SIM - Referensi 02b

Nama Kursus : Studi Injil Markus
Nama Pelajaran : Pendahuluan dan Pelayanan Tuhan Yesus di Galilea
Kode Pelajaran : SIM-R02b

Referensi SIM-R02b diambil dari:

Judul Buku : Memahami Injil-Injil dan Kisah Para Rasul
Judul Artikel : Injil di dalam Markus
Penulis : Joel B. Green
Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab
Halaman : 63 -- 68

REFERENSI PELAJARAN 02b - PENDAHULUAN DAN PELAYANAN TUHAN YESUS DI GALILEA

INJIL DI DALAM MARKUS

Yustinus, seorang pemimpin gereja mula-mula yang meninggal pada tahun 165 M, adalah orang pertama yang menyebut tulisan-tulisan dari para penginjil Perjanjian Baru sebagai "Injil-Injil". Walaupun demikian, kata benda ini ditemukan beberapa kali di dalam Injil Markus. Dalam Markus 8:35 ("Karena siapa saja yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi siapa saja yang kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya") terdapat suatu hubungan yang erat antara Yesus dengan kata Injil. "Injil" dan "Yesus" sama-sama tampil dalam sebuah hubungan paralel. Dari sini, kesan yang kita dapatkan adalah komitmen kepada yang satu dimengerti sebagai komitmen kepada yang lainnya (lihat juga Mrk. 10:29). Lagi pula, mengikuti penggunaan dalam Markus, kata "Injil" ditampilkan sebagai sesuatu yang objektif: sesuatu yang memiliki muatan. Dalam pemaknaan yang serupa, kita membaca di dalam Markus 13:10 bahwa, "Injil harus diberitakan dahulu kepada semua bangsa" (untuk lebih lanjut, lihat Mrk. 1:14-15; 14:9).

Penggunaan istilah Injil yang menonjol lainnya di dalam Markus tampak dalam ayat pembuka dari karya si penginjil ini: "Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah" (Markus 1:1). Kita akan membahas teks pembuka ini pada pasal berikut; di sini, kita dapat memperhatikan bahwa Markus kelihatannya sedang memberi tahu para pembacanya, bahwa apa yang mereka baca selanjutnya adalah "Injil". Maksudnya, kisah yang akan ia sampaikan itu adalah pernyataan verbal dari berita Injil itu.

INJIL SEBAGAI KABAR BAIK

Karena itu, kita dapat memperlakukan Injil Markus serta Injil-Injil yang lain sebagai khotbah-khotbah. Atau, lebih jauh lagi. Tulisan-tulisan ini dapat kita sebut sebagai "pemberitaan-pemberitaan firman". Tulisan-tulisan tersebut menempatkan kisah Yesus dalam cara yang sedemikian rupa untuk memberitakan kabar baik tentang Yesus. Dalam hasil penelitian yang berjudul "Mark: The Gospel as Story", Ernest Best memberikan garis besar tentang beberapa poin yang berguna agar kita bisa memahami pengertian Injil-Injil sebagai pemberitaan-pemberitaan firman.

Pertama, sebagai sebuah pemberitaan firman, masing-masing Injil mengait kepada suatu situasi tertentu. Para penulis-penginjil itu tidak menulis supaya tulisan mereka dapat ditempatkan di dalam Perjanjian Baru sebagai saksi-saksi atas karya penebusan Allah dalam kehidupan Yesus dari Nazaret yang berotoritas serta tidak terikat konteks waktu. Pada waktu Injil-Injil itu ditulis, jelas belum ada yang namanya Perjanjian Baru! Sebaliknya, empat Injil tersebut ditujukan kepada suatu umat tertentu yang hidup dalam kondisi-kondisi yang tertentu pula. Injil-Injil itu pada awalnya didesain untuk mengaplikasikan berita Injil kepada kebutuhan-kebutuhan tertentu. Dengan menyampaikan kisah misi Yesus dalam cara tertentu, masing-masing penginjil berusaha memberitakan sebuah firman yang sangat penting dari Allah bagi khalayak pembacanya.

Kedua, dengan menyebut Injil-Injil sebagai "pemberitaan-pemberitaan firman" kita mengerti bahwa Allah berbicara melalui masing-masing Injil tersebut. Injil-Injil ini bukan sekadar suatu bentuk karya sastra yang menarik perhatian, juga bukan sekadar kisah yang menarik tentang seseorang yang hidup dan mati ribuan tahun yang lalu. Melalui kata-kata dan tindakan-tindakan Yesus yang terekam dalam Injil-Injil, Sang Tuhan yang telah bangkit itu kembali hidup dan kehidupan-Nya ini memiliki otoritas untuk berbicara kepada suatu generasi baru.

Melalui tulisan-tulisan ini, para penulis Injil melanjutkan usaha pekabaran berita injil!

Ketiga, sebagai sebuah "pemberitaan firman", masing-masing Injil merupakan suatu kombinasi yang unik antara sejarah dan teologi. Peristiwa dan interpretasinya digabungkan sedemikian rupa sehingga kisah Yesus tersebut disampaikan dalam bentuk suatu berita yang spesifik serta berotoritas. Si pembaca pun diperhadapkan dengan berita tersebut. Wawasan tentang Injil-Injil sebagai "pemberitaan-pemberitaan firman" ini sangat penting untuk kita perhatikan ketika kita membaca tulisan-tulisan tersebut. Akan tetapi, aspek ini juga merupakan salah satu poin yang paling banyak diperdebatkan di dalam studi Injil-Injil masa kini. Karena alasan inilah, kita perlu mendiskusikannya lebih lanjut.

PARA PAKAR PERJANJIAN BARU:

HANYA MEMBUAT ORANG RAGU-RAGU?

Banyak orang Kristen masa kini, baik yang ditahbiskan dalam pelayanan maupun yang tidak, cenderung tidak dapat memercayai keilmuan Perjanjian Baru. Usaha-usaha untuk menolak kebangkitan, sifat kesejarahan dari Injil-Injil, ataupun ketidakmungkinan untuk mengetahui apa pun mengenai Yesus dari Nazaret kerap kali ditampilkan di hadapan umum melalui koran-koran dan majalah-majalah nasional di dunia barat. Hal yang paling memprihatinkan dari laporan-laporan tersebut adalah kenyataan bahwa usaha-usaha tersebut kerap muncul dari dalam komunitas gereja itu sendiri.

Sebagai contoh, belum lama ini muncul sebuah gerakan yang terdiri dari para sarjana terkemuka yang menyebut diri "Seminar Yesus". Mereka berupaya untuk menentukan perkataan-perkataan Yesus mana saja yang terdapat di dalam Injil-Injil yang memang benar-benar berasal dari Yesus; mana yang benar-benar layak untuk dicetak merah di dalam edisi-edisi Alkitab cetak merah, (penerj: dalam beberapa versi terjemahan bahasa Inggris tertentu, kata-kata yang diucapkan Yesus selalu dicetak merah). Melalui serangkaian pemungutan suara, para anggotanya mulai mengategorikan perkataan-perkataan Yesus menurut kemungkinan keasliannya. Tidak mengherankan bila orang sering kali berusaha menjaga jarak terhadap kesarjanaan kritis Injil-Injil!

Apakah kita dapat memercayai Injil-Injil? Apakah perkembangan-perkembangan terkini kesarjanaan Perjanjian Baru telah mengikis kemampuan kita untuk memercayai apa yang kita baca di dalam Injil-Injil? Dalam dua pasal berikutnya, kita akan meninjau lebih dekat lagi ke dalam sifat kesejarahan serta teologis dari Injil-Injil. Pada bagian ini, saya hendak memberikan sebuah jawaban awal serta pengantar kepada pertanyaan yang mendesak ini dengan memfokus pada dua pandangan yang ekstrem.

INJlL-INJIL SEBAGAI RlWAYAT-RIWAYAT KEHIDUPAN YESUS?

Orang-orang Kristen dari semua gereja masa kini sering kali tergoda untuk membaca Injil-Injil dalam cara tertentu, seakan-akan fungsi utama tulisan-tulisan itu hanyalah untuk menyampaikan secara persis apa-apa saja yang Yesus katakan serta lakukan. Mereka memberi penekanan pada ucapan-ucapan Yesus persis kata demi kata serta urut-urutan terjadinya peristiwa-peristiwa yang akurat. Tidak perlu kita ragukan lagi bahwa sudut pandang ini terutama berakar dari aspirasi-aspirasi para sejarawan profesional yang hendak total bersikap objektif dan menyampaikan "apa yang sebenarnya terjadi". Sudut pandang yang muncul di antara kelompok profesi sejarawan pada abad XIX dan XX ini kemudian mulai mewarnai pola pikir kalangan-kalangan yang bukan sejarawan profesional. Kini, sudut pandang ini sangat berpengaruh pada bagaimana khalayak pembaca masa kini memercayai sebuah karya tulis. Akibatnya, kita sering didorong untuk memperlakukan tulisan-tulisan abad pertama seakan-akan tulisan-tulisan tersebut adalah biografi-biografi yang resmi dan ditulis mengikuti standar historiografi "objektif" masa kini.

Walaupun demikian, masalah seperti ini tidak hanya dihadapi oleh para pembaca Injil-Injil masa kini. Medan penelitian Injil sejak abad XIX dipenuhi oleh puing-puing dari berbagai upaya menghasilkan potret kehidupan Yesus yang koheren dan menyejarah dengan memanfaatkan Injil-Injil. Dalam sebuah kritik yang tajam dan dahsyat terhadap upaya-upaya awal tersebut, Albert Schweitzer, pakar Perjanjian Baru yang kemudian beralih menjadi misionaris di bidang medis, telah mendemonstrasikan bagaimana para pembaca kerap hanya mampu mencari dan menemukan apa yang memang mereka ingin temukan di dalam Injil-Injil.

Hasil penelitian terhadap Perjanjian Baru mengajukan pendapat bahwa para penginjil, yaitu: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, tidak pernah bermaksud untuk menuliskan sebuah biografi tentang Yesus, sebagaimana yang dimengerti pada masa modern ini. Maksudnya, mereka tidak pernah berpikir untuk menuliskan sebuah "riwayat Yesus" mengikuti cara-cara yang akan ditempuh oleh seorang sejarawan modern, dan juga tidak bermaksud menyediakan bahan-bahan mentah untuk penulisan catatan riwayat seperti itu. Salah satu sebab yang mendasari kesimpulan kita ini adalah karena kita makin menyadari kalau tidak akan pernah ada orang yang mampu menghasilkan suatu catatan sejarah yang seratus persen objektif. Sederhananya, upaya untuk menyatakan "apa yang sebenarnya terjadi" merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Semua upaya pengisahan kembali kisah seseorang pasti mengikutsertakan peristiwa-peristiwa hasil penyeleksian atas gunungan besar materi-materi mentah yang kita sebut sebagai sejarah. Di balik penyeleksian materi-materi tersebut, selalu hadir suatu keyakinan tentang apa saja yang signifikan dan apa saja yang perlu diceritakan. Sebagai tambahan, kita mulai menyadari bahwa hal-hal yang kita anggap penting sebagai insan-insan abad ke-21 belum tentu dipedulikan oleh orang-orang Kristen abad pertama.

Kita dengan mudah dapat menemukan ilustrasi bagi hal ini di dalam Injil-Injil. Pertama-tama, jelas terdapat suatu masalah tentang kronologi di dalam catatan-catatan injil. Pada bagian ini, kita tidak akan mengurusi anggapan-anggapan tentang adanya ketidaksinambungan di antara Injil-Injil; sebaliknya, bila benar bahwa Injil-Injil ditulis, untuk menyampaikan riwayat dari kehidupan Yesus, fakta bahwa tidak munculnya informasi-informasi tertentu di dalamnya cukup mengejutkan kita. Kapankah Yesus dilahirkan? Pada umur berapakah Ia memulai pelayanan-Nya kepada khalayak umum? Berapa lamakah Ia melakukan pelayanan tersebut? Pada tahun berapakah Ia disalibkan? Bagi kita, lazimnya semua buku biografi masa kini akan menyediakan informasi tentang detail-detail penting seperti ini. Akan tetapi, tanpa Injil Lukas, kita hampir-hampir tidak akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti di atas. Dengan bantuan Injil ini pun, jawaban-jawaban bagi poin-poin penting seperti ini (tentu saja berdasarkan anggapan kita) hanya akan tercapai setelah kita melakukan suatu penyelidikan ala detektif yang teliti dibantu dengan dosis spekulasi yang tidak kecil.

Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA