DAL - Pelajaran 02
Nama Kelas | : | Doktrin Alkitab Lanjutan |
Nama Pelajaran | : | Kanonisasi Alkitab |
Kode Pelajaran | : | DAL-P02 |
Pelajaran 02 -- Kanonisasi Alkitab
Daftar Isi
- Pengertian Kanon
- Arti Etimologis
- Arti Teologis
- Kitab-Kitab yang Memenuhi Standar Kitab-Kitab Kanonik Gereja
- Kitab-Kitab yang Diterima sebagai Firman Tuhan yang Tertulis
- Terjadinya Kanon Alkitab
- Pertimbangan yang Dipakai untuk Menerima Kanon Alkitab
- Pertimbangan yang Salah tentang Penerimaan Kitab Kanon
- Sejarah Kanon
- Perjanjian Lama
- Perjanjian Baru
- Krisis Otoritas
- Krisis Pengajaran
- Dorongan Misi
- Tekanan Penganiayaan
Doa
Pelajaran 02: Kanonisasi Alkitab
- Pengertian Kanon
- Arti Etimologis
- Arti Teologis
- Kitab-Kitab yang Memenuhi Standar Kitab-Kitab Kanonik Gereja
- Kitab-Kitab yang Diterima sebagai Firman Tuhan yang Tertulis
- Terjadinya Kanon Alkitab
- Pertimbangan yang Dipakai untuk Menerima Kanon Alkitab
- Pertimbangan yang Salah tentang Penerimaan Kitab Kanon
- Sejarah Kanon
- Perjanjian Lama
- Perjanjian Baru
- Krisis Otoritas
- Krisis Pengajaran
- Dorongan Misi
- Tekanan penganiayaan
Kata "kanon" berasal dari kata Yunani kanon, yang berarti tangkai lurus yang digunakan sebagai pengukur. Dalam bahasa Ibrani, kata kanon merupakan kata jadian dari kaneh (buluh). Dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman PL, adalah untuk mengukur, maka kanon juga berarti sebatang tongkat/kayu pengukur atau penggaris (Yehezkiel 40:3; 42:16 -- tombak pengukur).
Dari makna literal ini, muncul arti metafora yang berarti standar, kaidah, patokan atau norma. Jadi, kata ini diartikan sebagai suatu peraturan dari prosedur, kronologi, atau tabel penanggalan.
Dalam sejarah gereja abad pertama, kata "kanon" dipakai untuk menunjuk pada peraturan atau pengakuan iman. Berkaitan dengan itu R.P.C. Hanson, seperti yang dikutip juga oleh F.F. Bruce, berkata, "Pengertian tentang kanon dalam konteks Alkitab adalah standar, kaidah, atau norma; sebagai 'ketentuan iman' atau 'ketentuan dari kebenaran'". Kata ini dipakai pada awal kekristenan untuk menunjuk pada pokok-pokok ajaran para rasul yang menjadi penguji terhadap setiap ajaran dan penafsiran yang muncul. Selain itu, kata ini pada pertengahan abad ke-4 (dimulai oleh Athanasius) dipakai untuk menunjuk pada Alkitab dan mempunyai 2 arti, yaitu:
Daftar naskah 66 kitab-kitab yang telah memenuhi standar peraturan-peraturan tertentu, yang diterima oleh gereja sebagai kitab-kitab Kanonik yang diakui diinspirasikan oleh Allah.
Kumpulan 66 kitab yang diterima sebagai firman Tuhan yang tertulis, yang berotoritas penuh bagi iman dan kehidupan manusia. Alkitab adalah firman Allah yang merupakan fondasi, batas, dan patok kehidupan orang percaya (2 Korintus 10:13-16; Galatia 6:16).
Alkitab sendiri menolak dengan tegas pendapat bahwa Alkitab turun/jatuh dari surga (Lukas 1:1-4). Lalu, bagaimana dan kapan kanon Alkitab itu terjadi? Tidak pernah ada satu peristiwa tertentu yang terjadi, yang menandai dimulainya kanon Alkitab. Juga, tidak ada sejarah khusus yang menentukan kapan kanon Alkitab itu ditetapkan (disahkan). Akan tetapi, secara iman kita mengakui bahwa Tuhan sendirilah yang menentukannya, bukan manusia.
Ini harus menjadi pengakuan penting bagi orang Kristen, bahwa Alkitab, sebagai firman Allah yang tertulis, akan tetap menjadi firman Allah sekalipun manusia tidak mengesahkannya, karena pengesahan terhadap Alkitab datang dari Allah dan dari Alkitab itu sendiri. Manusia hanya bisa menerima dan mengakuinya, tetapi tidak menetapkannya.
Peristiwa penganonan Alkitab oleh Konsili di Kartago tahun 397 M harus dipahami sebagai penerimaan iman oleh gereja bahwa Alkitab kanonik itu diinspirasikan oleh Allah, dan diterima sebagai standar iman dan kehidupan. Tangan Tuhanlah yang telah memimpin orang-orang percaya itu untuk mengumpulkan kitab-kitab kanonik sehingga disusun menjadi Alkitab. Pendapat ini tidak sama dengan pendapat gereja Katolik Roma. Menurut mereka, penetapan Kanon ditetapkan oleh gereja Katolik Roma.
Peristiwa penerimaan gereja terhadap kanon Alkitab sebenarnya sudah dimulai ketika jemaat Gereja Mula-mula membaca kitab-kitab Perjanjian Lama dalam kebaktian-kebaktian. Dengan campur tangan Roh Kudus, jemaat juga menambahkan kitab-kitab dan surat-surat para rasul yang diinspirasikan oleh Allah. Sampai akhirnya, pada tahun 367 M, uskup Aleksandria, Athanasius, memberikan daftar kitab yang merupakan kanon. Daftar kitab itulah (66 buku) yang sampai sekarang ditetapkan sebagai Alkitab.
Bukti dari Alkitab sendiri.
- Semua tulisan dalam kitab-kitab kanon (Alkitab) diinspirasikan oleh Allah (2 Timotius 3:16). Dengan demikian, jelas bahwa semua kitab dalam Alkitab tidak hanya ditulis oleh tangan manusia, tetapi juga merupakan campur tangan Allah sepenuhnya (theopneustos). Oleh karena itu, seluruh tulisan dalam Alkitab mempunyai otoritas penuh dari Allah.
- Ditulis oleh orang-orang yang hidupnya dipimpin oleh Allah; baik para nabi (PL) maupun rasul (PB) atau orang-orang yang berada di bawah pengawasan mereka.
- Ada bukti-bukti dari dalam kitab dan jelas tentang keaslian penulisannya.
- Ada pengaruh kuasa Allah dalam tulisan-tulisan itu yang sanggup mengubahkan hidup manusia.
- Secara aklamasi diterima oleh umat Allah secara luas sebagai kitab-kitab yang diinspirasikan oleh Allah (Galatia 6:16; Lukas 11:51; Kolose 4:16; Wahyu 22:18).
Di antara banyak kitab kuno yang harus dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam kanon Alkitab, tidak semuanya diterima sebagai kitab kanon. Pertimbangan-pertimbangan terhadap kitab-kitab itu adalah:
- Bukan didasarkan pada usia kitabnya.
- Bukan karena ditulis dalam bahasa Ibrani.
- Bukan karena setuju dengan Taurat.
- Bukan karena mempunyai nilai agama.
Kanon Perjanjian Lama (PL) tidak mengalami banyak kesulitan untuk diterima karena pada waktu kitab-kitab PL itu ditulis, saat itu juga langsung diterima sebagai kitab-kitab yang diinspirasikan oleh Allah sehingga otoritasnya diakui. Kitab-kitab (yang berupa gulungan-gulungan) itu disimpan bersama-sama dengan Tabut Perjanjian, yaitu di Kemah Tabernakel dan kemudian di Bait Allah. Para imam memelihara kitab-kitab itu dan juga membuat salinan-salinannya apabila diperlukan (Ulangan 17:18; 31:9; 24-26; 1 Samuel 10:25; 2 Raja-raja 22:8; 2 Tawarikh 34:14).
Pada waktu bangsa Yahudi dibuang ke Babel, dan Yerusalem dihancurkan pada tahun 587 sM, kitab-kitab itu juga dibawa ke tanah pembuangan (Daniel 9:2). Pusat ibadah mereka pada saat itu bukan lagi pada Bait Allah di Yerusalem, melainkan pada kitab-kitab itu. Setelah pembangunan kembali Bait Allah, kitab-kitab itu dipelihara dan dipindahkan ke sana (Ezra 7:6; Nehemia 8:1; Yeremia 27:21-22).
Penyusunan seluruh kitab Perjanjian Lama selesai pada tahun 430 sM, iman Ezralah yang memainkan peranan penting dalam proses pengumpulan dan penyusunan kitab-kitab Perjanjian Lama ini. Selain kitab-kitab Pentateukh (Kejadian - Ulangan) yang sangat dihargai, kitab-kitab para nabi juga biasa dibaca dalam ibadah orang Yahudi di rumah-rumah ibadah pada zaman Perjanjian Baru (Lukas 4:16-19).
Pada tahun 90 M, para ahli Taurat dan pemimpin bangsa Yahudi melakukan persidangan di Yamnia. Salah satu keputusan yang diambil dalam persidangan itu adalah penerimaan kanon PL, yaitu 39 kitab sebagai kanon Alkitab, seperti yang kita pakai saat ini. Jadi, penetapan itu sebenarnya hanya memberikan pengakuan akan kitab-kitab yang memang sudah lama dipakai dalam ibadah orang Yahudi.
Penganonan Perjanjian Baru (PB) mengalami lebih banyak pergumulan daripada PL. Baru pada pertengahan abad 4 Masehi masalah penganonan Perjanjian Baru dianggap selesai. Kanon PB diawali dengan keadaan dan kebutuhan yang mendesak yang harus segera ditangani oleh gereja-gereja saat itu, antara lain:
Dibutuhkannya suatu pedoman iman dan kehidupan yang diakui berotoritas, apalagi setelah Tuhan Yesus dan para rasul sudah tidak ada lagi di antara mereka.
Adanya pengajaran sesat yang mulai menyusup ke dalam gereja-gereja sehingga diperlukan adanya satu sumber yang dapat menjadi standar pengajaran yang benar.
Penyebaran pengajaran Injil Yesus Kristus semakin berkembang ke daerah-daerah lain sehingga diperlukan adanya kesepakatan terhadap kitab-kitab standar yang harus diterjemahkan.
Semakin kuatnya penganiayaan yang dilancarkan terhadap orang-orang Kristen baru mendorong gereja untuk mempertahankan sumber pengajaran demi kemurnian iman dan pengajaran yang sehat.
Setelah kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke surga, pengajaran Injil diteruskan oleh para rasul dengan penuh otoritas karena merekalah saksi mata mengenai keselamatan yang diajarkan Yesus. Tulisan-tulisan tentang pengajaran iman Kristen oleh para rasul (antara tahun 50 - 100 M) sangat dibutuhkan mengingat bahwa merekalah para saksi mata yang dapat memberitakan pengajaran Injil Yesus Kristus dengan jelas dan menafsirkannya dengan tepat, sesuai dengan pimpinan Roh Kudus atas mereka (Yohanes 14:26).
Dasar Kanon PB terletak pada otoritas Kristus sebagai Tuhan atau pada pribadi Kristus sendiri. Yesus Kristus merupakan fokus dan penggenapan nubuat Perjanjian Lama (1 Petrus 1:10-12; 2 Petrus 1:19; Kisah Para Rasul 28:23), kitab suci yang berotoritas pada zaman Yesus. Tuhan Yesus Kristus menyatakan otoritas-Nya sebagai Mesias dan Nabi yang dijanjikan melalui kehidupan pelayanan dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati.
Setelah kematian dan kebangkitan-Nya, Bapa mengutus Roh Kudus untuk memperlengkapi mereka menjadi saksi-saksi tentang kebangkitan Kristus yang biasa disebut sebagai "Amanat Agung". Pengajaran yang mereka terima langsung dari Kristus itu merupakan "harta yang indah" bagi gereja (1 Timotius 6:20; 2 Timotius 1:14) yang harus dipelihara dan diteruskan kepada generasi berikutnya. Isi pengajaran para rasul disebut juga "tradisi" (paradosis) dalam Perjanjian Baru, yang menurut konsep Yahudi, memiliki arti diteruskan dengan otoritas.
Selama tahun 100 - 200 M, tulisan-tulisan para rasul itu dipakai dan dikumpulkan oleh sidang-sidang jemaat (Kolose 4:15-16). Pada tahun 200 M, kanon utama Perjanjian Baru sebenarnya sudah terbentuk. Kanon itu disebut dengan "Kanon Muratori", yang berisi 21 kitab/buku. Kemudian, 6 kitab lain ditambahkan kepadanya. Memasuki abad ke 5 M, dalam pertemuan konsili di Hippo dan Kartago tercapai kesepakatan di antara gereja Barat dan Timur, dan menerima 27 kitab sebagai Kanon PB, seperti yang kita pakai saat ini.
Kanon Perjanjian Baru berdasarkan wibawa apostolik yang di belakangnya berdasarkan otoritas Kristus sendiri. Sebab, pengajaran Yesus Kristus yang ditulis para rasul, baik perkataan lisan maupun dalam tulisan, merupakan otoritas aksioma gereja mula-mula.
Akhir Pelajaran (DAL-P02)
Doa
"Sungguh luar biasa pekerjaan Roh Kudus sehingga aku boleh mendapatkan Penyataan Firman-Mu dalam Alkitab. Tanpa Alkitab, maka tidak mungkin aku dapat hidup menyenangkan-Mu. Terima kasih Allah yang sungguh besar. Amin."
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA