Tinjauan Sejarah Perjanjian Lama
Kronologi
Sepatah kata tentang kronologi perlu untuk suatu tinjauan sejarah masa Perjanjian Lama. Para pembaca barangkali bertanya-tanya bagaimana tanggal-tanggal dapat ditetapkan untuk semua peristiwa dan tokoh dari sejarah dahulu kala bilamana catatan-catatan, paling banter, hanya mengetengahkan sebuah ungkapan seperti "Dalam tahun ketiga pemerintahan raja X." Ada banyak sumber dari Israel dan Timur Dekat Kuno yang memberikan kronologi yang relatif (tahun ketiga seorang raja anu adalah tahun pertama raja yang lain), dan dari data tersebut maka suatu kerangka yang berkenaan dengan berbagai orang dan peristiwa dapat disusun. Untuk menetapkan suatu kronologi yang pasti (raja mulai pemerintahannya pada thun 465 SM), suatu waktu yang pasti harus ditentukan yang dapat dikaitkan dengan jaringan kronologi yang relatif itu.
Untuk Timur Dekat Kuno, waktu yang pasti ini disediakan oleh daftar Eponim dari Asyur. Daftar Eponim setiap tahunnya mencatat pejabat tertentu yang mendapatkan penghargaan dengan menamai tahun itu menurut nama pejabat tersebut. Dalam daftar tersebut namanya dicatat bersama-sama dengan satu atau dua peristiwa yang paling penting dari tahunnya, biasanya aksi militer. Secara kebetulan, dalam tahun Ishdi- Sagale, gubernur Guzana, daftarnya melaporkan terjadinya gerhana matahari. Para ahli astronomi dapat menghitung kapan gerhana matahari terjadi, oleh karena itu tahun Ishdi-Sagale dapat ditentukan dengan pasti sebagai tahun 763 SM. Ini merupakan tautan utama untuk kronologi yang pasti dari Timur Dekat Kuno, dan hal itu tidak ditentang. Sebagai akibatnya, dapat dipastikan bahwa daftar Eponim meliputi tahun 893-666 SM. Karena setiap raja Asyur selama masa ini (sudah dapat dikethaui termasuk diantara orang-orang yang dihormati, maka tanggal-tanggal kerajaan Asyur dapat ditetapkan untuk masa yang lebih dari dua abad itu. Ini adalah zaman Kerajaan Neo-Asyur, jadi semua peristiwa dari kebanyakan bangsa Timur Dekat Kuno disinkronisasikan dengan Asyur pada waktu itu. Dengan demikian Asyur sudah menjadi dasar untuk kronologi Timur Dekat Kuno.
Akan tetapi, kita tidak boleh menganggap bahwa dengan demikian semua persoalan kronologis terpecahkan. Sering kali data yang bertentangan dengan skema kronologi relatif yang memperkenalkan ketidakpastian untuk penentuan tanggal yang pasti. Dalam kesempatan lain berbagai peristiwa atau tokoh tidak berhubungan dalam materi naskah dengan jaringan kronologi relatif - misalnya kelalaian kitab Keluaran untuk menyebutkan nama firaun yang memerintah waktu itu. Persoalan-persoalan lain lagi terjadi manakala sumber-sumber kuno tidak mencatat secara memadai kerumitan dari suatu keadaan - misalnya berbagai kesenjangan dalam kronologi, pemerintahan oleh seorang wali dinasti atau penguasa yang memerintah dalam waktu yang bersamaan dengan dinasti atau penguasa lain dalam negara yang sama.
Yang terakhir, beberapa sumber menyediakan informasi mengenai jangka waktu yang lebih panjang. Misalnya, dalam catatan Tiglat-Pileser I dari Asyur dinyatakan bahwa bait suci yang dibangun oleh Shamshi-Adad I sudah mau runtuh dalam waktu lebih dari 641 tahun; dalam doa Salomo yang tercatat di I Raja-raja 6:1 dinyatakan bahwa 480 tahun sudah berlalu antara peristiwa Keluaran dan Penahbisan bait Allah oleh Salomon. Fakta-fakta ini dapat menimbulkan berbagai masalah jika tidak bertautan dengan informasi yang disediakan oleh jaringan kronologi relatif.
Akibatnya ialah bahwa masih ada banyak ketidakpastian tentang kronologi yang tepat. Dalam hal raja-raja Israel dan Yehuda, ketidakpastian itu biasanya hanya sekitar satu atau paling banyak dua tahun, walaupun kadang-kadang sebanyak dua belas tahun membedakan teori yang satu dari yang lain. Semakin jauh seseorang kembali ke dalam sejarah, semakin banyaklah ketidakpastian yang terjadi. Peristiwa paling awal dari Perjanjian Lama yang dapat disinkronkan 2dengan seseorang yang dikenal dari catatan Timur Dekat Kuno adalah serangan yang dilakukan oleh Sisak (Sheshonk I), raja Mesir, terhadap Yerusalem pada tahun kelima masa pemerintahan Rehabeam (925 SM, I Raja-raja 14:25-26). Dengan demikian, maka masa hakim-hakim dan oleh karena itu masa para bapa leluhur, tetap terselubung dalam misteri kronologis dan karenanya dijadikan sasaran dari banyak penetapan yang spekulatif.
Beberapa orang percaya bahwa Alkitab menyediakan kunci untuk menguak misteri-misteri kronologis. Teks yang kami kutip dalam I Raja-raja 6:1 tampaknya menentukan tanggal terjadinya peristiwa Keluaran pada tahun 1446 SM, sedangkan Keluaran 12:40 menunjukkan bahwa Israel tinggal di Mesir selama 430 tahun. Berdasarkan data ini, Yakub dan keluarganya pindah ke Mesir pada tahun 1876 SM, dan dengan demikian usia yang diberikan untuk para patriarkh akan menghasilkan suatu tabel kronologis yang mundur sampai Abraham. Akan tetapi, ahli-ahli yang lain tidak dapat menerima sistem ini, karena mereka berpendapat bahwa hal itu bertentangan dengan informasi arkheologis yang sudah tersedia selama satu abad yang terakhir. Jadi, angka-angka dalam I Raja-raja dan Keluaran kadang-kadang dianggap sebagai perkiraan atau diartikan dalam cara-cara yang tidak harfiah, dan kronologi masih tetap menimbulkan pertentangan.
Imperium Daud dan Salomo (1000-900)
Zaman Besi II berlangsung dari tahun 1000 sampai 586 SM, tetapi adalah lebih baik untuk meliput masa sejarah ini dalam bagian-bagian yang lebih singkat. menjelang akhir masa hakim-hakim orang Filistin telah ditahan oleh kegiatan-kegiatan Simson, kendatipun mereka menguasai Yehuda (Hakim-Hakim 15:11). Selama masa Samuel mereka menduduki daerah perbukitan dan menghancurkan Silo (I Samuel 4), tetapi kemudian dapat dipukul mundur (I Samuel 7) Saul berhasil memelihara keseimbangan hampir sepanjang pemerintahannya, tetapi sesudah pertempuran di Gunung Gilboa (di mana Saul terbunuh), orang Filistin menduduki bagian terbesar dari wilayah Kanaan Tengah.
Ketika Daud naik takhta, salah satu tugas pertamanya ialah merebut kembali kekuasaan atas daerah Israel. Hal ini dilaksanakannya dari Yerusalem, kubu pertahanan yang barn direbutnya. Sesudah orang Filistin ditaklukkan, keberhasilan militer Daud diteruskan dengan menaklukkan hampir seluruh daerah Siro-Palestina pada akhirnya. Beberapa negara dicaplok, yang kemudian diperintah oleh gubemur militer menggantikan raja-raja yang asli (misalnya, Amon); negara-negara lainnya ditaklukkan tetapi memerintah di bawah Israel (misalnya, Moab); beberapa negara yang lain membayar upeti dan menjadi daerah penduduk pasukan-pasukan Israel (misalnya, Aram-Damsyik, Edom); dan negara-negara yang lain lagi secara sukarela takluk (misalnya, Hamat).
Sebagai akibat dari keberhasilan Daud, Salomo mewarisi kerajaan yang membentang dari sungai Efrat di utara sampai ke Mesir di selatan. Bahkan Mesir mengadakan persekutuan melalui hubungan perkawinan dengan dia (putri Firaun menjadi anggota harem Salomo) ketika ia membangun .angkatan laut dan memperluas perdagangannya sampai daerah-daerah yang jauh di Laut Tengah dan ke selatan di sepanjang pesisir Laut Merah. Sekalipun keberhasilannya di bidang ekonomi, kemampuan militer Salomo tidak menandingi kemampuan ayahnya. Kendatipun ia membangun benteng sekeliling kota-kota yang strategis seperti Megido, Hazor, dan Geser dan menambah pasukan berkuda dan barisan kereta, sedikit sekali keberhasilan militer yang dicatat untuk Salomo dalam Perjanjian Lama (II Tawarikh 8:3-6). Meskipun hikmatnya diakui di mana-mana dan kemakmuran kerajaannya tidak tertandingi, kerajaan itu mengalami kemunduran di bawah kepemimpinannya dan berada di ambang keruntuhan ketika Rehabeam, putranya, naik takhta menggantikannya. Kurangnya perhatian terhadap kemiliteran dan pembebanan pajak yang sangat berat terhadap rakyat tampaknya merupakan kesalahan politik Salomo yang paling jelas, dan para penglis kitab Raja-Raja dan Tawarikh juga menunjukkan kegagalan rohaninya.
Kekacauan di dalam negeri dan pemberontakan yang tidak dapat dipadamkan di antara negara-negara taklukan menyebabkan Rehabeam hanya menguasai ibu kota dan padang belantara yang terdapat di selatan. Kerajaan itu semakin memburuk beberapa tahun kemudian ketika Shishak (yang dikenal sebagai Sheshonk I dalam catatan orangorang Mesir), firaun Mesir, menyerang Yehuda, merusak banyak kota berkubu dan mendapatkan upeti yang besar karena dalam serangan itu Yerusalem dilewati.
Bangkitnya Orang Aram (950-800)
Bahkan pada waktu salah seorang dari pegawai-pegawai Salomo, Yerobeam, memperoleh kekuasaan atas kerajaan Israel sebelah utara, kendali kekuasaan politik di kawasan itu jatuh ke tangan negara-negara bagian orang Aram dari Siria. Sebagai suatu kaum orang Aram pertama kali disebutkan sebagai orang yang tinggal sepanjang hulu Sungai Efrat menjelang akhir Zaman Perunggu. Segera sesudah serangan Orang-orang Laut, mereka mulai memasuki Siria. Sesudah memperoleh kemerdekaan dari Israel dalam tahun-tahun terakhir pemerintahan Salomo, Damsyik menjadi pusat suatu negara bagian Aram yang bare yang mencapai kesatuan pada pertengahan abad ke-9. Selama sebagian besar abad ke-9 Aram merupakan kekuatan politik yang utama di barat. Aram memimpin negara-negara barat dalam koalisi melawan ancaman Asyur yang sedang berkembang dan banyak kali bermanfaat sebagai tenaga penahan antara orang Asyur dan Israel. Banyak pertempuran juga terjadi antara orang Aram dan kerajaan Israel di utara, dan orang Aram tetap lebih untung secara meyakinkan. Sementara abad ke-9 menjelang akhimya, Hazael, raja Aram, berhasil menyerbu dan menduduki bagian terbesar wilayah Israel.
Ancaman Pertama dari Asyur dan Kebangkitan Kembali Israel (850-750)
Hampir bersamaan dengan bangkitnya orang Aram terjadi juga kebangkitan imperialisme Asyur. Kebangkitan ini mulai dalam pemerintahan Asyumasirpal II, yang mengadakan sejumlah aksi militer setiap tahun di sepanjang hulu Sungai Efrat, sambil menteror penduduk setempat dengan politik intimidasi yang kejam. Kebijakan ini dikembangkan menjadi suatu strategi militer yang lebih logis oleh penggantinya, Salmaneser III, yang memusatkan perhatian pada penguasaan bagian hulu Sungai Efrat. Kemudian pada tahun 853 Salmanaser mengarahkan perhatiannya kepada ekspansi ke barat dan mulai mengadakan ekspedisi ke Aram. Di Qarqar daerah sungai Orontes ia berhadapan dengan koalisi negara-negara barat yang bergabung dengan Benhadad, raja Aram, dan Ahab, raja Israel. Kendatipun Salmanaser mengklaim kemenangan, bukti-bukti menunjukkan bahwa koalisi itu berhasil menghalang-halangi usahanya untuk masuk ke kawasan barat.
Israel dan Yehuda terus menghadapi perjuangan sepanjang abad ke9. Di kerajaan utara, Israel, Yerobeam sibuk dengan tugas berat untuk mengadakan reorganisasi agar dapat memperoleh otonomi total dari Yerusalem. la berusaha untuk membawakan dirinya sebagai seorang yang mengadakan perbaikan dan bukan sebagai seorang pembaharu, tetapi dengan melakukan hal itu ia menimbulkan kemarahan orangorang yang setia pada Bait Allah di Yerusalem dan mendatangkan hukuman atas kerajaannya yang dirunut secara sistematis sepanjang kitab Raja-Raja. Putra Yerobeam menggantikan dia, tetapi dibunuh sesudah memerintah dua tahun saja.
Dinasti berikutnya didirikan oleh Baesa, yang menumpas seluruh garis keturunan Yerobeam. Pada saat inilah peningkatan ketegangan antara Israel dan Yehuda membawa orang Aram masuk ke Israel, Keturunan Baesa pun tidak bertahan lama, tetapi diganti oleh wangsa Omri yang berhasil secara politik. Selama keunggulan wangsa Omri ibu kota kerajaan utara dipindahkan ke Samaria. Masa itu merupakan masa kubangan damai dan bahkan meliputi perkawinan dengan keturunan Daud dari Yerusalem. Ahab, putra Omri, menikah dalam persekutuan politik dengan putri raja Tirus, Izebel. Kendatipun secara politik pernikahan ini mendatangkan manfaat, itu terbukti mendatangkan malapetaka bagi Israel karena Izebel dengan segala daya upaya membksakan penyembahan terhadap dewa Baal Melkart, dewa negeri asalnya, kepada penduduk Israel. Pelanggaran yang terangterangan terhadap perjanjian ini dengan giat ditentang oleh nabi Elia dan pada akhirnya mendatangkan protes keras dan reaksi yang tidak menyenangkan dari rakyat yang meruntuhkan keturunan Omri.
Yehu mengadakan pembersihan melalui pertumpahan darah dan juga menata kembali hubungan politik dengan kerajaan-kerajaan asing. Yehu membayar upeti kepada Salmanaser III dan menjalin kerja lama dengan Asyur sebagai kerajaan taklukan. Sementara pengaruh Asyur di barat semakin merosot menjelang akhir abad itu, dinasti Yehu sekali lagi terlibat dalam pertempuran kecil-kecilan dengan orang Aram, dan pada akhir abad itu menjadi negara bagian yang diduduki Aram.
Yehuda mengalami kestabilan lebih banyak hanya karena dinasti yang sama tetap memegang pemerintahan sepanjang abad itu. Namun, keturunan Daud lalai mempertahankan sikap rohani yang patut dicontoh dan tetap terpencil dari politik internasional. Pada paruh pertama abad itu, Asa dan putranya, Yosafat, berusaha untuk mengadakan pembaharuan rohani, tetapi sebagian besar usaha itu tidak terwujud karena persekutuan Yosafat dengan keluarga Ahab, yang menyebabkan dia mengimpor Baalisme di bawah pengaruh Izebel. Selanjutnya, pada waktu Yehu menghancurkan wangsa Omri di utara, Yehuda juga kehilangan seorang raja (Ahazia, cucu Yosafat), dan garis keturunan Daud nyaris musnah. Bayi Yoas diselamatkan dan kembali pada takhta enam tahun kemudian.
Yehuda tidak terlibat dalam konflik baik dengan Aram ataupun Asyur. Jalur lalu lintas perdagangan melewati negara mereka, dan karena itu sedikit sekali artinya bagi penguasa-penguasa asing.
Awal abad ke-8 menyaksikan kemunduran baik Asyur maupun Aram. Asyur disibukkan dengan kesulitan-kesulitan di dalam negeri dan tekanan dari Urartu. Yerobeam II, raja yang paling berhasil dari dinasti Yehu, mendapatkan kembali daerah kekuasaan Israel dari orang Aram dan menjadikan Hama dan Damsyik negeri taklukannya. Sementara itu di selatan, Azaria (Uzia) memungut upeti dari orang Amon dan berhasil mengalahkan orang Filistin dan Arab. Antara Yerobeam II dan Azaria, daerah yang dikuasai oleh mereka hampir sama besar dengan daerah yang dikuasai Daud. Ini merupakan masa kemakmuran bagi Israel dan Yehuda, tetapi keberhasilan militer ternyata membawa kemerosotan moral dan kehancuran rohani. Kemerosotan inilah yang mempersiapkan keadaan bagi pelayanan para nabi, karena kendatipun Israel dan Yehuda itu otonomi dan bebas dari kesukaran, suatu krisis besar berada di hadapan mereka.
Diambil dari: | ||
Judul Buku | : | Survei Perjanjian Lama |
Judul Artikel | : | Tinjauan Sejarah Perjanjian Lama |
Penulis | : | Andrew E. Hill & John H. Walton |
Penerbit | : | Penerbit Gandum Mas, 1991 |
Halaman | : | 41 -- 43, 52 -- 56 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA