OTK-Pelajaran 01
Nama Kursus | : | Orangtua Kristen |
Nama Pelajaran | : | Konsep Keluarga dalam Alkitab |
Kode Pelajaran | : | OTK-P01 |
Pelajaran 01 - KONSEP KELUARGA DALAM ALKITAB
Daftar Isi
- Keluarga
- Keluarga dalam Perjanjian Lama
- Keluarga dalam Perjanjian Baru
- Orangtua
- Orangtua dalam Perjanjian Lama
- Orangtua dalam Perjanjian Baru
- Anak
- Anak dalam Perjanjian Lama
- Anak dalam Perjanjian Baru
Doa
KONSEP KELUARGA DALAM ALKITAB
Dalam modul OTK, kita akan mempelajari materi-materi seputar orangtua dan keluarga Kristen. Namun, sebelum kita membahas hal tersebut lebih jauh, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa kata Alkitab tentang keluarga, orang tua, dan anak karena Alkitablah yang menjadi dasar pegangan kita.
- Keluarga
- Keluarga dalam Perjanjian Lama
- Keluarga dalam Perjanjian Baru
- Orangtua
- Orangtua dalam Perjanjian Lama
- Orangtua dalam Perjanjian Baru
- Anak
- Anak dalam Perjanjian Lama
- Anak dalam Perjanjian Baru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga adalah sekelompok orang atau organisasi terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang tinggal dalam satu rumah. Dalam pengertian yang luas, keluarga adalah orang seisi rumah yang menjadi tanggungan atau disebut batih, sanak saudara, kaum kerabat, dan satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Sedangkan yang disebut dengan keluarga inti adalah orang-orang yang tinggal dalam satu rumah dan memiliki hubungan darah, terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Anak dalam hal ini dapat berarti anak kandung, anak tiri, dan anak angkat.
Sebagai orang Kristen, kita memahami bahwa keluarga adalah lembaga yang dibentuk dan diciptakan oleh Allah sebagai wadah pertama bagi anak-anak untuk mendapat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan nilai-nilai. Keluarga bukan hanya struktur terkecil dalam masyarakat, tetapi juga cerminan dari Kristus. Untuk mempelajari lebih jelas, mari kita lihat apa yang Alkitab katakan mengenai keluarga.
Dalam Perjanjian Lama, kata yang digunakan dalam bahasa Ibrani untuk keluarga adalah "bayit", yang berarti seluruh keturunan dari para leluhur sampai keturunan yang termuda. Karena itu, tingkatan keluarga dalam budaya Israel digambarkan seperti kerucut dengan penjelasan bagian ujung atas adalah bapa leluhur dan bagian yang paling dasar adalah keturunan-keturunan muda kemudian. Salah satu contoh yang dapat menolong kita memahami konsep keluarga dalam Perjanjian Lama adalah kisah dalam kitab Yosua 7:16-18.
Dalam bahasa Ibrani, ada beberapa istilah lain yang juga sering digunakan. Pertama, kata "syebet" yang berarti "tongkat". Istilah "tongkat" dipakai untuk menggambarkan bahwa bapa leluhur adalah tongkat pendiri suatu bangsa (keluarga). Kemudian, kata "misypakha" yang berarti bagian lebih kecil dari kerucut tersebut. Khusus untuk kata "bayit", selain memiliki arti sebagai keluarga dalam konteks suatu suku bangsa, kata ini juga berarti keluarga inti yang hanya beranggotakan ayah, ibu, dan anak.
Dalam Perjanjian Lama, sebuah keluarga inti terbentuk dari perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Dalam perjodohan, pihak laki-laki dan perempuan terlibat dalam perencanaan pernikahan dan segala sesuatunya. Pihak laki-laki membayar uang kepada pihak perempuan (Kejadian 34:12; Keluaran 22:16; 1 Samuel 18:25) atau jika tidak mampu membayar, ia harus bekerja pada pihak perempuan (Ulangan 21:10-14; Hakim-hakim 21; Keluaran 22:16). Menurut tradisi Israel masa itu, setelah menikah, seorang istri harus meninggalkan rumahnya dan mengikuti suaminya. Akan tetapi, setelah masa Kerajaan Israel yang terjadi justru sebaliknya, yaitu seorang suamilah yang harus meninggalkan rumahnya dan mengikuti istrinya. Dalam budaya Israel sendiri, dalam praktiknya poligami dilakukan sekalipun secara teori mereka tahu Allah menghendaki pernikahan yang adalah satu suami dan satu istri (monogami -- Lihat dalam Kejadian 16:1-2; 25:1; Ulangan 21:15). Dalam struktur keluarga, kedudukan seorang suami lebih tinggi dari pada seorang istri.
Dalam Perjanjian Baru, istilah untuk keluarga adalah "patria", sedangkan istilah "oikos" berarti rumah tangga. Kata "patria" lebih menunjuk kepada para leluhur, bisa mencakup satu suku tertentu maupun suatu bangsa (Kisah Para Rasul 3:25). Kata "Oikos" dan kata-kata yang bermakna sama banyak dipakai pada masyarakat Yunani dan Romawi serta Yahudi pada abad pertama. Adapun istilah yang dipakai untuk kepala keluarga adalah "kurios" atau "despotes".
Pada masa Perjanjian Baru, yang dikatakan sebagai anggota keluarga adalah ayah, ibu, anak, budak-budak, dan teman yang rela menjadi tanggungan dalam keluarga. Relasi yang dijalin adalah sebuah hubungan timbal balik. Pada masa itu, rumah tangga menjadi inti bagi upacara keagamaan seperti perayaan Paskah, perjamuan makan suci, doa dan pengajaran Taurat (Kisah Para Rasul 2:46). Keluarga pada masa Perjanjian Baru memiliki peranan penting dalam perintisan gereja mula-mula karena pertobatan dimulai dari kepala keluarga yang kemudian diikuti oleh keluarga yang lain. Keluarga juga dijadikan tempat persekutuan dalam gereja mula-mula, dan para kepala keluarga akan ditunjuk sebagai penilik jemaat jika ia telah dinyatakan lulus ujian.
Dalam pengertian umum, yang dimaksud sebagai orangtua adalah ayah atau ibu dari anak-anak, baik anak dalam arti melalui hubungan biologis maupun sosial. Dalam pengertian yang lain, orangtua juga dapat dikatakan sebagai orang yang dihormati, orang yang dianggap 'tua' (cerdik, pandai, dan ahli), dan orang yang dapat menjadi pendidik, penanggung jawab, maupun pengasuh dalam suatu kelompok masyarakat.
Dalam konteks keluarga inti, orangtua adalah ayah atau ibu bagi anak-anak dalam sebuah keluarga (inti) tertentu. Orangtua bisa berarti secara biologis yang biasa disebut sebagai orangtua kandung, atau orangtua yang menikah dengan orangtua kandung anak (orangtua tiri), atau bukan orangtua kandung sepenuhnya (orangtua angkat). Namun, pada dasarnya, sifat dan peranan orangtua dalam keluarga inti tetaplah sama, yaitu sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya dalam segala aspek. Thamrin Nasution mengatakan bahwa orangtua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai ayah dan ibu. Sedangkan menurut Hurlock, orangtua adalah orang dewasa yang membawa anak menjadi dewasa, terutama dalam perkembangannya.
Dalam Perjanjian Lama, baik ayah maupun ibu memiliki peranannya masing-masing. Bagi orang Israel, ayah adalah seorang kepala keluarga dan memiliki kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada seorang ibu. Bagi bangsa Ibrani kuno, seorang ayah adalah kekuatan bagi keluarganya. Karakteristik ayah akan menjadi karakteristik keluarganya. Mengapa demikian? Karena apabila seorang ayah adalah seorang kuat dan bijaksana, maka keluarganya akan menjadi keluarga yang kuat dan bijaksana. Sementara itu, apabila seorang ayah adalah seorang yang rapuh, keluarganya pun adalah keluarga yang rapuh. Bagi orang Israel, ayah memiliki peranan yang sangat menonjol dalam berbagai aspek. Ayah berperan sebagai pemimpin keluarga, penyedia keturunan, mengajarkan Taurat Tuhan kepada anak-anaknya, dan menjadi imam bagi seluruh anggota keluarganya. Ketika anak-anak sudah beranjak dewasa, seorang ayah juga harus mengajari anak-anaknya untuk dapat bekerja dan menjadi lelaki yang takut akan Tuhan dan berperilaku yang sesuai dengan ketetapan Tuhan dalam kitab Taurat.
Seorang ibu, juga memiliki peranan yang cukup besar, ibu juga mengajarkan kebenaran Taurat kepada anak-anak ketika mereka masih kecil. Pada usia 0 -- 3 tahun, ibulah yang harus mengajarkan Taurat kepada anak. Selain itu, ibu juga memiliki peran tidak hanya melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan anak, tetapi juga harus menguasai berbagai bidang yang lain, yang berhubungan dengan hal-hal di luar rumah. Sesuai dengan tradisi bangsa Israel, seorang istri harus tunduk kepada suami dan berperan sebagai penolong (Kejadian 2:18). Seorang ibu harus menyusui anaknya selama tiga tahun setelah melahirkan. Setelah itu, ibu juga harus memberikan pendidikan kepada anaknya hingga berusia 5 tahun. Apabila dalam sebuah keluarga memiliki anak perempuan, ibu harus mengajarkan berbagai hal tentang kehidupan rumah tangga kepada anak sehingga ketika anaknya sudah dewasa, ia akan mampu mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga dan menjadi seorang istri yang baik.
Pada masa Perjanjian Baru, tugas dan tanggung jawab orangtua tidak jauh berbeda dari masa Perjanjian Lama. Secara spiritual, orang-orang Yahudi masih melakukan apa yang sudah menjadi tradisi bagi mereka, yaitu seorang ibu akan bertanggung jawab kepada anak hingga anak-anak mereka berusia 5 tahun, sesudah itu ayah dan para rabi (guru) akan bertanggung jawab mengajarkan Taurat Tuhan kepada anak-anak mulai dari usia 5 -- 12 tahun. Ketika anak-anak sudah dewasa, baik orangtua maupun rabi akan terus memberikan pengajaran pengenalan akan Allah kepada anak-anak. Terkhusus untuk pendidikan keagamaan, bagi masyarakat Yahudi, mengenal Allah adalah pelajaran seumur hidup. Dengan mengajarkan sejarah nenek moyang mereka secara berulang-ulang kepada generasi yang muda, mereka juga belajar untuk kembali menghayati setiap perbuatan besar yang sudah Allah kerjakan bagi nenek moyang mereka.
Sementara itu, dalam bidang seni, sastra, dan sebagainya, masa Perjanjian Baru lebih banyak dipengaruhi oleh budaya hellenis atau Yunani sehingga kegiatan menjadi lebih beragam. Anak-anak tidak hanya mengenal pendidikan tentang Tuhan, ada juga seni, sastra, dan lain sebagainya yang diajarkan di tempat pendidikan yang biasa disebut dengan "gymnastium". Berkaitan dengan hal ini, para orangtua Yahudi yang masih menjaga kemurnian keyahudian tidak akan memberikan izin kepada anak-anak untuk mengenal pendidikan yang berhubungan dengan kebudayaan Yunani. Sedangkan orangtua Yahudi yang berpikir lebih modern, akan memberikan izin kepada anak-anak untuk mengenal pendidikan yang berhubungan dengan kebudayaan Yunani. Akan tetapi, semua itu dilakukan oleh anak dengan tetap dalam pengawasan orangtuanya.
Pada masa Perjanjian Baru, seorang anak akan dikirim untuk belajar Taurat di sinagoge. Setelah ia dinyatakan lulus, biasanya ia akan menjadi pengikut seorang rabi. Misalnya, Andreas yang menjadi murid atau pengikut Yohanes Pembaptis, ada pula murid-murid yang mengikut Yesus, ada pula orang-orang yang menjadi pengikut Hillel (rabi besar pada masa Perjanjian Baru). Taurat tetap menjadi pembahasan dan pelajaran utama yang harus diajarkan kepada anak-anak di sepanjang masa. Dalam tradisi keagamaan, orangtua juga mengajarkan semua tradisi kepada anak-anak. Mulai dari Sabat, perayaan Paskah, hari-hari raya, dan semua yang sudah dijabarkan dalam Taurat Musa. Semua tradisi ini masih ada dan dilakukan hingga masa Perjanjian Baru.
Dalam Perjanjian Lama, istilah untuk anak adalah "ben" (anak laki-laki) dan "bat" (anak perempuan). Kata ini memiliki beberapa istilah serumpun dalam bahasa Semit, yang sering dipakai dalam Perjanjian Lama, walaupun tidak teratur dalam perubahan bentuk kata atau bahasa. Bagi orang Israel pada masa itu, anak merupakan sesuatu yang sangat diharapkan (Mazmur 127:3-5), terutama anak laki-laki. Karena itu, tidak heran jika kemandulan bagi seorang perempuan dianggap sebagai kutukan. Pada masa itu, anak sulung dalam keluarga dianggap istimewa. Ia akan mendapat warisan dua kali lipat dan menggantikan ayahnya sebagai kepala keluarga jika ayahnya meninggal. Sementara itu, anak perempuan tidak berhak mendapatkan harta dari ayahnya, kecuali jika dalam keluarga itu tidak ada anak laki-laki (Ayub 42:13-15).
Dalam kasus Abraham yang menikahi hamba istrinya, kita juga bisa melihat bahwa ada alternatif lain yang dipakai orang Israel pada masa itu untuk memiliki anak jika istrinya mandul. Cara ini disebut sebagai adopsi anak meskipun secara umum tidak ada undang-undang yang mengatur hal tersebut. Pada masa itu, anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, diasuh oleh ibunya. Ketika anak bertambah besar, anak laki-laki harus membantu ayahnya bekerja dan anak perempuan membantu ibunya. Penghormatan yang diberikan anak-anak kepada ayah haruslah sama dengan penghormatan mereka kepada ibu (Keluaran 20:12).
Konsep anak dalam Perjanjian Baru tidak jauh berbeda dengan Perjanjian Lama. Mulai dari perlakuan, kehidupan, dan hukum-hukumnya hampir sama. Namun, masa Perjanjian Baru lebih dipengaruhi oleh gaya hidup Yunani dan Romawi. Sampai usia 5 tahun, anak dididik oleh ibu, kemudian setelah itu anak-anak dikirim ke pendidikan formal, yaitu di rumah guru, sinagoge atau bait Allah. Pada masa itu, anak laki-laki akan masuk dalam pendidikan formal pada usia 6 hingga 8 tahun. Setelah usia 16 tahun, anak laki-laki belajar olahraga. Sementara itu, anak perempuan dididik oleh ibunya. Pendidikan yang diberikan adalah membaca, menulis, dan menari. Pada masa Perjanjian Baru, sangat jarang bagi seorang anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan formal, tidak seperti anak laki-laki.
Doa
"Sungguh besar kasih setia-Mu, Tuhan. Aku bersyukur hari ini aku bisa belajar untuk mengenal tentang keluarga dalam prinsip Alkitab. Kiranya aku dapat semakin menghargai keluargaku dan mengasihi mereka, sama seperti Yesus sudah mengasihi aku. Terima kasih, Tuhan." Amin.
[Catatan: Pertanyaan Latihan ada di lembar lain.]
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA