DIK-Referensi 05b

Nama Kursus : Dasar-Dasar Iman Kristen
Nama Pelajaran : Menang Atas Keinginan Daging
Kode Referensi : DIK-R05b

Referensi DIK-R05b diambil dari:

Judul Buku : Ikhtisar Dogmatika
Judul artikel : Akibat Dosa
Penulis : DR. R. Soedarmo
Penerbit : BPK Gunung Mulia: Jakarta, 1993
Halaman : 202 - 207

REFERENSI PELAJARAN 05b - PENYUCIAN

Tuhan Yesus Kristus mencapai (memperoleh) kelepasan bagi orang percaya. Kelepasan ini pertama-tama ialah pembenaran dari dosa manusia. Dosa yang mendatangkan kutuk Allah. Kristus mencapaikan bagi manusia pembenaran berarti: bahwa orang percaya diberi kedudukan (status) sama dengan Adam sebelum jatuh ke dalam dosa. Maka dari itu masih menghadapi hukum Allah yang harus dipenuhi.

Kristus mencapai pembenaran; apakah orang percaya sekarang diwajibkan juga bekerja sendiri? Seandainya demikian, maka kelepasan yang dicapai oleh Tuhan Yesus hanya sebagian saja.

Memang manusia tidak mempunyai kesalahan lagi terhadap Allah, sebab sudah dibenarkan, tetapi belum menerima keselamatan yang sungguh, sebab belum memenuhi hukum Allah. Dan seandainya sekarang disuruh melanjutkan sendiri pekerjaan untuk mencapai keselamatan, niscaya ia tidak akan mencapainya. Sebab manusia tak mempunyai kecakapan sedikitpun pada dirinya sendiri, yang memungkinkan memenuhi pekerjaan itu.

Syukurlah Kristus mencapai kelepasan selengkapnya, yaitu kelepasan dari dosa dan juga menyelesaikan pekerjaan pemenuhan hukum Allah. Maka sekarang orang yang percaya tidak hanya mempunyai keadaan Adam sebelum jatuh ke dalam dosa, tetapi hukum Allah pun juga sudah memenuhi perjanjian perbuatan yang tidak dipenuhi Adam. Dan Ia memenuhi hukum Allah sebagai kepala perjanjian yang baru. Maka dari itu barangsiapa percaya, ia termasuk di dalam Perjanjian yang dikepalai Kristus, ia juga sudah memenuhi hukum Allah. Inilah yang disebut penyucian yang pasif, artinya: orang percaya diberi penyucian Allah. Dengan tidak usah berbuat sesuatupun.

Penyucian ini tidak hanya berada di luar orang percaya, tetapi juga lambat-laun harus jadi pengalaman. Yaitu lambat-laun orang percaya harus hidup suci, memenuhi hukum Allah. Ini diperintahkan oleh Allah sendiri yang dapat kita baca di dalam Kitab Suci. Kerapkali malahan pengikut-pengikut Tuhan Yesus Kristus diwajibkan menjadi sempurna seperti Allah Bapa yang ada di Sorga juga sempurna.

Maka dari itu orang percaya harus berbuat hal-hal untuk mengorbankan diri dan menjuruskan diri kepada Allah. Ini pernah disebut perbuatan yang negatif dan positif, tetapi pada hakekatnya sama. Sebab menjuruskan hidup ke arah Tuhan Allah, itu tentu dengan mengorbankan diri sendiri. Sebab tabiat orang hanya akan menjuruskan hidup kepada dirinya sendiri. Allah mewajibkan hidup suci.

Dan bagi perbuatan-perbuatan yang baik akan diberikan upah sesuai dengan perbuatan (Mat. 19:29).

Jadi di sini seakan-akan manusia yang mengerjakan. Memang manusia harus sadar di dalam pengabdian terhadap Allah. Tentu saja pada dirinya manusia tidak cakap melaksanakan hukum Allah.

Hal itu Kristus juga mengetahui. Dan di dalam hal ini Ia juga memberi pertolongan: Ia memberikan Roh Kudus yang membantu orang percaya, agar dapat hidup dengan menjuruskan diri kepada Allah. Tetapi pertolongan Roh Suci ini tidak meniadakan kesadaran kehendak orang percaya. Orang percaya harus bertindak dengan segenap hidupnya, tetapi yang membantu ialah Roh Suci. Inilah yang disebut penyucian yang aktif, artinya: orang percaya harus bertindak. Meskipun di dalam penyucian yang aktif, orang percaya tidak akan lupa, bahwa hanya Allah yang memberikan segala sesuatu, juga penyucian. Orang percaya tidak bekerja supaya menerima penyucian, tetapi dari sebab ia sudah diberi penyucian.

Apakah orang percaya menjadi lebih suci di dalam hidupnya? Di dalam Katekismus Heildelberg pertanyaan ini dijawab: Bahwa orang yang tersuci hanya mempunyai permulaan yang kecil saja. Maka dari itu, bahwa orang percaya menjadi suci itu hanya anugerah Allah. Selama hidup orang percaya masih terikat oleh akibat-akibat dosa. Lain daripada itu bagi dia sendiri tidak ada perasaan bahwa ia telah menjadi suci. Makin lama ia berniat untuk memenuhi hukum Allah, makin terang baginya bahwa jauh sekali hidupnya dari kesucian, malahan pada rasanya makin lama makin lebih jauh. Tetapi perasaan ini berakibat bahwa ia juga makin lama makin menyandarkan diri kepada Tuhan Yesus. Makin lama makin insaf bahwa hidupnya hanya berkat anugerah.

Perbedaan antara pembenaran dan penyucian sekarang sudah terang yaitu: Pembenaran diberikan kepada orang pada saat kelahiran kedua kali. Mulai pada saat itulah Allah melihat orang itu melalui kebenaran Kristus. Dan tiap-tiap kali orang ini jatuh, pembenaran diberikan kepadanya atas nama Kristus.

Penyucian jadi dapat dibedakan demikian:

  1. Yang pasif yang sudah lengkap.
  2. Yang aktif yang dalam hidup orang diberikan Tuhan kepada orang yang percaya, yang baru menjadi sempurna kalau sudah diberi kemuliaan di Sorga.

Penyucian jadi juga aktif di dalam orang percaya, yaitu di dalam ia melakukan perbuatan-perbuatan baik. Di sini diulangi lagi bahwa perbuatan baik bukannya untuk mencapai upah keselamatan Sorga, sebab perbuatan yang terbaikpun dicemarkan oleh dosa, maka tidak baik sungguh bagi Allah. Akan tetapi perbuatan-perbuatan baik adalah untuk mengeluarkan rasa terimakasih terhadap Allah, mengucap syukur tentang anugerah yang telah diberikan, yaitu bahwa orang percaya, meskipun orang berdosa, dijadikan putera Allah. Maka sekarang orang percaya berbuat baik, agar supaya jangan mencemarkan sebutannya, yaitu putera Allah. Putera Allah ialah putera daripada Yang Maha Suci, yang juga memerintahkan: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus (1 Ptr. 1:16).

Apakah perbuatan baik itu? Katekismus (soal-jawab 91) menyatakan: hanya perbuatan yang berasal dari percaya yang benar, menurut hukum Allah dan hanya bagi kehormatan Allah.

"Berasal dari percaya yang benar" artinya: percaya dalam Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Hal ini berakibat juga: terimakasih tentang hidup yang sudah diberikan.

"Menurut hukum Allah"; jadi bukan menurut pandangan manusia, tetapi menurut firman Allah. Jadi Allahlah yang memberikan norma.

Maksud dari perbuatan baik yaitu kehormatan Allah. Jadi bukan kehormatan orang sendiri atau agar diketahui oleh orang lain. Itupun bukan keselamatan sendiri. Maka kepercayaan Kristen tidak boleh disebut Eudemonitis.

Pertanyaan yang dapat timbul sekarang ialah mengenai lawan dari perbuatan baik: Apakah orang dapat kehilangan anugerah dari sebab perbuatannya yang jahat.

Ada yang menjawab: Memang, umpamanya 1 Tim. 1:19,20 menyatakan hal ini. (Heimeneus dan Aleksander), 2 Tim. 4:10 (Demas), 2 Ptr. 2:1; Why. 2:5 dan lain-lain.

Jawaban ini harus kita tentang. Sebab seandainya kita menjawab demikian, kita akan mengatakan bahwa pekerjaan Kristus hanya pekerjaan yang separoh saja, yaitu: orang harus berbuat baik supaya anugerah tetap kepadanya. Bahkan pada orang yang berbuat jahat pekerjaan Tuhan Yesus sia-sia belaka. Maka dari itu pekerjaan Allah dikalahkan oleh pekerjaan orang. Pandangan yang demikian itu menentang pengakuan tentang predestinasi, dan harus ditolak.

Memang Kitab Suci menyatakan berlainan daripada pandangan tadi. Permulaan dari segala sesuatu, juga dari keselamatan manusia, ialah Tuhan Allah yang disebut Yahweh, yang tidak berubah, yang Maha Tahu. Bagi-Nya tidak ada kemungkinan khilaf. Kalau Ia memilih, pilihan ini tepat dan tidak akan hilang lagi. Pemilihan bukannya oleh karena Allah melihat sebelumnya, bahwa orang ini akan berbuat baik dan orang itu akan hidup jahat. Seandainya demikian Allah tergantung kepada manusia. Akan tetapi Allah memilih dengan kedaulatan-Nya sendiri sebelum sesuatu ada. Ia memilih kepada keselamatan dan pilihan ini tidak akan sia-sia belaka. Bacalah Roma 8:28-30 tentang rantai yang tidak putus atau tidak ada kurang satu hubunganpun: orang yang dikenal ditetapkan menjadi serupa dengan teladan Anak-dipanggil-dibenarkan-dipermuliakan. Ia tidak mungkin memulai sesuatu pekerjaan yang tidak dapat diselesaikannya. Maka rasul Paulus dapat berkata: "Aku yakin bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat menceraikan kita dari kasih Allah." Atau dengan firman Kristus sendiri: "Seorangpun tiada dapat merampas dia dari dalam tangan-Ku; Aku memberi kepadanya hidup yang kekal; maka tiada sekali-kali domba-domba itu akan binasa selama-lamanya."

Memang orang percaya dapat menjadi yakin tentang anugerah Allah. Sudah barang tentu hal ini tidak menimbulkan sikap orang Farisi, sebab segala sesuatu hanya dari anugerah Allah datangnya. Tak ada orang percaya berpikir: "Sekarang saya sudah mencapai maksud saya, maka saya dapat beristirahat saja, hidup dengan enak." Sebab perintah Allah tetap, bahwa kita harus hidup suci, sebab Allah adalah suci.

Tuhanlah yang memberikan ketentuan tentang anugerah-Nya. Dan ketentuan ini kita perlukan di dalam hidup kita sebagai orang percaya agar hidup kita sungguh-sungguh menuju kehormatan Allah. Seandainya kita senantiasa ragu-ragu tentang hal yang menjadi dasar hidup, maka hidup kita juga selalu penuh dengan kebimbangan. Akan tetapi sekarang batu loncatan kita sudah tetap, yaitu anugerah di dalam Tuhan Yesus. Maka dari itu kita dapat bekerja dengan tenang.

Tinggallah kesukaran-kesukaran di dalam nas-nas 1 Tim. 1:19,20; 2 Tim. 4:10; 2 Ptr. 2:1; Why. 2:5. Bagaimanakah artinya nas-nas itu?

Nas-nas itu tidak menyatakan sama sekali, bahwa orang-orang yang menerima anugerah Allah dapat jatuh lagi, kehilangan anugerah lagi.

Pertama: nas-nas tersebut tidak menyatakan apakah Himeneus-Aleksander, Demas, orang-orang yang percaya sungguh-sungguh dalam Tuhan.

Kedua: Kitab Suci tidak menceritakan apakah orang-orang ini kemudian kembali lagi ataukah tidak.

Kadang-kadang Kitab Suci menyatakan, bahwa ada orang yang hatinya sudah diterangi oleh Roh, sudah melihat perbuatan Allah, malahan pernah dikatakan mengecap karunia sorgawi, beroleh bagian dari Roh Kudus (Ibr. 6:4-6), namun murtad lagi. Memang hal ini mungkin. Tuhan Yesus Kristus membicarakan hal ini (Mrk. 3:28; Luk. 12:10; Mat. 12:31). Orang-orang Yahudi melihat pekerjaan Tuhan Yesus Kristus, melihat dan mendengar segala bukti tentang pekerjaan Tuhan Yesus, meskipun demikian mengatakan bahwa pekerjaan itu dari setan. Di sini ada orang yang menyangkal pekerjaan Allah dengan sadar dan dikatakan bahwa itu pekerjaan setan. Jadi tidak hanya menolak saja, akan tetapi meskipun melihat terang pekerjaan Allah mengatakan itu pekerjaan setan. Maka mengenai peristiwa itu Tuhan Yesus mengatakan tentang dosa terhadap Roh Suci.

Maka orang yang bertindak demikian tidak menyesalkan tindakannya, jadi orang yang takut akan berbuat demikian malahan menunjukkan tidak melakukannya. Hal ini tidak bisa kita katakan: jatuh dari anugerah. Meskipun orang itu sudah diterangi, tidak pernah ada dalam anugerah, belum menjadi kepunyaan Allah.

Kesimpulan: anugerah Allah tidak akan hilang oleh karena perbuatan kita, orang percaya, yang jahat. Syukurlah bahwa demikian keadaannya. Bahwa anugerah tidak bergantung kepada orang, meskipun orang yang percayapun juga, akan tetapi hanya bergantung pada Allah. Oleh karena demikian orang percaya boleh dan dapat hidup dengan tenteram: Allah yang memulai, Ia yang melanjutkan, Ia yang mencapai maksud-Nya (Flp. 1:6).

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA