PPK-Pelajaran 04
Nama Kelas | : | Persiapan Pernikahan Kristen |
Nama Pelajaran | : | Tim Kerja Allah |
Kode Pelajaran | : | PPK-P04 |
Pelajaran 04 -- Tim Kerja Allah
Daftar Isi
- Ikatan Pernikahan Kristen
- Dalam Perjanjian
- Akibat Dosa
- Kedudukan Suami dan Istri Dipulihkan
- Pernikahan yang Bertanggung Jawab
- Tanggung Jawab Timbal balik
- Sebuah Tim
- Penyerahan Total
- Bertumbuh dalam Pernikahan
- Karakter yang Bertumbuh
- Pernikahan yang Memperkaya Hidup
Doa
Pelajaran 04: Tim Kerja Allah
Ide pernikahan adalah dari Allah. Allah menghendaki pria dan wanita menikah supaya mereka saling melengkapi. Namun, bukan berarti ada kekurangan dalam masing-masing pribadi. Setiap pribadi yang telah ada dalam Kristus adalah sempurna. Mereka dipersatukan dalam pernikahan agar masing-masing membawa suatu nilai tambah, yaitu untuk saling memperkaya dan memperbaiki. Pernikahan akan menjadi Tim Kerja Allah untuk memenuhi bumi dan menjalankan panggilan-Nya sebagai tim yang lebih kuat (Pkh. 4:12).
- Ikatan Pernikahan Kristen
- Dalam Perjanjian
- Akibat Dosa
- Kedudukan Suami dan Istri Dipulihkan
- Pernikahan yang Bertanggung Jawab
- Tanggung Jawab Timbal Balik
- Sebuah Tim
- Penyerahan Total
- Bertumbuh dalam Pernikahan
- Karakter yang Bertumbuh
- Pernikahan yang Memperkaya Hidup
Alkitab mengajarkan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan janji antara seorang laki-laki dan seorang wanita dari keluarga yang berbeda. Ini adalah suatu persetujuan yang secara bebas dibuat ketika seseorang memberikan dirinya kepada pasangannya. "Kekasihku kepunyaanku dan aku kepunyaan dia." (Kid. 2:16) Tema yang dikidungkan di seluruh Kidung Agung adalah suatu perasaan yang kuat untuk saling mengasihi dan berbagi antara suami istri. Dalam pernikahan, terjadi persatuan jiwa dengan jiwa, tubuh dengan tubuh. Tidak ada pasangan yang bebas dan lepas satu terhadap yang lain karena mereka saling melengkapi. Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah (1 Kor. 11:11-12). Tiap jenis kelamin mempunyai penghargaan yang sama dan mempunyai nilai yang unik di hadapan Allah. "Dalam hal ini, tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus." (Gal. 3:28)
Dalam pernikahan dosa mengakibatkan rusaknya rencana Allah yang semula. Misalnya, laki-laki dan perempuan melupakan bahwa hubungan antara pasangan adalah setara. Suami mulai menjadi pasangan yang lebih berkuasa, dan penghormatan sang istri tidak lagi ditunjukkan kepada pasangannya. Allah tidak menghendaki seseorang untuk tunduk kepada belenggu dosa karena dosa menimbulkan pemberontakan. Ketika hubungan setara ini mulai dilupakan dan masing-masing pribadi ingin lebih menguasai yang lain, maka pernikahan menjadi berfokus pada diri sendiri dan bukan pada Tuhan. Tujuan pernikahan pun menjadi tergeser dan tidak lagi untuk melayani Tuhan.
Kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus membawa rencana yang baru bagi pernikahan. Ini betul-betul mengembalikan rencana Allah yang sebenarnya. Paulus menyatakan, "Tidak ada lagi Yahudi atau Yunani, budak atau orang merdeka, pria atau wanita, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus." (Gal. 3:28) Petrus memerintahkan sang suami untuk menghormati istrinya sebagai kawan ahli waris dari Kerajaan Allah (1 Ptr. 3:7). Dalam kekristenan, penghargaan wanita yang terlupakan diterangi kembali dan nilai-nilai mereka dinyatakan. Kristus mengembalikan posisi laki-laki untuk menjalankan karunia memimpin keluarga dengan kasih dan kelembutan. Istri bukan hanya penolong bagi suaminya dalam kehidupan sekarang ini, tetapi juga merupakan kawan ahli waris bersamanya dari hidup yang kekal.
Suami dan istri dalam Kristus masing-masing mempunyai hak untuk mendapatkan kesetiaan yang penuh dari pasangannya. "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah." (Ibr. 13:4) Beberapa kelompok masyarakat hanya mengharapkan kesetiaan pihak istri, namun standar Tuhan adalah kesetiaan dari kedua belah pihak. Suami dan istri dipanggil untuk saling mengasihi. "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya." (Ef. 5:25) "Dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya ...." (Tit. 2:4) "... Dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus." Ef. 5:21 menyatakan adanya tanggung jawab dari sikap saling taat, yaitu tiap pihak secara sukarela mengasihi satu dengan yang lain dan keduanya mau taat kepada Allah. Ketaatan kepada Allah adalah kunci untuk suami dan istri mau saling mengasihi dan setia memegang tanggung jawabnya masing-masing. Sekaligus, ini menjadi dasar yang kuat bagi terbentuknya keluarga baru dengan kehadiran anak-anak nanti.
Allah adalah inisiator pernikahan. Dialah yang menjadi Kepala dalam pernikahan. Karena itu, keluarga adalah tim kerja Allah yang digambarkan sebagai segitiga: Suami - Allah - Istri. Allah berada di puncak segitiga, sebagai Kepala, sedangkan suami dan istri ada di kaki-kaki segitiga. Inilah gambaran pernikahan atau keluarga Kristen yang sesuai dengan Firman Allah (1 Kor. 11:11-13).
Sebagai Tim kerja Allah, suami dan istri harus tunduk kepada Kepala, Allah. Dia bukan hanya Pemimpin, Dia juga Pendorong dan Penopang seluruh bahtera pernikahan. Banyak orang mengira tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan, termasuk di antara orang Kristen. Bagi orang percaya kebahagiaan adalah buah, bukan tujuan. Allah merancang tujuan pernikahan sebagai tempat untuk melayani Dia dan memuliakan Dia semata. Jika tujuan ini dicapai oleh tim keluarga (suami, istri, dan anak-anak), sebagai akibatnya Allah akan memberikan kebahagiaan sejati yang berlimpah kepada mereka.
Mari kita berpikir lebih luas lagi. Sebagaimana Allah menjadi kepala dalam pernikahan, suami juga adalah kepala bagi istri dan anak-anak (Ef. 5:22-25). Masing-masing anggota keluarga harus tunduk kepada Allah dan melakukan apa yang Tuhan kehendaki (Mat. 28:19-20). Keluarga harus bisa saling bekerja sama, saling mengampuni, saling menasihati, dan saling menolong karena mereka juga adalah anggota-anggota Tubuh Kristus yang memiliki kesetaraan dalam pandangan Allah. Dengan kata lain, keluarga harus bisa mengaplikasikan kasih yang Allah anugerahkan (Ef. 5:28-29). Jika masing-masing anggota hanya memikirkan dirinya sendiri, tujuan keluarga tidak akan berhasil, bahkan keluarga akan hancur.
Paulus melihat adanya kesetaraan dalam hubungan suami istri. Bacalah 1 Kor. 7:3-5. Saat Anda membaca ayat-ayat tersebut, apakah Anda memperhatikan bahwa Paulus menekankan akan adanya saling memberi antara suami istri? Bacalah juga Ef. 5 untuk tahu bagaimana seharusnya sepasang suami dan istri berhubungan. Istri memberikan dirinya sendiri "seperti kepada Tuhan". Hal itu berarti memberi dan melayani suami dengan kasih, sukacita, dan kesenangan hati. Dapatkah sang suami menyayangi istrinya? Dalam hubungan yang baik, tiap pihak terus-menerus memberi dan menerima kasih sebagaimana Kristus mengasihi. Ini merupakan pengalaman bertumbuh bersama. Kasih Kristus adalah kasih yang tanpa syarat; kasih tersebut menerima, memperhatikan, mengampuni dan mengasihi, bahkan ketika orang lain sepertinya sudah tidak mungkin dikasihi.
Pernikahan atau hubungan suami istri menciptakan persatuan yang baru. Jika dahulu mereka berpikir "aku" dan "milikku", pasangan suami istri sekarang berpikir "kami" dan "milik kami". Mereka mulai mengembangkan suatu kosakata dan rencana yang bersifat kerja sama. Jika yang satu merasa pedih, keduanya merasa terluka. Jika yang seorang bersukacita, keduanya akan bahagia. Tidak ada hubungan antara manusia yang lain yang demikian rumit, tetapi saling menguntungkan seperti hubungan suami dan istri ini.
Pasangan suami istri yang memiliki akar yang kuat dalam Kristus akan memiliki relasi yang baik. Keduanya bahkan akan terus saling memengaruhi dalam kebaikan. Ketika usia pernikahan semakin bertambah, maka bertambahlah pula hal-hal baik yang dapat ditemukan dalam diri pasangan suami istri. Karena itu, pasangan suami istri harus terus belajar hingga dapat terus bertumbuh dalam kerohanian maupun karakter. Karakter-karakter baik yang sudah Anda miliki, seperti kesetiaan, kejujuran, integritas, kemurahan hati, dan lain sebagainya, akan terus diuji oleh Tuhan. Karena itu, kita harus selalu memegang prinsip firman Tuhan, menaatinya, dan menjaga hati untuk tetap hidup dalam pernikahan yang selaras dengan kebenaran. Jika waktu pengujian tersebut tiba, pastikan Anda dan pasangan Anda mempertahankan karakter untuk tetap benar di hadapan Tuhan.
Tidak ada hal yang membahagiakan, kecuali suami dan istri dari tahun ke tahun dapat menikmati kasih mereka satu dengan yang lain dan tidak menjadi bosan. Pernikahan Kristen yang bertumbuh akan saling memperkaya hidup pasangannya. Dengan waktu dan kesabaran, masing-masing akan melihat pertumbuhan hidup yang semakin nyata, yaitu untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Dalam hal inilah kasih pasangan suami istri akan memancarkan kemuliaan Allah.
Ketika pernikahan Kristen dapat saling memperkaya hidup pasangannya, kasih yang terpancar dari pernikahan ini juga akan memengaruhi kehidupan orang-orang di sekitarnya. Tidak ada kasih yang tidak terpancar. Pernikahan mereka akan menjadi teladan dan berkat bagi keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Kekayaan hidup pernikahan akan menjadi alat bagi Allah dalam mewujudkan kehendak-kehendak-Nya. Mereka tidak lagi dua pribadi yang menghasilkan masing-masing 1 buah, tetapi mereka bisa menjadi lebih dari 2 buah, bahkan bisa menjadi 11 buah. Pernikahan tidak lagi menjadi persekutuan yang eksklusif, tetapi inklusif, sehingga menjangkau ke lebih banyak orang untuk mengenal kasih dan anugerah Tuhan.
Yoh. 6:27 berkata, "Bekerjalah bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu." Ayat ini mengingatkan kita bahwa pernikahan bukan hanya urusan di dunia, tetapi Allah ingin memakainya untuk tujuan yang kekal. Ketika Anda berpikir untuk menikahi seseorang, Anda perlu bertanya pada diri Anda sendiri pertanyaan ini, "Dengan kekuatan yang dari Tuhan, bersediakah saya untuk tetap mencintai dan melayani Tuhan bersama orang ini selama 50 tahun mendatang mulai dari sekarang?" Ini adalah ikatan janji yang Anda buat ketika Anda menikah.
Akhir Pelajaran (PPK-P04)
Doa
"Tuhan, saya bersyukur untuk panggilan yang Engkau berikan sehingga bersama pasangan saya, kami akan menjadi Tim Kerja Allah. Kiranya kami boleh mempersiapkan pernikahan kami untuk menjadi teladan dan berkat bagi orang lain. Amin."
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA