PPK - Pelajaran 05
Nama Kelas | : | Persiapan Pernikahan Kristen |
Nama Pelajaran | : | Mempersiapkan Pernikahan |
Kode Pelajaran | : | PPK-P05 |
Pelajaran 05 -- Mempersiapkan Pernikahan
Daftar Isi
- Potensi Konflik dalam Persiapan Pernikahan
- Long Distance Relationship (LDR)
- Komunikasi Intens
- Berjumpa
- Target
- Konflik-Konflik Lain
- Ekonomi
- Sosial
- Bahasa Kasih
- Mengelola Konflik yang Alkitabiah
- Mempersiapkan Pernikahan yang Bertanggung Jawab
- Tanggung Jawab Timbal Balik
- Sebuah Tim
- Penyerahan Total
- Pernikahan yang Berpusat pada Kristus
- Karakter Akan Bertumbuh
- Pernikahan Akan Memperkaya Hidup
Doa
Pelajaran 05: Mempersiapkan Pernikahan
Ide pernikahan adalah dari Allah. Allah menghendaki pria dan wanita menikah supaya mereka saling melengkapi. Mereka dipersatukan dalam pernikahan agar masing-masing membawa suatu nilai tambah, yaitu untuk saling memperkaya dan memperbaiki. Karena itu, mempersiapkan pernikahan sangatlah penting supaya nantinya pernikahan dapat menjadi tim kerja Allah yang kuat untuk menjalankan mandat Allah, yaitu memenuhi bumi dan menjalankan panggilan-Nya (Pengkhotbah 4:12).
- Potensi Konflik dalam Persiapan Pernikahan
- Long Distance Relationship (LDR)
Situasi dan kondisi tertentu sering memaksa relasi/hubungan yang sudah terjalin terhalang oleh jarak, seperti pekerjaan, pendidikan, keluarga, dll.. Semakin jauh jarak yang ada, semakin besar kemungkinan masalah muncul. Kurangnya hubungan tatap muka membuat pengenalan yang kurang dalam. LDR sering menimbulkan konflik seperti kesalahpahaman, kecurigaan, ketidakdekatan, "miskom" dll.. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan jika LDR terjadi:
- Komunikasi Intens
- Berjumpa
- Target
Syukur kepada Allah, melalui kemajuan zaman yang semakin canggih, semakin mudah juga kita melakukan komunikasi. Dengan adanya internet, seolah jarak bukan lagi penghalang. Melalui handphone, baik sebatas chat maupun telepon, bahkan video call, dapat menjaga komunikasi tetap bisa berjalan. Komunikasi adalah prioritas agar hubungan tetap terjaga dan bertumbuh.
Calon pasangan yang berpisah jarak harus mengusahakan perjumpaan tatap muka secara rutin. Jangan sampai perjumpaan dilakukan hanya sekadarnya sehingga kemajuan hubungan menjadi tidak jelas, bahkan menjadi semakin jauh. Hal ini akan merugikan kedua belah pihak.
Jika hubungan semakin intens dan pengenalan semakin baik, meski komunikasi dan perjumpaan rutin dapat menolong, tetap saja mengakhiri LDR sebaiknya harus dibicarakan lebih serius supaya jika nanti menikah sudah ada kesepakatan bagaimana bisa bersatu.
- Konflik-Konflik Lain
- Ekonomi
- Sosial
- Bahasa Kasih
- Mengelola Konflik yang Alkitabiah
- Mempersiapkan Pernikahan yang Bertanggung Jawab
- Tanggung Jawab Timbal Balik
- Sebuah Tim
- Penyerahan Total
- Pernikahan Berpusatkan pada Kristus
- Karakter Akan Bertumbuh
- Pernikahan Akan Memperkaya Hidup
Pernikahan bukanlah perjumpaan antara satu laki-laki yang sempurna dengan satu perempuan yang juga sempurna. Justru, mereka adalah orang-orang yang tidak sempurna. Itu sebabnya, pengenalan sebelum pernikahan dapat menjadi proses persiapan pengenalan satu sama lain sehingga hubungan dapat berlanjut menuju kepada rencana Allah yang sempurna. Namun, tidak dapat disangkal bahwa dalam perjalanannya dapat terjadi konflik.
Bukan hanya soal jarak yang dapat menimbulkan konflik, tetapi hal-hal lain bisa menimbulkan konflik. Berikut beberapa contoh konflik yang sering terjadi dalam hubungan:
Latar belakang ekonomi keluarga bisa menjadi salah satu halangan dalam hubungan, terutama jika masing-masing keluarga memiliki ekspektasi yang berbeda. Jika calon pasangan memiliki perbedaan latar belakang ekonomi yang mencolok, sebaiknya dibicarakan secara terbuka supaya tidak berpotensi menjadi masalah yang lebih besar ketika nanti menikah.
Perbedaan keadaan sosial, seperti suku atau ras, juga sering menimbulkan konflik. Kurangnya memahami latar belakang lingkungan sosial kehidupan pribadi masing-masing sebelum menikah bisa berdampak konflik saat nanti menjadi suami istri. Cinta bisa membuat buta dan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang ada. Namun, setelah menikah, realitas kadang menghantam keras sehingga menjadi sumber konflik yang berkepanjangan jika tidak diselesaikan dengan cepat.
Masing-masing orang memiliki cara yang berbeda dalam mengungkapkan kasih. Ada 5 bahasa kasih, yaitu: (1) Words of Affirmation, atau kata-kata manis sebagai bukti cinta; (2) Quality Time, orang yang suka menghabiskan waktu berdua secara intens; (3) Receiving Gifts, adalah orang yang suka menerima hadiah dari pasangan, bahkan sekadar hadiah yang sederhana, seperti makanan dll.; (4) Act of Service, orang yang senang memberikan pelayanan ataupun mendapatkan pelayanan; (5) Physical Touch, orang yang senang jika ada sentuhan secara fisik ketika berinteraksi. Jadi, pelajari dan bicarakan bahasa kasih masing-masing secara terbuka, baik bagi diri sendiri maupun bagi calon pasangan, supaya ketika menikah bisa mempraktikkannya dengan lebih mudah.
Alkitab mengatakan bahwa "Dari manakah datangnya perkelahian dan pertengkaran yang terjadi di antara kamu? Bukankah itu berasal dari hawa nafsumu yang berperang di dalam anggota-anggota tubuhmu?" (Yakobus 4:1). Konflik sejatinya adalah bagian alami dari setiap hubungan, termasuk pernikahan. Alkitab memberikan panduan penting untuk mengelola konflik dengan bijak. Dalam Efesus 4:15 dan Yakobus 1:19, kita diajarkan untuk berbicara dengan kasih, cepat mendengar, dan lambat berbicara sehingga mendukung dialog yang saling membangun. Efesus 4:26-27 mengingatkan kita untuk tidak membiarkan amarah berkepanjangan, menjaga hati dari dendam, dan membuka peluang untuk rekonsiliasi. Dengan memandang konflik sebagai kesempatan untuk pertumbuhan, Roma 5:3-4 dan Kolose 3:13-14 menekankan bahwa tantangan bisa memperkuat hubungan jika dihadapi dengan pengampunan dan kasih. Karena itu, gunakan konflik untuk memperbaiki komunikasi dan memperdalam kasih dalam pernikahan, menjadikannya lebih kuat dan lebih berakar dalam iman. Baca dan lakukanlah nasihat Rasul Paulus dalam Filipi 2:1-4 yang dapat menolong suami dan istri untuk lebih mengerti satu sama lain.
Bagaimana pernikahan dikatakan bertanggung jawab? Apa saja aspek-aspeknya?
Suami dan istri dalam Kristus masing-masing mempunyai hak untuk mendapatkan kesetiaan yang penuh dari pasangannya. "Perkawinan harus dijunjung dengan penuh hormat oleh semua orang, dan jagalah ranjang perkawinan supaya tetap murni, sebab Allah akan menghukum orang-orang yang cabul dan para pezina." (Ibrani 13:4) Beberapa kelompok masyarakat hanya mengharapkan kesetiaan pihak istri, tetapi standar Tuhan adalah kedua belah pihak. Suami dan istri dipanggil untuk saling mengasihi (Efesus 5:22-25), "Dengan demikian, mereka dapat menasihati perempuan-perempuan muda untuk mencintai suaminya, mengasihi anak-anaknya." (Titus 2:4) Ketaatan kepada Allah adalah kunci untuk suami dan istri mau saling mengasihi dan setia memegang tanggung jawabnya masing-masing. Sekaligus, ini menjadi dasar yang kuat bagi terbentuknya keluarga baru dengan kehadiran anak-anak nanti.
Allah adalah inisiator pernikahan. Dialah yang menjadi Kepala dalam pernikahan. Karena itu, keluarga adalah tim kerja Allah yang digambarkan sebagai segitiga: Suami - Allah - Istri. Allah berada di puncak segitiga, sebagai Kepala, sedangkan suami dan istri ada di kaki-kaki segitiga (1 Korintus 11:11-13). Sebagai tim kerja Allah, suami dan istri harus tunduk kepada Kepala, Allah. Dia bukan hanya Pemimpin, Dia juga Pendorong dan Penopang seluruh bahtera pernikahan. Banyak orang, termasuk orang Kristen, mengira tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan. Bagi orang percaya, kebahagiaan adalah buah, bukan tujuan. Allah merancang tujuan pernikahan sebagai tempat untuk melayani dan memuliakan Dia semata. Jika tujuan ini tercapai, keluarga (suami, istri, dan anak-anak), akan mengalami kebahagiaan sejati yang Allah limpahkan atas mereka.
Paulus melihat adanya kesetaraan dalam hubungan suami istri. Bacalah 1 Korintus 7:3-5. Saat Anda membaca ayat-ayat tersebut, apakah Anda memperhatikan bahwa Paulus menekankan akan adanya saling memberi antara suami istri? Bacalah juga Efesus 5:21-33 untuk tahu bagaimana seharusnya sepasang suami dan istri berhubungan. Istri memberikan dirinya sendiri "seperti kepada Tuhan". Hal itu berarti memberi dan melayani suami dengan kasih, sukacita, dan kesenangan hati. Dapatkah sang suami menyayangi istrinya? Dalam hubungan yang baik, tiap pihak terus-menerus memberi dan menerima kasih sebagaimana Kristus mengasihi. Ini merupakan pengalaman bertumbuh bersama. Kasih Kristus adalah kasih yang tanpa syarat; kasih tersebut menerima, memperhatikan, mengampuni, dan mengasihi, bahkan ketika orang lain sepertinya sudah tidak mungkin dikasihi.
Untuk membangun sebuah keluarga yang berpusat kepada Kristus tidak mudah. Namun, hal inilah yang sangat dirindukan dalam sebuah pernikahan Kristen. Bagaimana caranya? Kita harus menyerahkan semua aspek kehidupan keluarga kita, baik hubungan/relasi, anak, kehidupan berumah tangga, ekonomi, pekerjaan, dsb.. Dengan menjadikan Kristus sebagai pusat keluarga, keluarga Kristen dapat bertumbuh dalam kasih, iman, dan kebersamaan, serta menjadi saksi bagi dunia tentang kebenaran Injil. Keluarga hanyalah ranting dan Yesuslah Pokok Anggurnya (Yohanes 15:5-6). Dengan kata lain, keluarga harus bisa mengaplikasikan kasih yang Kristus anugerahkan (Efesus 5:28-29). Jika masing-masing anggota hanya memikirkan dirinya sendiri, tujuan keluarga tidak akan berhasil, bahkan keluarga akan hancur.
Pernikahan atau hubungan suami istri menciptakan persatuan yang baru. Jika dahulu mereka berpikir "aku" dan "milikku", pasangan suami istri sekarang berpikir "kami" dan "milik kami". Mereka mulai mengembangkan suatu kosakata dan rencana yang bersifat kerja sama. Jika yang satu merasa pedih, keduanya merasa terluka. Jika yang seorang bersukacita, keduanya akan bahagia. Tidak ada hubungan antara manusia yang lain yang sedemikian rumit, tetapi saling menguntungkan seperti hubungan suami dan istri ini.
Pasangan suami istri yang memiliki akar yang kuat dalam Kristus akan memiliki relasi yang baik. Keduanya bahkan akan terus saling memengaruhi dalam kebaikan. Ketika usia pernikahan semakin bertambah, maka bertambahlah pula hal-hal baik yang dapat ditemukan dalam diri pasangan suami istri. Karena itu, pasangan suami istri harus terus belajar hingga dapat terus bertumbuh dalam kerohanian maupun karakter. Kita harus selalu memegang prinsip firman Tuhan, menaatinya, dan menjaga hati untuk tetap hidup dalam pernikahan yang selaras dengan kebenaran.
Tidak ada hal yang membahagiakan, kecuali suami dan istri dari tahun ke tahun dapat menikmati kasih mereka satu dengan yang lain dan tidak menjadi bosan. Pernikahan Kristen yang bertumbuh akan saling memperkaya hidup pasangannya. Dengan waktu dan kesabaran, masing-masing akan melihat pertumbuhan hidup yang semakin nyata, yaitu untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Dalam hal inilah, kasih pasangan suami istri akan memancarkan kemuliaan Allah. Ketika pernikahan Kristen dapat saling memperkaya hidup pasangannya, kasih yang terpancar dari pernikahan ini juga akan memengaruhi kehidupan orang-orang di sekitarnya. Tidak ada kasih yang tidak terpancar. Pernikahan mereka akan menjadi teladan dan berkat bagi keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Kekayaan hidup pernikahan akan menjadi alat bagi Allah dalam mewujudkan kehendak-kehendak-Nya. Mereka tidak lagi dua pribadi yang menghasilkan masing-masing 1 buah, tetapi mereka bisa menjadi lebih dari 2 buah, bahkan bisa menjadi 11 buah. Pernikahan tidak lagi menjadi persekutuan yang eksklusif, tetapi inklusif, sehingga menjangkau lebih banyak orang untuk mengenal kasih dan anugerah Tuhan.
Pernikahan bukan hanya urusan di dunia, tetapi Allah ingin memakainya untuk tujuan yang kekal (Yohanes 6:27). Ketika Anda berpikir untuk menikahi seseorang, Anda perlu bertanya pada diri Anda sendiri pertanyaan ini, "Dengan kekuatan yang dari Tuhan, bersediakah saya untuk tetap mencintai dan melayani Tuhan bersama orang ini mulai dari sekarang hingga Tuhan memisahkan?" Ini adalah ikatan janji yang Anda buat ketika Anda menikah.
Akhir Pelajaran (PPK-P05)
Doa
"Tuhan, kiranya panggilan yang Engkau berikan kepadaku juga Engkau berikan kepada pasanganku sehingga kami dapat menjadi tim kerja Allah. Kiranya pernikahan kami nanti dapat menjadi teladan dan berkat bagi orang lain. Amin."
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA