Kristus dalam Perjanjian Lama

Hubungan antara perjanjian Musa dan perjanjian yang baru tetap menjadi salah satu topik yang paling kontroversial dan sulit dalam teologi. Seperti yang dikatakan oleh teolog Amerika terkemuka, Jonathan Edwards, "Mungkin tidak ada bagian dari teologi yang begitu rumit, dan para teolog ortodoks begitu banyak berbeda pendapat, seperti dalam menetapkan kesepakatan dan perbedaan yang tepat antara dua dispensasi Musa dan Kristus." Ada orang-orang yang begitu menekankan diskontinuitas atau kontinuitas sehingga masalahnya diselesaikan dengan menyederhanakannya secara berlebihan. Akan tetapi, sebagian besar orang Kristen mengakui bahwa ada unsur kontinuitas dan juga diskontinuitas. Kesulitan muncul ketika kita berusaha untuk lebih tepat.

Salah satu buku yang paling menolong bagi mereka yang bergumul dengan isu-isu yang ada adalah buku "The Shadow of Christ in the Law of Moses" karya Vern Poythress (P&R, 1991). Poythress adalah profesor Penafsiran Perjanjian Baru di Westminster Theological Seminary di Philadelphia, Pennsylvania, tempat dia mengajar sejak tahun 1976. Dalam buku itu, Dr. Poythress melihat hubungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, menjelaskan bagaimana hukum Taurat Musa menantikan Yesus Kristus, serta bagaimana hukum Taurat digenapi oleh-Nya di dalam pribadi dan karya-Nya.

"The Shadow of Christ in the Law of Moses" dibagi menjadi dua bagian utama. Bagian pertama berjudul "Memahami Berbagai Aspek Hukum Taurat," dan bagian kedua berjudul "Memahami Hukuman-Hukuman Khusus dalam Hukum Taurat." Setelah bab pengantar singkat untuk menafsirkan Perjanjian Lama, pasal-pasal yang tersisa dari bagian pertama membahas isu-isu spesifik seperti Kemah Suci, kurban, imamat, tanah, dan Hukum Taurat yang menjelaskan bagaimana setiap bagian tersebut menggambarkan Yesus Kristus. Kemah Suci, misalnya, adalah tempat Allah sendiri berdiam bersama bangsa Israel (Kel. 25:8). Dengan berbagai cara, hal ini menjadi lambang kedatangan Kristus untuk tinggal bersama umat-Nya (Yohanes 1:14).

Tentu saja, kurban-kurban dalam Perjanjian Lama menandai pengorbanan Kristus yang sekali untuk selamanya di kayu salib (Ibrani 10:1-18), sementara keimaman dalam Perjanjian Lama menandai karya Kristus sebagai Imam Besar kita yang satu dan benar (Ibrani 8). Tanah adalah aspek penting dalam hukum Musa, sehingga memahami tempatnya dalam perjanjian yang baru sangatlah penting. Poythress menjelaskan bahwa tanah memiliki hubungan simbolis dalam beberapa arah. Tanah itu bukan hanya bayangan dari bumi yang baru, tetapi juga merupakan paradigma bagi seluruh bumi yang ada saat ini. Mengenai petunjuk-petunjuk Tuhan yang ditemukan dalam Hukum Taurat, Poythress menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan kesulitan-kesulitan dalam menafsirkannya dengan benar dan menawarkan solusi-solusinya sendiri untuk beberapa contoh umum.

Bagian kedua membahas secara panjang lebar tentang berbagai hukuman dan hukuman yudisial yang ditemukan dalam hukum Musa. Beberapa orang mungkin menganggap diskusi semacam itu tidak menarik, tetapi isu-isu tersebut relevan karena negara-negara modern menangani kejahatan dan hukuman dalam konteks mereka sendiri. Apakah Perjanjian Lama memberikan pedoman bagi negara-negara modern? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu muncul menjadi kontroversi di kalangan Reformed Amerika pada tahun 1970-an dan 1980-an dengan munculnya gerakan Rekonstruksionis dan teologi. Poythress membahas isu-isu yang relevan secara langsung dalam bab-bab di bagian kedua.

Dalam bab-bab ini, Poythress membahas sifat hukuman yang adil untuk kejahatan. Dia secara khusus membahas pertanyaan-pertanyaan tentang keadilan dalam kaitannya dengan kejahatan yang melibatkan pencurian, masalah seksual, dan penghilangan nyawa manusia. Dia membahas pertanyaan-pertanyaan tentang pencegahan dan rehabilitasi dan menawarkan kritik persuasif terhadap penjara sebagai cara yang adil untuk menghukum sebagian besar kasus kriminal. Pada bab terakhir dari bagian kedua, Poythress memberikan penjelasan yang sangat membantu tentang apa yang Matius ajarkan mengenai penggenapan Hukum Taurat oleh Kristus (Matius 5:17-20). Buku ini diakhiri dengan tiga lampiran. Yang pertama membahas pertanyaan apakah negara harus menghukum penyembahan yang salah. Yang kedua adalah sebuah kritik panjang terhadap teologi, khususnya versi yang dianut oleh Greg Bahnsen. Lampiran terakhir membahas arti kata Yunani yang diterjemahkan "menggenapi" dalam Matius 5.

Tidak mungkin ada pembaca yang akan setuju dengan setiap detail dari penafsiran Poythress atau setiap detail dari penjelasannya tentang hukum Musa. Mereka yang menekankan kontinuitas dan mereka yang menekankan diskontinuitas akan tidak setuju pada suatu titik, demikian juga dengan sebagian besar dari mereka yang berada di tengah-tengah. Namun, setiap pembaca akan dipaksa untuk berpikir tentang hukum Allah dan bagaimana hukum itu berhubungan dengan orang percaya Kristen. Setiap orang percaya akan dipaksa untuk merenungkan Hukum Taurat dan berpikir tentang bagaimana Hukum Taurat menyingkapkan Kristus. Hanya ada sedikit buku yang dapat membantu para pembaca dengan isu-isu penting ini seperti halnya buku ini. Saya mendorong semua orang yang mencintai Kitab Suci untuk membacanya dan belajar darinya. (t/Yosefin).

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Ligonier.org
Alamat situs : https://www.ligonier.org/learn/articles/christ-old-testament?srsltid=AfmBOooJVcl4wA56yfVwzVPi56kkQ55WO70RtFJpygcmPWv7O3JJx5vy
Judul asli artikel : Christ in the Old Testament
Penulis artikel : Keith Mathison
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA