SHA-Referensi 03b

Nama Kursus : Sepuluh Hukum Allah Untuk Kehidupan Manusia (SHA)
Nama Pelajaran : Hukum Pertama dan Kedua
Kode Pelajaran : SHA-R03b

Referensi SHA-R03b diambil dari:

Judul Buku : Hidup Sebagai Umat Allah Etika Perjanjian Lama
Judul Artikel : Bermacam-macam Hukum
Pengarang : Christopher Wright
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1995
Halaman : 155 - 159

REFERENSI PELAJARAN 03b - HUKUM

BERMACAM-MACAM HUKUM

Telah ditemukan dalam pendahuluan, untuk menemukan relevansi etis dari hukum Perjanjian Lama secara keseluruhan, kurang bermanfaat kalau kita hanya mencoba menemukan "hukum moral" saja, di luar "hukum perdata" dan "hukum upacara". Malah, kita perlu mempelajari dan menggolongkan hukum-hukum itu berdasarkan latar belakang sosialnya dalam Israel kuno, dan kemudian membahas ciri-ciri atau prinsip-prinsip moral penting yang timbul dari setiap ketegori yang sedemikian. Jadi penggolongannya tidak dirancang untuk menjawab pertanyaan "Hukum-hukum manakah yang masih relevan bagi kita dan mana yang tidak relevan?" Pendekatan tersebut akan memampukan kita untuk menentukan relevansi moral hukum-hukum Perjanjian Lama secara keseluruhan dalam suatu konteks yang otentik.

  1. Hukum Pidana

    Kejahatan adalah setiap pelanggaran yang oleh negara dianggap bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Seorang penjahat dihukum atas nama seluruh masyarakat oleh penguasa tertinggi dalam negara itu. Karena itu hukum pidana berbeda dengan hukum perdata yang mengurus perselisihan pribadi antara sesama warga negara. Dalam kasus perdata negara dapat campur tangan tetapi bukanlah pihak yang dirugikan.

    Israel adalah sebuah negara. Karena Israel ada sebagai hasil karya penebusan Allah yang historis, Dialah yang dianggap kekuasaan tertinggi dalam negara itu. Inilah arti istilah "teokrasi". Israel juga percaya bahwa hubungan dengan Allah adalah dasar keberadaannya, sehingga keberlangsungan hidup dan keamanan negaranya tergantung pada hubungan itu. Karena itu, pelanggaran apa pun terhadap hubungan perjanjian tersebut mengancam keamanan seluruh bangsa itu. Pelanggaran melawan Allah berarti pelanggaran melawan negara yang bergantung pada-Nya. Hal-hal seperti itu diperlakukan sebagai kejahatan dan ditangani secara serius. Karena Israel adalah teokrasi, maka dalam soal kejahatan, bidang-bidang sosial dan teologis tidak dipisahkan.

    Dalam konteks ini kelihatan lagi pentingnya Dasa Titah bagi Israel. Dasa Titah menyatakan macam-macam tingkah laku yang dituntut atau dilarang atas nama wewenang Allah yang oleh anugerah dan kuasa-Nya menjadikan Israel suatu bangsa yang merdeka. Dasa Titah bukanlah kumpulan hukum pidana, karena di dalamnya tidak ada peraturan yang terinci atau hukuman tertentu. Tetapi Dasa Titah itu menentukan batas-batas dan kewajiban-kewajiban perjanjian Allah dan dengan demikian menentukan hakikat dan jangkauan dari apa yang merupakan kejahatan bagi Israel. Undang-undang lain menjabarkan Dasa Titah dengan peraturan-peraturan dan hukum-hukum secara terinci.

    Segala pelanggaran yang mengakibatkan hukuman mati dalam hukum Perjanjian Lama dapat dihubungkan secara langsung atau tidak langsung dengan Dasa Titah. Mengingat pengertian "kejahatan", yang baru saja dilepaskan, hukuman mati tidak dapat dianggap primitif ataupun didorong oleh fanatisme keagamaan yang menyala-nyala. Hukuman-hukuman itu membuktikan kesungguhan perjanjian Allah dan pentingnya melindungi perjanjian itu dari pelanggaran yang membahayakan masyarakat. Dalam hal ini kepentingan nasional dijalin dengan pencegahan dan penghukuman yang cukup serius atas kejahatan yang melanggar perjanjian tersebut.

    Pada pihak lain, meskipun segala pelanggaran yang dikenankan hukuman mati tidak dapat dikaitkan dengan Dasa Titah, tidak berarti setiap Titah mempunyai sanksi hukuman mati. Titah kesepuluh ("janganlah mengingini") pada hakikatnya tidak dapat dikenakan hukuman peradilan apa pun, lebih-lebih hukuman mati. Tetapi secara etis Titah itu penting, sebab menunjukkan bahwa seseorang dapat dianggap jahat secara moral di hadapan Allah tanpa melakukan pelanggaran yang kelihatan, yang secara yuridis dapat dihukum. Yesus menerapkan prinsip yang sama untuk perintah-perintah lain (Mat. 5:21-24, 27-28). Titah kedelapan ("Jangan mencuri") dikaitkan dengan harta benda yang dihukum mati dalam hukum orang Israel. Namun karena pentingnya tanah milik keluarga dan hartanya, pencurian dianggap serius, sehingga dicakup dalam inti hukum perjanjian.

  2. Hukum Perdata

    Sangat banyak hukum-hukum dalam kelima kitab Taurat yang mulai dengan "Kalau . . . " atau "Apabila . . .", kemudian menjelaskan suatu situasi dan diakhiri dengan ketentuan atau hukuman yang menyangkut situasi itu. Demikianlah hukum "kasus" atau "kasuistis". Beberapa contohnya terdapat dalam Kitab Perjanjian, dimana ada kasus-kasus kehancuran, kelalaian, penyerangan, kecelakaan, perselisihan atas barangyang dipinjamkan atau disewakan, dan sebagainya. Hukum perdata yang mencakup perselisihan antara sesama warga negara, tentu saja merupakan ciri umum kebanyakan masyarakat. Dalam banyak hal hukum Israel dapat dibandingkan dengan kumpulan perundang-undangan Timur Tengah kuno lainnya, khususnya Mesopotamia, misalnya Kodeks Hammurabi.

    Bagaimana pun juga, kadang-kadang ada perbedaan yang penting. Misalnya, hukum-hukum tentang budak-budak di Israel. Tiga hukum perdata Perjanjian Lama tidak ada kesejajarannya dalam kumpulan hukum lainnya dari Timur Tengan kuno. Keluaran 21:20-21 dan 21:26-27 mengangkat kasus budak yang terluka atau terbunuh oleh majikannya sendiri, dan Ulangan 23:15-16 menganugerahkan suaka kepada budak yang melarikan diri (lihat di bawah: ps 8).

    Jelaslah, perbedaan dalam hukum-hukum Israel tentang budak-budak itu berasal dari dampak teologis pengalaman Israel sendiri. Karya Allah demi Israel ketika masih dalam perbudakan mengubah sikap mereka terhadap perbudakan, sehingga menjadi sangat berbeda dengan kebiasaan saat itu dan hal ini sangat penting untuk masa yang akan datang. Jadi tidak cukup membedakan hukum moral dengan hukum perdata saja bahwa hukum moral didasarkan atas kehendak Allah yang mutlak, sedangkan hukum perdata sepenuhnya bergantung pada keadaan Israel dan tidak relevan secara etis. Dalam kasus perbudakan ini, justru penelitian yang seksama atas hukum perdata menemukan dasar teologis sifat dan karya Allah yang diberlakukan dalam bidang perdata. Tidak ada "hukum moral" yang menolak perbudakan, bahkan Dasa Titah sekalipun. Tetapi ada prinsip moral yang mendasari hukum perdata, yang bersama dengan bagian-bagian Perjanjian Lama lainnya tentang pokok itu (misalnya Imamat 25:42; Nehemia 5:1-12; Ayub 31:15, Yeremia 34; Amsal 2:6) mempersoalkan dan merupakan langkah pertama menuju penghapusan perbudakan itu.

  3. Hukum Keluarga

    Di Israel kuno rumah tangga memainkan peran yuridis yang besar. Ini adalah salah satu segi dari pentingnya keluarga dan sanak saudara dalam masyarakat. Kepala rumah tangga mempunyai tanggung jawab untuk dan kekuasaan hukum atas seisi rumahnya, termasuk anak laki-laki yang telah menikah dan keluarganya sementara mereka tinggal di tanah milik leluhur mereka. Salah satu contoh tentang hal ini kelihatan ketika Gideon, meskipun telah menikah dan mempunyai anak-anak lelaki remaja (Hakim-hakim 8:21) masih takut terhadap "rumah ayahnya" (Hakim-hakim 6:27), dan dilindungi oleh ayahnya Yoas (Hakim-hakim 6:30-31) dari kemungkinan hukuman mati tanpa proses peradilan.

    Dalam banyak hal yang rutin dan beberapa hal yang lebih besar, kepala rumah tangga dapat bertindak berdasarkan wewenang hukumnya sendiri tanpa perlu memakai hukum perdata atau wewenang peradilan para tua-tua. Hukum keluarga lebih penting dalam beberapa hal dari hukum perdata, misalnya dalam hal disiplin terhadap anak-anak oleh orang tua. Namun demikian, disiplin itu terbatas dan tidak memberi hak menentukan hidup dan mati salah satu anggota keluarga. Kalau keadaan berkembang menjadi serius seperti itu, maka hukum perdatalah yang berlaku dan perkaranya dilimpahkan ke peradilan para tua-tua (lihat Ulangan 21:28-21). Perkawinan juga diatur oleh keluarga, bukan di depan peradilan perdata, kecuali telah terjadi kejahatan terlebih dahulu. Misalnya persetubuhan dengan anak gadis orang lain yang belum bertunangan: dalam kasus itu hukum perdata menetapkan kewajiban yang jelas (Keluaran 22:16-17, diubah dalam Ulangan 22:28-29) atau kalau ada perselisihan antara antara suami dan ayah pihak perempuan mengenai kesucian sebelum perkawinan (Ulangan 22:13-21). Perceraian juga termasuk yurisdiksi keluarga, hukum perdata hanya mengatur keadaan setelah perceraian (Ulangan 24:1-4). Kita telah melihat bahwa hukum perdata memperhatikan perlakuan yang adil terhadap budak-budak. Tetapi upacara untuk seorang budak yang setelah merdeka dengan sukarela ingin tetap dengan satu keluarga adalah upacara di dalam keluarga (Keluaran 21:5-6; Ulangan 15:16-17).

    Selain itu ada juga hukum-hukum dan pranata-pranata yang dirancang untuk melindungi keluarga dan warisan tanahnya. Termasuk perkawinan levirat (Ulangan 25:5-10), hukum-hukum warisan (Ulangan 21:15-16), penebusan tanah dan orang serta tahun Yobel (Imamat 25:23, dst.). Harus diingat juga fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan yang utama di mana hukum-hukum lainnya diajarkan dan dijelaskan (Ulangan 6:7-9, 20-25).

    Di bawah skema lama yang membeda-bedakan hukum moral dan hukum perdata serta hukum upacara, hukum keluarga itu harus dianggap "hukum perdata". Tetapi jelas dibutuhkan kategori yang terpisah, karena secara sosiologis hukum keluarga adalah jenis hukum tersendiri. Makna etisnya terletak dalam faktor-faktor yang sama yang sudah diungkapkan sebelumnya. Jadi penggalian lapisan-lapisan hukum keluarga Israel kuno itu memperkaya motif "kekudusan keluarga" yang biasanya dikaitkan dengan Titah Kelima saja.

  4. Hukum Peribadatan

    Menurut sistem pembagian yang lama, hukum "upacara" dianggap sebagai penggambaran karya Kristus dan karena itu dikatakan sudah digenapi oleh Dia sehingga tidak berlaku lagi. Pengertian banyak orang Kristen tentang hukum peribadatan Perjanjian Lama ditentukan oleh ajaran Surat Ibrani dan terbatas pada korban sembelihan, peraturan-peraturan keimaman dan upacara Hari raya Pendamaian. Semuanya ini memang adalah bagian-bagian yang penting dari hukum peribadatan, tetapi sama sekali bukanlah keseluruhannya. Bagi seorang Israel, kehidupan peribadatan mencakup hal-hal seperti pengaturan makanan dan kesehatan dengan pembedaan antara makanan yang halal dan haram, sabat dan perayaan-perayaan lain, sama halnya dengan tuntutan-tuntutan praktis yang mempunyai dampak-dampak sosial yang penting, seperti persembahan, perpuluhan, buah sulung dan pengumpulan sisa-sisa panen.

    Bahkan pranata ekonomi yang utama, yaitu tahun sabat mempunyai dasar peribadatan. Tahun itu didasarkan atas keyakinan bahwa Allah memiliki tanah dan disebut "suatu sabat untuk TUHAN" (Imamat 25:4) dan waktu "penghapusan hutang demi TUHAN" (Ulangan 15:2). Jadi kewajiban material dan korban-korban dalam pemeliharaan tahun sabat itu dianggap sebagai persembahan kepada Allah sendiri. Tetapi dampak praktisnya mewujudkan keprihatinan manusia terhadap orang yang melarat dan berhutang. Hal itu diungkapkan dengan jelas dalam tiga bagian yang menyangkut hukum itu (bnd. Keluaran 23:11; Imamat 25:6-7; Ulangan 15:2,7-11). Allah dihormati dengan memelihara hukum yang memberi manfaat kepada saudara-saudara yang miskin.

    Dalam bagian hukum peribadatan yang kelihatannya tidak bermanfaat bagi etika, jelaslah terdapat suatu prinsip moral dasar yang meresapi etika Alkitab, yaitu: pelayanan kepada Allah dan sesama manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Allah tidak ingin disembah oleh orang yang mengabaikan keadilan dan belas kasihan. Pranata tahun sabat Israel kuno, yang mungkin dianggap ketinggalan zaman dan tidak relevan dalam kebudayaan dan pertanian modern adalah paradigma ekonomi yang konkrit dari prinsip etika Alkitab yang fundamental. Dengan menunjukkan tanggung jawab, perhatian yang peka dan kerelaan berkorban bagi sesama, maka manusia melakukan tugasnya terhadap Allah. Dalam Alkitab ada banyak prinsip yang serupa (bnd. Ulangan 24:10-15; Ayub 31:16; dst.; Mazmur 15; 41:1 dst.; Amsal 19:17; Yesaya 1:10-17; Yeremia 7:4-11; Zakharia 7:4-10).

Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA