Pertama kali, Injil Matius 8:20 menuliskan sebutan mengenai "Anak Manusia" yang dipakai Tuhan Yesus untuk menyebut diri-Nya. Di sana dikatakan, "... serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya". Istilah Anak Manusia digunakan oleh Yesus sebanyak 32 kali dalam Injil Matius, 14 kali dalam Injil Markus, 26 kali dalam Injil Lukas, dan 12 kali dalam Injil Yohanes.
Selain itu, Yesus juga tidak menolak sebutan "Anak Allah" yang dikatakan Allah Bapa ketika Ia dibaptis. Dalam Injil Markus dikatakan, "Lalu terdengarlah suara dari Surga, 'Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan'" (Markus 1:11) Atau, ketika Yesus dimuliakan di atas gunung sebagaimana dicatat dalam Injil Markus, maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam dalam awan itu terdengar suara: "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia" (Markus 9:7). Begitu juga ketika Yesus menyembuhkan banyak orang dan berhadapan dengan roh-roh jahat. "Bilamana roh-roh jahat melihat Dia, mereka jatuh tersungkur di hadapan-Nya dan berteriak, "Engkaulah Anak Allah" (Markus 3:11). Di samping itu, kita juga bisa menjumpai istilah yang sama dalam peristiwa pencobaan Yesus. Waktu itu, Iblis berkata kepada-Nya, "Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti" (Lukas 4:3).
Begitu juga setelah Yesus meredakan angin ribut, murid-murid-Nya datang dan menyembah Dia, katanya, "Sesungguhnya Engkau Anak Allah" (Matius 14:33). Petrus bahkan dengan pertolongan Roh kudus dapat berkata, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:16). Ketika Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Yesus memuji Petrus atas pengakuan imannya dan menganugerahinya "kunci Kerajaan surga". Dalam pengadilan di hadapan Imam Besar Kayafas Yesus mengiakan adanya sebutan keilahian tersebut. Hal itu dikatakan-Nya ketika ia ditantang, "Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak." Jawab Yesus: "Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit" (Matius 26:63-64). Dalam situasi yang cukup serius, di mana Ia dituduh melakukan penghujatan, Yesus dari Nazaret mengakui julukan Mesias, Raja segala raja, sebagaimana tampak dalam penglihatan kepada Nabi Daniel (Daniel 7:13).
Dalam Kitab Daniel 7:13-14, dinyatakan Sosok Surgawi yang menunjuk kepada Yesus Kristus. Dalam situasi yang cukup kritis itu, pernyataan Yesus di atas sebenarnya sangat berbahaya. Hal itu akan dianggap sebagai penghujatan jika ternyata Yesus bukan Mesias. Sebaliknya bagi Kayafas, jika tuduhannya tidak terbukti, maka Kayafas dan para pengikutnya kelak harus menghadap pengadilan Allah untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah mereka lakukan terhadap Yesus. Tudingan yang semula ditujukan kepada Yesus akan berbalik kepada mereka, dan hal itu akan membawa mereka kepada hukuman berupa kematian kekal.
Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apa arti sesungguhnya dari "Anak Manusia"? Mengapa Mesias hadir ke dalam dunia dalam bentuk manusia biasa bukan sebagai raja? Jawabannya dapat ditemukan dalam pentingnya inkarnasi Yesus dalam menebus umat manusia. Masalah kejatuhan manusia dalam dosa dan rasa bersalah yang dirasakan Adam dan keturunannya, tidak mungkin dapat diselesaikan manusia itu sendiri, kecuali ada manusia tidak berdosa seperti Yesus dan bersedia jadi penebus dosa, barulah dosa manusia dapat diselesaikan.
Istilah penebusan dalam Perjanjian Lama biasa disebut "goel", yang mengimplikasikan bahwa yang ditebus adalah "sanak dari penebus". Oleh sebab itu, bagaimanapun yang menebus harus memiliki hubungan darah dengan orang yang ditebus. Itulah yang menyebabkan Ia mengambil rupa manusia dan memikul dosa manusia demi melakukan karya penebusan. Karya keselamatan yang dilakukan-Nya ditawarkan kepada siapa pun yang membutuhkannya, apa pun keadaannya. Ia memang harus menebus manusia dari perbudakan dosa (Imamat 25:48), untuk memelihara janda tak beranak (Rut 3:13), atau menuntut balas terhadap pembunuh (Bilangan 35:19).
Allah menampakkan diri-Nya kepada bangsa Israel sebagai "goel" (Keluaran 15:3; Yesaya 43:1; Mazmur 19:14). Namun sebelum Allah menjadi manusia melalui mukjizat inkarnasi, hal itu merupakan misteri bagi orang-orang Israel kuno sebab bagaimana mungkin Allah dapat menjadi sepadan dengan manusia dan memenuhi kualifikasi sebagai "goel". Allah adalah Bapa mereka melalui proses penciptaan, namun "goel" mengimplikasikan adanya hubungan darah secara fisik. Allah harus datang kepada setiap orang di antara kita untuk menebus kita dari dosa dan akibatnya. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran" (Yohanes 1:14).
Allah sebenarnya tidak mungkin dapat mengampuni kita karena dosa yang telah kita lakukan, kecuali dosa itu telah dibayar. Jika dilakukan juga, maka Ia telah menjadi pelindung dari para pelanggar hukum-Nya yang kudus. Oleh sebab itu, hanya sebagai manusia, Allah dalam Kristus dapat memenuhi syarat melakukan penebusan terhadap dosa umat manusia. Sebab hanya manusia, yang adalah makhluk hidup, yang dapat secara pas mewakili umat manusia. Padahal Penebus kita juga memiliki sisi ilahi, sebab hanya Allah yang dapat menyempurnakan pengurbanan sesuai dengan tuntutan hukum Allah. Dengan cara itu Yesus dapat meloloskan manusia dari hukuman kematian kekal di neraka. Hanya Allah yang memiliki semua hal yang diperlukan untuk melaksanakan penyelamatan, yang bila dilihat dari sisi manusia mungkin dipenuhi dan dari sisi keadilan Allah juga memenuhi syarat. Dengan demikian, sebagaimana dikatakan dalam Kitab Roma, "Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran" (Roma 4:5).
Melalui kayu salib, tuntutan hukum dosa atas umat manusia dapat dipatahkan dan manusia lolos dari tuntutan hukuman kekal di neraka. Hal itu terjadi karena ada manusia sempurna yang memenuhi kriteria Allah untuk menanggung dosa ganti manusia. Ia menjadi penebus bagi semua orang percaya di setiap zaman.
Mukjizat inkarnasi yang memungkinkan penyelamatan keturunan Adam barangkali merupakan mukjizat terbesar sepanjang masa. Bagaimana mungkin Allah tetap Allah sementara pada waktu yang sama menjadi manusia, dan sebagai manusia, Ia memiliki segala ciri sebagaimana layaknya makhluk hidup yang lahir ke dalam dunia melalui rahim seorang ibu? Bagaimana mungkin dalam Yesus berdiam dua substansi, yakni substansi manusia dan Allah? Kepercayaan lain mungkin berkata bahwa hal itu tidak mungkin. Namun, Allah Anak yang merupakan pribadi kedua dari Trinitas, mungkin menjadi seperti itu. Ia naik dan mati di salib sebagai ganti manusia.
Hal ini perlu dimengerti secara benar agar orang percaya tidak merasa bingung tentang keberadaan Yesus yang adalah Allah dan manusia, sehingga beranggapan bahwa Yesus pada dasarnya Allah. Dengan demikian, Ia tidak akan terperangkap dalam pemikiran bahwa secara fisik Ia tampak seperti manusia, namun kita beranggapan bahwa hal itu hanya penyamaran yang bersifat sementara. Mungkin oleh sebab itu sebelum Yesus naik ke surga, Ia merasa perlu menekankan bahwa Ia benar-benar manusia sejati, meskipun Ia juga Allah. Hanya dalam bentuk manusia, Ia dapat melayani sebagai Mesias dan penebus umat-Nya melalui kurban kematian-Nya. Tentu saja hal itu dimungkinkan karena Yesus itu manusia yang benar-benar hidup di tengah manusia berdosa. Dengan demikian, Ia memenuhi syarat untuk duduk di kursi pengadilan untuk menghakimi dosa manusia pada kedatangan-Nya yang kedua. Sebagai manusia, Ia taat di bawah hukum Allah dan tidak pernah menyerah kepada pencobaan. Karena itu, kelak pada saat Kristus berdiri sebagai hakim, Ia akan menghukum mereka yang melanggar hukum moral, menolak karya penebusan-Nya dan keilahian-Nya dalam kehidupan mereka.
Pentingnya penekanan terhadap keberadaan-Nya sebagai manusia sejati, merupakan faktor utama yang mendorong Yesus menyebut diri-Nya Anak Manusia.
Diambil dari:
Judul buku | : | Sahabat Gembala, edisi September -- Oktober 1999 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Kalam hidup, Bandung 1999 |
Halaman | : | 35 -- 38 |