NgePel

Ngepel (bahasa jawa) tidak sekedar membasahi lantai supaya basah,
supaya kelihatan mengkilat, supaya kelihatan sudah di pel atau
supaya tidak berdebu saja. Tapi ada yang lebih dari itu.

Mengepel lantai batu, mungkin lebih mudah dari lantai kayu.
Lantai batu bahannya lebih keras dan tidak mudah rusak.
Lantai kayu, selain mudah tergores, kotoran tidak begitu terlihat,
karena tersamar dengan warna kayu, garis bawaan kayu atau
bisa juga cacat yang ada pada kayu itu sendiri.

Kembali ke masalah mengepel, bukan hanya membasahi lantai.
Jika kita mau memperhatikan dengan seksama, ada noda-noda
yang mengotori pemandangan.
Tidak bisa dihapus hanya dengan usapan kain basah saja.
Sebagian noda, harus digosok agak keras biar bisa ilang,
ada juga yang harus pakai obat khusus.

Meskipun itu hanya noda air yang tumpah. Pada proses mengeringnya,
bisa saja air itu tercampur dengan debu. Dan ketika kering,
bekas tetesan air itu akan terlihat samar-samar.
Sekilas lantai memang tampak mengkilat dan bersih tapi ternyata masih kotor.

Demikian juga dengan hidup beribadah. Ibadah bukan pelengkap.
Ada yang kurang bila belum ke gereja,
ada yang kurang bila belum memberi persembahan,
ada yang kurang bila belum ikut pelayanan.
Seperti wanita yang merasa kurang percaya diri jika keluar rumah belum berbedak,
ada yang kurang jika belum bawa hp dsb.
Ibadah cuma sebagai pelengkap karena ada yang kurang tadi.

Membersihkan lantai, perlu fokus, tenaga ekstra, biaya ekstra,
kadang-kadang tangan sampai gatel karena kena cairan pembersih noda.
Demikian juga ibadah membutuhkan fokus, pengetahuan ekstra, dan
pengorbanan, ada harga yang harus dibayar.

Pekerjaan yang dilakukan dengan fokus, memberikan hasil yang memuaskan.
Ibadah yang dilakukan dengan sepenuh hati, adalah ibadah yang sejati.

Rm. 12:1
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.