Pembuktian Kebenaran Historis Peristiwa Kebangkitan Yesus Kristus

Apakah kebangkitan merupakan suatu peristiwa historis? Apakah ada bukti-bukti meyakinkan bahwa peristiwa tersebut sungguh-sungguh terjadi dalam sejarah? Kupasan di bawah ini dimaksudkan sebagai suatu apologetika sederhana dan populer untuk membuktikan secara internal bahwa kebangkitan Yesus adalah sangat mungkin dan sangat logis untuk diterima sebagai suatu fakta historis. Dengan kata lain, terlepas dari kesaksian-kesaksian eksternal, kesaksian-kesaksian dari dalam Perjanjian Baru sendiri cukup memberi kita keyakinan untuk percaya bahwa peristiwa kebangkitan Yesus Kristus adalah suatu fakta historis.

Pendahuluan

Kebenaran kepercayaan Kristen senantiasa bersifat historis, dalam arti, kebenaran itu berikat dengan sejarah (bnd. 1 Korintus 15:3-8, 14, 17, 20). Kekristenan bukan terdiri dari ajaran-ajaran yang ideal, yang dapat dipisahkan dari pribadi yang mengajarkan. Paulus mengatakan, bila Yesus Kristus tidak betul-betul bangkit secara historis, semua kepercayaan, kehidupan, dan pelayanan Kristen adalah sia-sia! Dalam kekristenan, agama bukan hanya suatu gejala sosiologis (misalnya, mengajarkan kebaikan dan cara untuk hidup baik), tetapi yang terpenting adalah substansi religius, yakni hubungan yang baik dan intim dengan Allah Pencipta, Allah yang benar, yang telah datang ke dalam sejarah dalam diri Yesus Kristus.

Namun, pada zaman modern ini, banyak filsuf dan teolog liberal serta orang-orang non-Kristen mengkritik dengan mengatakan bahwa catatan Injil adalah mitos, fiksi, dan tidak sungguh-sungguh terjadi. Mereka mengatakan Yesus yang digambarkan dalam Injil bukanlah sosok Yesus yang sesungguhnya. Dengan kata lain, Yesus dalam Injil sudah direkayasa oleh penulis-penulis Injil. Hal yang direkayasa, menurut mereka, misalnya, kisah-kisah mukjizat yang dilakukan oleh Yesus, khususnya kisah kebangkitan Yesus. Versi lain dari kritik adalah dengan mengatakan bahwa mukjizat-mukjizat itu, seperti kisah kebangkitan Yesus, tidak sungguh-sungguh terjadi. Apa yang ditulis dalam Injil bukanlah fakta historis, tetapi catatan kepercayaan kuno dalam bahasa mitologis, yang tidak dapat diartikan secara harfiah. Dengan kata lain, karena mereka tidak percaya adanya mukjizat-mukjizat, mereka juga tidak percaya adanya mukjizat kebangkitan Yesus. Mereka percaya Yesus adalah guru (atau nabi) biasa yang mengajar dan berbuat baik, dan kemudian dibunuh. Tetapi, menurut mereka, Yesus tidak melakukan keajaiban-keajaiban tersebut, dan lebih-lebih, Yesus tidak bangkit dari kematian.

Bukti-Bukti Internal Kebangkitan Yesus

Bagaimana kita mencoba menjawab kritik-kritik seperti ini? Apakah mukjizat kebangkitan Yesus sungguh-sungguh terjadi seperti yang tertulis dalam Injil? Mari kita periksa beberapa alasan yang memberi keyakinan bahwa mukjizat kebangkitan Yesus benar-benar terjadi dan tidak mungkin merupakan suatu cerita fiktif yang direkayasa oleh murid-murid atau hanya suatu catatan dalam bahasa mitos yang tidak benar-benar terjadi.

  1. Diceritakan dalam Injil, saksi pertama peristiwa kebangkitan adalah kaum wanita (Matius 28:1-10; Lukas 24:1-12). Kalau cerita kebangkitan sengaja direkayasa, tidak mungkin penulis Injil akan menulis bahwa saksi pertama peristiwa tersebut adalah wanita karena dalam masyarakat Yahudi, wanita tidak dianggap sebagai saksi yang dapat dipercaya.

  2. Cerita-cerita kebangkitan yang ditulis dalam Injil sangat bervariasi dan spontan. Bila para murid ingin mengarang suatu cerita bohong agar dipercayai, tentu mereka akan membuat versi cerita yang lebih rapi dan harmonis.

  3. Paulus mengatakan dalam 1 Korintus 15:1-8 bahwa ada ratusan saksi mata dari Yesus yang bangkit dan sebagian besar mereka masih hidup pada saat dia menulis surat 1 Korintus (sekitar tahun 51). Artinya, perkataan Paulus tersebut dapat diperiksa langsung kepada saksi-saksi mata! Bila kisah kebangkitan adalah fiktif, adalah sangat bodoh bagi Paulus untuk mengatakan ada ratusan saksi mata dari kejadian tersebut!

  4. Berita dan pemberitaan tentang kebangkitan Yesus terjadi segera setelah Yesus mati, bangkit, dan kembali ke surga (dan dilakukan pertama-tama di Yerusalem di pusat kejadian tersebut). Kalau kebangkitan adalah kisah bohong atau tidak sungguh-sungguh terjadi, tidak mungkin rasul-rasul dapat melakukan hal tersebut. Mereka tidak mungkin dapat membuat orang yang ada di tengah pusaran peristiwa kematian Yesus untuk percaya bahwa Yesus bangkit. Tentu akan ada penentangan yang sangat meyakinkan, yaitu cukup dengan menunjukkan kuburan yang berisi mayat Yesus. Berita bahwa mayat Yesus dicuri orang justru menjadi berita yang cepat hilang dari peredaran di antara orang-orang waktu itu. Tidak heran dikatakan dalam Alkitab bahwa setiap hari ada saja orang yang menjadi percaya kepada pemberitaan mengenai kematian dan kebangkitan Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2:46).

  5. Perubahan yang terjadi pada diri murid-murid dan terbentuknya gereja adalah kenyataan terbaik yang meyakinkan bahwa kebangkitan sungguh-sungguh terjadi secara historis. Bayangkan, Petrus dan kawan-kawan (yang bukan orang gila dan super hero) tiba-tiba menjadi rela mati untuk menyebarkan kabar tentang Yesus yang bangkit. Mereka ada dalam lingkungan Yahudi yang sangat ortodoks, tetapi mereka tiba-tiba menjadi berani menyembah dan memberitakan Yesus sebagai Mesias, Anak Allah, dan bahkan Allah itu sendiri! Kalau bukan gila, mereka pasti mencari mati! Mereka jelas tidak gila. Apakah mereka cari mati? Untuk apa mereka mencari mati demi suatu kabar bohong atau demi suatu bahasa mitologis? Jika mereka tahu betul bahwa Yesus tidak sungguh-sungguh bangkit, tidak mungkin mereka rela mengorbankan nyawa demi pemberitaan bahwa Yesus bangkit. Ada pengkritik-pengkritik mengatakan bahwa catatan kebangkitan Yesus adalah catatan mitologis untuk menggambarkan perubahan drastis yang terjadi dalam diri murid-murid. Namun, argumentasi ini sangat lemah. Ada kesulitan luar biasa untuk menjawab pertanyaan ini: Mengapa dan dari mana terjadi perubahan drastis dalam diri murid-murid setelah kematian Yesus? Penjelasan adanya perubahan drastis tersebut hanya mungkin bila kebangkitan Yesus betul-betul terjadi dan betul-betul meyakinkan mereka!

  6. Hal yang paling mencolok berkenaan dengan perubahan para murid ini adalah perubahan yang terjadi pada diri Paulus, yang sebelumnya bernama Saulus. Saulus adalah orang Yahudi tulen dengan fanatisme agama Yahudi yang sangat keras. Barangkali, tidak seorang pun yang bakal berpikir dia dapat diinjili dan bertobat! Akan tetapi, dia bertobat! Satu-satunya sebab adalah karena dia bertemu dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Yesus betul-betul telah bangkit! Keyakinan pada kesungguhan kebangkitan Yesus telah merevolusi pandangannya sebagai seorang penganut agama Yahudi yang fanatik. Misalnya, dia dapat menerima Yesus sebagai Mesias, dan bahkan sebagai Allah. Dan karena itu, sedikit pun tidak ada kesulitan bagi dia untuk melangkah pada doktrin berikut: bahwa Allah adalah Tritunggal! Seorang seperti Paulus tidak mungkin dapat berubah oleh suatu berita rekayasa atau oleh suatu bahasa mitologi.

Kesimpulan

Semua argumentasi di atas mengharuskan kita menerima bahwa mukjizat kebangkitan Yesus adalah sungguh-sungguh terjadi secara historis sebagaimana dicatat dalam kitab-kitab Injil. Bila masih ada orang yang tidak percaya dan mengatakan bahwa kebangkitan Yesus adalah cerita fiksi, maka dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, bukan hanya cerita Yesus yang fiksi tetapi seluruh kesaksian dalam Injil, pengalaman pada diri murid-murid, khususnya Paulus, adalah cerita bohong. Ada 2 kemungkinan mengenai hal ini:

  1. Murid-murid pertama Yesus begitu pintar mengatur semua orang (ratusan dan kemudian ribuan) dan semua kesaksian untuk bertindak sedemikian rupa meyakinkan seolah-olah Yesus bangkit! Murid-murid tidak mungkin memiliki kuasa sedemikian besar untuk mengatur orang-orang lain agar bertindak serupa (bahkan seorang diktator pun sulit melakukan hal yang demikian).

  2. Penulis-penulis Injil begitu pintar mengarang kisah-kisah fiksi dan palsu (atau kisah-kisah mitologis), padahal dalam kenyataannya, situasi dan kesaksian-kesaksian pada waktu itu tidaklah demikian. Misalnya, karena Yesus tidak bangkit, semua murid menjadi putus asa, pulang kampung, menjadi nelayan dan pemungut cukai, dan tidak ada Pentakosta, tidak ada pekabaran Injil, tidak ada orang-orang lain yang kemudian menjadi murid-murid Yesus. Akan tetapi, Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes begitu bersemangat menulis dan menipu pembaca bahwa Yesus bangkit dan semua murid-murid menjadi pengabar Injil yang berani!

Atau, murid-murid mengalami suatu perubahan drastis seolah-seolah Yesus sudah bangkit, dan mereka mulai menyembah Yesus, bercerita tentang kebangkitan Yesus, memberitakan Dia sudah bangkit, dll.. Kalau memang hal itu yang dilakukan Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes (untuk menipu) atau oleh murid-murid lain (dengan bahasa mitologis), satu hal pasti jelas, ada kisah tentang Yesus yang bangkit, tetapi tidak ada yang bakal percaya, dan tidak akan ada gereja Yesus di muka bumi! Fakta adanya gereja di muka bumi sejak abad pertama meyakinkan kita bahwa memang murid-murid telah diubah menjadi pemberita-pemberita Injil dan pendiri-pendiri gereja seperti yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul. Lagi pula, kita harus mengingat bahwa kitab-kitab Injil dan surat-surat Paulus ditulis pada abad pertama di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan pusat peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus! Kalau tulisan mereka bohong, tidak mungkin tulisan tersebut mendapat sambutan dan diterima sebagai Injil kebenaran.

Diambil dan disunting dari:

Nama situs : Gereja Pemberita Injil
Alamat URL : http://www.gepembri.com/cgi-bin/show.cgi?file=art/110403.id
Penulis artikel : Pdt. DR. Andreas Himawan
Tanggal akses : 2 April 2014
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA