Orang Kristen dan Alkitab (I)
Izinkan saya meringkaskan pokok pembahasan yang sudah kita telusuri sejauh ini. Kita telah mempelajari tentang "Allah dan Alkitab" sebab Dialah pengarangnya, tentang "Kristus dan Alkitab" sebab Dialah pokok pembahasannya, tentang "Roh Kudus dan Alkitab" sebab Dia adalah pengantara pengilhaman Alkitab dan tentang "Gereja dan Alkitab" sebab gereja dibangun di atasnya dan dipanggil untuk mempertahankan harta firman Tuhan dan memberitakannya. Pokok pembahasan kita terakhir lebih bersifat pribadi dan perorangan: Orang Kristen dan Alkitab.
Saya tidak ragu mengatakan bahwa Alkitab mutlak bagi kesehatan dan pertumbuhan setiap orang Kristen. Orang Kristen yang melalaikan Alkitab pasti tidak dewasa. Ketika Yesus mengutip Kitab Ulangan yang menyatakan bahwa manusia tidak hidup oleh roti saja tetapi oleh firman Allah, Dia bermaksud menegaskan bahwa firman Allah kita perlukan untuk kesehatan rohani kita seperti halnya makanan untuk kesehatan jasmani. Saya tidak menujukan ucapan saya ini kepada orang Kristen dari suku-suku terpencil yang belum memiliki Alkitab dalam bahasa mereka sendiri, bukan pula kepada mereka yang tidak mengenyam pendidikan, yang walaupun memiliki Alkitab, tetapi tidak mampu membacanya sendiri. Tentu saja orang-orang semacam mereka masih mungkin menerima pengisian firman Allah, karena mereka masih dapat menerima pelayanan firman melalui misionaris, pendeta, kerabat atau sahabat. Namun demikian, saya berpendapat bahwa kehidupan Kristen mereka akan lebih diperkaya apabila mereka dapat mempelajarinya sendiri. Itu sebabnya pekerjaan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa dunia telah dilakukan dan patut dianggap heroik. Saya tidak berpikir tentang situasi-situasi seperti itu, tetapi tentang diri kita. Kita memiliki Alkitab bahkan dalam beberapa versi terjemahan. Masalah kita bukan tidak tersedianya Alkitab, tetapi kita tidak menarik manfaat dari Alkitab yang tersedia itu. Kita perlu membaca dan merenungkannya setiap hari, mempelajarinya dalam kelompok persekutuan dan mendengarkan Alkitab diuraikan dalam kebaktian hari Minggu. Kecuali demikian, kita tak akan bertumbuh. Pertumbuhan menuju kedewasaan dalam Kristus tergantung pada adanya hubungan erat dengan Alkitab dan tanggapan iman kepada Alkitab.
Saya ingin berusaha menjawab pertanyaan yang mungkin muncul dalam pikiran Anda: bagaimana dan mengapa Alkitab membantu kita bertumbuh? Sebagai contoh tentang keberhasilan Alkitab sebagai alat anugerah, saya memilih kisah Yesus mencuci kaki para murid dalam Yohanes 13. Ketika Dia selesai, segera Dia menyebut diri sebagai guru mereka: "Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan." (ayat 13). Kesimpulannya jelas, bahwa melalui tindakan-Nya mencuci kaki itu, Dia telah mengajarkan beberapa kebenaran dan pelajaran yang perlu dipelajari para murid-Nya. Ada tiga hal yang diajarkan-Nya.
1. Dia mengajarkan mereka tentang diri-Nya sendiri.
Tindakan Yesus adalah peragaan secara sengaja tentang misi-Nya. Yohanes tampaknya jelas mengerti hal ini, karena dia membuka peristiwa ini dengan kata-kata ini: "Yesus tahu ... bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah, lalu bangun ..." (ayat 3-4). Karena mengetahui semua perkara inilah, Dia mendramatisirnya dalam suatu tindakan. Mungkin tafsiran terbaiknya ialah Filipi 2 yang membeberkan beberapa tahap perendahan diri Yesus sebelum akhirnya Ia dipermuliakan. Yesus bangun itu persis seperti Dia bangun dari takhta surgawi-Nya. Dia "menanggalkan jubah-Nya", seperti Dia sudah menanggalkan kemuliaan-Nya dan menghampakan Diri dari kemuliaan-Nya itu. Kemudian Dia "mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkan-Nya pada pinggang-Nya" (lambang perhambaan), seperti halnya melalui inkarnasi Dia mengambil rupa seorang hamba. Sesudah itu, Dia mulai "membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyeka-Nya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu", sebagaimana Dia pergi untuk disalibkan untuk menjamin penyucian kita dari dosa. Sesudah itu "Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya" sebagaimana Dia kembali ke dalam kemuliaan Surgawi-Nya dan duduk di sebelah kanan Bapa. Dengan tindakan-tindakan ini, Dia mendramatisir seluruh pelayanan-Nya di bumi. Dia mengajarkan mereka tentang diri-Nya, siapa Dia sebelum itu, dari mana Dia datang dan ke mana Dia akan pergi.
2. Dia mengajarkan mereka tentang keselamatan dari-Nya.
Kepada Petrus Dia berkata: "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku" (ayat 8). Dengan kata lain, pengampunan dosa adalah syarat pendahuluan yang diperlukan untuk dapat bersekutu dengan Yesus Kristus. Sampai dan kecuali kita sudah disucikan, kita tidak dapat berurusan apa pun dengan-Nya. Secara lebih tajam Yesus membedakan antara dua macam pembasuhan: di satu pihak dan pembasuhan kaki di lain pihak. Para rasul kenal benar akan adanya perbedaan tersebut. Sebelum mengunjungi rumah seorang sahabat, mereka mandi lebih dahulu. Lalu ketika tiba, seorang pelayan membasuh kaki mereka. Mereka tidak perlu mandi ulang, cukup membasuh kaki. Yesus tampaknya menggunakan kebiasaan yang cukup dikenal ini untuk mengajarkan pelajaran teologis yang belum begitu dikenal: ketika pertama kali kita datang kepada-Nya dalam pertobatan dan iman, kita dimandikan dan dibasuh secara menyeluruh. Secara teologis hal ini disebut "pembenaran" atau "pembaruan", dan dilambangkan di dalam baptisan. Lalu ketika sebagai orang Kristen kita jatuh ke dalam dosa, yang kita perlukan bukanlah mandi sekali lagi (kita tidak dapat dibenarkan ulang atau dibaptiskan ulang) tetapi pembasuhan kaki; yaitu penyucian di dalam pengampunan yang kita terima setiap hari. Jadi, Yesus berkata di ayat 10: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya."
3. Dia mengajarkan mereka tentang kehendak-Nya.
Dari Injil Sinoptis, kita tahu bahwa sebelum duduk makan di ruang atas, para rasul terlibat pertengkaran tentang siapa yang layak memperoleh tempat terbaik. Sedemikian sengit mereka bertengkar tentang siapa yang harus didahulukan, sampai-sampai mereka lupa membasuh kaki. Jelas waktu itu tidak ada pelayan untuk membasuh kaki mereka, dan tidak terpikir oleh mereka bahwa salah seorang dari mereka harus mengambil peran serendah itu dan mencuci kaki yang lain. Lalu, apa yang tidak sudi dikerjakan para murid-Nya, dikerjakan Yesus sendiri pada saat makan malam. Sesudah selesai Dia berkata, "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata kepadamu. Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya .... Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya" (14-17). Tuhan kita merendahkan diri melayani. Dia ingin agar kita pun berbuat demikian.
Inilah tiga pelajaran dari Yesus dalam satu peristiwa yang sama. Pertama, tentang pribadi-Nya (bahwa Dia datang dari Allah dan kembali kepada Allah), kedua tentang keselamatan dari-Nya (bahwa sesudah pemandian pembenaran, kita hanya perlu pembasuhan kaki terus-menerus) dan ketiga tentang kehendak-Nya (bahwa kita harus saling membasuh kaki satu kepada yang lain dalam pelayanan kerendahan hati). Atau dengan kata lain, Dia memberi tiga pelajaran yang menuntut tiga macam tanggapan. Dengan memberikan penyataan tentang diri-Nya, Dia menuntut dari mereka sikap penyembahan. Dengan memberikan janji keselamatan, Dia menuntut iman dari mereka. Dengan memberikan perintah untuk saling mengasihi dan melayani, Dia menuntut ketaatan mereka.
Tidaklah dibesar-besarkan jika saya katakan bahwa semua pengajaran Alkitab dapat dibagi ke dalam tiga kategori ini yang menuntut tiga macam tanggapan dari kita. Sebab dalam seluruh isi Alkitab terdapat penyataan Allah yang menuntut penyembahan kita, janji keselamatan yang menuntut iman kita dan perintah tentang tugas-tugas kita yang menuntut ketaatan kita. Sesudah melihat peristiwa pembasuhan kaki ini sebagai contoh, mari kita selidiki ketiga pola tadi lebih dalam.
Penyataan Allah
Alkitab adalah penyataan diri Allah, suatu autobiografi Ilahi. Di dalam Alkitab, subjek dan objeknya identik karena di dalamnya Allah berbicara tentang Allah. Secara progresif Allah memperkenalkan diri-Nya di dalam kelimpahan keragaman keberadaan-Nya; sebagai Pencipta alam semesta dan manusia yang diciptakan-Nya dalam gambar-Nya sebagai puncak ciptaan; sebagai Allah yang hidup yang menopang dan menghidupkan segala yang telah diciptakan-Nya, sebagai Allah Perjanjian yang telah memilih Abraham, Isak dan Yakub dan keturunan mereka untuk menjadi umat-Nya; dan sebagai Allah penuh kasih karunia yang lambat marah dan cepat mengampuni, tetapi juga sebagai Allah yang adil yang menghukum penyembahan berhala dan ketidakbenaran pada umat-Nya sama seperti yang dilakukan-Nya terhadap bangsa-bangsa kafir. Lalu dalam Perjanjian Baru Dia menyatakan diri sebagai Bapa dari Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus, yang telah mengutus Dia ke dalam dunia dengan mengambil rupa kita manusia, dilahirkan dan dibesarkan, hidup dan mengajar, bekerja dan menderita, mati dan dibangkitkan, kembali menduduki takhta-Nya dan mengutus Roh Kudus; kemudian sebagai Allah umat perjanjian baru, yaitu gereja, Dia telah mengutus umat-Nya ke dalam dunia sebagai saksi-saksi dan pelayan-pelayan-Nya dalam pertolongan kuasa Roh Kudus; dan akhirnya sebagai Allah yang suatu hari kelak akan mengirim Yesus Kristus dalam kuasa dan kemuliaan untuk menyelamatkan, menghakimi dan memerintah dan yang akan menciptakan alam semesta baru dan akhirnya Allah akan menjadi "semua dalam semua" bagi setiap orang.
Penyataan diri Allah yang agung ini (Bapa, Putra dan Roh Kudus), yang membentangkan diri dari penciptaan sampai kepada penyempurnaan, mendorong kita untuk menyembah Dia. Bila kita sekilas memandang kebesaran Allah, kemuliaan dan kasih karunia-Nya, kita tersungkur di hadapan-Nya dan membawa penyembahan dari mulut, hati dan kehidupan kita. Tidak mungkin membaca Alkitab dengan peka tanpa berbakti kepada-Nya. Firman Allah membangkitkan penyembahan kepada Allah.
Diambil dari: | ||
Judul Buku | : | Alkitab: Buku Untuk Masa Kini |
Judul artikel | : | Orang Kristen dan Alkitab [I] |
Penulis | : | John R.W. Stott |
Penerbit | : | Persekutuan Pembaca Alkitab: Jakarta, 1990 |
Halaman | : | 63 - 69 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA