Kesaksian peserta OKB Juni/Juli 2006

Lidia Nani Sudiro

Selama saya mengikuti kelas Virtual Pesta, mulai dari pelajaran DIK s/d OKB, saya mendapatkan banyak berkat. Baik dari materi-materi pelajaran, tanggapan diskusi teman-teman dan juga tulisan-tulisan para alumni. Dalam pelayanan secara periodik ada jadwal saya untuk menyampaikan renungan di depan jemaat dalam ibadah umum, pemuda, remaja dan juga membimbing komsel. Dengan tambahan pengetahuan tentang kebenaran Firman Tuhan yang saya pelajari melalui kelas virtual PESTA, saya diperkaya (bukan menjadi hebat), sehingga apa yang saya sampaikan terasa lebih mendalam karena didukung oleh tambahan pemahaman/pengertian baru tentang kebenaran Firman Tuhan, dan oleh pimpinan kuasa Roh Kudus.

Hal konkrit yang bisa saya saksikan di sini ialah topik diskusi tentang "Bersaksi".

Jujur saya katakan bahwa beberapa tahun akhir-akhir ini saya kurang bersaksi/memberitakan Injil. Saya tetap menyadari bahwa bersaksi harus merupakan gaya hidup anak-anak Tuhan. Tetapi lingkungan tempat tinggal saya sungguh tidak memberi peluang untuk bersaksi. Sebab individualisme masyarakat di sana melebihi masyarakat Jakarta. Dengan situasi seperti itu sepertinya saya menghibur diri, bahwa bersaksi dengan perbuatan, sikap dan perilaku, dan kesaksian- kesaksian melalui pemberitaan Firman Tuhan secara umum itu sudah cukup. Tuhan sudah mengetahui dan memaklumi keadaan. Selama ini saya bersaksi tentang Injil terbatas pada jemaat yang belum lahir baru, terutama para istri atau suami yang mengaku percaya karena mengikuti pasangannya. Setelah saya mengikuti diskusi OKB dengan subyek Bersaksi, dari tanggapan teman-teman yang saya baca, termasuk tanggapan saya sendiri, serta kesimpulan yang diberikan oleh Pak Iksantoro, saya merasa malu pada diri sendiri dan takut kepada Tuhan. Ada dorongan kuat dalam hati saya bahwa saya harus bersaksi, disetiap kesempatan dan disegala situasi. Sebab Tuhan berfirman "... kamulah saksi-saksi-Ku" (Yesaya 44::8 ); "... janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita ..." (2 Timotius 1:8), dll.

Saya tinggal di daerah di mana penguasa di udara/penghulu dunia sungguh-sungguh mendapat tempat seluas-luasnya dihati masyarakat. Jadi secara manusia sulit sekali untuk bersaksi kepada mereka. Namun Tuhan memberikan kepada kita bukan roh ketakutan (2Tim. 1:7) Jadi saya bertekad, saya harus bersaksi, serta mohon Tuhan memberi kesempatan serta keberanian.

Ternyata, kemauan adalah awal dari sebuah tindakan. Jawaban Tuhan tidak berlambatan. Dideretan ruko tempat saya melayani Tuhan setiap hari sebagai penanggung jawab sekretariat gereja, selang beberapa blok, dibuka salon baru, dikelola oleh sepasang suami istri (pasangan usia muda). Setiap pagi saya melewati depan salon itu, sang suami sedang melakukan sembahyang ritual adat mereka. Saat berpapasan saya selalu menyapa dengan senyum, mengucapkan selamat pagi, dia balas dengan ramah. Kemudian suatu hari saya potong rambut ke salonnya, dengan tujuan untuk berkenalan lebih dekat. Roh Tuhan bekerja bersama saya. Setelah beberapa waktu berjalan, pada suatu hari dia datang (suami) menemui saya, menceritakan pergumulan hidupnya. Saya mulai memberikan masukan-masukan diselingi dengan kesaksian-kesaksian, dia tidak menolak ketika saya ajak berdoa. Sampai hari ini dia masih sering datang, hubungan saya dengan dia dan isterinya semakin akrab. Saya mulai berani bersaksi tentang siapa Yesus. Akhirnya Dia menyatakan percaya dan mau mengikut Tuhan Yesus, namun saat ini belum ada keberanian untuk terbuka kepada orang tuanya. Tetapi sudah terjadi perubahan pada dirinya, saya tidak pernah lagi melihat dia melakukan ritual seperti dulu yang dilakukan 3 kali sehari di depan rumah dan di setiap sudut halaman/rumahnya ... Saya terus bawa dalam doa, tugas saya menabur dan menyiram, Tuhan yang akan menumbuhkan.

Ada lagi sepasang anak muda yang akan menikah. Mereka berbeda denominasi, sehingga terjadi selisih pendapat, dimana mereka akan diberkati. Pemudanya adalah anggota gereja kami. Gembala kami memberi kebebasan, di mana mereka mau diberkati, terserah mereka. Si pemuda menghendaki pemberkatan di gereja kami, sedangkan wanitanya menghendaki di gerejanya, karena ia tidak mau meninggalkan keanggotaan gerejanya yang diikuti sejak kecil. Saya melihat wanita muda ini belum sepenuhnya menerima Yesus, sebab doktrin gerejanya berbeda dengan kami. Suatu hari Roh Kudus mendorong saya untuk bersaksi kepadanya. Dengan pimpinan Tuhan, saya temui dia di rumahnya, saya sampaikan tentang kebenaran Injil dengan menggunakan salah satu metode penginjilan yang pernah saya pelajari dan yang biasa saya gunakan. Saya bersaksi bahwa keselamatan adalah anugerah (Efesus 2:8,9). Gereja tidak menyelamatkan, yang menyelamatkan hanya Tuhan Yesus, yang sudah menanggung hukuman dosa kita di kayu salib. Respons-nya positif, dia akan bergumul minta petunjuk Tuhan. Sekali lagi tugas saya adalah menabur, Tuhan-lah yang menumbuhkan.

Dan masih ada beberapa orang lagi yang kepadanya saya bersaksi tentang Injil keselamatan. Saya didorong untuk lebih giat bersaksi setelah mengikuti diskusi OKB subjek Bersaksi. Bersaksi dengan sikap dan perbuatan itu penting dan harus menjadi gaya hidup anak- anak Tuhan, tetapi bersaksi tentang Injil itu sangat penting, sebab masih banyak jiwa-jiwa yang belum diselamatkan. Saya berharap kalau ada diantara teman-teman yang mengalami hal yang sama dengan saya, yaitu kurang bersaksi tentang Injil Yesus, marilah kita bangkit bersama- sama. Kita adalah saksi-saksi Tuhan. Di mana saja, kapan saja, dan dalam situasi apa pun, Tuhan sanggup memberi hikmat, asal kita punya kerinduan. " ... tuaian banyak, tetapi pekerja sedikit ..." ( Matius 9:37; Lukas 10:2 ). Terimakasih, Tuhan memberkati kita.

Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA