BAGAIMANA MENAFSIRKAN ALKITAB

Bicara soal menafsirkan Alkitab, saya membaginya menjadi dua kelompok besar, yaitu seharusnya dan secukupnya.

  1. Menafsir Alkitab: Seharusnya

    Bagaimana menafsirkan Alkitab yang seharusnya?

    Pertama, kita harus dapat membaca dan mengerti Alkitab dalam bahasa aslinya.

    Alkitab ditulis dalam bahasa Ibrani (Perjanjian Lama) dan Yunani (Perjanjian Baru). Kemampuan untuk membaca dan mengerti Alkitab dalam bahasa asli sangat penting karena tidak ada terjemahan Alkitab yang seratus persen benar. Terjemahan Alkitab pun sebenarnya mengandung unsur penafsiran juga. Kedua, kita harus mengerti sesungguhnya dari kata yang digunakan.

    Bahasa Yunani juga seperti bahasa Inggris, memiliki arti kata yang luas. Karena itu, diperlukan "Greek Lexicon", yaitu kamus bahasa Yunani.

    Sebagai contoh adalah Kolose 2:6. Rasul Paulus menulis: "Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita". Kata yang digunakan untuk "menerima", dalam bahasa Yunani adalah lambang. Kata ini memberi pengertian menerima sesuatu secara turun temurun, secara berkesinambungan.

    Ketiga, kita harus mengerti bagaimana kata tersebut digunakan dalam berbagai konteks.

    Sebuah kata dalam bahasa Yunani dapat memiliki lebih dari satu arti. Oleh karena itu, diperlukan konkordansi.

    Dengan menggunakan konkordansi, kita dapat melihat di mana dan bagaimana kata tertentu digunakan. Dengan demikian, kita dapat melihat arti dari sebuah kata dengan tepat. Sebagai contoh adalah kata "dunia". Kata ini bisa berarti tempat di mana kita berada. Pengertian ini dapat kita baca dalam Injil Lukas pasal 2. Di sana tertulis: "Pada waktu itu Kaisar ... mendaftarkan semua orang di seluruh dunia" (Luk. 2: 1). Tetapi kata dunia juga bisa berarti orang berdosa. Pengertian ini dapat kita lihat dalam ayat berikut: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa ..." (Yoh. 3:16).

    Contoh lain adalah kata "agape" (kasih). Orang tertentu dengan ngotot mengartikan kata tersebut sebagai kasih Allah yang mulia dan suci. Hal itu benar, tetapi tidak selamanya demikian. Karena Rasul Paulus menulis kepada Timotius: "Karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku ..." (2Tim. 4:10). Kata mencintai, dalam bahasa aslinya pada ayat tersebut di atas adalah "agape". Apakah ini berarti bahwa Demas mencintai dunia ini dengan kasih "agape"? Jawabnya tentu tidak.

    Keempat, kita harus membandingkan hasil penafsiran kita dengan buku-buku tafsiran yang baik.

    Sebagai orang yang sedang belajar, kita tentu harus selalu waspada agar tidak melakukan kesalahan. Karena itu kita perlu "berkonsultasi" dengan penafsir-penafsir yang baik serta telah berpengalaman dengan membaca buku tafsiran mereka.

    Keempat hal tersebut di atas disampaikan bukan untuk menakut-nakuti atau melemahkan semangat Anda menggali Alkitab. Tetapi agar kita lebih realistis terhadap penafsiran atau penggalian kita. Maksudnya, kita perlu tahu di mana posisi kita dalam menggali sehingga kita lebih rendah hati dan terbuka terhadap tafsiran orang lain dan tidak memutlakkan penafsiran kita.

  2. Menafsir Alkitab: Secukupnya

    Bagaimana menafsirkan Alkitab secukupnya? Pertama, kita perlu memiliki Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

    Kita tidak cukup memiliki Alkitab Perjanjian Baru, tetapi juga Alkitab Perjanjian Lama. Dengan demikian, kita tidak mengalami kesulitan ketika membaca bagian dari Perjanjian Baru, di mana ayat tersebut sering memiliki hubungan yang erat dengan Perjanjian Lama. Hal tersebut biasanya dijelaskan ketika kita menelitinya pada catatan kaki.

    Kedua, kita perlu memiliki Alkitab dalam terjemahan lain.

    Bila kita mengerti Alkitab terjemahan bahasa Inggris, maka baik sekali membaca New International Version (NIV Bible). Alkitab ini sangat baik karena memiliki terjemahan yang lebih tepat dibandingkan dengan Alkitab bahasa Indonesia.

    Ketiga, kita perlu memiliki peta Alkitab.

    Ketika membaca Alkitab, kadang-kadang kita bertemu dengan nama-nama kota. Sebagai contoh adalah pelayanan Rasul Paulus pada Kisah Para Rasul 13:50-14:20. Di sini disebutkan bahwa Paulus pergi ke Ikonium, Listra, dan Derbe. Setelah itu, Paulus disebutkan kembali ke Antiokhia (14:21-28). Tanpa melihat peta Alkitab, kita tidak sepenuhnya mendapatkan sesuatu pelajaran dari informasi tentang kota-kota tersebut. Tetapi dengan melihat kota-kota itu dalam peta Alkitab, kita akan mendapatkan pelajaran bahwa Rasul Paulus tidak melakukan kunjungan pelayanan secara sembarangan, tetapi berurutan secara teratur.

    Keempat, kita perlu memiliki kamus Alkitab.

    Bila kita membaca Markus 14:3-9, di situ disebutkan bahwa Yesus diurapi oleh seorang perempuan dengan minyak narwastu yang mahal harganya. Maka penulis kitab Markus mencatat reaksi Yudas sebagai berikut: "Ada orang yang menjadi gusar dan berkata seorang kepada yang lain: untuk apa pemborosan minyak narwastu ini? Sebab minyak ini dapat dijual 300 dinar lebih dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin" (Markus 14:4,5).

    Mengapa orang tersebut begitu gusar? Berapa banyakkah tiga ratus dinar itu? Tanpa mengetahui harga satu dinar, maka kita tidak menghayati mengapa mereka mengatakan hal itu sebagai pemborosan. Tetapi setelah melihat kamus Alkitab, kita dapat membaca bahwa satu dinar adalah upah buruh dalam sehari pada waktu itu (lihat Matius 20:2). Maka minyak seharga tiga ratus dinar lebih yang ditumpahkan tersebut berarti upah buruh tiga ratus hari lebih. Ini berarti tabungan buruh selama bertahun-tahun dihabiskan dalam sekejap saja! Bagi Yudas, hal ini adalah pemborosan. Namun, Tuhan Yesus memuji tindakan perempuan tersebut. Mengapa? Karena defenisi dari pemborosan, sebenarnya adalah membelanjakan lebih dari yang sepatutnya. Rupanya bagi Yudas tindakan tersebut tidak patut. Tetapi bagi Yesus, perempuan tersebut telah melakukan yang sepatutnya, yaitu memberi yang terbaik kepada Tuhan Yesus. Sesungguhnya, tidak ada hal yang berlebihan untuk kita persembahkan kepada Yesus. Sebab Dia sendiri telah memberikan dirinya demi perempuan tersebut dan demi kita.

    Kelima, kita perlu memiliki konkordansi.

    Kadangkala, ketika kita sedang melakukan penggalian Alkitab, kita kurang jelas akan arti sebuah kata tertentu. Maka kita dapat melihat makna yang lebih jelas dari kata tersebut dengan melihatnya pada bagian lain dari Alkitab. Untuk itu, kita perlu melihat konkordansi yang memuat daftar ayat-ayat Alkitab yang memuat kata tersebut.

    Keenam, kita perlu memiliki buku tafsiran.

    Kita mencantumkan ini pada urutan terakhir karena memang sebaiknya demikian. Ada sebagian orang yang langsung membaca buku tafsiran ketika sedang menggali Alkitab. Tetapi tindakan itu tidak baik. Karena hal itu akan membuat dia tergantung kepada buku tafsiran tersebut atau sangat dipengaruhi olehnya. Dengan demikian, dia tidak maksimal menggali Alkitab karena sudah terpengaruh oleh buku tafsiran tersebut. Maka tindakan yang kita usulkan adalah agar Alkitab digali terlebih dahulu dengan semaksimal mungkin tanpa dipengaruhi oleh hasil tafsiran tertentu. Setelah itu, kita "berkonsultasi" dengan penafsir-penafsir yang baik dan berpengalaman. Tujuannya adalah untuk membandingkan hasil penafsiran kita apakah benar atau tidak. Kita tidak boleh memutlakkan penafsiran kita. Kita perlu belajar dari penafsir-penafsir lain. Kalau ternyata hasilnya berbeda, kita bisa melihat kembali apakah ada kesalahan pada penafsiran kita atau tidak. Sikap terbuka terhadap tafsiran yang lebih baik serta kesediaan untuk dikoreksi sangat dituntut agar mendapatkan penggalian yang semakin baik.

Diambil dan diedit seperlunya dari:

Judul buku : Petunjuk Praktis: Menggali Alkitab
Judul artikel : Bagaimana Menafsir Alkitab
Penulis : Ir. Managapul Sagala M. Div.
Penerbit : Perkantas Jakarta
Halaman : 17 -- 23
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA