DAS Referensi 05a

Nama Kursus : Doktrin Allah Sejati
Nama PeIajaran : Ketetapan Allah dan Predestinasi (Doktrin Pilihan)
Kode Referensi : DAS-R05a


Referensi DAS-R05a diambil dari:

Judul Buku : Teologi Sistematika
Penulis : Henry C. Thiessen
Penerbit : Gandum Mas, Malang, 1992
Halaman : 153 - 159

REFERENSI PELAJARAN 05a - KETETAPAN-KETETAPAN ALLAH

Apabila Allah menyelenggarakan segala sesuatu menurut keputusan kehendak-Nya (Efesus 1:11), maka sudah pada tempatnya kalau karya-karya Allah diuraikan setelah pribadi Allah dibicarakan. Akan tetapi, sebelum hal ini dapat dilakukan, kita terlebih dahulu harus menganalisis ketetapan-ketetapan Allah.

  1. Definisi Ketetapan-Ketetapan Allah

  2. Ketetapan-ketetapan Allah dapat didefinisikan sebagai rencana atau rencana-rencana abadi Allah yang dilandaskan pada pertimbangan ilahi yang paling bijaksana dan kudus. Dengan jalan ini maka Allah secara bebas dan tidak berubah, demi kemuliaan-Nya sendiri, telah menetapkan baik secara efektif maupun secara permisif segala sesuatu yang akan terjadi. Definisi ini mencakup beberapa hal:

    1. Ketetapan-ketetapan itu merupakan rencana abadi Allah. Ia tidak membuat rencana-Nya atau mengubah rencana yang sudah ada menurut perkembangan sejarah manusia. Ia membuat rencana-rencana itu didalam kekekalan, dan karena Ia tidak berubah maka semua rencana tersebut tidak pernah berubah (Mazmur 33:11; Yakobus 1:17).

    2. Ketetapan-ketetapan tersebut didasarkan pada pertimbangan Allah yang paling bijaksana dan kudus. Allah mahatahu dan oleh karena itu mengetahui apa yang terbaik. Allah juga semata-mata kudus sehingga Ia tidak mungkin merencanakan sesuatu yang salah (Yesaya 48:11).

    3. Ketetapan-ketetapan Allah bersumber pada kebebasan Allah (Mazmur 135:6; Efesus 1:11). Allah tidak berkewajiban untuk merencanakan sesuatu, segala rencana-Nya dibuat tanpa ada unsur paksaan atau kewajiban sama sekali. Satu-satunya hal yang mendesak yang berkaitan dengan ini ialah yang terbit dari sifat-sifat-Nya sendiri sebagai Allah yang bijaksana dan kudus. Oleh karena itu, hanya melalui penyataan khusus dari Allah saja kita dapat mengetahui apakah Ia telah merencanakan sesuatu, dan kalau demikian, apakah rencana tersebut.

    4. Ia mahakuasa sehingga sanggup melakukan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya (Daniel 4:35).

    5. Tujuan akhir dari semua ketetapan ilahi ialah kemuliaan Allah. Ketetapan-ketetapan itu tidak pertama-tama diarahkan untuk mendatangkan kebahagiaan bagi makhluk ciptaan-Nya, atau untuk penyempurnaan orang kudus, sekalipun kedua hal ini termasuk dalam tujuan-Nya, tetapi semua ketetapan ini dimaksudkan untuk kemuliaan Dia yang maha sempurna (Bilangan 14:21; Yesaya 6:3).

    6. Ada dua jenis ketetapan Allah: yang efektif dan yang pennisif. Ada hal-hal yang direncanakan Allah dan yang ditetapkan-Nya harus terjadi secara efektif; dan ada hal-hal lainnya yang sekadar diizinkan Allah untuk terjadi (Roma 8:28). Akan tetapi, dalam hal ketetapan-ketetapan yang permisif itu pun, Allah mengarahkan semuanya bagi kemuliaan nama-Nya (Matius 18:7; Kisah 2:23).

    7. Akhirnya, ketetapan-ketetapan Allah meliputi segala sesuatu yang terjadi dan ada. Ketetapan-ketetapan itu pun meliputi segala sesuatu di masa lampau, masa kini, dan masa depan; ketetapan-ketetapan itu meliputi juga hal-hal yang diadakan-Nya secara efektif dan hal-hal yang sekadar diizinkan-Nya (Yesaya 46:1011). "Dengan kata Iain, dengan kuasa dan kebijaksanaan yang tidak terbatas, sejak segenap kekekalan yang silam, Allah telah memutuskan dan memilih serta menentukan jalannya semua peristiwa tanpa kecuali bagi segenap kekekalan yang akan datang."

  3. Bukti Adanya Ketetapan-Ketetapan Allah

  4. Bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi dialam semesta ini bukan sekadar peristiwa kebetulan yang mengejutkan atau mengecewakan Allah, juga tidak diakibatkan oleh kehendak Allah yang sewenang-wenang, tetapi merupakan pelaksanaan maksud dan rencana Allah yang nyata dan terarah, telah diajarkan oleh Alkitab:

    Tuhan semesta alam telah bersumpah, firman-Nya, "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana .... Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. Tuhan semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? Tangan-Nya yang telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali? (Yesaya 14:24, 26-27).

    Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus ... di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan -- kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya (Efesus 1:9-11).

    Ketetapan-ketetapan itu seringkali diketengahkan sebagai satu ketetapan saja: "terpanggil sesuai dengan rencana Allah" (Roma 8:28, bandingkan dengan Efesus 1:11). Sekalipun ketetapan-ketetapan itu nampaknya terdiri atas banyak maksud, bagi Allah sebenarya ada satu maksud saja, yaitu satu maksud besar yang meliputi semuanya.

    Selanjutnya, ketetapan-ketetapan itu dianggap sebagai bersifat kekal: "sesuai dengan maksud abadi yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus Tuhan kita" (Efesus 3:11); "telah dipilih sebelum dunia dijadikan" (I Petrus 1:20): "Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan" (Efesus 1:4); "berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (II Timotius 1:9); "berdasarkan pengharapan akan hidup yang kekal yang sebelum permuIaan zaman sudah dijanjikan oleh Allah yang tidak berdusta" (Titus 1:2). Seperti yang dikatakan oleh Shedd, "Apa yang telah ditetapkan Tuhan akan terjadi pada waktunya dan dalam urutan tertentu; namun semuanya itu merupakan satu sistem akbar yang sebagai satu keseluruhan, dan satu kesatuan, telah termasuk dalam satu rancangan Allah yang abadi."47

  5. Landasan Ketetapan-Ketetapan Allah

  6. Ajaran tentang ketetapan-ketetapan Allah menjadi cukup terang apabila kita secara jelas memahami landasan-landasan ajaran tersebut. Secara spontan kita bertanya, Mengapa Allah tidak merasa puas untuk membatasi persekutuan dan kegiatan-Nya hanya di antara ketika oknum tritunggal saja?

    Harus ditekankan bahwa ketetapan-ketetapan Allah tidak bersumber pada keperluan. Allah tidak perlu menetapkan apa-apa. Allah juga tidak dibatasi oleh apapun di luar diri-Nya ketika membuat ketetapan. Apa yang ditetapkan Allah telah ditetapkan-Nya secara bebas dan sukarela; semua ketetapan Allah dibuat tanpa ada paksaan apapun. Selanjutnya, ketetapan-ketetapan itu tidak disebabkan oleh kehendak yang sewenang-wenang. Allah tidak bertindak berdasarkan dorongan emosional saja; Ia senantiasa bertindak secara rasional. Mungkin saja Allah kadang-kadang tidak menjeIaskan alasan-Nya ketika menetapkan sesuatu, namun kita dapat yakin bahwa sekalipun tidak dijeIaskan semua ketetapan mempunyai alasan (Ulangan 29:29). "Engkau akan mengertinya kelak" (Yohanes 13:7) merupakan kata-kata yang membesarkan hati karena suatu saat kelak kita akan mengerti arti dari beberapa ayat Alkitab yang sekarang ini sangat membingungkan dan rahasia dari beberapa tindakan Allah yang memusingkan kita. Allah tidak pernah bertindak dengan sewenang-wenang. Beberapa tokoh aliran Determinisme yang ekstrem telah beranggapan bahwa kehendak Allah itu mutlak adanya. Mereka mengajarkan bahwa tidak ada tolok ukur nilai yang menentukan atau menilai kehendak Allah. Sesuatu adalah benar karena Allah menghendakinya. Bila ini benar, maka kematian Kristus juga tidak ditentukan oleh suatu prinsip di dalam diri Allah, tetapi sekadar oleh kehendak Allah, dan apabiIa Allah telah ingin untuk menyelamatkan manusia tanpa kematian Kristus maka hal tersebut dapat dilaksanakan-Nya dan tindakan itu tetap benar.

    Lebih tepat bila dikatakan bahwa semua ketetapan Allah dilandaskan pada pertimbangan ilahi yang paling bijaksana dan kudus. Karena Dia itu mahabijaksana, yang dari mulanya mengetahui hal yang kemudian, yang mengetahui bahwa dosa akan datang (karena Ia telah memutuskan untuk mengizinkan dosa datang), yang mengetahui sifat dosa serta cara untuk menghadapinya jika Ia hendak menyelamatkan manusia, maka Ia melandaskan segala rencana-Nya atas segenap pengetahuan dan pengertian-Nya. Karena Ia mahakudus dan tidak mungkin bersikap pilih kasih atau tidak adil, Allah dapat membuat semua rencana-Nya sesuai dengan apa yang sungguh-sungguh benar adanya. Ia dapat menyelamatkan seorang berdosa, hanya bila dengan bertindak demikian Ia tetap adil (Roma 3:25). Dengan demikian, Allah bisa tetap penuh kasih dan pada saat yang sama juga adil (Mazmur 85:10). Jadi, atas dasar kebijaksanaan dan kekudusan-Nya Allah membuat segala ketetapan itu, baik yang efektif maupun yang permisif.

  7. Tujuan Dari Ketetapan-Ketetapan Allah

  8. Apakah yang merupakan alasan pokok bagi Allah untuk menetapkan sesuatu? Adakah suatu tujuan, suatu sasaran di alam semesta ini? Kalau ada, apakah tujuan tersebut?

    Jelaslah bahwa tujuan itu bukanlah terutama kebahagiaan ataupun kekudusan manusia ciptaan Allah. Allah memang menghendaki kebahagiaan manusia ciptaan-Nya. Paulus berkata ketika berada di Listra, "dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, namun Ia bukan tidak menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan" (Kisah 14:16, 17). Dan dalam suratnya yang pertama kepada Timotius Paulus mengatakan, " ... Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati" (I Timotius 6:17). Paulus menilai prinsip-prinsip asketis golongan Gnostik yang mengatakan, "Jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini" sebagai "perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia ... walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuskan hidup duniawi" (Kolose 2:21-23). Allah memang berusaha untuk membahagiakan umat manusia, bahkan memberikan kebahagiaan jasmaniah, namun kebahagiaan tersebut adalah tujuan yang sekunder, bukan tujuan primer.

    Allah juga memperhatikan peningkatan kesucian manusia ciptaan-Nya: Untuk membuktikan kenyataan ini kita hanya perlu memperhatikan bahwa Ia menciptakan manusia "didalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya" (Efesus 4:24). Ia menghimbau manusia untuk menjadi kudus sebagaimana Ia kudus adanya (Imamat 11:44; I Petrus 1:16), Ia memberikan hukum-Nya yang kudus sebagai tolok ukur kehidupan (Roma 7:12), Kristus mati di salib supaya dapat menguduskan umat-Nya (Efesus 5:25-27), dan Roh Kudus telah datang untuk membaharui dan menguduskan manusia (Yohanes 3:5; 1 Petrus 1:2). Sekalipun Tuhan berusaha meningkatkan kekudusan umat-Nya, namun bukan itu yang merupakan tujuan-Nya yang tertinggi.

    Tujuan terakhir dan tertinggi dari semua ketetapan Allah ialah kemuliaan-Nya. Ciptaan memuliakan Dia. Daud mengatakan, "langit menceritakan kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya" (Mazmur 19:2). Allah menyatakan bahwa Ia akan memumikan Israel dalam perapian penderitaan, lalu ditambahkan-Nya, "Aku akan melakukannya oleh karena Aku, ya oleh karena Aku sendiri, sebab masakan nama-Ku akan dinajiskan? Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain!" (Yesaya 48:11). Paulus menerangkan bahwa Allah menunda penghakiman "justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan" (Roma 9:23), dan bahwa dari semula Ia telah memilih orang-orang percaya "supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia" (Efesus 1:6, bandingkan dengan 1:12, 14; 2:8-10). Dan kedua puluh empat tua-tua melemparkan mahkota mereka didepan takhta Allah sambil berkata, "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan" (Wahyu 4:11). Jadi, tujuan akhir dari segala sesuatu ialah kemuliaan Allah; dan hanya pada saat kita menerima kenyataan ini sebagai tujuan akhir kehidupan kita juga maka barulah kita hidup pada tingkatan yang paling tinggi dan paling selaras dengan kehendak-Nya.

    Jika manusia berusaha dimuliakan maka itu berarti ia mementingkan diri sendiri, oleh sebab manusia itu berdosa dan tidak sempurna. Berusaha mencari kemuliaan sendiri sama saja dengan berusaha memuliakan keadaan berdosa serta tidak sempurna. Namun dalam hal Allah, kenyataan tersebut tidak berlaku sama sekali. Allah sama sekali tidak berdosa dan Ia kudus secara sempurna: Oleh karena itu, kalau Ia mencari kemuliaan-Nya sendiri berarti mencari kemuliaan dari kekudusan dan kemurnian yang sempurna. Tidak ada yang lebih luhur untuk dimuliakan. Sesungguhnya, dalam segala sesuatu Allah berusaha memuliakan Dia yang adalah wujud segala kebaikan, kebijaksanaan, kemurnian, dan kebenaran. Kita pun harus berbuat demikian.

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA