MMP - Pelajaran 03
Nama Kelas | : | Memahami Makna Paskah |
Nama Pelajaran | : | Kematian Yesus |
Kode Pelajaran | : | MMP-P03 |
Pelajaran 03 -- Kematian Yesus
Daftar Isi
- Penderitaan Yesus
- Penderitaan Penyaliban
- Kematian Yesus
- Bukti-Bukti Kematian Yesus
- Kesaksian Kepala Pasukan dan Prajurit Romawi
- Kesaksian Yusuf dan Nikodemus
- Kesaksian Orang Banyak
- Kesaksian Murid-Murid
- Mengapa Yesus Kristus Harus Mati?
- Untuk Menyatakan Kasih Allah
- Untuk Memenuhi Janji Allah
- Makna Kematian Yesus
- Menebus Dosa Manusia
- Mengampuni Manusia yang Berdosa
- Membenarkan Manusia
- Menggantikan Manusia untuk Dihukum
- Mendamaikan Manusia dengan Allah
Doa
Pelajaran 03: Kematian Yesus
Dalam pelajaran 3 ini, kita akan secara khusus membahas tentang kematian Yesus. Apa saja bukti-bukti kematian Yesus? Mengapa Yesus harus mati? Bagaimana Yesus mati dan apa makna kematian Yesus? Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang penting yang harus kita jawab agar iman kita tidak mudah digoyahkan.
- Penderitaan Yesus
- Penderitaan Penyaliban
- Kematian Yesus
- Bukti-Bukti Kematian Yesus
- Kesaksian Kepala Pasukan dan Prajurit Romawi
- Kesaksian Yusuf dan Nikodemus
- Kesaksian Orang Banyak
- Kesaksian Murid-Murid
- Mengapa Yesus Kristus Harus Mati?
- Untuk Menyatakan Kasih Allah
- Untuk Memenuhi Janji Allah
- Makna Kematian Yesus
- Menebus Dosa Manusia
- Mengampuni Manusia yang Berdosa
- Membenarkan Manusia
- Menggantikan Manusia untuk Dihukum
- Mendamaikan Manusia dengan Allah
Kristus datang ke dunia bukan untuk meninggikan diri-Nya, sebaliknya Dia datang untuk direndahkan. Bukti nyata Dia rela direndahkan adalah dengan rela mengalami penderitaan selama hidup di dunia. Dia hidup dengan menanggung penderitaan yang luar biasa, bahkan sampai mati demi menjalankan misi penyelamatan yang ditugaskan Allah kepada-Nya. Untuk itu, mari kita renungkan besarnya penderitaan yang harus Yesus tanggung untuk menyelamatkan umat manusia.
Hukuman salib diciptakan oleh bangsa Persia pada abad ke-6 SM, yang kemudian ditiru oleh bangsa Kartago, dan akhirnya disempurnakan oleh bangsa Romawi.
Mereka menjadikan hukuman salib menjadi cara ekstrem, terberat, dan terkejam untuk menghukum para penjahat kelas kakap atau kaum pemberontak, termasuk para budak yang melarikan diri. Cicero (Politisi dan Penulis Romawi) mengatakan bahwa salib adalah "kematian yang paling kejam dan mengerikan". Orang-orang Romawi telah menyalibkan lebih dari puluhan ribu orang dan memandang hukuman salib sebagai sesuatu yang sangat hina. Karenanya, hukum sipil melarang orang Romawi mendapat hukuman mati dengan disalib.
Jika hakim Romawi berkata kepada terdakwa, "Ibis ad crucem!", artinya 'Engkau akan disalibkan!', terdakwa itu akan diserahkan kepada empat orang prajurit Romawi untuk dipukuli dan dipecuti. Setelah itu, mereka akan mengikat tangan terdakwa pada balok salib untuk dipanggul sampai ke tempat penyaliban. Ada kalanya, yang dipanggul bukanlah salib utuh, melainkan hanya balok horisontalnya sebelum nanti dihubungkan dengan tonggak vertikal yang ditanam di tanah.
Para prajurit Romawi akan memaksa terdakwa memanggul salibnya sendiri melalui jalan-jalan di lingkungan tempat menuju ke bukit penyaliban. Hal ini dilakukan untuk dua alasan: mempermalukan terdakwa sehingga menjadi tontonan bagi calon-calon penjahat lain agar tidak melakukan kejahatan yang sama, dan untuk memberi kesempatan terakhir jika ada saksi yang maju untuk membela terdakwa.
Terkadang, perlu berhari-hari lamanya sebelum seorang yang disalibkan akhirnya mati. Kematian biasanya disebabkan karena gagal jantung atau yang paling sering adalah kekurangan oksigen. Apabila para prajurit ingin mempercepat kematian, mereka akan menurunkan tubuh dari salib, lalu memukulkan papan besar ke kaki-kaki korban sehingga tulang-tulang kaki itu patah dan korban dengan cepat kehabisan darah dan mati.
Salib tidak bisa dipisahkan dari kematian Yesus. Alkitab dengan jelas menuliskan bahwa Yesus mati disalib. Orang-orang Yahudi memaksa pemerintah Romawi untuk menyalibkan Yesus karena sebagai bangsa jajahan, mereka tidak diizinkan mengadili rakyatnya sendiri atau memberikan hukuman mati.
Pada masa PB, salib adalah simbol kematian, kebodohan, kehinaan, dan penderitaan. Akan tetapi, ada pembalikkan makna setelah Yesus mati di kayu salib. Berita tentang salib, yang sebelumnya mengerikan, telah menjadi Kabar Baik bagi semua manusia. Kematian Yesus di kayu salib bukanlah kematian yang sia-sia, melainkan kematian yang membawa penebusan bagi umat manusia (1Kor. 1:18).
Sampai hari ini, ada banyak orang yang tidak percaya bahwa Yesus mati di atas kayu salib. Namun, Alkitab memberikan dukungan yang sangat kuat bahwa Yesus benar-benar mati di atas kayu salib. Berikut beberapa kesaksian kuat tentang kematian Yesus.
Pertama, kepala pasukan dan prajurit Romawi yang menjaga peristiwa penyaliban menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Yesus mati di kayu salib. Matius dan Markus menuliskan respons para prajurit saat melihat kematian Yesus, "Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!" (Mat. 27:54; Mrk. 15:39). Dan, Lukas menuliskan, "Sungguh, orang ini tidak bersalah!" (Luk. 23:47) Mereka menyaksikan bahwa kematian Yesus adalah kematian yang sangat ajaib.
Kedua, Yohanes mencatat bahwa sebelum diturunkan dari salib, lambung Yesus ditusuk dengan tombak terlebih dahulu untuk memastikan bahwa Yesus betul-betul sudah mati. Aliran darah dan air yang keluar dari tusukan tombak prajurit menunjukkan bahwa Yesus benar-benar sudah mati (Yoh. 19:33-34).
Ketiga, prajurit Romawi adalah orang-orang yang biasa melihat orang yang mati disalib karena merekalah yang menurunkan orang-orang yang disalib dan memastikan bahwa orang yang disalib itu benar-benar sudah mati. Jadi, tidak mungkin mereka menurunkan tubuh Yesus jika belum mati. Jika belum mati, mereka akan mematahkan kaki Yesus untuk memastikan Dia mati. Alkitab mengatakan bahwa kaki Yesus tidak dipatahkan (Yoh. 19:33).
Yusuf dan Nikodemus adalah pemimpin dan orang-orang terpandang yang memiliki reputasi terhormat dan dikenal dengan baik oleh publik. Fakta bahwa merekalah yang menguburkan tubuh Yesus menunjukkan bahwa Dia benar-benar mati (Yoh. 19:38-39). Kalaupun ada teori konspirasi atas kematian Yesus, mereka bukanlah orang-orang yang akan dengan mudah mengorbankan reputasinya.
Dalam Injil Sinoptik, hanya Lukas yang menulis, "Ketika orang banyak yang datang bersama-sama untuk melihat peristiwa itu menyaksikan apa yang terjadi, mereka pulang sambil memukul-mukul dada mereka." (Luk. 23:48) Lukas tidak menyebutkan siapa orang banyak itu, tetapi melihat ayat selanjutnya, kemungkinan mereka adalah masyarakat umum dan orang-orang yang ikut menyalibkan Yesus, sebab pada masa itu hukuman salib dipertontonkan kepada orang banyak.
Semua penulis Injil Sinoptik mencatat bahwa kematian Yesus di atas kayu salib juga disaksikan oleh para pengikut Yesus yang setia mengikuti-Nya sampai di Golgota (Mat. 27:55-56; Mrk. 15:40-41; Luk. 23:49). Para penulis Injil juga menjelaskan bahwa Yesus sungguh-sungguh mati dan kematian-Nya disaksikan oleh orang-orang yang mengenal Yesus secara dekat, di antaranya adalah Yohanes, murid kesayangan Yesus, dan perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea.
Tidak ada kewajiban/keharusan bagi Yesus untuk mati bagi manusia, tetapi Dia rela datang ke dunia dan memberikan nyawa-Nya untuk mati menjadi tebusan bagi manusia. Mengapa?
Karena Allah sangat mengasihi dunia ini, Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal." (Yoh. 3:16) Tidak ada kata lain yang dapat menggantikan bahwa Allah sungguh mengasihi manusia dan rela memberikan Anak-Nya supaya manusia mendapatkan keselamatan.
".... Aku akan mengadakan permusuhan antara kamu dengan perempuan ini, dan di antara keturunanmu dan keturunannya. Keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan kamu akan meremukkan tumitnya." (Kej. 3:15)
Ayat di atas meneguhkan kita bahwa janji Allah untuk menyelamatkan manusia dipenuhi. Kasih Allah tidak bisa membiarkan manusia binasa selamanya. Allah berjanji untuk memulihkan hubungan dan keadaan manusia agar kembali dapat bersatu dengan Allah, walaupun untuk itu Allah harus membayarnya dengan harga yang sangat mahal, yaitu kematian Anak-Nya.
Bagi banyak orang, kematian, apalagi kematian di salib yang memalukan, adalah tanda kekalahan atau kutuk. Namun, bagi Yesus, kematian adalah tanda kemenangan. Paulus berkata, "Sebab, perkataan tentang salib adalah kebodohan bagi mereka yang sedang binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan, hal itu adalah kekuatan Allah." (1Kor. 1:18) Sungguh luar biasa bahwa melalui kematian di salib yang hina dan mengerikan, Allah rela memakainya untuk diaplikasikan kepada diri-Nya agar manusia mendapatkan keselamatan. Mari kita melihat betapa pentingnya makna kematian Yesus bagi kita.
Yesus mati untuk menebus dosa manusia, dosa kita. Kata 'penebusan' dalam bahasa Yunani digunakan kata "apolutrosis", kata yang biasanya digunakan di pasar budak, tempat jual-beli budak, yaitu ketika seseorang datang untuk menebus/membayar budak tersebut dengan uang agar budak itu tidak lagi menjadi budak, tetapi dibebaskan menjadi orang merdeka. Kata "apolutrosis" inilah yang digunakan Paulus untuk menjelaskan bahwa dosa-dosa manusia sudah ditebus, dibayar lunas oleh Tuhan Yesus dengan darah-Nya sehingga kita dinyatakan bebas dan tidak lagi menjadi budak dosa.
Seperti yang dituliskan dalam Ef. 1:7, "Dalam Dia, kita mendapat penebusan melalui darah-Nya, yaitu pengampunan atas pelanggaran-pelanggaran kita sesuai dengan kekayaan anugerah-Nya," (Kol. 1:14; Ibr. 9:12; 1Kor. 6:20; Why. 5:9). Injil Markus juga menuliskan sebuah perumpamaan tentang penebusan, yang dituliskan dengan memakai kata "lutron" yang merujuk kepada harga yang telah Yesus bayar untuk membeli keselamatan kita (Mrk. 10:45). Kematian Kristus telah menjadi penebusan atas dosa-dosa kita (1Yoh. 5:19; Mrk. 10:45). Sekarang, kita bebas untuk melayani Allah, menaati, dan mengasihi Yesus Kristus (1Kor. 6:19-20).
Hasil langsung dari kematian Kristus yang dikenakan kepada kita adalah pengampunan dosa. Kematian Kristus di atas kayu salib diperlukan untuk kita mendapatkan pengampunan Allah, "Menurut Hukum Taurat, hampir segala sesuatu harus disucikan dengan darah, dan tanpa adanya penumpahan darah, tidak akan ada pengampunan." (Ibr. 9:22) Darah kematian Kristus di atas kayu salib begitu berharga karena tanpa darah yang dikurbankan, keadilan Allah tidak mungkin dipuaskan, murka Allah atas dosa tidak mungkin diredakan, dan dosa manusia tidak mungkin diampuni. Puji syukur, Kristus taat menjadi kurban bagi pengampunan dosa kita sehingga dosa-dosa kita diampuni dan kesalahan kita tidak lagi diperhitungkan Allah.
Rasul Paulus menuliskan dalam Rm. 4:25 demikian, "... yang diserahkan karena pelanggaran-pelanggaran kita, dan yang dibangkitkan demi pembenaran kita." Kata "pembenaran" berarti dinyatakan, diterima, dan diperlakukan sebagai yang benar.Penggambaran ini berasal dari istilah dalam persidangan, yang berarti suatu tindakan hukum yang menyatakan keputusan bahwa yang tertuduh tidak bersalah, dan membatalkan semua tuntutan. Lebih lanjut dituliskan Paulus dalam Rm. 5:16 dan 18 mengenai apa yang terjadi dalam pembenaran kita: "Karunia tidak seperti akibat dari dosa satu orang itu. Sebab, penghakiman yang dihasilkan dari pelanggaran akan membawa kepada hukuman, tetapi pemberian anugerah dari banyak pelanggaran memberikan pembenaran .... Karena itu, sama seperti satu pelanggaran membawa hukuman bagi semua orang, demikian juga oleh perbuatan kebenaran dari satu orang membawa pembenaran dan hidup untuk semua orang".
Sebagaimana Adam yang telah jatuh dalam dosa, kita seharusnya dihukum mati dan menerima kebinasaan selama-lamanya. Namun, Yesus Kristus rela menjadi kurban penebusan untuk menggantikan kita yang seharusnya menerima hukuman mati atas dosa kita. Ia telah menanggung hukuman itu sehingga murka Allah ditimpakan kepada-Nya (1Yoh. 4:10, Rm. 4:25) supaya manusia terlepas dari hukuman maut itu (Ibr. 9:26). Oleh kematian-Nya, sekarang kita menjadi hidup!
Kejatuhan manusia dalam dosa telah memutuskan hubungan antara Allah dan manusia. Bagaimana manusia bisa kembali bersatu dengan Allah? Manusia membutuhkan perantara yang akan mendamaikannya kembali dengan Allah. Kematian Yesus adalah satu-satunya jalan perantara untuk mendamaikan hubungan Allah dan manusia (2Kor. 5:18-19). Paulus berkata, "... yaitu dalam Kristus, Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri, dengan tidak memperhitungkan pelanggaran-pelanggaran mereka atas mereka dan sudah memercayakan berita pendamaian kepada kita." (2Kor. 5:19) Marilah kita hidup berdamai dengan Allah dan menyenangkan Dia.
Jika Yesus dengan kesungguhan hati mau menaati kehendak Allah Bapa, yaitu menderita sengsara sampai mati di atas kayu salib untuk menyelamatkan kita, sudah selayaknya kita juga mengasihi Dia dengan kesungguhan hati dan hidup memuliakan Allah.
Akhir Pelajaran (MMP-P03)
Doa
"Tuhan Yesus yang baik, aku sungguh kagum dengan pengorbanan-Mu yang mulia. Engkau yang tanpa cela justru mau menanggung dosaku dan menebus lunas dosa-dosa maupun pelanggaranku. Ajari aku untuk memaknai kematian dengan memberikan hidupku kepada-Mu, ya Allah. Kiranya Engkau mau memakai aku untuk menjadi saksi-Mu yang setia sepanjang hidupku. Amin."
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA