PRK-Referensi 05a
Pelajaran 05 | Pertanyaan 05 | Referensi 05b
Nama Kursus | : | Pembentukan Rohani Kristen |
Nama Pelajaran | : | Bertumbuh Menuju Kedewasaan Rohani |
Kode Pelajaran | : | PRK-R05a |
Referensi PRK-R05a diambil dari:
Judul artikel | : | Bertumbuh Menuju Kedewasaan Rohani |
Judul buku | : | Manusia Baru |
Judul buku asli | : | The New Man |
Penulis | : | J.I. Packer |
Penerbit | : | Persekutuan Pembaca Alkitab (PPA) |
Halaman | : | 33-35 |
Bertumbuh Menuju Kedewasaan Rohani.
(Ibrani 5:11 -- 6:3)
Allah telah menciptakan kita sebagai manusia-manusia yang rasional dan memperlakukan kita secara rasional; jadi, setiap tahap dari pertumbuhan rohani kita, sejak kita bertobat, merupakan suatu respons terhadap kebenaran-kebenaran yang telah kita pahami. Bilamana pengetahuan kita tidak bertambah, tidak mungkin hubungan kita dengan Allah bisa bertambah dalam. Pasal 5:11-14 menyatakan bahwa setelah bertahun-tahun menjadi orang percaya, orang-orang Kristen keturunan Yahudi ini tidak membagikan kebenaran yang telah mereka ketahui ataupun berpegang erat pada kebenaran-kebenaran itu sendiri (apalagi menginginkan lebih banyak kebenaran, sebagaimana sepatutnya); malahan kerohanian mereka mundur, sehingga mereka seolah-olah kembali menjadi bayi-bayi rohani, tidak lagi mengerti dengan jelas hal-hal yang pokok di dalam kekristenan, dan perlu mempelajari Injil dari awal lagi. Visi yang kabur biasanya disebabkan oleh ketidaktegasan dalam menghadapi tantangan-tantangan rohani, dan dalam kasus seperti ini, tantangan untuk bersikap sabar di dalam aniaya biasanya tidak dihadapi (6:12; 10:3,2-36; 12:12 dst.). Dalam keadaan seperti anak kecil ini sulit bagi mereka untuk menerima "makanan keras" (pengajaran mengenai keimanan Kristus yang sempurna yang termasuk di dalamnya keabadian dan keeksklusifan-Nya) yang penulis sampaikan kepada mereka di dalam pasal 7-10.
Yang tidak mereka miliki adalah kedewasaan (lihat kata bendanya di dalam 6:1; kata sifatnya di dalam 5:14) -- yakni, "kesempurnaan" yang dimiliki orang-orang yang memusatkan seluruh perhatiannya pada hal-hal yang rohani sehingga mencapai perkembangan rohani yang maksimal, dapat melihat dan mengerti kebenaran-kebenaran dan pernyataan-pernyataan Allah dengan jelas, dan kaya dengan segala berkat rohani. Ketidakdewasaan mereka tampak dalam ketidakmampuan mereka untuk melihat dan mengerti bahwa pelayanan Kristus membatalkan dan tidak mengikutsertakan agama yang pernah mereka anut di dalam Perjanjian Lama, sehingga apabila mereka kembali memeluk Yudaisme (sebagaimana yang mereka rencanakan) mereka tidak akan memperoleh keuntungan- keuntungan (karena mereka tidak akan menemukan kasih karunia di dalam Yudaisme) dan malahan akan kehilangan segalanya (karena mereka akan mendatangkan penghakiman yang disebabkan oleh penolakan mereka terhadap Kristus, ayat 4-8). Kebutuhan rohani ini tampak dari ketidakmampuan mereka untuk membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk -- suatu kemampuan yang hanya bisa dikembangkan apabila seorang percaya senantiasa berusaha menguduskan dirinya (14; Ef. 5:15- 17; Flp. 1:9 dst.) Karena orang-orang Ibrani ini mengalami kemunduran rohani, mereka mulai percaya/berpegang pada berbagai khayalan dan kehilangan kontak dengan kenyataan-kenyataan rohani. Untuk menuntun mereka kepada kedewasaan yang tidak mereka miliki namun mereka perlukan, si penulis memutuskan untuk meninggalkan asas-asas pokok dari Injil (yang, menurut pemikirannya, telah ia utamakan dan bahas di dalam pasal-pasal pertama dari suratnya) dan selanjutnya membicarakan doktrin-doktrin yang lebih dalam yang walaupun sulit, akan dapat menolong mereka kalau mereka menangkap makna yang terkandung di dalamnya (6:1-3).
Mengenai asas-asas pokok dari Injil (6:1 dst.), perhatikanlah bahwa:
-
Yang dimaksud dengan "perbuatan-perbuatan yang sia-sia" adalah perbuatan-perbuatan yang membawa kepada kematian, oleh karena perbuatan-perbuatan tersebut jahat (9:14);
- "Kepercayaan kepada Allah" merupakan tema di dalam pasal 3, 4, 11, 12, terutama 11:1, 6;
- Istilah "pelbagai pembaptisan" kemungkinan besar mengacu kepada prinsip bahwa penyucian merupakan suatu kondisi yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang ingin menghampiri Allah, sebagaimana yang diajarkan dalam upacara-upacara penyucian di dalam Perjanjian Lama (9:9-14, khususnya ayat 10) dan diteguhkan oleh simbolisme dari baptisan Kristen (10:22); "penumpangan tangan" mungkin merupakan suatu tanda persekutuan Kristen, dan biasanya didampingi dengan doa agar orang tersebut memperoleh kekayaan rohani yang berlimpah-limpah (Kis. 8:15-17).
Teguhkan Panggilanmu (II Petrus 1:1-11)
Panggilan Allah (3, 10) merupakan tema pokok di sini. Perhatikanlah bahwa:
- Sebagaimana halnya Paulus (Roma 8:28, 30; Galatia 1:15; Efesus 4:1), Petrus tidak memandang panggilan Allah hanya sebagai undangan untuk hidup oleh iman, melainkan juga sebagai suatu pekerjaan dari kuasa Ilahi (3) yang membangkitkan iman yang diperlukan di dalam diri orang- orang pilihan Allah dan dengan demikian menanamkan pengenalan tentang Yesus Kristus sebagai Juruselamat di dalam diri mereka (2, 3, 8, 2:20, 3:18). Bila ditinjau secara saksama, Kristus sendirilah yang memanggil, bukan "kepada" (sebagaimana yang kita baca di dalam terjemahan versi King James dan versi Revised Standart) melainkan "oleh" -- oleh pengaruh yang kuat dari "kemuliaan" dan "keajaiban"- Nya. Kata benda-kata benda ini melambangkan kesempurnaan-Nya sebagai manusia Ilahi yang diperlihatkan-Nya di dalam Injil (Yohanes 1:14; Markus. 7:37).
- Respons terhadap panggilan Allah, dan pengenalan akan Kristus yang dikaruniakan bersama dengan panggilan tersebut merupakan pemikiran kunci yang Petrus gunakan untuk memahami kehidupan Kristen. Kita tidak boleh bersikap pasif dan mengabaikan pengetahuan ini (8); seorang manusia yang tidak produktif adalah seorang manusia yang telah kehilangan kontak dengan realita -- yakni realita bahwa ia telah disucikan dari dosa oleh pengampunan Ilahi, dan dimeteraikan melalui baptisan supaya ia tetap bersih dan taat kepada perintah-perintah Allah (9; 2:20-22). Panggilan itu adalah untuk meluputkan diri dari kehancuran karena hawa nafsu yang tidak dikendalikan, yang jelas merupakan keadaan dan nasib dunia sekarang ini (4); jadi, Kristen harus melatih penguasaan diri (6). Sekali lagi, panggilan itu adalah untuk mengambil bagian dalam kodrat Ilahi (4); sehingga Kristen harus mengikuti teladan Allah dengan cara melakukan kebajikan, menjadikan Allah pusat kehidupannya (memiliki hati yang saleh), dan mengasihi (5- 7).
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA