Roma

Kota Roma tempat Paulus dipenjarakan tidak hanya merupakan pusat pemerintahan dari seluruh daerah Laut Tengah, tetapi juga merupakan kota yang paling ramai dan paling menarik di dunia.

Kota yang dilimpahi dengan kemewahan, sejarah, dan bangunan-bangunan megah ini disebut Kota Abadi. Di samping itu, dengan mengenal kebaikan dan keburukan yang ada di sepanjang jalan-jalannya, dan di antara air mancur-air mancur umum yang berjumlah lebih dari tiga ratus buah, beberapa orang dengan alasan kuat menamakan kota itu Selokan Kerajaan. Kota Roma tempat Paulus dirantai mengandung dua ekstrem. Namun sebelum kita mulai menyelidiki dan memasuki jalan-jalannya, marilah kita melihat bagaimana rasul besar ini sampai ke sana. Sebab betapapun juga, surat-surat yang ditulis Paulus dan pelaksanaan hukuman mati bagi Paulus di sebelah selatan kota merupakan sumbangan yang terbesar bagi kemasyhuran kota metropolitan yang dilintasi Sungai Tiber ini.

Paulus di Roma

Setelah memohon kepada Caesar, Paulus dirantai kaki dan tangannya bersama tawanan-tawanan lain dan dikirim ke Roma untuk diadili. Setelah berhasil untuk tetap hidup dalam suatu kecelakaan kapal yang mengerikan, akhirnya dia mendarat di Puteoli. Dengan izin Yulius, pejabat Romawi yang menjaga para tawanan, Paulus tinggal di sana bersama kawan-kawannya selama seminggu. Kemudian, dia berjalan kaki kembali ke Roma.

Sesampainya di Pasar Apius, empat puluh tiga mil sebelah selatan ibu kota, di Jalan Apia, Paulus disambut oleh sebuah delegasi orang-orang Kristen yang telah mengadakan perjalanan selama dua hari untuk menyambutnya supaya dia merasa terhibur di tengah-tengah kegelisahan. Sepuluh mil berikutnya di sebuah tempat penginapan yang disebut Tiga Kedai, dia disambut lagi oleh delegasi lain. Di sini, seperti yang dicatat Lukas, "dia mengucap syukur kepada Allah lalu kuatlah hatinya" (Kisah Para Rasul 28:15).

Tidak diketahui siapa yang mengorganisasikan kelompok-kelompok penyambutan ini, tetapi menurut dugaan, orangnya adalah Epafroditus - seseorang yang memiliki suatu karunia, dan dia dikirim oleh Paulus dari gereja di Filipi. Ada juga yang mempertanyakan mengapa orang-orang Kristen di Roma begitu antusias menyambut Paulus. Satu-satunya alasan yang masuk akal ialah karena keadaan mereka telah dibicarakan dalam Kitab Roma yang ditulis Paulus di Korintus pada tahun 55 dan 56 -- lima atau enam tahun sebelum kedatangannya di Italia.

Paulus bersama dengan tawanan-tawanan lain memasuki kota Roma dari Porta Capena. Sekarang, tempat ini tidak dapat diketahui di mana tepatnya. Namun, kita tahu benar bahwa tempat ini terletak di bagian permulaan dari Jalan Apia. Pada waktu itu, Paulus melewati Aqua Apia, sebuah bangunan tinggi yang berfungsi untuk menyalurkan air dan pada saat itu sudah berumur 350 tahun.

Jalan Apius berasal dari nama Appius Claudius, Caesar yang mulai membangun jalanan itu di tahun 312 SM. Pada akhir masa hidupnya, dia dijuluki sebagai "si buta" Appius Claudius Caecus. Menurut legenda, dia begitu sombong atas hasil yang telah dicapainya sehingga matanya dibutakan oleh para dewa. Jalan raya yang megah ini dipakai orang terus-menerus selama seribu tahun.

Menurut perkiraan, Yulius, penjaga Paulus itu, adalah seorang anggota Pengawal Praetorian. Jika hal ini benar, Paulus mungkin segera dibawa ke markas besar Praetorian di Bukit Palatine yang terletak di pusat kota Roma. Namun, ada beberapa orang yang berpendapat bahwa Yulius itu seorang utusan khusus dan seorang anggota Peregrini. Bila demikian halnya, Paulus mungkin telah dibawa ke perkemahan Peregrini yang terletak di sebelah kanan Bukit Caelian.

Jabatan atau tingkatan Yulius tidaklah penting. Namun, untuk mendapatkan gambaran umum tentang kota Roma kuno atau modern, penting untuk mengerti bahwa kota ini terdiri dari tujuh bukit rendah, dengan puncak datar yang berbatasan di sebelah barat Sungai Tiber yang berliku-liku dengan anggunnya. Dahulu, demikian pula sekarang, orang-orang Romawi mengingat Roma karena bukit-bukit ini.

Pada waktu Paulus dipenjara, Roma diperkirakan berumur lebih dari 800 tahun. Mereka yang percaya bahwa kota ini didirikan oleh Romulus dan Remus - dua saudara kembar yang dibesarkan oleh seekor serigala - percaya bahwa kota itu didirikan pada tahun 753 SM. Kota ini berpenduduk kira-kira satu juta orang. Setengahnya terdiri dari para budak. Luas kota kira-kira 12 mil.

Setelah diserahkan oleh Yulius "ke kapten pengawal", Paulus diberi hak istimewa untuk tinggal bersama seorang prajurit "dalam rumah yang disewanya sendiri". Mungkin kemurahan hati ini direncanakan oleh Yulius yang telah belajar untuk menghargai dan memercayai Paulus selama perjalanan yang mengerikan itu.

Menyewa rumah di Roma mahal, sekalipun di daerah yang paling miskin. Juvenal yang lahir di Roma sekitar tahun 60 atau 61 - kira-kira tahun kedatangan Paulus di kota itu - mengenal baik kota ini. Kepada seorang teman dia menulis: "Jika Anda dapat menahan diri untuk tidak pernah menonton sirkus, Anda dapat membeli rumah mewah di Sora ... sedangkan uang itu hanya cukup untuk menyewa sebuah loteng gelap di Roma selama setahun."

Mengingat bahwa Paulus pernah mengingatkan orang-orang Korintus, "Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara" (1 Korintus 4:11), kita heran mengapa dia dapat menyewa tempat, meskipun tempat yang buruk sekalipun - terutama dengan pembayaran yang sah. Jawabannya ialah bahwa sumbangan yang diberikan oleh Epafroditus mungkin cukup banyak. Tidaklah sulit untuk membayangkan bahwa sebelum dia memulai perjalanannya sejauh 850 mil ke Roma, dia berkata kepada orang-orang Filipi, "Sekarang marilah kita berpikir secara liberal. Harga-harga di sini tinggi, tetapi di Roma lebih tinggi lagi."

Di Roma hanya ada sekelompok kecil golongan kelas menengah karena biasanya orang-orang Romawi kalau kaya, sangat kaya dan kalau miskin, sangat miskin. Orang-orang kaya membangun rumah-rumah yang luas dilengkapi dengan kolam renang dan taman khusus. Hanya sedikit saja rumah yang bertingkat lebih dari dua. Gudang di bawah tanah belum dikenal orang. Beberapa rumah memiliki pusat pemanasan. Kebanyakan panas itu dihasilkan oleh kompor arang yang mudah dipindah-pindahkan.

Lantainya dibuat dari beton atau ubin. Banyak di antaranya yang dihiasi dengan mosaik. Pipa ledeng dibuat dari timah - lembaran-lembaran timah dipalu dan dililitkan pada sebatang baja kecil membentuk sebuah pipa. Patung-patung yang mahal harganya menempati tempat-tempat terhormat dan lukisan-lukisan indah menghiasi dinding. Tambahan pula, kebanyakan rumah sedikitnya mempunyai sebuah air mancur, dan air hujan dialirkan dari atap melalui pancuran atap yang terbuat dari timah.

Orang-orang kaya hidup dalam kemewahan. Walaupun Lukas mengatakan kepada kita bahwa Paulus "tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri itu; dia menerima semua orang yang datang kepadanya" (Kisah Para Rasul 28:30), rasanya tak mungkin bahwa dia tinggal dalam sebuah rumah yang mahal. Kebanyakan para ahli setuju bahwa ruangan atau sederetan ruangan tempat tinggal Paulus itu pastilah salah satu dari rumah-rumah petak yang sangat banyak di Roma. Rumah-rumah petak itu begitu banyaknya sehingga disebut insulae -- pulau-pulau. Karena golongan pekerja tinggal di perumahan-perumahan ini, dan karena tidak ada kendaraan umum, kebanyakan insulae terletak di dekat pusat kota. Perumahan ini dibuat demikian supaya para pekerja dekat dengan tempat pekerjaannya.

Kaisar Agustus telah mengumumkan bahwa bagian muka sebuah bangunan tidak boleh dibangun lebih tinggi dari tujuh puluh kaki. Namun, rupanya para pembangun mendapatkan suatu kelemahan dalam peraturan itu dan mereka membuat bagian belakang bangunan itu lebih tinggi daripada depannya. Martial yang hidup di kota Roma pada tahun 64 menulis tentang "seorang malang yang tinggi lotengnya 200 anak tangga". Toko-toko dan kantor-kantor menempati lantai terbawah sebagaimana halnya dengan hotel-hotel modern.

Tanpa penerangan jalan, daerah sekitar sebuah insula menjadi berbahaya. Juvenal memberi komentar: "Dan sekarang, perhatikan pelbagai bahaya di malam hari. Lihatlah betapa tingginya atap dari mana orang membuang pecahan tembikar yang sudah bocor dari jendela dan kemungkinannya jatuh di atas kepala saya. Lihat, betapa kerasnya tembikar itu terhempas hancur di atas trotoar! Ada kematian menunggu di setiap jendela yang terbuka sementara Anda melewatinya di waktu malam; Anda akan dianggap seorang bodoh, tidak bersiap-siap menghadapi kecelakaan mendadak, jika Anda pergi ke luar untuk makan malam tanpa memutuskan apa yang Anda lakukan. Anda hanya dapat berharap, dan memanjatkan doa permohonan dalam hati Anda, supaya mereka sudah cukup puas hanya dengan melemparkan air kotor dari ember ke atas kepala Anda."

Jika Epafroditus tidak secara kebetulan bertemu dengan seorang sahabat Paulus ketika dia memasuki kota itu, dia akan menghadapi banyak kesulitan dalam mencari Paulus. Hal ini bisa terjadi, karena orang Romawi tidak memberi nomor pada rumah-rumah mereka, dan jalan jalan kelas dua bahkan tidak diberi nama! Ada sebuah komedi kuno dari zaman Romawi yang masih tetap aktual untuk masa kini. Drama ini menunjukkan betapa sukarnya untuk mencari sebuah alamat di Roma. Percakapan berikut ini terjadi antara seorang budak yang bernama Syrus dan seorang tua yang bernama Demea:

Syrus : "Saya tidak ingat lagi nama orang yang akan saya kunjungi, tetapi saya tahu di mana dia tinggal."
Demea : "Baiklah, katakan di mana tempat itu."
Syrus : "Ikutilah jalan menurun ini. Tahukah Bapak serambi di samping tukang daging?
Demea : "Tentu saja."
Syrus : "Ikuti jalan ini lurus ke depan dan tak jauh dari situ, ada sebuah jalan menurun di depan Bapak; ikutilah terus sampai kemudian di sana ada sebuah kapel kecil dengan sebuah gang di dekatnya."
Demea : "Tempat mana yang kau maksud?"
Syrus : "Di tempat itu, ada sebuah pohon ara yang tumbuh secara liar."
Demea : "Saya tahu."
Syrus : "Ya, tentu saja. Ya, ampun! Betapa bodohnya saya! Bapak harus kembali lagi ke serambi tadi. Ya, lagi pula itu lebih cepat dan tidak begitu memutar. Tahukah Bapak di mana Cratinus, si orang kaya itu tinggal?"
Demea : "Ya."
Syrus : "Baik, lewati rumahnya, kemudian belok ke kiri jalanan ini, dan belok kanan pada Kuil Diana. Sebelum Bapak mencapai pintu gerbang kota, di dekat kolam, ada seorang tukang roti di depan toko alat-alat pertukangan. Di situ tempatnya."

Dikutip dari buku Rome Its People Life and Customs karangan Ugo Paoli.

Namun, meskipun seseorang tahu persis ke mana dia harus pergi di dalam kota Roma, dia mungkin masih menghadapi bahaya dalam perjalanan. Yuvenal menceritakan kepada kita bagaimana keadaan sebenarnya. "Kebanyakan orang sakit di Roma mati karena kurang tidur, penyakit itu sendiri diakibatkan oleh karena makanan yang tidak tercernakan di dalam perut. Bagaimana mungkin orang bisa tidur di penginapan yang keadaannya demikian? Siapa yang dapat tidur di kota Roma kecuali orang-orang kaya? Di situlah letaknya akar dari kekacauan. Kereta-kereta yang simpang-siur di jalanan sempit dan berliku-liku, percakapan para pengemudi kereta ketika mereka berhenti pada sebuah warung, semua itu tidak memungkinkan seorang Drusus (seorang jenderal Romawi yang terkenal karena kekuatannya) - atau pun seekor anjing laut - dapat tidur. Bilamana orang kaya mendapat suatu panggilan tugas sosial, orang banyak membukakan jalan baginya sementara dia diusung dalam suatu kereta Liburnian yang besar. Orang kaya itu menulis atau tidur dalam perjalanan itu, sebab jendela tandunya yang tertutup menyebabkan dia bisa tertidur. Namun, bila dia sampai di depan kita; bagaimana pun cepatnya kita menghindar, kita terhalang oleh sekelompok orang banyak di depan; dan sekelompok orang banyak lain di belakang: seorang pria menyikut saya, dan yang lain menyodok saya dengan ujung tandu; sebatang balok dan sebuah tong anggur membentur kepala saya. Kaki saya penuh dengan lumpur; kaki-kaki besar menginjak saya dari tiap sisi, dan seorang prajurit menancapkan tombaknya di atas jari kaki saya." Kebanyakan orang Romawi yang keluar di malam hari membawa seorang budak di depannya sambil membawa sebuah lentera.

Roma mempunyai sistem pembuangan kotoran yang luas dan beberapa di antaranya masih dipakai sekarang, tetapi sudah tidak begitu berguna lagi. Di zaman Paulus, salah satu jalur utama dari jaringan ini disebut Cloaca Maxima. Sayang sekali, saluran besar yang sudah dibangun ratusan tahun sebelum tarikh Masehi ini membawa air hujan dan juga kotoran-kotoran. Bahkan lebih buruk lagi, saluran ini menuju Sungai Tiber! Karena saluran raksasa ini membawa air dari angin topan, di jalan- jalan harus dibuat lubang-lubang besar. Akibatnya kota Roma sering kali dipenuhi dengan bau busuk dari saluran ini.

Penemuan semen telah mendatangkan perubahan besar di kota Roma. Caementicum dibuat dari campuran debu vulkanis dengan batu merah, pecahan marmer, dan pasir, mula-mula dikembangkan kira-kira tahun 200 SM. Semen ini sangat keras dan tahan lama. Dengan semen ini, para insinyur mempunyai perlengkapan untuk membangun bangunan-bangunan raksasa, jalan-jalan, jembatan-jembatan, saluran air. Jumlah saluran air di kota Roma ada empat belas. Saluran air ini panjangnya 1.300 mil - jarak dari kota New York ke Omaha, Negara Bagian Nebraska -- saluran air yang terbuat dari batu dan bata ini dibuat melalui gunung-gunung, menyeberangi lembah-lembah, dan rawa-rawa. Saluran air ini mengirim air tiga ratus juta galon setiap hari.

Kelihatannya hal ini seperti pemakaian air yang berlebih-lebihan. Namun, orang Romawi memerlukannya untuk air mancur mereka yang banyak jumlahnya, danau buatan, tempat pemandian umum yang luas dan taman-taman. Lebih dari itu, hampir setiap rumah memiliki sebuah bak mandi, dan orang Romawi mandi setiap hari. Namun kemudian, seperti juga sekarang, ada orang-orang yang menyadap saluran air itu secara diam-diam dengan maksud menghindari pembayaran. Ini berarti bahwa suatu regu penyelidikan harus dipekerjakan.

Jika Epafroditus tiba di Roma pada bulan November, dia tidak akan melihat akibat dari banjir tahunan yang hampir setiap tahun terjadi. Namun, jika dia datang di musim semi, dan jika dia datang melalui laut, dia mungkin akan merasa ngeri melihat penghancuran yang diakibatkan oleh banjir Sungai Tiber. Tacitus menulis: "Manusia tersapu oleh ombak atau terhisap oleh pusaran ombak; binatang-binatang penghela, muatan, dan mayat-mayat mengapung menghalangi jalan."

Emporium, bangunan untuk pusat perdagangan yang panjangnya seribu kaki, terletak di sebelah timur Sungai Tiber. Di sini, Epafroditus dapat melihat - dan merasakan - luasnya perdagangan yang mengalir masuk dan keluar kota Roma. Di tengah sesaknya toko-toko kecil dan para pedagang, seseorang dapat mendengarkan obrolan dan tawar-menawar yang dilakukan dalam dua belas macam bahasa. Dalam beberapa hal, Emporium ini menyerupai Bazar Raksasa di kota Istambul yang modern.

Hampir segala sesuatu dapat dibeli di Roma. Angsa-angsa dibawa melalui jalan-jalan raya dari daerah Belgium yang jauh. Hal ini dilakukan untuk memuaskan permintaan para pembeli yang ingin makan hati angsa. Dari bagian lain dunia, berdatangan sutra, anggur, emas, gandum, gading gajah. Seseorang dengan mudah dapat membeli madu, kertas dari kulit, obat, buah, gelas, parfum, intan permata.

Biasanya para budak dijual pada pelelangan umum; dan karena selalu ada permintaan tetap, ada banyak tempat pelelangan budak. Pada suatu pelelangan khusus, seorang budak yang dirantai tangan dan kakinya ditempatkan pada suatu panggung dan berdiri di depan para penawar. Sebuah gulungan kertas yang bertuliskan suatu jaminan untuk enam bulan digantungkan di leher budak itu. Dalam dokumen ini ditulis nama, kebangsaan, kecakapan, dan sifat budak itu. Tidak ada orang yang mau membayar mahal untuk seorang budak yang menderita penyakit ayan. Biasanya ada seorang dokter yang menjaga. Dokter akan menyuruh budak itu menanggalkan pakaiannya, dan kemudian dia akan mengumumkan keadaan fisik budak itu kepada pembeli yang berminat.

Harga budak-budak ini bermacam-macam. Para saudagar sering kali ikut serta dalam pasukan-pasukan Romawi. Setiap akhir suatu kemenangan, sebuah tombak ditancapkan ke dalam tanah dan seorang pedagang budak dapat mulai membeli. Para jenderal menyenangi sistem seperti ini. Penjualan budak ini menghindarkan mereka dari persoalan tawanan perang.

Sementara para tawanan dibawa ke tempat ini untuk dijual, di atas kepala mereka masing-masing diletakkan sebuah rangkaian bunga berbentuk lingkaran yang menyatakan: sub corona venire - dijual di bawah mahkota. Tawanan perang yang dijadikan budak itu harganya paling rendah se-Dolar seorang. Harga murah ini bisa dimengerti sebab banyak budak akan mati sebelum mereka mencapai pasar budak di Roma. Karena tidak terbiasa menjadi budak, banyak tawanan perang yang membunuh diri. Seorang budak yang berpendidikan akan mahal harganya, karena mereka bisa dipakai untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan keahlian tertentu. Namun harga seorang budak biasa kurang dari 100 dolar. Horace pada sekitar tahun 65 - 68 SM menyebutkan tentang seorang budak yang dibeli Marcus Scaurus seharga 28.000 dolar. Pada waktu pelelangan, para budak yang tidak memiliki suatu jaminan memakai topi dan budak-budak yang didatangkan dari luar negeri diberi tanda putih di kakinya. Alasannya ialah bahwa ada suatu tugas khusus bagi budak-budak yang datang dari luar.

Berbelanja di Roma sama halnya seperti berbelanja di suatu kota modern. Pada saat itu, uang kertas belum ada. Namun, pajak penjualan sudah ada, dan harus dibayar kontan. Jika Epafroditus kebetulan berhenti pada suatu toko buku, dia akan melihat keterangan-keterangan dan daftar-daftar judul ditempelkan di dinding sebelah luar. Toko-toko buku Romawi menjual gulungan-gulungan surat yang dibuat dari kulit dan papirus. Mereka juga menjual banyak naskah kuno - buku-buku yang sudah dijilid. Buku-buku diterbitkan dalam setiap edisi sebanyak 1.000 jilid, dan dengan mempertimbangkan bahwa buku-buku itu harus ditulis dengan tangan, harganya cukup pantas. Buku-buku kecil dijual seharga 1,50 dolar, sementara edisi lux yang sering kali dicantumkan juga potret pengarangnya, harganya sekitar 3 dolar.

Perpustakaan, baik pribadi maupun umum, sangat populer. Salah satu perpustakaan yang terkenal ialah Bibliotheca Ulpia yang didirikan oleh Trayan. Sering kali ada ruangan-ruangan baca di tempat pemandian umum. Seperti di zaman modern ini, perpustakaan-perpustakaan yang lebih baik sering kali dikunjungi orang-orang terkemuka.

Orang Romawi senang makan dan minum. Di kota Roma saja 25.000.000 galon anggur dihabiskan setiap tahunnya. Jadi rata-rata setiap pria, wanita, anak, budak atau warga negara menghabiskan 2 liter anggur setiap minggu.

Orang-orang yang sangat kaya menghabiskan sebagian besar waktunya untuk makan. Suatu perjamuan khusus dimulai dari jam 4.00 sore dan berakhir tengah malam. Daging yang paling disukai ialah daging babi, dan menurut Pliny seekor babi sedikitnya dapat dihidangkan dalam lima puluh jenis masakan. Suatu makanan yang paling banyak disukai yang diciptakan oleh Tiberius dibuat dari hati seekor babi yang dimasak dengan buah ara. Pada perjamuan-perjamuan seperti ini, meja-meja dihiasi dengan bunga-bunga, udara dipenuhi oleh bau parfum, dan para pelayan berpakaian rapi. Musik juga disediakan, dan wanita-wanita cantik menari, sering kali tanpa busana, atau hampir-hampir tanpa busana.

Segala macam masakan yang aneh-aneh dihidangkan di pesta itu. Belut dan siput merupakan makanan populer, begitu juga lidah burung Flamingo, sayap burung unta, dan burung penyanyi. Setelah seorang Romawi mengisi perutnya sehingga dia tidak dapat menelan makanan lagi, dia meminta izin keluar dan pergi ke vomitorium (tempat untuk memuntahkan makanan). Seneca mengeluh tentang praktek seperti ini. Dia berkata, "Vomunt ut edant, edant ut vomant - mereka muntah untuk makan dan makan untuk muntah." Setelah mereka memuntahkan isi perut, dengan terhuyung-huyung mereka kembali ke meja makan untuk makan lebih banyak lagi.

Berbagai macam suku bangsa saling berdesak-desakan di jalanan. Dan untuk mengenali mereka seseorang tidak perlu menjadi seorang ahli lebih dahulu. Kebanyakan orang Romawi bercukur rapi, yaitu sampai masa Hadrian. Guntingan rambut pertama dari seorang pemuda biasanya dipersembahkan kepada seorang dewa. Orang-orang Briton yang terbelakang cukup jelas dikenal karena badan mereka dihiasi tatto dan orangnya kasar.

Para budak juga mudah dikenal. Biasanya seorang budak memakai tunic, semacam kaos oblong yang panjangnya sampai ke lutut, dan sepatu kayu. Selain itu, jika mereka telah mencoba untuk melarikan diri, di dahinya dicap huruf F, yang berarti fugitivus. Sebagian yang lain memakai rantai metal di lehernya. Beberapa dari rantai leher ini masih disimpan dalam museum sampai sekarang. Ada sebuah kalung yang bertuliskan: Fugi. Tene me. Cum Revocaveris me d.m. Zonino, accipis solidum - "Saya telah melarikan diri. Tangkaplah saya. Jika Anda mengembalikan saya kepada majikan saya, Zoninus, Anda akan menerima hadiah."

Jumlah penduduk orang Yahudi kira-kira 20.000 dan mereka berpakaian sama seperti orang-orang Yahudi yang tinggal di Yerusalem - berjenggot dan sebagainya. Walaupun mereka sering kali diusir dari Roma, biasanya kebanyakan dari antara mereka kembali lagi setelah amarah kaisar mereda. Namun, secara keseluruhan orang-orang Yahudi tidak menonjol dalam bidang perdagangan pada waktu itu. Pedagang-pedagang terkemuka adalah orang-orang Syria dan Yunani.

Toga hanya dipakai pada kesempatan-kesempatan resmi, dan yang boleh memakainya hanyalah warga negara Romawi. Orang asing yang terkemuka pun tidak diperkenankan memakai jubah ini; dan bila seorang warga negara Romawi dibuang, dia harus meninggalkan toganya di Italia. Untuk pakaian sehari-hari, orang Romawi mengenakan blus. Tidak ada kancing atau kaos kaki. Biasanya kaum pria memotong pendek rambut mereka. Namun, ada beberapa pesolek yang memakai rambut palsu, dan kadang- kadang ada yang mencat kepalanya yang sudah botak. Wanita-wanita modern memakai pemerah pipi, mempunyai banyak budak yang menghabiskan beberapa jam untuk memotong kuku, mengeriting rambut, dan menghitamkan alis dan bulu mata mereka. Beberapa wanita mandi air susu keledai. Popaea, istri Nero, begitu tertarik dengan gagasan ini, sehingga ke mana pun dia pergi, dia selalu membawa serta sekawanan keledai!

Karena sampai zaman Hadrian orang-orang Romawi masih membakar mayat, maka tidak ada kuburan-kuburan bergaya barat di Italia. Dan orang- orang Romawi yang mengubur jenazah biasanya dimakamkan di pinggir jalan raya. Mereka diperkenankan melakukan hal ini asalkan monumen kuburan itu dibangun secara luas. Sisa-sisa reruntuhan kuburan ini masih dapat dilihat di sepanjang jalanan Apia.

Karena tidak mempunyai tempat kuburan untuk jenazah, orang Yahudi menggali saluran-saluran di bawah tanah di luar kota dan menguburkan jenazah-jenazah dalam dinding-dinding di bawah tanah. Batu vulkanis yang lunak yang dikenal dengan nama tuga sangat mudah dipotong. Pada waktu itu, ada pekerja-pekerja yang dikenal sebagai para penggali kuburan. Dengan demikian lahirlah suatu sistem penguburan di dalam tanah yang terkenal. Setelah kematian Paulus, orang-orang Kristen mulai membangun kuburan-kuburan baru di dalam tanah. Mereka memakai terowongan-terowongan tempat kuburan itu sebagai tempat persembunyian, dan kadang-kadang mereka menggali ruangan-ruangan yang sangat besar untuk mendapatkan tempat ibadah yang cukup luas. Panjangnya dan luasnya tempat kuburan di dalam tanah di bawah kota Roma yang modern itu kira-kira 600 mil.

Bilamana orang-orang asing yang miskin mati di Roma, jenazah-jenazah mereka dilemparkan ke dalam lubang persegi empat sedalam dua belas kaki di sebelah timur Bukit Esquiline. Kuburan masal ini berfungsi juga sebagai kuburan binatang. Karena lubang itu tidak ada tutupnya, bau busuknya tak tertahankan. Daerah ini seperti sebuah kota tempat pembuangan sampah. Sampah yang tidak dapat dibuang melalui sistem saluran tertentu diangkut ke tempat itu. Bukit ini juga berfungsi sebagai tempat untuk menghukum para penjahat kriminal. Setelah mereka mati tersalib, mayat mereka tidak dilepaskan dari salib itu. Tubuh yang sudah mati itu dibiarkan tergantung sehingga dapat dimakan burung, serigala dan binatang buas pemakan bangkai lain yang tinggal bergerombol di situ.

Pada akhir pemerintahannya, Agustus menyombongkan diri dan berkata, "Ketika aku menemukan Roma, kota ini dibangun dari batu merah, tetapi ketika aku meninggalkannya, kota ini telah terbungkus dengan batu marmer." Dalam banyak hal memang benar. Dalam perjalanan ke tempat tinggal Paulus, Epafroditus pasti melihat batu marmer di setiap sisi jalan. Ada barisan tiang penopang atap yang tinggi terbuat dari batu marmer, bangunan-bangunan umum yang putih mengkilap, dan banyak kuil untuk memuja para dewa. Suetonius mencatat bahwa Agustus "memperbaiki kuil-kuil yang hancur dan terbakar, memperindahnya secara mewah: misalnya sebuah sumbangan untuk Capitoline Jupiter yaitu 8.000 kg emas dan juga mutiara ...." (The Twelve Caesars, karangan Seutonius). Untuk mendapatkan keindahan, dia tidak menghemat uang. Namun, bangunan Colosseum belum ada pada zaman Paulus. Sebelum bangunan ini didirikan, kebanyakan orang pergi melihat peristiwa-peristiwa olah raga di Circus Maximus.

Persoalan lalu lintas tidaklah serumit seperti di kota-kota besar sekarang. Namun, mereka masih mengalaminya, dan mereka terpaksa mengambil tindakan drastis. Caesar Yulius mengumumkan: "Sesudah matahari terbit atau sebelum sepuluh jam pertama pada hari itu ... seorang pun tidak diperkenankan mengendarai sebuah kereta di jalan-jalan di daerah pinggiran di mana ada banyak perumahan, kecuali ada keperluan penting ... untuk mengangkut bahan-bahan bangunan kuil- kuil para dewa yang abadi atau pekerjaan-pekerjaan demi kepentingan umum, atau memindahkan sampah-sampah kota ...."(Dikutip dari The Appian Way, A Journey, karangan Dora Jane Hamblin dan Mary Jane Crunsfeld.) Apakah lalu lintas berjalan di sebelah kanan atau di sebelah kiri tidaklah diketahui. Namun, Albert C. Rose berpendapat bahwa sisi jalan itu "bermacam-macam, tergantung di mana si pengemudi duduk memegang kendali dan keretanya".

Kota Roma pada zaman Perjanjian Baru merupakan suatu kota tua yang kuat. Jika semasa Paulus di penjara, ada orang yang berpendapat bahwa kerajaan Romawi akan runtuh, orang itu tentu dianggap gila. Namun, hal itu benar-benar terjadi. Dalam tabun 410, Alaric dan suku bangsa Goth menyapu Italia. Mereka bahkan menduduki Roma dan menjarahnya secara mengerikan selama tiga hari. Dan setengah abad kemudian, Roma diduduki sekali lagi dan dijarah - kali ini oleh bangsa Vandal.

Ironisnya, kaisar terakhir Roma adalah seorang anak yang bernama Romulus - nama yang sama dengan pendiri kota itu menurut dongeng. Drama yang mengerikan ini memberi ilham pada seorang penyair Persia untuk menulis: "Laba-laba menenun tabir-tabir di dalam istana Caesar; burung hantu memanggil para penjaga menara Afrasiab."

Diambil dari:
Judul buku : Kota-Kota pada Zaman Perjanjian Baru
Pengarang : Charles Ludwig
Penerbit : Kalam Hidup, Bandung, 1975
Halaman : 16 - 31
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA