KDRT (KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA) DAN KETUNDUKAN DI DALAM KASIH
Dalam sebuah konseling, ada seorang ibu rumah tangga menyampaikan pergumulan hidup yang dialami selama puluhan tahun dalam berumah tangga. Tanpa mencantumkan namanya, sharingnya ada sebagai berikut :
-----
Yang dimaksud dengan ketundukan di dalam kasih itu apa pak? Apabila seorang istri sudah menjalankan ketundukan tetapi bukannya mendapatkan perlindungan tapi caci maki, semena mena, bolehkah saya bertanya di mana janji Tuhan yang akan memberikan perlindungan Roh itu?
Bagaimana tanda dari lepas perlindungan Roh dari suami itu? Atau lepas perlindungan Roh dari Tuhan? Bisakah istri yang taat dan menjadi tiang doa di dalam keluarga bisa tetap mendapatkan perlindungan Roh itu walaupun tanpa suaminya itu?
Pak, menurut saya apabila kedua belah pihak mau berubah itu akan sangat mudah menjalaninya, tapi apabila hanya seorang yang berusaha di mana seorang lagi tidak berusaha dan masa bodoh dapatkah kita menjadi seperti apa yang direncanakan Tuhan? Seseorang sudah menikah selama 20 tahun, belajar menundukkan diri kepada suami, menjadi tulang punggung untuk kehidupan rumah tangganya, melakukan kewajiban seorang istri dan ibu, tapi itu tidak akan menjadi kenyataan apabila hanya seorang yang terus berusaha dan berusaha di mana yang satunya lagi tidak berusaha dan tidak mau merubah diri? Lalu apabila sudah seperti ini apa yang harus istri lakukan pak?
Sangatlah ideal kalo memang suami takut akan Tuhan dan akan jelas tahu jawabannya bagaimana merubah suatu keluarga menjadi keluarga yang dilindungi oleh Tuhan, apa yag terjadi kalau suami tersebut tidak merasa bersalah dan tidak merasa ada kesalahan dalam keluarganya pak? Apa yang membuat Tuhan tidak mengulurkan tangannya untuk menolong sang istri, Tuhan dapat mudah saja mengetuk pintu suaminya dan menyadarkan nya sehingga bisa menjadi seperti apa yang Tuhan firmankan, tapi kenapa itu seakan akan menjadi sangat sulit? Semua yang dinasehatkan sudah dijalani, tapi perubahan itu tidak pernah datang dan sampai. Apa yang harus dilakukan oleh sang istri pak? Tetap berharap, ataukan menyerah dan berpisah?
Saya pak tidak takut direndahkan apabila bisa menghasilkan suatu kebaikan, apapun akan dilakukan demi kebahagiaan anak dan keluarga, tapi apakah itu mungkin? Amsal mengatakan, ‘jawaban yang lemah lembut akan meredakan amarah’, tapi apabila jawaban yang sudah lemah lembut pun mengakibatkan pertengkaran lalu apa yang harus kami pegang pak?
Bapak bisa membayangkan skenarionya seperti ini, di mana istri sebagai penasihat memberikan masukan kepada suami dengan lemah lembut dan suara yang rendah, tapi disambut dengan jawaban yang lantang, marah, dan mengeluarkan kata-kata kebun binatang. Sang istri harus bersabar, dan menjawab dengan penuh kasih dan kesabaran, lalu mendapatkan jawaban dari suami yang marah, mata merah mendelik seperti kerasukan setan, lalu diakhiri dengan pukulan. Lalu dengan anak saling baku hantam dengan sang ayah, ayat mana lagi yang harus kami terapkan pak? Setitik perubahan tidak pernah terjadi, sedikit penyesalan tak pernah diucapkan. Soal ke gereja, kami melakunnya setiap minggu tapi itu semua hampa. Semua hanyalah rutinitas. Apakah bapak mempunyai jawaban untuk saya apak?
-----
Saya bisa memahami apa yang dialami dan dirasakan oleh ibu tersebut. Kita banyak melayani keluarga-keluarga dengan pergumulan yang hampir sama.
Saya akan memberikan sebuah contoh yang cukup ekstrem. Ada satu keluarga dengan istri yang menopang suami dalam bekerja. Kita kenal dekat keluarga ini dari 24 tahun lalu. Si istri bekerja dengan keras untuk mempersiapkan masa depan yang baik untuk anak-anaknya. Sampai akhirnya tiga anaknya masing-masing dibekali satu rumah dan satu mobil. Dia sendiri punya beberapa rumah dan kontrakan. Anak-anaknya kemudian menikah dan dia punya cucu-cucu. Secara manusia,target dan tujuan hidupnya tampaknya tercapai.
Tapi apa yang direncanakan manusia tidak berakhir mulus seperti yang diinginkan jika tidak didasarkan pada ketundukan akan Firman Tuhan.
Si istri adalah pekerja keras yang berusaha mempersiapkan masa depan keluarganya, membuat miskomunikasi dengan suami. Suaminya akhirnya mabuk-mabukan, dan punya pacar lalu menikah lagi. Ketika melihat suaminya menikah lagi, dia kemudian mencari “berondong” dan menikah lagi juga.
Beberapa tahun kemudian suaminya meninggal. Anaknya terlibat kawin cerai, bahkan kawin pindah agama.
Semua rumah dan mobil yang diberikan, dijual anak-anaknya. Rumahnya sendiri satu persatu dijual, dan akhirnya menempati sebuah rumah kecil bersama suami ketiga yang beragama Islam.
Di jalan, dia dihipnotis orang dan semua perhiasan emas dan tabungan lenyap. Semua usaha keras dan kebanggaan hidupnya lenyap dalam sekejap.
Ketika berada pada posisi terpuruk tersebut, dia bersedia datang ke rumah untuk dilayani Pelepasan dan Pemulihan. Dia menyalahkan semua orang karena penderitaan di masa tua yang dialami.
Kemudian kita mendoakan dan mengajak untuk tidak memandang orang lain tapi hanya memandang kasih Tuhan saja. Sekarang dia sudah bisa melepaskan semua ikatan yang membelenggu hidup dan hatinya berpuluh tahun selama ini, dan hidupnya mulai dipenuhi dengan sukacita dan damai sejahtera surgawi. Dia mulai menjadi pendoa syafaat untuk seluruh keluarga besarnya, dan bersama dengan menantunya mulai aktif pelayanan kaum wanita di gereja.
Dia berkata, “Ternyata jika mengandalkan diri sendiri dan tidak bergantung pada kasih Kristus, semuanya sia-sia belaka.”
Puji Tuhan, di masa tuanya dia mau belajar kepada Tuhan Yesus, dan menyerahkan seluruh hati dan hidupnya kepada kasih Kristus. Pada saat itu dia baru merasakan arti dan tujuan hidup yang sebenarnya – yaitu menjalani hidup yang berkenan kepada hati Tuhan dan bergantung sepenuhnya kepada setiap kebenaran Firman Tuhan.
Dari problem keluarga tersebut, ada hal-hal yang bisa dipelajari :
- Orientasi dan tujuan hidup keluarga itu adalah kecukupan dan kelimpahan materi. Mereka berpikir akan bahagia kalau masa depan anak cucu terjamin.
- Sekalipun keduanya pelayan aktif di gereja, tapi kenyataannya suami dan isteri tidak takut pada Tuhan dan tidak mau tunduk kepada FirmanNya.
- Ketika penghasilan istri lebih besar, dia memandang rendah suaminya.
- Suami sakit hati dan jatuh dalam dosa.
- Istri membalas perbuatan suami dengan melakukan dosa yang sama.
- Hasilnya, anak-anak melihat contoh buruk orang tuanya, dan hidup dalam dosa, kawin cerai dan pindah agama.
- Istri mendidik anak-anaknya berdasar pengalaman pribadinya, sehingga anak perempuannya menjadi duplikat dirinya, pekerja keras untuk menjamin masa depan. Hasilnya, sama seperti yang dialami mamanya, dia tidak menghargai dan merendahkan suaminya. Dia hidup “untuk dirinya” sendiri.
- Semua usaha keras puluhan tahun yang dijalani dengan banting tulang, berakhir dengan kesia-siaan; karena tidak dibangun di atas dasar kebenaran Firman dan takut akan Tuhan. Pada saat itu setan punya hak legal untuk membelokkan pikiran, mengacaukan semua hal dan akhirnya mendatangkan kehancuran yang pahit di masa tua.
- Apa yang dialami suami isteri dan anak cucunya adalah bentuk nyata ikatan kutuk yang membelenggu keturunan yang menyebabkan terjadinya berbagai penderitaan hidup. Jika tidak diputuskan, maka akan terus mengikat seluruh keturunan dengan penderitaan yang terus berulang.
Sekarang, kita kembali kepada sharing ibu di atas, saya tidak akan mengatakan siapa yang salah dan siapa yang benar. Yang PALING PENTING adalah : ADA SATU ORANG di dalam keluarga yang MAU tunduk kepada Firman Tuhan dan menyediakan diri untuk memenangkan kelurga di dalam kuasa Roh Kudus. Itu sudah cukup!
Berdasarkan pengalaman hidup dan pelayanan selama ini, kita tidak bisa membuat orang berubah pikiran apalagi jika menghadapi orang yang sudah tua. Mereka sudah memiliki pola pikir sendiri dan tercipta selama puluhan tahun kehidupan. Manusia tidak bisa merubahnya. Akan tetapi kuasa Tuhan Yesus bisa! Tuhan Yesus adalah Allah yang berkuasa menjamah dan mengubahkan hati manusia seberapa degil dan pahit keadaannya. Kita bisa memohon Tuhan Yesus beracara terhadap orang-orang yang kita kasihi, dan itu SANGAT MUNGKIN terjadi.
Yang diperlukan adalah kesediaan untuk memenangkan seluruh keluarga bersama dengan Tuhan, dan bisa mulai melakukan langkah LANGKAH IMAN ini :
1. Merendahkan diri di hadapan Tuhan dengan tekun berdoa puasa.
2. Setiap hari tekun berdoa peperangan untuk pemulihan suami dan seluruh keluarga.
3. Setiap hari tekun membaca Alkitab, merenungkan dan melakukan dengan taat.
Sebelum itu, sebaiknya anggota keluarga yang mau mengambil komitmen tersebut masuk dalam pelayanan Pelepasan dan Pemulihan, supaya setan tidak punya hak untuk mengagalkan Langkah Iman yang dilakukan. Di dalam pelayanan ini kita akan memahami mengenai dunia Roh, ikatan Roh, memulihkan kuasa sebagai anak Tuhan di dalam Roh dan Berkemenangan di dalam Peperangan Roh.
Untuk pelayanan Pelepasan dan Pemulihan, kita bisa mengubungi hamba-hamba Tuhan yang diberkati karunia Roh untuk itu, atau di lembaga-lembaga pelayanan yang menyediakan doa tersebut.
Tetap semangat di dalam Firman Tuhan dan Langkah Iman.
GBU
(Indriatmo)
* * * * *
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA