Ciri-Ciri Khas dari Ketetapan Ilahi

1. Ketetapan Ilahi Didirikan atas Hikmat Ilahi

Istilah "pertimbangan" yang merupakan salah satu istilah yang dipakai untuk ketetapan Allah ini menunjukkan satu pemikiran dan perencanaan yang cermat. Istilah itu mungkin berisi satu saran dari satu intra-komunikasi antara ketiga pribadi dalam Allah Tritunggal. Dalam membicarakan tentang wahyu Allah akan misteri yang sejak semula telah tersembunyi dalam diri-Nya, Paulus menyatakan bahwa wahyu Allah ini adalah: "pada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di surga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Ef. 3:10,11). Kebijaksanaan dari ketetapan ini juga berasal dari hikmat yang dipaparkan dalam pelaksanaan dari tujuan kekal Allah. Pemazmur menyanyikan kebijaksanaan ini dalam Mzm. 104:24: "Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu". Pikiran yang sama juga dinyatakan dalam Ams. 3:19, "Dengan hikmat TUHAN telah meletakkan dasar bumi, dengan pengertian ditetapkan-Nya langit" bandingkan juga Yer. 10:12; 51:15. Kebijaksanaan pertimbangan Allah dapat pula dilihat berdasarkan kenyataan bahwa pertimbangan itu berdiri teguh selamanya, Mzm. 33:11; Ams. 19:21. Mungkin sekali ada banyak hal dalam ketetapan itu yang melampaui pemahaman manusia dan tidak dapat dijelaskan pada akal manusia yang terbatas, akan tetapi pertimbangan itu sama sekali tidak berisi sesuatu yang irasional atau sembarangan saja. Allah membentuk ketetapan-Nya dengan satu kebijaksanaan dan pengetahuan yang berasal dari dalam diri-Nya.

2. Ketetapan Ilahi Ini Adalah Kekal

Ketetapan ilahi adalah kekal dalam pengertian bahwa ketetapan ini terletak sepenuhnya dalam kekekalan. Dalam satu pengertian tertentu dapat dikatakan bahwa semua tindakan Allah adalah kekal, sebab tidak ada urut-urutan waktu dalam keberadaan ilahi. Akan tetapi, sebagian dari ketetapan itu berlaku dalam waktu, seperti misalnya, penciptaan dan pembenaran. Dalam hal ini, kita tidak dapat menyebutnya sebagai sesuatu yang kekal, tetapi merupakan suatu tindakan Allah yang temporal. Akan tetapi, ketetapan itu sendiri pada saat berhubungan dengan hal-hal yang ada di luar Allah, tetaplah dalam dirinya suatu tindakan dalam keberadaan ilahi, dan dengan demikian kekal dalam arti yang paling mendasar. Karena itu juga ketetapan itu mempunyai bagian dalam keadaan yang sewaktu dan berturut-turut dari yang kekal itu, Kol. 15:18; Ef. 1:4; 2 Tim. 1:9. Kekekalan dari ketetapan itu juga mengandung arti bahwa urutan di mana elemen-elemen yang berbeda dalamnya berdiri satu sama lain dan tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang temporal, tetapi hanyalah bersifat logis. Ada satu susunan berdasarkan urutan waktu yang nyata dalam peristiwa-peristiwa sebagaimana dihasilkan, tetapi bukan dalam ketetapan yang menyebabkannya.

3. Hasil yang Dicapai oleh Ketetapan Itu

Hal ini sama sekali tidaklah berarti bahwa Allah telah menentukan untuk menyampaikan diri-Nya sendiri melalui satu penerapan langsung dari kuasa-Nya akan segala sesuatu yang tercakup dalam ketetapan-Nya, tetapi hanyalah bahwa apa yang telah Ia tetapkan pastilah akan terjadi; dan bahwa tidak ada satupun yang dapat menghalangi maksud-Nya. Dr. A.A. Hodge berkata: "Ketetapan itu sendiri dalam segala keadaan menunjukkan bahwa peristiwa itu akan dihasilkan dari sebab-sebab yang ada dalam satu cara yang sangat konsisten dengan natur dari peristiwa yang dibicarakan. Jadi, dalam setiap peristiwa dari tindakan bebas manusia ketetapan itu pada saat yang sama haruslah:

  1. Pelakunya selalu merupakan pelaku bebas.
  2. Perbuatan ini beserta semua perbuatan dari tindakan yang sedang dibicarakan haruslah sebagaimana adanya.
  3. Bahwa semua keadaan sekarang dari tindakan itu akan menjadi sebagaimana adanya.
  4. Bahwa tindakan itu akan terjadi secara spontan dan bebas dari pihak si pelaku.
  5. Bahwa tindakan itu pastilah bersifat untuk masa mendatang (Mzm. 33:11; Ams. 19:21; Yes. 46:10).

4. Ketidakberubahan Ketetapan Itu

Manusia boleh jadi, dan bahkan sering mengubah rencananya oleh berbagai alasan. Kemungkinan dalam membuat rencana itu, ia kurang sungguh-sungguh dalam mengejar tujuannya, sehingga ia tidak sepenuhnya menyadari apa saja yang tercakup dalam rencana itu atau bahwa ia sedang mengingini satu kekuatan untuk melaksanakannya. Akan tetapi, dalam diri Allah tidak ada hal-hal yang sedemikian itu. Allah sama sekali tidak kekurangan pengetahuan, semangat, atau kekuatan. Itulah sebabnya, Ia tidak perlu mengubah ketetapan-Nya karena kesalahan kurangnya perhatian, atau karena ketidakmampuan untuk melaksanakannya. Dan Allah tidak akan mengubah ketetapan itu karena Ia adalah Allah yang tidak berubah dan karena Ia adalah setia dan benar (Ayb. 23:13,14; Mzm. 33:11; Yes. 46:10; Luk. 22:22; Kis. 2:23).

5. Ketetapan Allah Ini Tanpa Syarat atau Mutlak>

Hal ini berarti bahwa ketetapan Allah tidak tergantung sama sekali pada segala sesuatu yang bukan merupakan bagian dari ketetapan itu sendiri. Berbagai elemen dari ketetapan itu sesungguhnya saling tergantung tetapi tidak satu pun dari rencana itu dikondisikan oleh apapun yang bukan berada dalam ketetapan itu. Pelaksanaan dari rencana itu mungkin menuntut sarana-sarana atau tergantung pada keadaan-keadaan tertentu. Akan tetapi, sarana-sarana ini kemudian juga telah ditetapkan dalam ketetapan itu. Allah bukan hanya menetapkan untuk menyelamatkan orang berdosa tanpa menentukan sarana untuk melaksanakan ketetapan itu. Sarana yang menuju kepada akhir yang telah ditentukan sejak semula itu juga ditetapkan, Kis. 2:23; Ef. 2:8; 1 Pet. 1:2. Ciri mutlak dari ketetapan itu berasal dari kekekalannya, ketidakberubahannya, dan saling ketergantungannya dalam sukacita Allah. Akan tetapi, semua itu disangkal oleh kelompok Semi-Pelagian dan Arminian.

6. Ketetapan Itu Bersifat Universal dan Mencakup Keseluruhan

Ketetapan itu mencakup apa saja yang akan terjadi dalam dunia, baik dalam hal fisik maupun moral, baik ataupun jahat, Ef. 1:11. Ketetapan itu mencakup:

  1. Tindakan-tindakan manusia yang baik (Ef. 2:10);
  2. Perbuatan manusia yang buruk (Ams. 16:4; Kis. 2:23; 4:27,28);
  3. Peristiwa-peristiwa yang belum jelas (Kej. 45:8; 50:20; Ams. 16:33);
  4. Alat maupun akhirnya (Mzm. 119:8-91; 2 Tes. 2:13; Ef. 1:4);
  5. Sepanjang umur manusia (Ayb. 14:5; Mzm. 39:4); dan tempat tinggal mereka (Kis. 17:26).

7. Dalam Kaitan dengan Dosa, Ketetapan Allah Itu Bersifat Mengizinkan.

Kita biasa menyebut ketetapan Allah yang berkaitan dengan kejahatan moral sebagai ketetapan yang mengizinkan atau memperbolehkan. Melalui ketetapan-Nya Allah mengizinkan tindakan atau perbuatan dosa manusia tanpa adanya maksud menyebabkan perbuatan dosa itu dengan cara bertindak langsung dan dalam kehendak yang terbatas. Hal ini berarti bahwa Allah tidaklah secara positif bertindak dalam diri manusia "baik untuk menghendaki maupun melakukan" pada saat manusia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak-Nya yang telah dinyatakan. Akan tetapi, harus senantiasa kita perhatikan bahwa ketetapan yang mengizinkan ini tidaklah mengandung maksud adanya satu izin pasif akan sesuatu yang tidak berada di bawah pengaturan kehendak Allah. Ketetapan ini adalah ketetapan yang melihat tindakan berdosa di masa datang sebagai sesuatu yang mutlak pasti, tetapi yang dalamnya Allah menentukan:

  1. tidak untuk menghalangi penentuan sendiri yang berdosa dari kehendak manusia yang terbatas, dan
  2. mengatur dan mengawasi hasil dari keputusan sendiri yang berdosa dari manusia ini (Mzm. 78:29; 106:15; Kis. 14:16; 17:30).
Diambil dari:
Judul Buku : Teologi Sistematika (Doktrin Allah)
Judul Artikel : Ciri-Ciri Khas dari Ketetapan Ilahi
Penulis : Louis Berkhof
Penerbit : Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1993
Halaman : 186 - 196
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA