Kembali(lah) ke Tujuan
"Sebelum anda bisa memikirkan Allah, pertanyaan tentang tujuan hidup tidaklah berarti".
Diwaktu kecil ketika kita mendapatkan suatu pertanyaan tentang apa yang kita cita-citakan suatu hari kelak ketika kita besar, maka jawaban kita secara umum adalah menjadi orang-orang yang memiliki profesi atau predikat tertentu, misal menjadi dokter, menjadi polisi, menjadi pengusaha dan lain sebagainya. Hal itu akan dipikirkan seorang anak karena si anak melihat orang tuanya, melihat buku, melihat orang-orang disekitarnya dan lain sebagainya. Berbeda ketika beranjak remaja dan menginjak usia yang sudah cukup dewasa, Orientasi tujuan hidup mereka akan bergeser sedemikian rupa dan membutuhkan banyak informasi yang lebih kompleks dan luas untuk mengejar mimpi-mimpi mereka dengan berbagai upaya dan kegiatan entah itu kegiatan formal di sekolah maupun kegiatan non formal diluar sekolah.
Dalam dunia pendidikan anak-anak akan dipersiapkan secara profesional agar suatu hari kelak mereka akan menjadi bagian dari industri dan dunia pekerjaan yang terdiri dari berbagai bidang dan kesulitan masing-masing. Ini adalah suatu hal yang terus berlangsung sejak berabad-abad yang lalu, secara tidak langsung seseorang akan di giring untuk datang pada suatu tujuan hidup di dunia ini, yaitu kebahagiaan diri. Satu titik pusat tujuan hidup manusia
saat ini terletak pada diri sendiri (Antroposentris), kebahagiaan yang sesungguhnya telah lama hilang sejak manusia terjatuh kedalam dosa, dengan kata lain usaha-usaha manusia untuk mencari kebahagiaan diri adalah sia-sia, dalam kitab pengkotbah dikatakan juga jika usaha manusia sperti usaha menjaring angin. Demikian usaha manusia dalam mencari kebahagiaan sejati adalah sia-sia, itulah mengapa orang yang paling kaya sekalipun akan merasa di dalam dirinya ada sesuatu yang kosong dan hilang, banyak orang akan menutupi kekosongan hati tersebut melalui berbagai upaya namun sia-sia belaka. Kebahagiaan yang didapat hanya sementara saja.
Sumber dari rasa keterhilangan manusia adalah keberdosaan. Allah adalah sumber kebahagiaan manusia yang sesungguhnya, tanpa Allah manusia akan tetap terhilang dan terus merasa hidupnya kehilangan sesuatu. Allah telah melakukan penebusan di atas kayu salib melalui salib Kristus yang disertai penderitaanNya, Allah sendiri yang telah berinisiatif supaya manusia kembali kepadanNya. Allah adalah perencana yang begitu agung, arsitek jiwa, desainer yang begitu handal, Dia menciptakan setiap manusia tu baik dan unik adanya. Tujuan hidup kita tidak akan kita temukan didalam kita sendiri, jika kita mau tahu tujuan hidup kita maka kita akan tahu dengan sangat jelas melalui siapa Pencipta kita. Banyak orang ketika menjelang kematian tidak tahu dengan jelas untuk apa dia hidup, mengapa dia ada di bumi ini, banyak orang akan melakukan berbagai hal untuk mengusahakan kebahagiaan dirinya sendiri. Namun bukan demikian dengan orang Kristen, sebagai orang-orang yang terpilih, Kekristenan mempunyai cara pandang yang sangat jauh berbeda. Kita dicipta oleh Allah, maka tujuan hidup kita adalah sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.
Roma 11:36 "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!". Darimana kita berasal dan mengapa kita ada sudah cukup terjawab melalui ayat ini. Seluruh keberadaan kita yang telah ditebus oleh Kristus adalah kembali kepada Allah, hidup bagi Allah, dan untuk kemuliaan Allah. Jika hari ini kita menyadari diri kita adalah Kristen maka kita harus tahu tujuan hidup kita bukan lagi berpusat pada diri sendiri melainkan kembali kepada Allah (Theosentris) dan berpusat pada Kristus (Kristosentris) yang berdasar pada Alkitab (Bibliosentris). Sehingga apa yang kita kerjakan hari ini, kita kerjakan bagi Allah. Kita akan mengetahui tujuan hidup kita dengan pasti, atas pimpinan Allah dan anugerahNya dalam kehidupan kita . Tuhan Yesus memberkati. amin.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA