SYK-Referensi 01a

Nama Kursus: SIAPAKAH YESUS KRISTUS?
Nama Pelajaran: Yesus adalah Penggenapan Nubuatan Perjanjian Lama
Kode Referensi : SYK R01a

Referensi SYK-01a diambil dari:

Judul Buku: Teologi Sistematika (3)
Pengarang: Louis Berkhof
Penerbit : Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1996
Halaman : 135 - 144

REFERENSI PELAJARAN 01a - YESUS ADALAH PENGGENAPAN NUBUATAN PERJANJIAN LAMA

KARYA PENGORBANAN KRISTUS

Karya keimaman Kristus ada dua hal menurut Alkitab. Tugas-Nya yang terbesar adalah, mempersembahkan korban yang cukup bagi dosa seisi dunia. Tugas ini adalah milik dari jabatan seorang imam bahwa ia harus mempersembahkan korban dan persembahan atas dosa.

PENGERTIAN TENTANG KORBAN DALAM ALKITAB

Pengertian tentang korban menempati kedudukan penting dalam Alkitab. Berbagai teori telah dikemukakan mengenai perkembangan pengertian ini, beberapa yang disebutkan berikut adalah yang terpenting:

  1. Teori pemberian,
  2. yang berpendapat bahwa korban pada mulanya dipersembahkan kepada dewa, diberikan untuk menetapkan hubungan baik dan menjaga agar dewa itu tetap senang. Pendapat ini didasarkan atas konsep yang rendah tentang Allah, dan merupakan pendapat yang sepenuhnya tidak sesuai dengan Alkitab dan apa yang dikatakan Alkitab tentang Allah. Lebih jauh lagi teori seperti ini tidak dapat menerangkan mengapa persembahan itu harus berupa seekor binatang yang telah disembelih. Alkitab memang berbicara tentang korban persembahan kepada Tuhan (Ibrani 5:1), tetapi hanya sebagai pernyataan rasa terima kasih dan bukan bertujuan agar Tuhan senang.

  3. Teori sakramen persekutuan,
  4. yang didasarkan pada pengertian totemistik yang menghormati hewan yang dianggap mempunyai natur ilahi. Pada saat-saat tertentu hewan itu disembelih untuk dijadikan makanan bagi manusia, yang diartikan bahwa manusia itu memakan allah-nya dan dengan demikian mengalami asimilasi kualitas ilahi. Akan tetapi dalam kitab Kejadian sama sekali tidak ada pandangan yang tidak spiritual dan bodoh seperti ini. Teori ini juga tidak sesuai dengan ajaran Alkitab secara keseluruhan. Tentu saja hal ini tidak berarti bahwa beberapa bangsa kafir tidak mempunyai pandangan seperti ini kemudian, tetapi yang dimaksudkan di sini adalah bahwa pandangan seperti ini sepenuhnya tidak dapat diterima sebagai asal mula pandangan tentang korban dalam Alkitab.

  5. Teori pernyataan rasa hormat,
  6. menurut teori ini korban pada mulanya adalah pernyataan rasa hormat dan ketergantungan. Manusia harus mencari persekutuan yang lebih dekat dengan Allah, bukan karena kesalahan, tetapi oleh karena rasa ketergantungan dan keinginan untuk mengungkapkan rasa hormat pada Tuhan. Teori ini tidak adil terhadap kenyataan atas korban-korban awal yang dinyatakan Nuh dan Ayub; juga teori ini tidak menerangkan mengapa rasa hormat ini harus dinyatakan dalam bentuk hewan yang telah disembelih.

  7. Teori lambang,
  8. yang menganggap persembahan sebagai lambang-lambang dari persekutuan yang telah diperbaharui dengan Tuhan. Penyembelihan hewan korban terjadi hanya untuk memastikan adanya darah, yang menjadi lambang kehidupan yang dibawa ke atas mezbah, memberi arti penting persekutuan hidup dengan Allah (Keil). Teori ini sesungguhnya tidak sesuai dengan kenyataan pada korban-korban Nuh dan Ayub, juga dalam hal Abraham, ketika ia menempatkan Ishak di atas mezbah. Juga teori ini tidak menerangkan mengapa pada masa berikutnya ada begitu banyak arti penting terkandung dalam penyembelihan hewan korban itu.

  9. Teori piacular,
  10. yang menganggap korban sepenuhnya bersifat mendamaikan. Pengertian dasar atas teori ini dalam hal penyembelihan hewan korban adalah pendamaian pengganti bagi dosa-dosa orang yang mempersembahkan korban tersebut. Dalam terang Alkitab teori ini tentu lebih dapat diterima. Pengertian bahwa tindakan penyembelihan korban ini adalah ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan, apa pun elemen lain yang mungkin ada dalam pelaksanaannya, atau untuk sebuah persekutuan dengan-Nya, elemen piacular juga ada di sana dan bahkan merupakan elemen paling menonjol. Pengertian ini ditunjang oleh beberapa pemikiran berikut:

    1. Akibat yang dicatat dalam persembahan korban bakaran yang diberikan oleh Nuh bersifat penggantian, Kejadian 8:21.
    2. Ayub mempersembahkan korban tebusan bagi dosa anak-anaknya, Ayub 1:5.
    3. Teori ini menjelaskan tentang kenyataan bahwa korban secara teratur dipersembahkan dalam bentuk hewan sembelihan, mengeluarkan darah, yang menunjukkan penderitaan dan kematian dari korban itu.
    4. Teori ini selaras benar dengan kenyataan bahwa korban yang dilakukan oleh para bangsa kafir, juga bersifat sebagai pengganti.
    5. Lebih lanjut lagi, teori ini juga sesuai dengan adanya sejumlah janji tentang kedatangan Sang Penebus yang diungkapkan pada jaman sebelum Musa. Hal ini hares senantiasa diingat oleh mereka yang menganggap bahwa pengertian piacular tentang korban sudah terlalu tinggi untuk masa itu.
    6. Akhirnya, teori ini juga sesuai dengan ritual persembahan korban yang dinyatakan kepada Musa, di mana elemen penebusan sangat menonjol, ritual persembahan korban itu bukan merupakan sesuatu yang sama sekali baru.

    Di antara mereka yang percaya bahwa elemen penebusan sudah ada bahkan dalam korban-korban persembahan pada jaman sebelum Musa, ada beberapa perbedaan pendapat mengenai asal mula dari tipe-tipe persembahan itu. Sebagian orang berpendapat bahwa Allah menetapkan cara-cara persembahan korban itu melalui suatu perintah Ilahi langsung, sedangkan kelompok lain berpendapat bahwa korban itu dipersembahkan berdasarkan ketaatan kepada gerakan-gerakan dalam hati yang timbul secara alamiah dalam diri manusia, yang diiringi dengan suatu refleksi. Alkitab tidak memberikan catatan tentang pernyataan secara khusus bahwa Allah memerintahkan manusia untuk melayani Dia dengan korban-korban persembahan pada masa-masa awal itu. Bukannya mustahil bahwa manusia menyatakan rasa syukur serta penyembahannya dalam bentuk korban, bahkan juga sebelum manusia jatuh dalam dosa, dan ini semua dipimpin oleh suatu dorongan di dalam hati manusia sendiri. Akan tetapi tampaknya korban penggantian sesudah manusia jatuh dalam dosa hanya mungkin berasal dari pimpinan Ilahi. Ada suatu dorongan yang sangat kuat dalam argumen Dr. A. A. Hodge yang mengatakan: "(1) Tak dapat dipahami bahwa baik sikap yang benar atau kegunaan yang mungkin dalam memberikan pemberian material pada Allah yang tak kelihatan, dan terutama dalam usaha untuk meredakan murka Allah melalui penyembelihan makhluk yang tidak dapat berpikir, dapat hadir dalam pikiran manusia sebagai suatu dorongan yang spontan. Mulanya, setiap perasaan instinktif dan dorongan pemikiran muncul untuk menyingkirkan pemikiran seperti itu. (2) Berdasarkan hipotesis bahwa Allah akan menyelamatkan manusia, tidaklah masuk akal apabila Ia harus meninggalkan manusia tanpa instruksi tentang suatu hal yang sedemikian penting yang berkenaan dengan alat-alat yang mungkin dapat dipakai untuk mendekati-Nya dan memperoleh kebaikan dari-Nya. (3) Merupakan ciri khas dari wahyu diri Allah, bahwa Allah cemburu terhadap segala sesuatu yang dilakukan manusia yang tidak diperkenankan-Nya dalam hal beribadah atau melakukan penyembahan. Allah menekankan tentang hak kedaulatan-Nya dalam memberikan peraturan ibadah dan pelayanan, agar dapat diterima. (4) Kenyataannya, bukti pertama tentang ibadah yang diterima dalam keluarga Adam menunjukkan adanya korban yang mencurahkan darah, dan dimeteraikan dengan penerimaan dari Tuhan. Semua itu terlihat dalam tindakan mula-mula tentang ibadah, Kejadian 4:3, 4. Ibadah itu diterima oleh Allah segera setelah dipersembahkan."' Korbankorban pada jaman Musa jelas ditunjuk oleh Allah.

KARYA PENGORBANAN KRISTUS DILAMBANGKAN

Karya pengorbanan Kristus dilambangkan dengan peraturan-peraturan tentang korban yang diberikan kepada Musa. Berkaitan dengan korban- korban ini beberapa hal berikut perlu diperhatikan:

  1. Natur penggantian dan pengantaraan.
  2. Berbagai penafsiran telah diberikan pada korban-korban Perjanjian Lama: (1) Bahwa korban-korban itu adalah pemberian untuk menyenangkan Allah, menyatakan rasa syukur kepada-Nya, atau untuk meredakan murka-Nya; (2) bahwa korban-korban itu adalah makanan persembahan yang melambangkan persekutuan antara manusia dan Allah; (3) bahwa korban-korban itu adalah sarana yang ditunjuk oleh Tuhan agar manusia mengaku dosa yang sangat dibenci oleh-Nya; atau (4) bahwa, dalam hal yang menyangkut pengertian tentang penggantian, korban itu sekedar merupakan lambang yang menyatakan bahwa Allah menerima orang berdosa, berdasarkan ketaatan mereka, dalam korban yang dipersembahkan bahwa mereka merindukan keselamatan. Akan tetapi Alkitab menyaksikan bahwa semua hewan persembahan di antara bangsa Israel bersifat penggantian, walau pun hal ini tidaklah selalu jelas di sana. Pengertian tentang penggantian ini makin jelas dalam hal persembahan bagi dosa dan pelanggaran, tidak begitu menonjol dalam korban bakaran, dan paling tidak nampak dalam korban pendamaian. Adanya elemen tersebut dalam korban persembahan muncul: (1) dari pernyataan yang jelas dalam Imamat 1:4; 4:29, 31, 35; 5:10; 16:7; 17:11; (2) dari penumpangan tangan yang melambangkan pemindahan dosa dan kesalahan (walaupun Cave menekankan hal yang berlawanan), Imamat 1:4; 16:21,22; (3) dari percikan darah di atas mezbah dan atas tutup pendamaian sebagai penghapusan dosa, Imamat 16:27; dan (4) dari akibat yang berulang kali dicatat tentang korban-korban itu, yaitu pengampunan dosa dari orang yang mempersembahkannya, Imamat 4:26, 31,35. Bukti-bukti Perjanjian Baru dengan mudah dapat ditambahkan, tetapi apa yang dibicarakan sudah cukup.

  3. Natur tipiko profetis korban tersebut.
  4. Korban-korban menurut peraturan Musa bukan hanya bersifat seremonial maupun simbolis, tetapi juga spiritual dan tipikal. Bersifat kenabian, dan mewakili Injil dalam hukum. Korban-korban itu juga melambangkan penderitaan Kristus yang menggantikan dan juga kematian-Nya yang mendamaikan. Kaitan antara korban korban itu dengan Kristus telah dinyatakan dalam Perjanjian Lama. Dalam Mazmur 40:7-9 Mesias diperkenalkan dengan perkataan: "Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban sajian, tetapi Engkau telah membuka telingaku; korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau tuntut. Lalu aku berkata: `Sungguh aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku; aku suka melakukan kehendak-Mu ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku."' Dalam perkataan ini, Mesias sendiri menggantikan korban agung diri-Nya bagi mereka yang hidup dalam Perjanjian Lama. Bayang-bayang ini akhirnya menjadi pudar pada saat realita yang mereka bayangkan itu tiba, Ibrani 10:5-9. Dalam Perjanjian Baru ada sejumlah indikasi akan kenyataan bahwa korban-korban Musa merupakan tipe dari korban yang jauh lebih mulia dalam diri Yesus Kristus. Ada indikasi-indikasi yang jelas dan bahkan juga pernyataan yang diungkapkan, bahwa korban-korban Perjanjian Lama menggambarkan Kristus dan karya-Nya, Kolose 2:17, di mana sang rasul sungguh mempunyai gambaran yang jelas tentang korban-korban menurut hukum Musa; Ibrani 9:23, 24; 10:1; 13:11,12. Sejumlah ayat mengajarkan bahwa Kristus menggenapi bagi orang berdosa lebih tinggi dari korban-korban Perjanjian Lama yang dibawa, dan bahwa Ia menggenapinya dengan cara yang sama, 2 Korintus 5:21; Galatia 3:13; 1 Yohanes 1:7. Ia disebut sebagai Anak Domba Allah, Yohanes 1:29, yang merupakan gambaran yang jelas dari Yesaya 53 dan anak domba Paskah, "seekor domba yang tidak bercacat dan tidak bercela", I Petrus 1:19, dan bahkan sebagai "Anak domba Paskah yang telah disembelih", I Korintus 5:7. Dan karena korban menurut hukum Musa bersifat tipikal, maka korban itu memberikan sinar pada natur dari korban pendamaian yang agung dari Yesus Kristus. Banyak sekali sarjana di bawah pengaruh allran Graf-Wellhausen menyangkal sifat penggantian dan pembayaran upah dosa dari korban Perjanjian Lama walaupun sebagian dari mereka mau menerima bahwa sifat ini disebutkan dalam masa Perjanjian Lama, walaupun pada masa yang lebih belakangan dan tanpa dukungan yang cukup.

  5. Tujuan korban ini.
  6. Berkaitan dengan bagian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa korban-korban Perjanjian Lama mempunyai dua tujuan. Sejauh teokratik, perjanjian dan relasi terkait, korban itu adalah sarana yang ditunjuk di mana orang yang telah berdosa dapat diperbaharui dan mendapatkan hak-haknya, dapat menikmati keadaannya sebagai anggota teokrasi, yang semula telah dihilangkannya karena pelanggaran yang telah mereka perbuat. Mereka kemudian menggenapi tujuannya tanpa memandang semangat dan maksud di mana korban itu dibawa. Akan tetapi korban itu sendiri tidak bermaksud menggantikan moral dari pelanggaran itu. Korban itu bukanlah korban sesungguhnya yang dapat mendamaikan kesalahan moral dan menyingkirkan kecemaran moral, akan tetapi hanya lah merupakan bayang-bayang dari kenyataan yang akan datang. Dalam membicarakan Kemah Suci, penulis surat Ibrani mengatakan: "Itu adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan yang tidak dapat menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya menurut hati nurani mereka" (Ibrani 9:9). Dalam bagian berikutnya ia menyebutkan bahwa korban tersebut tidak dapat menyempumakan mereka yang memberi korban tersebut, 10:1, dan tidak dapat menghapuskan dosa, 10:4. Dari sudut pandang spiritual korban itu merupakan tipikal penderitaan Kristus yang menggantikan orang berdosa, sampai pada kematian-Nya, dan dengan demikian memberikan pengampunan kepada mereka dan mereka dapat diterima di hadapan Allah sebagaimana mereka mengakui dosa mereka, dan dengan iman pada cara Tuhan dalam memberikan keselamatan. Korban itu mempunyai arti penting menyelamatkan hanya sejauh bangsa Israel memusatkan perhatian pada Sang Penebus yang akan datang dan penebusan yang dijanjikan.

BUKTI-BUKTI ALKITAB TENTANG KARYA PENGORBANAN KRISTUS

Hal yang mengejutkan dalam berita Alkitab tentang karya keimaman Kristus adalah bahwa Kristus tampil baik sebagai Imam Besar dan sekaligus sebagai korban. Hal ini sesungguhnya selaras dengan apa yang kita lihat dalam diri Kristus. Dalam Perjanjian Lama imam dan korban adalah dua hal yang terpisah, dan sejauh itu tipe korban Perjanjian Lama tidaklah sempurna. Karya keimaman Kristus paling jelas disebutkan dalam surat Ibrani, di mana Sang Pengantara disebutkan sebagai satu- satunya Imam besar yang sesungguhnya, yang sempurna, yang kekal dan ditunjuk oleh Allah sendiri, yang mengambil tempat orang berdosa, dan oleh pengorbanan-Nya sendiri Ia memperoleh penebusan yang sesungguhnya dan yang sempuma, Ibrani 5:1-10; 7:1-28; 9:11-15,24,28; 10:11-14; 19:22; 12:24, dan teristimewa ayat-ayat berikut, 5:5; 7:26; 9:14. Surat Ibrani adalah satu-satunya kitab yang menyebut Kristus sebagai Imam Besar, akan tetapi karya keimaman Kristus juga disebutkan dalam surat- surat Paulus, Roma 3:24, 25; 5:6-8; 1 Korintus 5:7; 15:3; Efesus 5:2. Penjelasan yang serupa juga dapat kita temukan dalam tulisan Yohanes, Yohanes 1:29; 3:14,15; 1 Yohanes 2:2; 4:10. Lambang ular tembaga sangat penting artinya. Ular tembaga itu sendiri tidak berbisa, akan tetapi melambangkan ikatan dosa, demikian juga Kristus, Ia yang tidak berdosa, dijadikan berdosa karena kita. Sebagaimana ular tembaga yang dinaikkan di atas tiang melambangkan pengusiran atas tulah, demikian juga Kristus yang digantung di atas tiang kayu salib membawa penghapusan dosa. Dan sebagaimana orang yang mau percaya dan memandang kepada ular tembaga itu disembuhkan, maka iman kepada Kristus menyembuhkan dan menyelamatkan jiwa. Penjelasan Petrus dalam 1 Petrus 2:24; 3:18 dan penjelasan Kristus sendiri dalam Markus 10:45 selaras dengan penjelasan sebelumnya. Tuhan dengan jelas menyatakan kepada kita bahwa penderitaan-Nya bertujuan menggantikan kita.

Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA