10 Sifat dan Kebiasaan yang Perlu Diajarkan kepada Anak-Anak
Pengamsal menasehati para pembacanya demikian, "Ajarlah seorang anak cara hidup yang patut baginya, maka sampai masa tuanya ia akan hidup demikian" (Ams. 22:6).
Ada sebagian orang mengijinkan anak mereka yang masih kecil untuk melakukan apa saja, walaupun perbuatan itu salah dan kurang ajar. Biasanya, alasan mereka adalah: "Anak kami masih kecil, nanti saja jikalau sudah besar, ia akan kami disiplin." Pendapat itu tidak benar! Lihatlah ilustrasi berikut ini.
Seekor ayam yang salah satu kakinya cacat, berjalan melewati lapisan semen basah dengan satu kaki saja. Kemudian, seorang pemuda mengusir ayam itu dari sana. Namun, bekas tapak kakinya masih tercetak di semen. Keesokan harinya setelah semen itu menjadi kering, bekas tapak kaki si ayam terlihat jelas sekali. Ayam itu sendiri telah dipotong dan dimakan, namun bekas tapak kakinya terus terlihat selama bertahun-tahun kemudian. Demikian pula dengan watak anak; sebelum watak anak Anda mengeras, cap apa yang orang tua sudah buat dan tinggalkan dalam kepribadian mereka?
85% dari pembentukan pribadi seseorang terjadi pada waktu ia masih berada di kandungan ibunya sampai dengan usia 7 tahun. Tujuh tahun pertama di dalam kehidupan seorang anak adalah masa yang sangat penting, bagaikan lapisan semen yang masih basah bisa diberikan "cap" apa saja dan akan membekas selama berpuluh-puluh tahun kemudian.
Figur Musa adalah contoh yang menarik. Pada waktu usianya sekitar 40 tahun, Musa, yang telah diadopsi oleh sang putri Firaun, membela bangsa Yahudi dan membunuh orang Mesir (Kel. 2:11-14). Mengapa bisa timbul perasaan nasionalisme kepada budak-budak Yahudi, padahal ia sudah tinggal nyaman di istana Firaun? Jawabannya adalah karena sewaktu masih kecil, Musa pernah dididik oleh mamanya sendiri sambil disusui (Kel. 2:8-10). Pastilah, sang mama terus menanamkan pemahaman di dalam diri Musa kecil, bahwa ia adalah orang Ibrani yang berTuhankan Allah Yahweh. Pengajaran itu berlangsung selama beberapa tahun sampai Musa menjadi besar (kemungkinan sampai berusia 7 tahun), barulah Musa diberikan kepada sang putri Firaun. Apa yang ditanamkan dalam usia 7 tahun pertama itu sungguh berdampak besar bagi kehidupan Musa. Berikut ini adalah 10 sifat dan kebiasaan penting yang perlu diajarkan kepada anak-anak dalam usia 7 tahun pertama:
1. Menghormati Allah di dalam kehidupan mereka.
Orang tua perlu setiap hari berdoa sambil menumpangkan tangan kepada sang janin yang masih di kandungan ibunya. Ketika bayi itu sudah lahir, sang ibu perlu membiasakannya berdoa terlebih dahulu sebelum diberi susu atau makanan lembut lainnya. Kebiasaan untuk berdoa perlu terus diajarkan sampai anak itu besar. Ajarlah mereka berdoa syafaat sebelum mereka tidur, misalnya berdoa untuk: guru-guru di sekolah, kakek-nenek, orang tua, pekerjaan misi, orang yang sedang mengalami musibah, dll. Dalam hal ini, altar keluarga yang dipimpin oleh kepala rumah tangga sangat penting. Biarlah kebiasaan berdoa "mendarah-daging" dalam kehidupan anak-anak.
2. Bimbinglah anak-anak untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadi mereka.
Usia antara 4 - 14 tahun adalah masa yang mudah bagi seseorang untuk menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Jikalau masa itu diperpanjang, maka hanya sampai pada usia 19 tahun seseorang dapat menerima Injil dengan agak mudah. Setelah usia 19 tahun, adalah sulit bagi seseorang untuk menerima berita keselamatan di dalam Yesus, kecuali hanya dengan mukjizat Ilahi.
Orang tua bisa mengajarkan Injil kepada anak-anak di dalam konteks dan dengan cara yang berbeda. Misalnya: ketika anak itu dibawa ke rumah duka dan melihat mayat yang terbaring di peti jenazah, orang tua bisa, memakai momen yang penting ini untuk memberitakan Injil bagi si anak.
3. Mendisiplin anak sedini mungkin.
Anak di bawah usia dua tahun sudah bisa diajar untuk makan dengan tidak berjalan-jalan. Selesai bermain, anak perlu diajar untuk membereskan mainannya dan mengembalikan ke tempatnya. Biarkanlah anak itu sendiri yang melakukannya, tidak perlu dilakukan oleh baby-sitter-nya atau pembantu. Anak tidak boleh bersikap kurang ajar kepada orang lain, walaupun kepada pembantu rumah tangga.
Jikalau si anak bandel, maka orang tua boleh memukul anaknya (Ams. 22:15), tetapi harus di bagian tubuh yang tepat, misalnya: di pantat (karena bagian ini berisi banyak lemak). Namun, pukulan apabila terlalu sering dilakukan akan menjadi tidak efektif. Pandangan mata yang berwibawa dari orang tua kepada anak akan lebih baik.
4. Mengajarkan sifat adil kepada anak.
Seorang anak tidak menuntut orang tuanya harus kaya, tetapi adil. Ada sebagian orang tua yang lebih mengasihi anaknya yang paling pintar atau yang paling cantik, sehingga anak yang lain merasa cemburu. Hal pilih kasih terjadi di dalam keluarga Yakub. Yusuf yang lahir pada masa tua Yakub, diperlakukan secara istimewa, sehingga membuat rasa cemburu di dalam hati anak-anaknya yang lain (Kej. 37:1-4).
Jikalau orang tua baru pulang dari luar kota dan mau membawakan oleh-oleh untuk anak-anak mereka, jangan lupa memberikannya kepada setiap anak. Anak kecil belumlah mengerti harga, oleh karena itu berikanlah kepada mereka sesuatu yang mereka senangi, walaupun murah.
Disiplin haruslah adil kepada setiap anak. Disiplin bisa berbentuk pujian maupun hukuman (Ibr. 12:5). Setiap anak, apabila berbuat baik harus dipuji; jika berbuat salah, haruslah dihukum. Berat atau ringannya hukuman harus disesuaikan dengan macam kesalahannya. Misalnya: seorang anak lelaki yang berusia 9 tahun mencoba untuk men-starter mobil ayahnya. Sebelumnya, sang ayah telah memberitahukannya beberapa kali tentang prosedur menyalakan mesin mobil, yakni dengan menetralkan lebih dahulu posisi persneling. Si anak sudah melakukannya beberapa kali dengan baik. Namun pada suatu malam, si anak bersikap ceroboh. Ia tidak menetralkan posisi persneling lebih dahulu, sehingga ketika distarter, mobil itu langsung menabrak pintu garasi. Akibatnya, pintu garasi dan bemper mobil rusak. Si ayah mendisiplin anaknya dengan tidak mengijinkan bermain di Timezone selama 1 bulan. Bagi si anak, bermain di Timezone adalah hal yang sangat disukainya. Tetapi karena kesalahannya, ia harus menyangkal diri, dan itulah bentuk disiplin yang cocok baginya. Jadi, disiplin tidak selalu berbentuk pukulan fisik.
5. Mengajar anak untuk menghargai setiap pemberian.
Anak perlu diajar untuk berterima kasih atas setiap berkat Tuhan yang mereka terima, misalnya: makanan/minuman, kesempatan untuk belajar, tempat tinggal, kendaraan yang dipakai, pembantu yang setia melayani, semua mainan yang tersedia, kado HUT, dll. Jangan biarkan mereka bersungut-sungut.
Anak yang sejak kecil sudah biasa hidup "enak", ada kecenderungan untuk tidak menghargai kenyamanan hidup yang mereka nikmati, dan bersikap take it for granted (menganggap hal itu sebagai sudah seharusnya demikian). Anak seperti itu perlu sesekali diajak, misalnya, menumpang bus umum atau angkot. Biarkan mereka melihat dan mengalami realita hidup yang sesungguhnya, dimana begitu banyak orang yang kondisi hidupnya begitu susah. Dengan demikian, mereka bisa mengucap syukur untuk mobil orang tua mereka yang ber-AC.
Pada waktu Ebenezer, anak kami yang kedua, berulang tahun yang ketujuh, kami mengadakan pesta HUT yang unik. Bersama dengan perayaan HUT Angie, anak ketiga dari salah seorang anggota majelis gereja, kami mengundang anak-anak dari "kolong jembatan" untuk menghadiri acara ini. Tentu saja, anak-anak teman sekolah minggunya juga diundang. Kami menyediakan snack dan nasi untuk mereka yang kekurangan. Juga, beberapa anggota gereja menyumbangkan beberapa bahan pokok, seperti beras, minyak, dll, untuk orang tua dari anak-anak prasejahtera itu. Momen seperti itu sungguh memberikan kesan yang mendalam bagi anak kami. Mereka belajar untuk menghargai setiap anugerah Tuhan dan belajar untuk memberi kepada mereka yang berkekurangan.
6. Menjauhkan anak dari sifat kejam
Sifat kejam adalah sifat yang menikmati ketika melihat penyiksaan terjadi pada diri orang lain atau binatang. DR. Albert Schweitzer berkata, "Hargailah kehidupan!" Jangan siksa seekor anjing, kucing, atau semut sekalipun. Jikalau mau membunuhnya, bunuhlah, tetapi jangan disiksa sedikit demi sedikit sampai mati. Seorang anak yang dibiarkan menyiksa seekor binatang, pada suatu saat dia akan menyiksa manusia juga. Pertunjukan yang sadis di acara-acara TV perlu dijauhi, misalnya: free wrestling (gulat bebas), UFC, film-film dan game-game yang bernafaskan kekerasan hendaknya dijauhi. Apa yang ditonton oleh mereka akan sangat mudah ditiru. Rasul Paulus memberikan prinsip yang penting sbb,
"Segala sesuatu diperbolehkan, benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain" (1Ko. 10:23-24).
7. Mengajar anak berkata jujur.
Karena takut dihukum atau untuk menghindari suatu tugas yang mereka tidak senangi, sebagian anak berbohong kepada orang tua atau guru mereka. Orang tua perlu peka terhadap hal ini. Adakan cross-check dengan orang-orang yang menyaksikan hal itu, lalu bandingkan dengan apa yang dikatakan oleh si anak.
Misalnya: seorang anak yang dileskan piano oleh orang tuanya, harus berlatih main piano setiap harinya. Pada suatu hari, si ibu bertanya kepada anaknya, apakah ia sudah berlatih piano pada hari itu. Si anak berkata: sudah. Namun, si ibu perlu sesekali melakukan cross-check kepada pembantunya, yang setiap saat di rumah, apakah betul si anak sudah berlatih piano. Jikalau si anak berbohong, maka ia perlu didisiplin. Jangan biarkan kebohongan sekecil apapun dilakukan oleh anak yang masih kecil, sebab hal itu menjadi benih yang tidak baik untuk masa depan hidupnya.
Contoh lain lagi: si Andi menangis ketika pulang dari sekolah. Ia mengadu kepada orang tuanya, bahwa ia baru saja dipukul oleh Joni, temannya. Orang tua tidak perlu panik dalam hal ini, dan jangan langsung percaya 100% kepada perkataan Andi. Orang tua perlu bertanya kepada guru kelas dari Andi, atau kepada orang yang melihat kejadian itu. Ternyata, yang diceritakan Andi hanya separoh benar. Si Andi suka menggoda Joni, sehingga akhirnya Joni menjadi marah dan memukulnya. Dengan demikian, orang tua yang bijaksana harus mendisiplin Andi dan mengajarnya untuk berkata jujur; tidak menutup-nutupi sebagian fakta dengan tujuan untuk mendapat dukungan dari orang tua.
Tentunya, teladan orang tua dalam hal kejujuran adalah sangat penting. Apabila si anak melihat orang tuanya sering berbohong kepada orang lain, bahkan ada pula orang tua yang mengajarkan anaknya untuk berbohong dalam hal-hal tertentu, maka hal itu pasti akan berdampak negatif bagi kepribadian si anak.
8. Mengajar anak sikap tekun dan ulet.
IQ yang tinggi tidak menjamin seorang anak menjadi sukses. Thomas Alva Edison (1847-1931) pernah berkata, bahwa IQ hanya menyumbangkan 5% saja dari kesuksesan seseorang, sisanya adalah ketekunan, keuletan, dan sifat-sifat positif lainnya.
Memang dalam kehidupannya, Thomas telah berusaha untuk menjadi tekun dan ulet. Pada masa kecilnya, salah satu telinganya menjadi tuli karena infeksi. Thomas kecil sulit bergaul dengan teman- temannya di sekolah dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh guru-gurunya. Pada usia 11 tahun, ia dikeluarkan oleh guru sekolahnya karena dianggap "anak bodoh"; namun, ibunya mendidiknya dengan sabar. Akhirnya, setelah mengalami kegagalan sebanyak lebih dari 1000 kali, muncullah seorang Thomas Alva Edison yang menemukan beberapa hal penting, yakni: bola lampu, phonograph (piringan hitam), gambar bergerak, telegraph, dan teknologi telepon. (1)
Ketekunan dan keuletan perlu diajarkan sejak dini di dalam kehidupan anak-anak. Kepribadian mereka perlu dilatih untuk tidak mudah menyerah. Jikalau mendapat nilai merah di dalam pelajaran di sekolah, janganlah cepat-cepat mundur dan putus asa. Robert Schuller mendefinisi ulang makna "kegagalan":
- Kegagalan tidak berarti bahwa Anda adalah orang yang gagal. Itu berarti bahwa Anda masih belum berhasil.
- Kegagalan tidak berarti bahwa Anda tidak menyelesaikan apa-apa; itu berarti bahwa Anda telah belajar sesuatu.
- Kegagalan tidak berarti bahwa Anda telah dipermalukan; itu berarti bahwa Anda telah berkemauan mencoba.
- Kegagalan tidak berarti bahwa Anda tidak mendapatkannya; itu berarti bahwa Anda harus melakukannya dengan cara yang lain.
- Kegagalan tidak berarti bahwa Anda telah menyia-nyiakan hidup Anda; itu berarti bahwa Anda mempunyai alasan untuk mulai lagi.
- Kegagalan tidak berarti bahwa Anda harus menyerah; itu berarti bahwa Anda harus mencoba lebih keras.
- Kegagalan tidak berarti bahwa Anda tidak akan pernah mencapainya; itu berarti Anda masih memerlukan waktu sedikit lebih lama.
- Kegagalan tidak berarti bahwa Allah meninggalkan Anda; itu berarti bahwa Ia memiliki gagasan yang lebih baik. (2)
9. Biarkan anak untuk bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Ada seorang anak yang berlari-lari mengelilingi suatu ruangan. Lalu, tiba-tiba kakinya tersandung kaki meja dan jatuh. Orang tuanya cepat-cepat datang dan memukul meja itu sambil berkata, "Meja nakal. Ayo anakku sayang, bangunlah." Padahal yang salah bukanlah meja itu, tetapi anak itu sendiri yang kurang hati-hati. Namun, kejadian yang tampaknya sederhana itu dapat menanamkan kesan yang kurang baik di dalam diri si anak. Orang tua terlalu melindungi si anak, sehingga si anak tidak diberikan kesempatan untuk bertanggung jawab atas tindakannya yang kurang hati-hati. Sebaiknya, orang tua itu berkata, "Ayo anakku, bangunlah. Lain kali hati-hati yah, kalau berlari jangan menabrak meja" (sambil sang orang tua memeriksa lutut si anak yang jatuh itu).
Apabila si anak nakal di sekolah, lalu kemudian gurunya mendisiplinnya; biarlah orang tua tidak dengan serta-merta membela anaknya. Anak itu perlu belajar untuk menerima risiko dari kenakalannya.
10. Orang tua perlu merelakan anaknya menghadapi kesulitan dan tantangan.
Nyanyian Musa memberikan kita pengajaran yang baik dalam melatih kepribadian anak, "Laksana rajawali menggoyang-bangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya" (Ula. 32:11).
Seekor induk burung rajawali melatih anak-anaknya untuk terbang dengan cara "membuang" anak itu di angkasa. Anak-anak burung itu dilatih untuk menggunakan sayap mereka. Ketika anak-anak burung itu hampir jatuh ke tanah, maka sang induk cepat-cepat menatangnya kembali di atas kepaknya. Berkaitan dengan training kepribadian anak, Jendral Mac Arthur pernah mengucapkan suatu doa yang unik:
Ya Tuhan, aku mohon supaya anakku jangan dibawa ke jalan yang mudah dan lunak, melainkan dibawa ke jalan yang penuh desakan, kesulitan dan tantangan. Didiklah anakku supaya ulet berdiri di atas badai. Bentuklah anakku menjadi manusia yang hatinya jernih, yang cita-citanya luhur, anak yang sanggup memimpin dirinya sebelum sanggup memimpin orang lain. Dengan demikian, aku, ayahnya akan memberanikan diri untuk berbisik, "Hidupku ini tidaklah sia-sia. "Amin. (3)
Catatan:
- Groiler Incorporated, The New Book of Knowledge, vol. 5 (Dandury, Connecticut: Grolier Incorporated, 1995), s v. "Edision, Thomas Alva."
- Robert H. Schuller, Keuletan Kunci Keberhasilan: Penuh Inspirasi dan Motivasi untuk Hidup Lebih Kreatif dan Produktif (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 13 -- 14.
- Andar Ismail, Selamat Pagi Tuhan: 33 Renungan Tentang Doa (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000).
Diambil dari: | ||
Judul Buku | : | Hanya Maut yang Memisahkan Kita |
Judul Artikel | : | 10 Sifat dan Kebiasaan yang Perlu Diajarkan kepada Anak-anak |
Pengarang | : | Pdt. Roby Setiawan, Th.D. |
Penerbit | : | Setiawan Literature Ministry, 2007 |
Halaman | : | 102 -- 112 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA