Restorasi Hidup dalam Kristus
Seluruh inti dari kehidupan Kristen berpusat pada Kristus. Di dalam Dialah kita mendapatkan keselamatan, kita dilewatkan dari murka Tuhan dan penghukuman-Nya yang kekal, kita dipimpin dalam kebenaran dan diberikan arti hidup, kita dipulihkan dari natur keberdosaan dan dibawa untuk berbagian dalam natur ilahi-Nya, kita dicelikkan dari kebutaan rohani oleh terang-Nya yang membutakan mata kedagingan, kita dituntun pada panggilan untuk hidup dalam dan bagi Kristus dengan meninggalkan panggilan untuk hidup dalam dan bagi diri, kita yang tidak berbuah dan gersang dilimpahi untuk menghasilkan buah yang manis dan menyenangkan penikmatnya, kita diundang dan disambut untuk memasuki perjamuan pesta dalam Eden. Kristuslah yang diperkenan oleh Bapa sehingga kita pun diperkenan oleh-Nya di dalam Kristus. Di luar Kristus tidak ada keselamatan, tidak ada kehidupan. Sungguh besar anugerah yang Tuhan nyatakan bagi kita melalui ketaatan Kristus. Tidakkah kita memandang indah dan kagum akan apa yang Dia kerjakan bagi hidup kita yang celaka ini? Tidakkah kita menginginkan cara hidup yang baru yang dikehendaki-Nya sebab kita bukanlah milik kita lagi, melainkan milik Kristus? Hati seperti ini hanya dimiliki oleh mereka yang mengalami restorasi hidup di dalam Kristus.
Tuhan memberikan kepada kita dalam Alkitab suatu perumpamaan yang mengisahkan restorasi hidup dari seorang anak bungsu yang tersesat bahkan mati oleh karena meninggalkan bapanya dan hidup dalam kebebasannya yang liar. Meskipun kisah ini tidak hanya menceritakan tentang keterhilangan anak bungsu melainkan juga anak sulung, tetapi kita hanya akan menyoroti kisah anak bungsu untuk mempelajari bagaimana seseorang mengalami restorasi dalam hidupnya.
Perumpamaan ini tidak diceritakan tanpa makna. Tuhan menceritakannya bagi kita sehingga kita boleh mengenal Dia, Sang Allah yang Mahakasih, dan memiliki hati seperti Dia yang penuh dengan kasih dan belas kasihan bagi orang-orang berdosa yang belum mengenal Tuhan dan yang terus hidup dalam dosa. Jangan berani mengatakan sudah mengasihi orang lain ketika yang kita kasihi hanyalah orang-orang yang memang berhubungan dengan kita dan baik dengan kita. Kasih yang demikian adalah kasih yang egois dan tidak sulit dijalani karena memang tidak berbeda dengan cinta pada diri sendiri. Kasih yang sejati menuntut penyangkalan diri dan penerimaan terhadap orang-orang yang tidak kita kenal sekalipun dan bahkan yang adalah musuh kita. Dan Tuhan telah menunjukkan kasih-Nya bagi kita dengan rela mengosongkan diri datang dalam dunia bagi kita. Kita harus memiliki hati seperti ini sebagai orang yang mengalami restorasi hidup dalam Kristus.
Kisah ini diawali dengan permintaan pembagian harta dari anak bungsu kepada bapanya. Si bungsu ingin menuntut hak warisannya dari bapanya. Dia ingin hidup dalam kebebasan dan lepas dari ikatan bapanya. Dia telah dikuasai oleh keinginannya untuk hidup semaunya sendiri. Inilah kecenderungan hati manusia, yaitu ingin menjadi tuan dan tuhan bagi dirinya sendiri. Manusia menuntut kebebasan dan tidak mau tunduk kepada Tuhan. Padahal sang bapalah yang tahu apa yang terbaik bagi anak-anaknya. Tidak ada yang jahat yang dilakukan sang bapa terhadap anak-anaknya. Semua yang baik diberikannya bagi mereka, tetapi si bungsu tidak mengindahkan kebaikan dan relasi yang dia jalani dengan bapanya, malahan dia menginginkan hidup yang terpisah dari bapanya dan dengan demikian dia dapat melakukan apa saja di luar rumah bapanya.
Diambil dari:
Judul buku | : | Momentum |
Judul artikel | : | Perintah Kasih |
Penulis artikel | : | Pdt. Dr. Stephen Tong |
Penerbit | : | LRII, Surabaya 2007 |
Halaman | : | 6 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA