Setiap hari Minggu jam 7 pagi saya mengantar anak laki-laki saya yang sekarang berusia 4 tahun untuk mengikuti Sekolah Minggu kelas kecil. Saya selalu menunggu sampai Sekolah Minggu selesai. Itu juga yang dulu dilakukan oleh ibu saya waktu saya masih Sekolah Minggu.
Para guru sekolah minggu mengajar dengan penuh sukacita. Sebagian besar adalah pemuda yang mengajak anak-anak sekolah minggu untuk memuji Tuhan dengan gerakan-gerakan yang menarik, diiringi musik yang enerjik.
Ada satu hal yang sangat saya kagumi dari para guru Sekolah Minggu, yaitu kesabaran dan kasih mereka. Walaupun saya sebagai majelis dan biasa memimpin ibadah, tetapi terus terang saya tidak sanggup kalau harus mengajar sekolah minggu.
Diantara para guru sekolah minggu itu ada satu orang ibu yang sudah cukup umur, yang menenangkan anak-anak jika ada yang bandel. Anak saya memanggilnya 'Opung', karena si opung ini dari Medan. Dia adalah majelis koordinator Sekolah Minggu. Ada hal yang menarik dari opung, yang menjadi teladan bagi para guru sekolah minggu maupun jemaat yang lain.
Opung adalah orang yang sangat sederhana. Walaupun umumnya ekonomi jemaat menengah ke bawah, tetapi kondisi ekonomi keluarga opung lebih rendah lagi. Sejak suaminya meninggal 18 tahun lalu, opung bekerja untuk menopang hidupnya dan keempat anak yang waktu itu masih balita. Karena opung hanya mengenyam pendidikan sekolah menengah di kampung, maka yang bisa dilakukan adalah membuka lapak di pasar 'tumpah' di dekat rumahnya - dan yang dijualnya hanyalah ikan asin!
Setiap subuh dia bangun, memasak sarapan seadanya untuk anak-anaknya, menyiapkan anak-anaknya untuk berangkat ke sekolah. Kemudian dagangannya disiapkan dan didoakan bersama. Setelah itu dia membawa dagangannya dibantu dengan anak-anaknya untuk digelar di lapak di pasar, dan anak-anaknya berangkat ke sekolah. Itu yang dilakukan setiap hari.
Doa yang selalu diucapkan adalah : "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya ..." Dan itulah yang terjadi setiap hari dalam hidup keluarga opung. Tuhan Yesus selalu mencukupkan makanan mereka satu hari itu.
Opung selalu mendorong anak-anaknya untuk aktif di kegiatan gereja sejak mereka masih kecil dan opung juga aktif melayani sebagai guru sekolah minggu. Kalau hari minggu tiba, maka opung tidak berjualan, karena hari Minggu adalah 'harinya Tuhan'.
Walaupun tidak berjualan, tetapi kebutuhan hidup untuk hari Minggu selalu tercukupi hingga hari Senin. "Tuhan Yesus itu ajaib. Mujizatnya begitu nyata setiap hari," itu yang dikatakan opung apabila ada yang bertanya, bagaimana caranya mencukupi kebutuhan hidup keluarga seorang diri dengan hanya berjualan ikan asin.
Tiap hari dilalui opung dengan bergantung kepada Tuhan Yesus. Dia tidak menjadi lebih kaya. Ekonomi keluarga tetap pas-pasan, bahkan masyarakat umum meyebutnya miskin. Apa pun hanya cukup untuk hari itu.
Tetapi ada perbedaan antara orang miskin pada umumnya dengan si opung. Hidupnya penuh dengan damai sejahtera dan sukacita! Opung dan anak-anaknya setia melayani Tuhan. Dia menjadi berkat bagi banyak orang. Di pasar opung selalu mengingatkan jemaat yang ditemuinya untuk hadir dalam ibadah atau aktif di kegiatan di gereja. Sambil berjualan dia memberitakan kasih Tuhan Yesus. Opung adalah seorang 'Public Relation' yang handal dan dia selalu orang yang pertama tahu jika ada jemaat yang sakit atau mengalami musibah.
Tahun demi tahun berlalu dan Tuhan Yesus memberkati sekolah anak-anaknya sampai lulus SMA. Sekarang semuanya sudah bekerja dan menyelesaikan kuliah sambil bekerja. Dua orang sudah berumah tangga dan memberinya cucu. Sekarang anak-anaknya yang menjamin kehidupan opung.
"Mak, gak usah jualan ikan asin lagi yah .. " desak anak-anaknya yang merasa malu, karena mereka merasa sudah mampu menopang kehidupan opung. Tetapi opung tetap melanjutkan membuka lapak ikan asin tiap pagi, karena bagi opung lapak itu bukan hanya tempat berjualan tetapi lebih sebagai tempat melayani Tuhan Yesus bagi orang-orang yang berbelanja di pasar.
Hari Minggu pagi saya melihat dua anak opung melayani sekolah minggu dengan penuh semangat Disamping guru-guru sekolah minggu lain yang mendampingi tiap kelas, saya juga melihat opung berdiri mengawasi anak-anak sekolah minggu di barisan belakang. Saya hampiri opung dan menyakan keadaannya. Opung menjawab dengan senyum lebar, "Tiap hari adalah mujizat..." Sebuah kesaksian hidup yang nyata dari penyertaan Tuhan Yesus dan kesetiaan seorang ibu yang sederhana.
--------------
(Indriatmo)