipimpin Roh Kudus itu identik dengan kemerdekaan dalam pengertian kemerdekaan yang liar dan merusak hidup kita. Yang kedua, ada sebagian orang dengan latar belakang dan pengaruh kebudayaan, agama-agama yang dianutnya sebelum dia menjadi Kristen, kadang-kadang juga mempunyai pendapat bahwa hidup dipimpin oleh Roh Kudus justru berarti banyak ikatan-ikatan, peraturan-peraturan yang harus dikerjakan dengan hati-hati, supaya jangan sampai Roh itu menjadi kecewa dan marah. Ini pun bukan yang dimaksudkan oleh Paulus.
Namun, kita boleh berhenti sampai di sini saja, yaitu membicarakan pengertian yang salah tentang pimpinan Roh Kudus. Sebab, jika hanya ini saja, maka kita pun belum mengerti apa yang dimaksud dengan dipimpin oleh Roh Kudus.
Jadi, apa arti hidup dipimpin oleh Roh Kudus? Apakah pimpinan Roh Kudus dengan sendirinya identik dengan kebebasan? Kebebasan macam apa? Dalam ayat 13, kita melihat Paulus mengkontraskan dua hal: Saudara-saudara, kamu memang telah dipanggil untuk merdeka. Namun, janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa. Istilah "dosa" di sini kurang tepat. Karena istilah ini dalam bahasa aslinya "sarx" itu daging. Jadi, di sini Paulus mengatakan, memang hidup dipimpin oleh Roh Kudus, hidup dalam Kristus dan Roh-Nya yang kudus itu, membawa kita kepada kemerdekaan, tetapi di balik kemerdekaan itu, ada satu bayang-bayang yang ingin menguasai kita, yaitu daging. Di satu pihak, kita melihat orang-orang yang berlatar belakang Yahudi dan kemudian masuk ke jemaat Galatia, yang ingin mengacaukan seluruh pengertian jemaat Galatia, justru mengambil jalur yang kedua: hidup dipimpin oleh Roh Kudus, berarti masuk dalam ikatan-ikatan hukum, seperti sunat dan tata cara dalam hukum Musa yang harus dijalankan dengan teliti. Kemudian. Paulus mengatakan lebih lanjut, sebetulnya seluruh inti dari hukum itu hanya satu: kasihilah sesamamu manusia dan layanilah mereka. Di sini kita melihat, jika kita langsung mengkaitkan sesuatu, tetapi pengertian tidak tuntas, maka kita justru akan terjebak dalam pengertian yang salah. Jadi, kemerdekaan selalu dibayang-bayangi oleh kedagingan. Kalau kita melihat skema seperti itu, maka sebetulnya konflik yang paling mendasar dari hidup orang percaya adalah antara pimpinan Roh Kudus dalam hidup kita dengan kedagingan. Di sinilah letak kesalahmengertian kita yang kadang-kadang dikaitkan dengan kebebasan atau dikaitkan dengan segala ikatan-ikatan dalam peraturan yang menjebak hidup kita.
Prinsip yang Paulus katakan mengenai pertentangan hidup orang percaya adalah pertentangan antara Roh dan daging. Dalam pengertian ini, kadang-kadang kita hanya mengerti pada satu aspek pertama saja, yaitu aspek pertentangan hidup orang Kristen adalah dalam dirinya sendiri. Kita mau taat, tetapi kedagingan tidak mau taat. Kadang-kadang kita mau setia, tetapi suara kedagingan mengatakan, tidak perlu setia. Hal ini sering kali orang menggambarkan dengan ilustrasi: dalam diri kita seperti ada dua ekor kuda, kuda yang putih dan kuda yang hitam. Jika kamu memberi makan kepada kuda hitam lebih banyak, maka ia akan berlari lebih cepat daripada kuda putih. Namun, jika kamu memberi makan kepada kuda putih lebih banyak, maka kuda putih lebih kuat, dan kamu bisa lebih taat kepada Tuhan, dan kuda hitam bisa ketinggalan. Pendapat seperti itu tidak seluruhnya salah. Namun, kalau hidup kekristenan berhenti sampai pertentangan seperti itu, kita pun belum masuk dalam apa yang Paulus maksudkan dalam Surat Galatia. Jika kita menganggap bahwa pertentangan hidup kita hanya berada dalam diri kita sendiri, hanya berkisar pada pertentangan dalam diri saya sendiri. Maka kita juga belum mengerti secara menyeluruh akan maksud Tuhan dalam membentuk pertumbuhan rohani kita. Jika pertumbuhan dan pergumulan orang Kristen hanya dalam diri sendiri, maka berarti problem saya taat atau tidak taat hanya merupakan my problem. Lalu yang menjadi pertanyaan kita, kalau begitu, dalam pergumulan kita tidak habis-habisnya menyelesaikan kesulitan diri sendiri, kapan kita bisa sungguh-sungguh melayani Tuhan? Kalau kita mau jujur, bila pergumulan kita hanya berhenti pada pergumulan pertentangan dalam diri kita sendiri, maka kita belum dan tidak akan menyelesaikan pergumulan itu, dan kita tidak akan pernah melayani Tuhan.
Kita sadar bahwa pada akhirnya pergumulan hidup Kristen kita adalah pertentangan antara Roh dan kedagingan. Meskipun ekspresi kita bisa jatuh kepada kebebasan, yang seolah-olah kita bebas dalam Tuhan, tetapi sebenarnya sudah merupakan perhambaan. Atau mungkin, kita masuk dalam ikatan-ikatan yang membelenggu kita, yang mengakibatkan kita menjadi congkak dan sombong karena kita merasa sudah mentaati perintah Tuhan dan cukup rohani. Ini sebenarnya, kita sudah jatuh dalam tipuan daging yang bersembunyi di baliknya. Kalau kita perhatikan ayat 14 dan 15, Paulus pertama menyerang orang yang jatuh kepada ikatan-ikatan. Kamu mengatakan, "kamu sudah menjalankan tata agamamu, atau sudah sunat, kamu sudah memberikan kurban, sudah menjalankan segala sesuatu dalam hukum Taurat, sebagai orang Farisi dan ahli Taurat yang belum hebat". Paulus mengatakan, "sebenarnya hukum itu sederhana sekali: Kasihilah". Jika kita mengambil kesimpulan yang Tuhan Yesus katakan dalam Mat. 22, "kasihilah Tuhan Allahmu, kasihilah sesamamu". Maka ketika kita berjuang, mempertahankan hidupku bersih, tanpa bercela, supaya dapat menyatakan hidup dalam pimpinan Roh, maka kita akan terjebak dalam hidup yang sama.
Dalam kebebasan itu, Paulus memberikan peringatan di ayat 15, "kalau kamu saling menggigit dan saling menelan, hatilah-hatilah kamu akan saling membinasakan". Dengan memakai nama atas kebebasan, kamu bisa mengganyang, menindas, dan mencaplok kebebasan orang lain. Sehingga terjadi ketegangan antara satu dengan yang lain. Di balik semua itu, Paulus mengatakan, tanpa disadari, kita hidup dalam kuasa, arah, dan pimpinan dari kedagingan itu sendiri, kalau kita mempunyai pengertian yang salah terhadap kedua aspek itu. Paulus mengatakan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Dalam ayat 16-18. Paulus meneruskan kembali pembahasan ini, dia mengatakan "maksudku ialah". Dalam bahasa Yunaninya adalah suatu penegasan, penjelasan, supaya jemaat tidak kehilangan pengertian yang sebenarnya. "Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh." Kata hiduplah di situ, dalam bahasa aslinya adalah "peripateite", maksudnya adalah bagaimana kamu membawa seluruh tata cara, kebiasaan hidupmu, "way of life"-mu, seluruh tingkah lakumu dipimpin dan diarahkan oleh Roh Kudus. Maka sebetulnya pertentangan di antara daging dengan Roh, bukan hanya pertentangan dalam diri kita sendiri, bukan berhenti hanya dalam pergumulan diri yang tidak habis-habisnya, tetapi pertentangan itu juga tampak keluar, menjadi "way of life" kita.
Sekarang, Paulus masuk dalam aspek yang kedua, yaitu sebetulnya, dalam rangkaian hidup orang-orang percaya, kita hidup dipimpin oleh Roh, maksudnya adalah, seluruh cara, seluruh tingkah laku, seluruh aspek hidup kita, dari dalam maupun dari luar, betul-betul dipimpin oleh Roh Kudus. Karena kalau kita membaca di ayat-ayat berikutnya, seluruh kaitan, perbandingan antara perbuatan daging dengan buah Roh Kudus, semua itu juga menyatakan penampakan keluar, bukan hanya ke dalam. Maka sebenarnya pergumulan-pergumulan kita yang berkaitan dengan Roh dan kedagingan, bukan hanya pergumulan dalam diri kita, kalau hanya pergumulan dalam diri kita, maka kita hanya jatuh ke dalam dua pilihan tadi: saya mau hidup dengan bebas, tidak lagi ada peraturan, karena orang Kristen di dalam Kristus tidak ada ikatan lagi. Namun, sebenarnya kita bisa tertipu oleh daging. Atau, saya hidup untuk menyenangkan Tuhan, kita mengikuti tata cara yang juga mengikat hidup kita. Jadi aspek kedua menurut Paulus ini adalah pertentangan antara Roh dan kedagingan, juga merupakan pertentangan dalam seluruh aspek hidup kita; luarnya kita.
Paulus membandingkan antara hidup yang seluruh aspeknya dipimpin oleh Roh dan yang dipimpin oleh daging. Kalau kita perhatikan dari ayat 16- 26 secara keseluruhan, maka jelas sekali, bahwa hidup dipimpin oleh Roh Kudus, dan hidup dalam pimpinan kedagingan itu juga berkenaan dengan yang ada di luar kita, berkenaan dengan "way of life" kita, berkenaan dengan segala sesuatu yang kita lakukan dalam hidup ini. Orang-orang Kristen di Galatia mempunyai kesulitan dalam mereka, yaitu kesulitan berasal dari luar. Mereka adalah orang-orang yang sudah berada dalam Kristus, sudah menerima Injil yang diberitakan Paulus, sudah menerima Kristus yang mati dan bangkit untuk mereka, sudah menjadi umat Allah, sudah menjadi orang-orang yang ditebus oleh darah Kristus. Namun, datanglah guru-guru palsu yang menstimulasi dengan sistem Yahudi yang begitu ketat. Mereka berkata bahwa jika kamu menjadi orang Kristen, khususnya kamu yang berasal dari orang Yahudi, dan kamu hidup meniadakan sunat, meniadakan Taurat, meniadakan peraturan ini, peraturan itu, maka kamu akan dibuang dan tidak bisa menjadi seorang yang diselamatkan. Sehingga meskipun dari dalam mereka sudah menerima Kristus, sudah sungguh-sungguh bertobat, tetapi hidup dalam lingkungan-lingkungan yang seperti itu, apakah saudara kira tidak akan timbul kesulitan dan pergumulan? Jadi daging di situ, bukan hanya berpengertian dalam diri manusia itu sendiri, tetapi daging juga berkenaan dengan "way of life", seluruh sistem, cara hidup kita di mana kita hidup dalamnya. Itupun akan menjadi stimulasi yang besar untuk menimbulkan pergumulan yang tidak perlu dalam hidup kita.
Ada satu beban, satu maksud saya untuk membukakan kepada kita, agar pergumulan Kristen kita jangan berhenti hanya pada yang bersifat individual, karena pergumulan kita juga pergumulan dalam dunia ini. Karena kedagingan dalam konteks Galatia muncul dalam sistem-sistem Yudaisme yang begitu ketat, yang masuk melalui guru-guru palsu kepada jemaat Galatia, yang merangsang, menstimulasi pikiran-pikiran yang salah dalam jemaat. Jika kamu sudah Kristen, sudah mengenal Kristus, tetapi ada hal lain yang harus diketahui yaitu sistem-sistem, peraturan-peraturan di mana kamu harus hidup di dalam sunat, Taurat dan segala pola kehidupan yang sudah menjadi sesuatu yang "established". Maka tanpa sadar, jemaat yang tanpa persiapan, mereka digoncangkan, mereka mulai ragu-ragu, timbul pergumulan yang sulit dalam hati mereka.
Kalau demikian bagaimana dengan pimpinan Roh Kudus? Tentu sudah kita ketahui bersama mengenai buah Roh Kudus: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Itu merupakan buah yang keluar, yang bukan hanya kita rasakan sendiri, tetapi memancar keluar. Lalu, buah Roh Kudus dibandingkan dengan hukum. Hukum dipakai oleh kedagingan menjadi sistem, yang di bawahnya kita hidup, dan yang merangsang, menstimulasi pergumulan kita sehingga menjadi kesulitan. Sekarang dibandingkan oleh Paulus dengan buah Roh Kudus yang mengalir keluar. Kasih, sukacita, damai sejahtera, yang keluar, memberi pengaruh, menjadi "way of life" yang baru dalam Tuhan. Saya akan memberikan ilustrasi yang cukup mewakili apa yang dimaksudkan dalam bagian ini. Ketika saya melayani di sebuah kota, ada seorang suami yang hampir menceraikan istrinya, karena dia merasa bersalah. Dia sudah cukup lama menyeleweng dengan wanita lain. Sekarang sebagai seorang Kristen, dia merasa bersalah, dan dia rela mengundurkan diri dari menjadi suami atas istrinya. Namun sebelum mereka bercerai, saya sempat bertemu dengan keluarga ini. Setelah berbincang-bincang cukup lama, baru ketahuan, sebenarnya masalah yang paling awal itu begitu sederhana. Salah satu masalah awal yang mengakibatkan terjadinya penyelewengan sekian lama adalah karena si suami tidak merasa "at home" lagi di rumah, karena setiap pagi, setelah mempunyai 3 orang anak, waktu dia ingin pergi ke kantor, dan ingin merangkul dan mencium istrinya, selalu dia belum mandi, belum siap, dan segala suasana setiap pagi menjadi tidak enak. Lalu, sang suami pergi ke kantor, yang mempunyai sekretaris yang begitu sederhana. Di sini saya tidak katakan mana yang salah dan yang benar. Namun, kalau pola seperti itu tidak diubah, tetap menjadi kesulitan yang tidak ada habis-habisnya.
Apakah cara hidup kita sekarang ini sudah terbaik dalam pimpinan kebenaran firman Tuhan? Apakah kalau kita bangun jam sekian, tidur jam sekian itu sudah the best" dalam hidup kita? Apakah cara dan pola hidup kita yang setiap hari mengambil pola yang begini, cara kita mendidik anak seperti ini, apakah itu juga sudah "the best"? Kalau semuanya itu tidak kita perhatikan, lalu secara tanpa sadar, kita berada di bawah bayang-bayang kuasa dan pengaruh dari hal yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dalam kedagingan manusia yang berdosa, maka pergumulan dalam diri kita tidak akan selesai. Pergumulan itu semakin bertambah dari luar yang terus menstimulasi pergumulan yang tidak habis-habisnya. Sebagai orang Kristen, kita tidak boleh berhenti hanya kepada pergumulan pribadi kita. Jika kita hanya berhenti sampai pergumulan pribadi kita, kita tidak akan mungkin bisa menyelesaikan masalah itu, kita juga tidak mungkin melayani Tuhan dengan sesungguh-sungguhnya, karena kita terjebak ke dalam kesulitan kita sendiri.
Sekali lagi, Paulus memberi perbandingan di sini, hiduplah oleh Roh, berarti kita benar-benar mau menaklukkan seluruh hidup kita dalam pimpinan Roh Kudus, dan bukan hanya sekadar seakan-akan mendapatkan energi baru dalam Roh, lalu bisa menekan kedagingan kita, bukan hanya berhenti sampai di situ, tetapi buah Roh Kudus akan dikeluarkan dari hidup kita, dan memberikan satu suasana damai sejahtera.
Itulah sebabnya Paulus mengatakan, pergumulan, konflik antara Roh dengan kedagingan bukan hanya urusan individual psikologis, rohani kita sendiri, karena itu Paulus menegaskan, bahwa hidup oleh Roh, berarti keluarkanlah hidup itu, nyatakanlah hidup itu di luar, sehingga pertentanganmu tidak boleh hanya kau sadari sebagai pertentangan di dalam. Pertentangan itu bukan hanya karena pertentangan kita, tetapi juga pertentangan dengan daging yang di luar, dengan dunia yang sudah berdosa ini. Maka buah Roh Kudus harus keluar, sebagaimana perbuatan daging itu begitu nyata, percabulan, kecemaran, nafsu, penyembahan berhala, perseteruan, iri hati, perselisihan, dan semua "way of life" yang keluar dari kedagingan itu. Dalam hal ini, buah Roh Kudus juga harus mampu menghasilkan "way of life" yang baru, itulah hidup orang percaya.
Sudah sepatutnya kita berbuat sesuatu, supaya kita bukan sekadar membiarkan pergumulan itu menjadi pergumulan diri kita sendiri, tetapi kita juga berani, dalam ketaatan kepada pimpinan Tuhan kita berbuat sesuatu. Bukan sekadar kita mengatakan, mengapa saya harus bergumul seperti ini, mengapa saya terus bergumul dalam kesusahan, mengapa waktu saya berkata benar, saya merasa begitu sulit. Pada waktu kita berkata benar, orang mengatakan kita sok suci karena kita memang belum mengerjakan apa-apa. Selain itu, kita belum mempersiapkan diri, dan kita belum mempersiapkan suasana sehingga orang yang bersalah seharusnya merasa bersalah, bukan orang yang benar yang justru merasa bersalah. Ini yang menjadi konflik kita. Jika kita ingin menjalankan kebenaran dalam masyarakat, lalu kita yang merasa salah, itu sudah merupakan satu keanehan yang luar biasa, itu disebabkan karena kita terlalu pasif, tidak pernah memikirkan dan menggumulkannya. Dalam pergumulan kita, Roh Kudus memimpin kita supaya berani melangkah dan memberikan suasana, arah yang baru, supaya kedagingan itu tidak mempunyai kuasa yang terlalu besar. Kedagingan menekan dengan memakai hukum Musa, segala sistem-sistem, segala pola hidup, dan kita tidak pernah mengevaluasi lagi apa yang bisa menekan hidup kita sehingga kita tidak bisa bersaksi bagi Tuhan dengan sungguh-sungguh. Mari kita jangan berhenti bergumul dalam diri kita sendiri. Mari kita bertanya di hadapan Tuhan, apa yang masih bisa kita lakukan di tengah-tengah dunia ini, dalam lingkungan kita, di sekitar kita, supaya nama Tuhan tetap dipermuliakan, dan pimpinan Roh Kudus menjadi nyata dalam hidup kita. (el).
Catatan: Artikel ini ditranskrip dan diedit kembali dari khotbah Pdt. Joshua Lie. S.Th. di Mimbar Gereja Reformed Injil Indonesia di Jakarta
Diambil dari: | ||
Judul Majalah | : | Momentum -- Edisi 30 |
Judul artikel | : | Hidup yang Dipimpin Roh Kudus |
Penulis | : | Pdt. Joshua Lie. S.Th. |
Penerbit | : | LRII: Jakarta, 1996 |
Halaman | : | 12 - 19 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA