Mengapa Kita Harus Penuh Hormat Terhadap Pernikahan?
- PENETAPAN TUHAN
Pernikahan pertama dijodohkan oleh Tuhan sendiri. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan sesuai dengan peta dan teladan-Nya sendiri. Tuhan menciptakan laki-laki untuk perempuan dan menciptakan perempuan untuk laki-laki. Tuhan, Pencipta yang telah menetapkan sistem pernikahan ini, adalah Allah sendiri. Itu alasan pertama mengapa kita harus menghormati sepenuhnya akan pernikahan. Kita sebagai orang Kristen harus melihat segala sesuatu dari sudut Tuhan terlebih dahulu. Psikologi tidak pernah memberikan dasar yang kuat, karena mereka hanya melihat manusia dari pandangan manusia juga. Tetapi Kitab Suci mengajar kita untuk melihat segala sesuatu dari As/Poros, dan as itu adalah Tuhan. Maka dengan demikian kita melihat segala sesuatu dengan jelas dan tidak salah lihat akan segala sesuatu yang rumit di dunia ini. Karena pernikahan ditetapkan oleh Tuhan, dan orang-orang yang berpotensi untuk menikah diciptakan oleh Tuhan, maka pernikahan pertama dijodohkan oleh Tuhan sendiri, sehingga kita perlu penuh hormat dengan pernikahan itu sendiri.
- PERTEMUAN ANTAR PRIBADI YANG PALING INTIM DAN RESMI.
Tidak ada hubungan lain yang mungkin lebih erat, lebih resmi dan lebih panjang artinya dan lebih indah daripada perkawinan. Ini merupakan suatu "I-Thou" Relationship. Pada permulaan abad ke-20, ada seorang profesor besar bangsa Yahudi dari University of Hebrew, yang bernama Martin Bubber (1878-1965), telah menulis satu buku yang tidak terlalu tebal, tetapi kalimatnya begitu kental, sehingga orang biasa perlu berjam-jam untuk memikirkan satu kalimatnya. Ia menulis buku itu dengan judul "I and Thou" ("Aku dengan Engkau"). Di dalam istilah ini, ia sudah mempunyai satu kerangka filsafat pikiran yang menganggap bahwa relasi menjadi rusak karena pertemuan oknum dengan oknum sudah dirusakkan oleh presupposisi/praanggapan yang tidak benar. Hubungan saya dengan kacamata saya, gelas, materi lainnya, bukanlah "I and Thou" tetapi "I and it". Tetapi hubungan saya dengan orang lain haruslah demikian intimnya, begitu saling menghargai, sehingga hubungan itu menjadi "I and Thou". Dari "I and it" menuju kepada "I and Thou" di situ perlu kesadaran yang luar biasa. Sayangnya, dan celakanya, begitu banyak orang yang menghadapi orang lain seperti menghadapi benda. Manusia lain dipermainkan seperti barang di dalam tangan. Manusia kalau dipersamakan dengan materi, bukankah kita akan melihat manipulasi dan kepura-puraan terjadi di masyarakat? Maka tidak mungkin tercapainya keadilan di antara manusia dengan manusia. Pada waktu manusia memperlakukan manusia lain sebagai binatang dan materi, maka yang diinginkan di dalam motivasi yang tidak beres itu adalah keuntungan melalui memperalat manusia. Kalau manusianya dijadikan satu alat untuk mencapai keuntungan manusia yang lain dengan ambisi yang tidak menghargai manusia sesamanya, maka dunia belum pernah mungkin mencapai perdamaian. Tidak mungkin tercapai keadilan dan kemakmuran, sehingga itu hanya merupakan slogan yang kosong belaka. Jikalau Saudara diperlakukan sebagai alat, Saudara akan merasa diri dan kehormatan Saudara sudah diinjak-injak kaki orang lain. Jikalau pacar Saudara mempermainkan Saudara untuk memuaskan dirinya saja, Saudara akan merasa hidup sangat tidak berarti, karena diri kita adalah seorang yang beroknum. Pada waktu pernikahan itu terjadi, berarti oknum dan oknum itu bertemu dan berjanji bersatu. Ini merupakan hal yang begitu besar, sehingga kalimat ini tidak salah: penuh hormat terhadap pernikahan. Ini adalah ajaran Alkitab yang jauh lebih baik daripada segala buku pedoman tentang seks, perkawinan dan keluarga yang ditulis hanya dengan pikiran otak manusia. Setiap orang yang mau menikah haruslah mengerti bahwa ini pertemuan oknum dan oknum dengan perjanjian yang selamanya. Ini bukan permainan. Menikah bukan seperti membeli barang. Menikah dengan seseorang bukan seperti memilih benda- benda yang kita senangi. Menikah adalah suatu kehormatan yang Tuhan berikan kepada manusia, di mana oknum tertarik dengan oknum, di mana kedua oknum berjanji untuk hidup bersama selama-lamanya di dalam dunia ini.
- MENYANGKUT DASAR DAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA.
Kita harus menghormati pernikahan karena pernikahan menjadi dasar keluarga, dan memberikan pengaruh dan tanggung jawab yang paling panjang di dalam diri, dan hidup kita. Mungkin kita berkawan dengan orang lain, tetapi kalau ia mau pergi meninggalkan kita, kita tidak berhak melarang, tetapi pernikahan tidak demikian. Pernikahan mengandung suatu unsur kemauan yang kekal untuk pertemuan dengan oknum yang lain. Antara kasih dan kekekalan ada satu kaitan yang khusus dan sangat bersifat rahasia. Itu sebab para psikolog mengakui, bahwa jika seseorang mengasihi orang lain dalam kaitan pernikahan, maka kita akan mengkonsentrasikan kasih kita pada orang itu. Tidak mungkin kita bercabang ke banyak orang. Jika kita mencintai seseorang, kita tidak mungkin lagi mencintai secara sama kepada orang lain. Jikalau seseorang ayah mencintai 5 anak, itu bisa sama rata dan adil, tetapi jika mencintai seseorang dalam tujuan pernikahan, tidak mungkin orang mencintai dengan cinta yang sama terhadap seseorang dibanding dengan orang yang lain. Maksudnya, jika kita mencintai seseorang, cinta itu begitu mutlak, dan menuntut keseluruhan, tidak mungkin dicabangkan sehingga disamaratakan dengan obyek cinta yang lain. Maka ini menuntut kita harus menghargai pernikahan. Bukan hanya itu, cinta tidak hanya berkait dengan keutuhan, tetapi juga dengan kekekalan. Kita pernah mendengar pemuda-pemudi yang belum tahu banyak tetapi bisa bicara seperti seorang filsuf. Pada waktu mereka jatuh cinta, merea mengatakan: "Bagaimanapun aku mencintai engau, sampai mati pun aku akan tetap mencintaimu", padahal belum pernah mati. Sepertinya mereka sudah tahu apa artinya hidup dan mati, bahkan ada yang mengatakan: "Biarlah sampai bulan jatuh, gunuing rontok, air laut Pasifik kering, cintaku tidak berubah." Saya belum pernah melihat bagaimana gunung rontok, air itu kering, mana mungkin secara riil kita mengatakan kalimat-kalimat seperti itu. Itu berarti ia ingin mencetuskan sesuatu, yaitu: Cinta dan kekekalan (Immortal) dipersatukan (secara instinktif). Cinta yang sejati membutuhkan laitan antara cinta dengan keutuhan dan cinta dengan kekekalan. Allah itu kekal, dan Allah itu kasih, itu sebabnya, kekekalan adalah hakekat cinta dan cinta menuntut tanggung jawab yang kekal. Di sini kita harus menghargai pernikahan, karena cinta yang ada di dalam pernikahan itu perlu berkait dengan Allah baru Saudara mungkin mengerti tanggung jawab yang sesungguhnya.
- SUMBER PROKREASI TERUS MENERUS
Pernikahan bukan sekedar mengisi waktu yang belum sampai, atau mengasihi seseorang, tetapi merupakan sesuatu yang akan menghasilkan keturunan yang terus menerus. Jadi pada saat Saudara memilih, itu bukan memilih gelas atau mobil, tetapi seseorang yang akan menjadi nenek moyang keturunan Saudara. Maka tidak boleh sembarangan. Kita perlu penuh hormat dengan pernikahan. Selain memilih dia, bagaimana memupuk, dan menyempurnakan pernikahan, karena oknum yang Saudara nikahi, bersama Saudara akan menghasilkan keturunan yang turun- temurun. Maka "hendaklah kamu penuh hormat terhadap pernikahan" adalah prinsip-prnsip yang betul-betul kita hargai. Bukan saja demikian, melalui pernikahan kita haruslah menjadi contoh teladan di dalam keluarga kita. Perkataan, pengajaran terhadap anak-anak tidak lebih kuat dibanding dengan hidup, teladan dan prinsip sehari-hari yang Saudara jalankan di dalam kehidupan sehari-hari.
Hidup pernikahan dari seorang laki-laki dan perempuan mengakibatkan mereka boleh menjadi wakil Tuhan di dalam rumah dan teladan yang memancarkan sinar cahaya Pencipta kepada anak-anak yang dicipta dalam keluarga mereka. Dalam konsep Barat dikatakan, "A son is born into my family" (seorang anak telah dilahirkan di dalam keluarga), sehingga konsep anugerah itu jelas, bahwa anak-anak yang dilahirkan di dalam keluarga kita melalui pernikahan, berarti Tuhan memercayakan anak- anak ciptaan-Nya kepada kita. Kalau anak-anak itu dilahirkan di dalam keluarga kita, kita harus sadar bahwa bukan saya yang melahirkan, menciptakan dan memproduksi itu, tetapi kepercayaan Tuhan, sehingga hidup-hidup yang masih kecil itu boleh diasuh oleh saya. Di sini perasaan tanggung jawab harus mendahului tindakan pernikahan. Pengertian semacam ini menjamin kita bisa hidup baik-baik untuk bisa menjadi wakil Tuhan di dalam keluarga.
- UNIT MASYARAKAT YANG MENJADI SAKSI
Pernikahan akan menghasilkan satu unit masyarakat yang harus menjadi saksi Kristus. Setiap keluarga Kristen ada1ah satu unit masyarakat. Di mana pun Saudara berada, keluarga Saudara menjadi wakil dan saksi Tuhan. Biarlah keluarga kita boleh memancarkan cahaya Tuhan di dunia ini bagaikan mercu suar yang memberikan cahaya terang bagi kapal yang sedang berada di tengah ombak yang besar. Keluarga yang baik, indah dan bahagia memberika suatu ketukan kepada hati-hati yang tidak beres, hati nurani yang sudah menyeleweng, sehingga mereka melihat keadaan keluarga Kristen dan memanggil mereka untuk bertobat sebelum kita membuka mulut untuk menginjili mereka. Begitu banyak orang Kristen menginjil dengan mulut, tetapi hidup keluarga mereka tidak menunjang, karena hidup mereka di lingkung mereka demikian mempermalukan nama Tuhan, mengakibatkan daerah sekitar itu sulit diinjili. Pernikahan perlu dihormati dengan pengertian semacam ini, dengan demikian kita melihat bahwa pernikahan perlu sepenuhnya dihormati.
- PERNIKAHAN LAMBANG KRISTUS DENGAN GEREJA-NYA
Di butir yang penting ini, kalau pada butir yang pertama pernikahan ditetapkan oleh Allah, maka pada butir yang terakhir, pernikahan melambangkan lambang yang paling rahasia, yaitu Kristus dan gereja- Nya. Seperti Kristus demikian mengasihi gereja-Nya sampai Ia mengorbankan diri-Nya untuk gereja-Nya, suami atau kepala keluarga harus belajar seperti Kristus, berarti ia sebagai kepala bertanggung jawab mengambil segala resiko dalam mencintai keluarganya, berkorban sehingga seluruh keluarganya disempurnakan.
Kita telah membahas tentang definisi cinta. Cinta adalah mengorbankan diri demi menyempurnakan yang lain. Di mana ada pengorbanan, di situ ada tanda tindakan cinta. Di mana ada cinta kasih yang sesungguhnya, disana ada kerelaan untuk mengorbankan diri. Bagaimana Kristus menyerahkan diri untuk gereja-Nya, demikian juga suami rela mengorbankan diri untuk keluarganya. Demikianlah keluarga didirikan.
Diambil dari: | ||
Judul Buku | : | Keluarga Bahagia |
Judul Artikel | : | Mengapa Kita Harus Penuh Hormat Terhadap Pernikahan? |
Pengarang | : | Stephen Tong |
Penerbit | : | Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1995 |
Halaman | : | 57 -- 64 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA