Terlalu Gembira untuk Merenung
"Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu ...." (Lukas 2:17-19)
Natal adalah kesempatan untuk pesta, itulah yang terjadi sekarang. Rasanya, Natal jadi kurang gereget kalau tidak disertai dengan gemerlap lampu dan pelbagai dekorasi Natal, berlimpahnya makanan, dan indahnya pakaian.
Natal juga merupakan kesempatan untuk memperagakan seluruh keterampilan warga gereja. Pelbagai pertunjukan bertemakan Natal dipersiapkan sampai berbulan-bulan. Akhirnya, terselenggaralah ibadah dan perayaan Natal yang sangat meriah, panjang, penuh atraksi, dan tentunya ... meletihkan.
Dengan semua itu, Natal diharapkan menjadi kesempatan bagi orang Kristen untuk mengekspresikan segenap sukacita dan kegembiraan mereka atas kelahiran Sang Juru Selamat!
Saya belum menikah, apalagi punya anak. Jadi, saya belum bisa menghayati sepenuhnya kegembiraan menantikan dan menyaksikan kelahiran seorang anak. Namun, saya yakin, bahwa ketika Tuhan Yesus lahir, Bunda Maria pasti sangat bergembira. Begitu juga Yusuf.
Surga pun bergembira. Para malaikat memuji Allah (Lukas 2:13).
Para gembala, yang termasuk masyarakat kelas bawah dalam tatanan sosial Yahudi, tentu turut bergembira ketika menerima kabar baik untuk mereka: "Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud (ayat 11). Karena itu, tanpa menunda-nunda, mereka bersegera ke kota Daud untuk mencari Sang Bayi yang "dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan".
Saya bayangkan, sesampai di kota kecil Betlehem, para gembala itu menyapa orang-orang yang mereka temui di sana. Mereka bertanya, "Di mana kami bisa menjumpai seorang bayi yang baru lahir dan dibaringkan di palungan?" Tentunya, semangat mereka menimbulkan minat dalam hati beberapa penduduk Betlehem untuk ikut mencari Sang Bayi misterius.
Akhirnya, rombongan itu menemukan apa yang mereka cari. Mereka "menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan" (ayat 16). Bayangkan "seru"-nya mereka bercerita tentang perjumpaan mereka dengan malaikat pembawa kabar baik di padang Efrata! Juga, tentang kabar baik itu sendiri!
Di sisi lain, saya melihat ekspresi yang lain dari para penduduk Betlehem yang mengikuti para gembala. Kitab Suci mencatat, "Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka" (ayat 18). Ekspresi mereka adalah heran. Lukas tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang mereka perbuat. Cuma heran. Titik.
Mari kita kembali kepada ekspresi para gembala. Setelah menjumpai Bayi Yesus dan bercerita tentang apa yang mereka alami dan dengar, kembalilah mereka kepada aktivitas mereka dengan sukacita, sambil memuji dan memuliakan Allah (ayat 20). Mengapa? "Karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka" (ayat 20). Setelah itu, tokoh-tokoh ini menghilang begitu saja.
Gambaran mengenai ekspresi kegembiraan para gembala hanyalah satu sisi dari gambaran kegembiraan Natal. Kegembiraan karena apa? Karena apa yang dapat didengar dan dilihat. Kalau mau ditambahkan, ... yang dapat diraba!
Apakah kegembiraan Natal hanya berhenti pada peristiwa Natal itu sendiri, tanpa kelanjutan?
Sekarang, mari kita perhatikan ekspresi Maria. Seperti telah saya sampaikan tadi, Maria pasti bergembira atas kelahiran Putranya. Namun, mendengar apa yang dikatakan para gembala tentang Sang Bayi, ia menunjukkan ekspresi kegembiraan yang berbeda: "Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya" (ayat 19).
Malam itu, Maria melahirkan Putranya di tempat yang sangat tidak layak, di kandang binatang. Ia harus membaringkan Putranya di "ranjang" yang sangat kotor, palungan. Lalu, ia dan suaminya mendapat kunjungan dari orang-orang kalangan bawah, para gembala, yang mengatakan hal-hal yang luar biasa tentang Bayi mereka. Pastilah muncul banyak tanda tanya besar di hati Maria. Mungkin, sempat ia berkata dalam hati, "Kalau Bayi ini Sang Juru Selamat, mengapa Ia harus lahir seperti ini?" Sungguh, Maria tidak mampu mencerna makna dari semua kejadian itu. Ia hanya bisa menyimpannya dalam hati, lalu merenungkannya. Dalam hal ini, Maria menunjukkan kerendahan hati seorang hamba. Dia manut saja pada kehendak Tuhannya.
Apa saja yang direnungkan sang bunda? Saya yakin, ia mencoba merangkai potongan-potongan kejadian dalam perjalanan hidupnya, peristiwa demi peristiwa, serta mencoba memahami makna di balik semua itu dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya oleh Tuhan.
Saat ini, kala memperingati Natal, apakah kita hanya akan heran, seperti orang-orang yang mengikuti para gembala? Atau, kita hanya akan berusaha bergembira karena segala yang dapat dilihat, didengar, dan diraba pada kesempatan Natal, seperti para gembala? Atau, seperti Maria, menerima dan menyimpan segala anugerah Tuhan itu dalam hati kita dan terus-menerus merenungkannya di sepanjang hidup kita? Mencoba merangkai semua hal yang telah kita alami supaya kita lebih memahami maksud Allah bagi kita dan tanggung jawab yang dipercayakan-Nya kepada kita? Semoga!
Diambil dari:
Judul buku | : | Harta Karun Natal: Kumpulan Paparan Inspiratif Alkitabiah tentang Natal |
Penulis | : | Satya Hedipuspita |
Penerbit | : | Literatur Perkantas Jawa Barat, Bandung 2005 |
Halaman | : | 126 -- 130 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA