Persekutuan dalam Tubuh Kristus (1 Korintus 11:17-34)

Pendahuluan

Kemajuan teknologi, seperti internet, telah membuat dunia menjadi kecil. Dengan kata lain, teknologi telah membuat yang jauh menjadi dekat karena melaluinya, kita dapat terhubung dengan orang-orang yang tinggal di tempat yang jauh. Namun ironisnya, kemajuan teknologi juga telah membuat yang dekat menjadi jauh. Sebagai contoh, tak jarang saya melihat satu keluarga yang sedang menikmati makan malam bersama di sebuah rumah makan, namun bukannya saling bercengkerama, setiap anggota keluarga malahan asyik dengan gadget-nya masing-masing.

Sangat mungkin budaya individualistis semacam ini juga telah merusak gereja Tuhan. Di beberapa gereja, persekutuan di antara orang percaya tidak tampak. Jangankan saling menunjukkan kasih dan perhatian, saling mengenal saja tidak. Bahkan, ada juga gereja yang terus diwarnai dengan konflik tanpa henti. Dari 1 Korintus 11:17-34, kita belajar dua hal yang dapat menolong orang percaya memiliki persekutuan yang harmonis.

  1. KRISTUS ADALAH TELADAN DALAM BERSEKUTU

  2. Seperti kita ketahui, sebagian besar jemaat Korintus adalah oran

    g-orang bukan Yahudi. Ketika mereka bertobat, tentunya tidak berarti mereka meninggalkan semua budaya mereka. Dalam budaya Graeco-Roman, perjamuan makan merupakan sesuatu yang penting dalam relasi sosial. Orang-orang kaya dan yang berstatus sosial tinggi biasa mengadakan perjamuan di rumah mereka dengan mengundang teman-teman mereka. Biasanya, perjamuan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah perjamuan makan yang diikuti oleh semua orang: laki-laki, istri-istri, dan anak-anak. Namun, ketika malam mulai larut, para tamu memasuki bagian kedua yang hanya diikuti oleh para suami. Pada saat ini, disajikan minuman beralkohol, dengan diiringi musik dan tidak jarang diundang para wanita penghibur.

    Di gereja Korintus, tradisi ini tetap berjalan. Orang-orang kaya dan terpandang menyediakan rumah mereka untuk perjamuan bagi anggota gereja yang lain. Hanya, mereka mengubah bagian keduanya: dari mabuk-mabukan dan melakukan perbuatan maksiat menjadi sakramen Perjamuan Kudus. Sesuatu yang baik, bukan? Namun, sepertinya ada yang salah dalam praktik mereka ini. Rasul Paulus dalam 1 Korintus 11:20 menegur mereka, "Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan." Apa yang sebenarnya terjadi?

    Perjamuan yang dilakukan di rumah-rumah itu memakai ruang makan yang disebut Triclinium, yaitu tiga meja pendek yang di atasnya ditaruh sofa untuk para tamu recline (duduk seperti berbaring ke arah samping sambil bertumpu pada satu tangan). Tiga sofa itu berbentuk huruf C. Karena kapasitasnya sangat terbatas, yaitu 12 -- 14 orang, maka hanya orang-orang yang punya status sosial terpandang dan punya banyak uang yang bisa menemani tuan rumah duduk di situ. Sedangkan sisanya, orang-orang yang rendah status sosialnya atau para budak duduk di tempat terbuka yang bernama Atrium, yang terletak dekat dengan ruang Triclinium, yang bisa menampung 3 -- 40 orang. Orang-orang yang duduk di Atrium akan makan belakangan setelah orang-orang di Triclinium selesai makan. Tidak jarang orang-orang ini tidak kebagian makanan karena orang-orang VIP itu telah memakan habis makanan mereka, seperti teguran Paulus kepada mereka, "Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk. Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah dan memalukan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa? Apakah yang kukatakan kepada kamu? Memuji kamu? Dalam hal ini aku tidak memuji."

    Dalam menegur mereka, Paulus mengarahkan mereka pada Kristus sebagai teladan dalam bersekutu (ayat 23 dst.). Kristus telah merendahkan diri-Nya dan rela untuk berkorban demi menyekutukan kembali umat-Nya dengan diri-Nya dan sesama orang percaya. Ia telah rela memberi diri-Nya sebagai kurban yang sempurna agar relasi kita dengan Allah yang tadinya terputus karena dosa dapat disatukan kembali. Dampaknya, relasi manusia dengan manusia juga dapat diperdamaikan kembali.

    Sebagian jemaat Korintus, terutama mereka yang kaya dan terpandang, makan sepuasnya pada saat perjamuan dan tidak memedulikan saudara seiman mereka karena mementingkan diri dan menganggap diri lebih utama dari jemaat lain yang secara status sosial lebih rendah dari mereka. Tindakan egois dan mementingkan diri sendiri ini telah merusak persekutuan yang indah di antara saudara seiman.

  3. Kristus Adalah Dasar Persekutuan Kristen

  4. Dalam 1 Korintus 11:27, Paulus menulis demikian: "Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan." Sebetulnya, apa yang dimaksudkan dengan "dengan cara tidak layak makan roti dan minum cawan?" Di sini, Paulus tidak bicara tentang dosa-dosa, seperti berzinah, membunuh, atau berdusta, melainkan pemisahan orang percaya dan tindakan egoisme yang dilakukan oleh orang-orang yang terpandang, yang mengeksklusifkan diri dan makan sepuasnya tanpa memikirkan orang-orang rendahan.

    Jemaat Korintus adalah jemaat yang kaya akan banyak hal. Sebagian dari mereka punya status sosial tinggi dan kaya raya. Banyak dari mereka juga memiliki karunia rohani yang dianggap sebagian orang sebagai sesuatu yang "wow", seperti menyembuhkan penyakit dan berbahasa roh. Namun, jemaat kaya ini miskin satu hal, yaitu: Kasih! Dalam perikop ini dan juga pasal 12-14, Paulus berusaha mengingatkan jemaat Korintus bahwa mereka adalah tubuh Kristus yang seharusnya saling mengasihi. Paulus pun menjabarkan lebih panjang mengenai pentingnya dan pengertian kasih di dalam pasal 13 yang merupakan inti dari bagian pasal 12-14. Paulus berharap setiap jemaat sebagai tubuh Kristus tidak terpecah. Sebaliknya, mereka saling mengasihi dalam persekutuan di dalam Kristus.

    Itulah sebabnya, Paulus berkata dalam ayat 29, "Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan (Yunani: hanya "tubuh" tanpa kata "Tuhan"), ia mendatangkan hukuman atas dirinya." Apa maksudnya kata "tubuh" di sini? Menurut hemat penulis, kata ini tidak mengacu pada tubuh Kristus yang tersalib, yang disimbolkan dengan roti dalam Perjamuan Kudus karena jika demikian Paulus akan menulis: "tubuh dan darah Tuhan" seperti yang dilakukannya di 11:27. Jadi, besar kemungkinan kata ini menunjuk pada gereja Tuhan sebagai tubuh Kristus yang merupakan persekutuan orang percaya, seperti yang dituliskan Paulus dalam bagian lain di surat 1 Korintus, "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh" (1 Korintus 12:12-13).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa persekutuan di antara orang percaya amatlah penting di mata Tuhan. Bahkan, disharmoni dalam gereja Tuhan merupakan tindakan yang mencederai sakramen Perjamuan Kudus yang merupakan lambang persekutuan orang percaya dengan Allah dan orang-orang percaya lainnya. Bahkan, konflik dan pemisahan dalam gereja secara tidak langsung merupakan penyangkalan atas pengurbanan Kristus yang telah menyatukan kita dengan Dia dan gereja-Nya. Oleh sebab itu, mari kita singkirkan semua sekat yang dapat memisahkan kita dari anggota tubuh Kristus lainnya supaya kita dapat hidup dalam kasih dan nama Tuhan dipermuliakan.

Diambil dari:

Judul buletin : STAUROS, Edisi November, Tahun 2013
Penulis : Pdt. Paneha W. Yahya, M.Th.
Penerbit : SAAT, Malang 2013
Halaman : 1 -- 2

Kategori