Referensi

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 01c

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 03c

Pelajaran 03 | Pertanyaan 03 | Referensi 03a | Referensi 03b

Nama Kursus : PENGANTAR PERJANJIAN LAMA
Nama Pelajaran : Sejarah Perjanjian Lama
Kode Pelajaran : PPL-R03c

Referensi PPL-R03c diambil dari:

Judul Buku : THE BIBLE KNOWLEDGE COMMENTARY
Judul Bagan : Bagan Sejarah Perjanjian Lama
Editor : John F. Walvoord & Roy B. Zuck
Penerbit : Victor Books
Tahun : 1985
Halaman : 13

REFERENSI PELAJARAN 03c - SEJARAH PERJANJIAN LAMA

BAGAN SEJARAH PERJANJIAN LAMA

             Yakub pindah     Eksodus     Bgs. Israel Penaklukan  Hakim-
                ke Mesir     Pengembaraan  Menyeberang  Tanah      hakim
Penciptaan                Di padang Gurun  S. Yordan  Perjanjian  Mulai
                 1876sm        1446sm        1406sm     1399sm     1350sm

  !                !              !             !         !          !
  !  Kejadian      !    Keluaran  ! Im, Bil, Ul !         !  Yosua   !
  !==================> ===========> ============> ===================>
  !                !   (430 thn.) !  (40 thn.)  ! (7 thn.)! (49 thn.)!
  !                !              !             !         !          !




                                          Kerajaan
                                           Pecah
                                           (931)  I Raj.12-     Asyur
Hakim-     Saul       Daud      Salomon          II Raj.17   Menakluk-
hakim   Memerintah Memerintah  Memerintah    ==ISRAEL======>  kan Israel
Mulai                                        !    (209 thn.)     722sm
1350sm    1051sm     1011sm       971sm      !
                                             !
  !Hakim-2   !          ! II Sam & ! I Raj.  !
  ! & Ruth   ! I Sam.   ! 1 Taw.   !  1-11   !
  !==========> =========> =========> =======>!
  !(299 thn.)!(40 thn.) !(40 thn.) !(40 thn.)!
  !          !          !          !         !                      Babilon
                                             ! I Raj.12- II Raj. 24 Menakluk
                                             !   & II Taw. 10-36    kan
                                             ==YEHUDA==============>Yehuda
                                                  (345 thn.)        586sm





Babilon
Menakluk-                Bait Allah           Masa PL
kan Yehuda              Dibangun lagi         Selesai
  586 sm                     515sm              430sm

   !                           !                  !
   !   Penawanan di Babilon    !                  !
   !===========================> =================!
   !        (70 thn.)          !    (85 thn.)     !
   !                           !                  !

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 04a

Nama Kursus : Pengantar Perjanjian Lama
Nama Pelajaran : Budaya Perjanjian Lama
Kode Pelajaran : PPL-R04a

Referensi PPL-R04a diambil dari:

Judul Buku : Memahami Perjanjian Lama I
Judul Artikel : Masyarakat Dan Agama
Penulis : John Drane
Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab, Jakarta, 2002
Halaman : 79 - 83

REFERENSI PELAJARAN 04a - MEMAHAMI PERJANJIAN LAMA

Tahun-tahun di antara pemerintahan Saul dan Salomo menyaksikan pembentukan masyarakat Israel yang unik untuk pertama kalinya. Walaupun sistem kerajaan menimbulkan masalah, ide tentang kerajaan tetap diterima orang-orang Israel, dan sekalipun ketika sepuluh suku memisahkan diri di bawah pimpinan Yerobeam, mereka tidak banyak berusaha mengubah penampilan luar masyarakat yang telah ditegakkan oleh Salomo: mereka hanya menjelaskannya dengan cara yang berbeda.

Jadi, tidaklah mengejutkan bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi di tahun-tahun yang sulit ini akan meletakkan pola untuk kehidupan Israel untuk masa mendatang. Inilah yang kita temukan ketika kita membaca kitab-kitab PL, khususnya pada kitab Mazmur dan "literatur hikmat" dari PL karena walaupun para editor kitab-kitab sejarah Israel dapat melihat banyak hal yang memalukan dari aktivitas Daud dan Salomo, dengan segera kedua raja itu mendapat kehormatan dalam tradisi agamawi rakyat mereka. Daud dianggap sebagai pengarang sebagian besar kitab Mazmur, dalam PL, sementara Salomo dianggap sebagai pendiri "gerakan hikmat" pada masa Israel kuno. Tidak banyak ahli sekarang yang mau menerima tradisi ini sebagaimana adanya. Tetapi, jelas bahwa kedua raja ini dan para penerusnya di Yerusalem telah membawa pengaruh yang besar dalam kehidupan agamawi dan kebudayaan rakyat mereka.

Berita agamawi yang penting dari kitab-kitab PL ini akan dikupas secara mendetail dalam pasal 11 dan 12. Tetapi, tepat juga di sini bila kita memperhatikan beberapa aspek gambaran kehidupan agamawi dan kebudayaan dari Israel kuno yang ada di dalam kitab-kitab tersebut.

Mazmur

Kitab Mazmur dalam PL berisi 150 bagian terpisah yang terdiri dari lagu-lagu atau puisi agamawi, disusun dalam 5 bagian "buku" sebagai satu koleksi untuk digunakan pada ibadah di Bait Allah yang dibangun kembali di Yerusalem sekitar 520 SM, setelah pembuangan di Babel (lihat pasal 7). Sewajarnyalah beberapa mazmur ditulis pada masa itu (Mzm. 137) meski kebanyakan tidak. Banyak ahli yang berpendapat bahwa mazmur-mazmur itu berasal dari ibadah kepada Allah oleh Israel purba selama periode antara 1000 - 586 sM. Banyak mazmur memiliki judul, tetapi judul ini bukan bagian dari komposisi aslinya. Tepat sekali apabila versi modern seperti Good News Bible menurunkannya sebagai catatan kaki (cat. penyunting: Alkitab Kabar Baik versi LAI tidak memberikan no. ayat bagi judul-judul mazmur). Beberapa dari judul ini memuat arahan musik, mengindikasikan nada yang harus dinyanyikan untuk gubahan tertentu, atau instrumen musik yang digunakan untuk mengiringinya. Judul yang lain mengindikasikan bahwa mazmur tertentu dihubungkan dengan Daud, putra-putra Korah, putra-putra Asaf, dll. Judul judul ini sering tidak jelas artinya yang tepat. Bahkan, istilah "Mazmur Daud" juga bisa berarti "Mazmur untuk Daud , dan tidak harus berarti sebagai pernyataan bahwa Daud adalah penulisnya. Judul seperti itu juga dapat mengindikasikan bahwa mazmur itu pada awalnya ada di dalam koleksi lagu-lagu yang dikeluarkan oleh rumah kerajaan Daud di Yerusalem, atau ditulis untuk raja di sana, yang tentunya adalah keturunan Daud. Kebanyakan ahli sekarang tidak menolak kemungkinan bahwa beberapa dari mazmur ini ditulis oleh Daud sendiri. Tetapi, kita tidak mungkin mengetahuinya secara pasti.

Kehidupan selalu bagaikan kaleidoskop dari pengalaman dan emosi yang berkonflik - dan kita dapat menemukan variasi ini direfleksikan di dalam isi mazmur-mazmur PL. Tidak semua mazmur sama isinya. Beberapa mazmur adalah himne agung yang berisi pujian bagi Allah, merefleksikan kesukacitaan penyembah yang meluapkan kebahagiaannya yang merasa damai dengan Allah dan dunia (Mzm. 145-150). Sebaliknya, ada mazmur yang merefleksikan momen-momen gelap dari pengalaman manusia. Kadang-kadang penyembah menyadari bahwa kesalahan diri sendiri sebagai penyebab kesusahan (Mzm. 51:130). Tetapi, pada kesempatan lainnya si penyembah protes bahwa ia sungguh-sungguh tidak bersalah, dan dari mulanya tidak seharusnya ia menderita (Mzm. 13:71). Emosi seperti ini cukup akrab bagi kita semua karena merupakan bagian penting dari kehidupan di segala tempat dan waktu.

Dalam mazmur lainnya, kita dapat melihat bagaimana seluruh bangsa mungkin bereaksi pada saat ada malapetaka nasional atau ketidakpastian (Mzm. 44; 74; 80; 83). Kita pun dapat turut mengambil bagian dalam upacara-upacara penting dari kehidupan nasional, seperti peneguhan seorang raja atau pernikahan raja. (Mzm. 45). Ada pula mazmur yang memberikan bagi kita pandangan sekilas ke dalam perasaan syukur yang mendalam kepada Allah yang dialami oleh pribadi penyembah yang telah diselamatkan dari beberapa pencobaan pribadi (Mzm. 30; 92; 116).

Pada tahun-tahun awal dari abad ini, mazmur-mazmur diklasifikasikan menurut pembagian seorang ahli dari Jerman, Hermann Gunkel. Menurutnya, mazmur-mazmur ini dapat dibagi menjadi 5 kategori: Himne Pujian, Lagu Ratapan Pribadi, Ratapan Umat, Ucapan Syukur Pribadi, dan Mazmur Kerajaan. Klasifikasinya telah melalui ujian waktu, walau di dalam beberapa hal kurang memuaskan. Sebagai contoh, Gunkel cenderung memisahkan secara tajam antara mazmur pribadi dengan mazmur umat. Sejumlah mazmur yang dimulai dengan kata-kata dari satu orang terus selanjutnya berbicara bukan tentang seorang individu, tetapi tentang seluruh umat Israel (Mzm. 51; 102; 130). Kategori "Mazmur Raja" juga bisa dipertanyakan karena semua Mazmur Kerajaan dapat dengan mudah dicocokkan ke dalam kategori-kategori yang lainnya, dan hanya acuan jelas tentang raja yang mengelompokkan mazmur-mazmur itu ke dalam kategori ini.

Mazmur pasti telah digunakan dalam berbagai cara. Sebagai contoh, Gunkel mengasumsikan bahwa hampir semua mazmur merupakan ekspresi kesalehan pribadi, yaitu sejenis puisi yang akan digunakan oleh siapa pun sebagai penyembah untuk mengekspresikan perasaan terdalamnya tentang kehidupan dan tentang Allah. Sedangkan, ahli lain berpendapat bahwa mazmur-mazmur itu tidak merefleksikan pengalaman pribadi, tetapi pengalaman seluruh bangsa Israel dalam bentangan waktu yang panjang. Bahkan diusulkan bahwa mazmur-mazmur itu adalah sejenis diagram temperatur rohani dari sejarah Israel dari masa paling awal sampai sesudah pembuangan. Kedua unsur ini tidak diragukan kehadirannya. Tetapi, hal yang fundamental terhadap berbagai pikiran dari mazmur adalah pengalaman agamawi yang mendalam yang diketahui pengarang-pengarangnya sebagai sangat relevan dengan seluruh kehidupan, karena kesadaran akan realitas Allah dapat langsung muncul dari alam (Mzm. 8; 104), juga dari sejarah Israel (Mzm. 78; 105), atau dari pengalaman pribadi si penulis (Mzm. 31; 130).

Mazmur Dan Ibadah Israel

Beberapa ahli berpendapat bahwa mazmur lebih fundamental di dalam ibadah Israel daripada yang sudah kita usulkan di sini, dan bahwa di dalam mazmur kita dapat menemukan catatan detail tentang aktivitas agamawi di Bait Allah Yerusalem pada periode sebelum pembuangan ke Babel. Secara khusus, dua hal berikut banyak menolong pengertian kita akan subjek ini:

Sebagian besar mazmur bisa dimengerti bukan hanya sebagai lagu pujian, tetapi juga sebagai liturgi yang lebih komprehensif. Mazmur tersebut bukan hanya merefleksikan pujian dan penyesalan para penyembah, namun juga memuat respons Allah atas ibadah itu (misalnya, Mzm. 2, 12, 20, 21, 45, 50, 81, 89, 91, 95, 108, 110, 132). Respons-respons ini sering mirip dengan berita dari para nabi PL, baik dalam gaya maupun substansinya. Karenanya ada pendapat bahwa di Bait Allah Yerusalem ada sekelompok nabi yang pekerjaannya, bersama dengan para imam, memimpin umat di dalam ibadah. Pendapat ini, ketika pertama kali dikemukakan sangat mengejutkan banyak ahli PL. Pada abad ke-19, sering dianggap begitu saja bahwa pada masa PL, para nabi dan imam sangat bertolak-belakang satu sama lain; bahwa para imam memperhatikan penampilan mekanis dari ritus "agama" sedangkan para nabi memberikan perhatian terhadap wahyu sejati, yaitu membawa firman hidup dari Allah untuk umat mereka. Tentu saja benar bahwa kebanyakan nabi sering menyampaikan berita yang keras tentang penampilan yang tak berarti dari ritus agamawi yang kosong. Tetapi, pembedaan yang tajam antara imam dengan nabi ini sering kali disebabkan lebih oleh pandangan anti-Katolik yang kuat dari para ahli, daripada karena fakta PL. Bahkan, Amos, yang sering dianggap sebagai salah satu dari mereka yang paling keras melawan ritus agamawi, jelas menyampaikan beritanya di dalam konteks pelaksanaan ibadah yang terorganisasi di Betel. Sedangkan kitab Yeremia tidak hanya mendaftarkan para nabi dan para imam bersama-sama sebagai pemimpin dari umat (Yer. 18:18), tetapi juga memberikan indikasi lain tentang para nabi yang dikaitkan dengan Bait Allah Yerusalem (contoh: Yer. 5:30-31; 23:11; 26:7,16; 27:16; 29:26). Para nabi ini sering disebut "nabi ibadah" (cultprophets) untuk membedakannya dari orang-orang seperti Amos atau Yeremia. Pada masa Yeremia, kebanyakan dari mereka memberikan jaminan palsu kepada umat, dan akibatnya jabatan mereka hilang setelah pembuangan Babel. Tetapi, kitab Mazmur memberikan beberapa indikasi bahwa pada masa yang lebih awal mereka mempunyai peranan penuh dan sah di dalam ibadah kepada Allah di Bait Allah.

Berdasarkan kitab Mazmur, sejumlah ahli juga mengatakan bahwa raja memainkan peranan penting di dalam ibadah di Bait Allah. Mereka memperhatikan bahwa di tempat-tempat lain di dunia kuno, raja sering dianggap sebagai yang Ilahi atau makhluk semi ilahi, yang kesejahteraannya menentukan kelanjutan kesejahteraan umatnya. Keikutsertaan raja dalam ritus agamawi sering dihubungkan dengan siklus musim. Sebagai contoh, di Babel terhadap raja, muncul dalam perayaan Tahun Baru sebagai personifikasi dari dewa, yang kematian dan kebangkitan ritualnya melambangkan kematian dan pembaruan vitalitas alam. Kita telah memperhatikan bahwa dalam sejumlah kesempatan, Daud dan Salomo memainkan peranan penting di dalam ibadah Israel - sudah pasti penerusnya pun melakukan hal yang sama. Tentunya, tidak ada di antara raja-raja ataupun rakyat mereka yang pernah berpikir bahwa mereka adalah Tuhan, sekalipun memiliki kedudukan khusus sebagai berkat Allah atas mereka (Mzm. 2:7). Tetapi, masih ada saja ahli yang menekankan bahwa perayaan tahunan pun ada di Israel. Pada saat itu, raja menjalani ritus perendahan (humiliation) dan pemulihan (restoration) seperti perayaan di Babel. Ahli Skandinavia, Sigmund Mowinckel, memberikan pendapat yang lebih berdasar ketika ia mengatakan bahwa perayaan peringatan Tahun Baru di Israel lebih berpusat pada penakhtaan Allah sendiri, dan perayaan akan kesinambungan kuasa-Nya atas kuasa kekacauan dan ketidakteraturan. Sarjana-sarjana yang lain menolak pendapat ini karena mereka lebih melihat bahwa festival Tahun Baru di Israel (pesta Pondok Daun) adalah kesempatan untuk memperbaharui dengan sungguh-sungguh perjanjian yang dibuat di Gunung Sinai - bisa juga sebagai peringatan tahunan atas penetapan keluarga kerajaan Daud. Tentunya sulit untuk menerima bahwa raja di zaman Israel purba, secara keseluruhan, atau bahkan secara utama menjalankan fungsi agamawi. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ide Babel tentang ke-raja-an diterima secara luas oleh dunia purba. Sebagai tambahan, banyak dari teori itu bersandar pada rekaan yang cerdik yang terlalu menekankan mazmur dan kurang memperhatikan bagian PL lainnya. Harus diakui, di bagian lain dari PL ada penekanan bahwa raja Yehuda telah ditunjuk dan dipilih oleh Allah sendiri. Tetapi, kebanyakan dari pendapat-pendapat tersebut merupakan suatu komentar teologis terhadap fakta sederhana dari kehidupan, dan kesan keseluruhan yang diberikan PL tentang raja ialah bahwa raja adalah manusia yang aktivitasnya (secara natural dan tidak terelakkan) memiliki beberapa interaksi dengan ibadah agamawi, tetapi wilayah operasinya yang utama ada di bidang lain, yaitu dalam fungsi yudisial dan diplomatik kerajaan kuno.

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 05a

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 05b

Nama Kursus : Pengantar Perjanjian Lama
Nama Pelajaran : Kanon Alkitab Perjanjian Lama
Kode Pelajaran : PPL-R05b

Referensi PPL-R05b kami ambil dari:

Judul Buku : Mari Mengenal Perjanjian Lama
Judul Artikel : Susunan Perjajian Lama (Kanon)
Penulis/Editor : Dr. David Baker
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta 1997
Halaman : 15 - 20

REFERENSI PELAJARAN 05b - SUSUNAN PERJANJIAN LAMA (KANON

Dalam mempelajari setiap buku, sangat penting kita mengetahui susunan isinya. Demikian juga untuk Alkitab, dan dalam hal ini perlu diketahui suatu istilah, yaitu "kanon", yang berarti "susunan kitab- kitab Alkitab" atau "daftar isi Alkitab". Ada dua kanon Perjanjian Lama yang penting, yakni "Kanon Ibrani" dan "Kanon Yunani". Isinya sebenarnya sama, hanya susunan kitab-kitabnya yang berbeda.

Kanon Ibrani ialah daftar isi yang berlaku untuk Alkitab dalam bahasa Ibrani. Kanon Ibrani itu terdiri dari 24 kitab, yang dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut:

KANON IBRANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA IBRANI

1. TAURAT
(bahasa Ibrani: tora) 1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan

2. NABI-NABI (a) Nabi-nabi yang dahulu
(bahasa Ibrani: nevi'im) 6. Yosua
7. Hakim-hakim
8. Samuel
9. Raja-raja

  (b) Nabi-nabi yang kemudian
  10. Yesaya
11. Yeremia
12. Yehezkiel
13. 12 nabi

3. KITAB-KITAB
(bahasa Ibrani: ketuvim) 14. Mazmur
15. Amsal
16. Ayub
17. Kidung Agung
18. Rut
19. Ratapan
20. Pengkhotbah
21. Ester
22. Daniel
23. Ezra-Nehemia
24. Tawarikh

Yesus menyebut ketiga bagian kanon Ibrani dalam Lukas 24:44 (bagian ketiga disebut "Mazmur", sesuai dengan nama kitab yang pertama dan terpenting dalam bagian itu). Dalam Matius 23:35 Dia menyebut dua pembunuhan, yaitu yang pertama dan yang terakhir dilaporkan dalam kanon Ibrani (Kej 4:8; 2Taw 24:20-21). Agaknya Yesus membaca Alkitab dalam bahasa Ibrani dan mengenal Kanon Ibrani, sebagaimana biasa di antara orang-orang Yahudi di Palestina pada zaman itu.

Kanon Yunani berlaku untuk Alkitab berbahasa Yunani dan juga dipakai untuk Alkitab dalam bahasa Indonesia. Dalam Kanon Yunani beberapa kitab yang terdiri dari lebih dari satu bagian dihitung sesuai dengan jumlah bagian tersebut, misalnya Kitab Samuel menjadi 39, yang dibagi atas empat kelompok sebagai berikut:

KANON YUNANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA YUNANI/INDONESIA

1. TAURAT 1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan

2. SEJARAH (a) Sejarah yang pertama
  6. Yosua
7. Hakim-hakim
8. Rut
9. 1Samuel
10. 2Samuel
11. 1Raja-raja
12. 2Raja-raja

(b) Sejarah yang kedua
13. 1Tawarikh
14. 2Tawarikh
15. Ezra
16. Nehemia
17. Ester

3. SASTRA 18. Ayub
19. Mazmur
20. Amsal
21. Pengkhotbah
22. Kidung Agung

4. NUBUAT (a) Kitab-kitab nabi besar
23. Yesaya
24. Yeremia
25. Ratapan
26. Yehezkiel
27. Daniel

(b) Kitab-kitab nabi kecil 28. Hosea
29. Yoel
30. Amos
31. Obaja
32. Yunus
33. Mikha
34. Nahum
35. Habakuk
36. Zefanya
37. Hagai
38. Zakaria
39. Maleakhi

Kalau kita membandingkan Kanon Ibrani dengan Kanon Yunani, ternyata bahwa urutan kitab-kitab adalah sama dalam kedua kanon untuk kelompok kitab yang merupakan dasar Perjanjian Lama, yakni "Taurat". Kitab- kitab yang lain disusun menjadi tiga kelompok, sesuai dengan jenis masing-masing kitab, yaitu sejarah, sastra dan nubuat. "Nabi-nabi yang dahulu" sebenarnya mengandung lebih banyak sejarah daripada nubuat, maka digolongkan sebagai sejarah. Sedangkan "Nabi-nabi yang kemudian" kebanyakan terdiri dari nubuat-nubuat dan digolongkan dalam bagian terakhir sebagai nubuat. Kelompok "Kitab-kitab" dibagi dalam kanon Yunani menurut jenis masing-masing: Rut, Ester, Ezra-Nehemia dan Tawarikh berjenis sejarah; Mazmur, Amsal, Ayub, Kidung Agung dan Pengkhotbah dikumpulkan sebagai tulisan-tulisan sastra; dan Ratapan serta Daniel digolongkan sebagai kitab nubuat.

Kanon Yunanilah yang dikenal oleh orang Kristen pada umumnya, karena diikuti oleh Alkitab dalam bahasa Latin, Inggris, Indonesia dan hampir semua terjemahan Kristen. Oleh karena itu maka kanon Yunani yang menjadi dasar buku pengantar ini.

Perjanjian Lama boleh dilukisan sebagai suatu perpustakaan kecil, yang terdiri dari 39 kitab pada 6 rak, sesuai dengan pembagian kanon Yunani, sebagaimana nampak dalam gambar berikut ini:

TAURAT SEJARAH I SEJARAH II SASTRA NABI-NABI BESAR NABI-NABI KECIL
KEL
KEJ
IM
BIL
UL
YOS
HAK
RUT
1SAM
2SAM
1RAJ
2RAJ
1TAW
2TAW
EZR
NEH
EST
AYB
MZM
AMS
PKH
KID
YES
YER
RAT
YEH
DAN
HOS
YL
OB
YUN
MI
NAH
HAB
ZEF
HAG
ZA
MAL

1.4 Kitab-kitab Apokrifa/Deuterokanonika

Kitab-kitab Perjanjian Lama yang disebut di atas adalah kitab-kitab yang diterima oleh gereja-gereja Protestan (Reformasi). Perlu diketahui bahwa ada juga beberapa tulisan yang diterima oleh gereja Katolik Romawi dan termuat dalam Alkitab terbitan pihak Katolik dan dalam beberapa Alkitab terbitan ekumenis, yaitu:

  • riwayat Tobit;
  • riwayat yudit;
  • Kitab I dan II Makabe;
  • Kebijaksanaan Salomo;
  • hikmat Yesus bin Sirakh;
  • Kitab Barukh serta Surat Yeremia;
  • tambahan-tambahan pada Kitab Ester dan Daniel.

Tulisan-tulisan tersebut dinamakan "Apokrifa" ('tersembunyi') atau "Deuterokanonika" ('kanon yang kedua').

Pada umumnya kitab-kitab Apokrifa/Deuterokanonika dikarang sesudah Perjanjian Lama yang lain, dan sebagian dikarang dalam bahasa Yunani, sehingga tidak termuat dalam Alkitab bahasa Ibrani. Sewaktu Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta) maka kitab-kitab tersebut diikutsertakan, ditambah juga dengan beberapa tulisan lainnya.

Agama Yahudi dan gereja-gereja Prostestan hanya menerima kitab-kitab dari Perjanjian Lama Ibrani sebagai firman Allah, sedangkan gereja Katolik Romawi menerima juga beberapa kitab dari Septuaginta. Akibatnya, kitab-kitab Aprokifa/Deuterokanonika dianggap sebagai buku bacaan saja oleh gereja Protestan; sedangkan oleh gereja Katolik Romawi diakui sebagai kitab suci.

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 01a

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 03a

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 03b

Nama Kursus : Pengantar Perjanjian Lama
Nama Pelajaran : Sejarah Perjanjian Lama
Kode Pelajaran : PPL-R03b

Referensi PPL-R03b diambil dari:

Judul Buku : Pengenalan Perjanjian Lama
Judul Artikel : Sejarah Perjanjian Lama
Penulis : Denis Green
Penerbit : Penerbit Gandum Mas, Malang
Halaman : 5 -- 12

REFERENSI PELAJARAN 03b - SEJARAH PERJAJIAN LAMA

  1. Zaman Dari Adam Sampai Abraham

    Perlu dikatakan terlebih dahulu bahwa keterangan/data-data tentang penentuan waktu dalam zaman ini sangat kurang sekali. Oleh karena itu terdapatlah beberapa pendapat. Ada sarjana-sarjana yang menempatkan Adam antara th. 4000 sampai dengan 5000 B.C. (Sebelum Masehi), dan ada lagi yang memperhatikan bukti ilmiah bahwa sebangsa manusia sudah ada di bumi jauh sebelum itu (misalnya, R.K. Harrison, Introduction to the Old Testament - sekitar 150,000 th. B.C.; sarjana-sarjana lain mengemukakan waktu sampai 500,000 th. B.C.).

    Mengenai hal ini perlu disadari bahwa Alkitab tidak dimaksudkan untuk menjadi suatu catatan kronologis (berturut-turut) yang teliti, mulai dari penciptaan dan seterusnya. Tujuan Alkitab ialah untuk mencatat peristiwa peristiwa penting yang berhubungan dengan tindakan-tindakan Allah terhadap manusia - misalnya penciptaan manusia yang pertama, dan selanjutnya urusan Allah dengan manusia, pertama-tama secara umum/menyeluruh, kemudian melalui satu bangsa, yaitu Israel.

    Pada abad ke-17, Uskup James Ussher di negara Inggris mencoba untuk menentukan waktu penciptaan Adam dengan cara menjumlahkan ke belakang genealogi-genealogi (silsilah) dan data-data kronologis lain yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Dengan demikian dia menentukan th. 4004 B.C. sebagai waktu penciptaan Adam. Akan tetapi dengan perkembangan ilmu arkeologi dalam jaman modern ini, boleh dikatakan bahwa perhitungan Ussher tersebut tidak berlaku lagi. Lebih dari itu, perhitungan Ussher itu didasarkan atas perkiraan bahwa silsilah-silsilah Perjanjian Lama semua lengkap (tidak ada nama-nama yang hilang) dan bahwa jangka-waktu yang tercatat untuk kehidupan setiap nama berturut-turut. Akan tetapi kalau silsilah-silsilah yang terdapat dalam I Tawarikh dibandingkan dengan silsilahsilsilah dalam bagian-bagian Perjanjian Lama yang lain, ternyata kadang kadang tidak cocok, misalnya ada nama-nama yang masuk dalam satu kitab tetapi tidak ada pada kitab yang lain, demikian pula jangka-waktu atau lamanya hidup orang-orang tertentu kadang-kadang berbeda.

    Oleh karena itu kita terpaksa mencari keterangan dari sumber-sumber di luar Alkitab, walaupun ini jugs hanya memungkinkan penentuan waktu yang kira-kira saja. Salah satu usaha ialah untuk menyesuaikan latar belakang historis daripada kejadian-kejadian Perjanjian Lama dengan periode kebudayaan tertentu yang telah ditetapkan oleh para ahli arkeologi daerah Mesopotamia, sebagaimana berikut:

    Sebelum th. 8000 B.C. - Jaman Batu Kuno (Paleolithic Period)
    th. 8000 - 6000 B.C. - Jaman Batu Tengah (Mesolithic Period)
    th. 6000 - 4500 B.C. - Jaman Batu Baru (Neolithic Period)
    th. 4500 - 3000 B.C. - Jaman Tembaga (Chalcolithic Period)
    th. 3200 - 2000 B.C. - Jaman Perunggu Pertama (Early Bronze Age)
    th. 2100 - 1550 B.C. - Jaman Perunggu Tengah (Middle Bronze Age)
    th. 1500 - 1200 B.C. - Jaman Perunggu Terakhir (Late Bronze Age)
    th. 1200 - 300 B.C. - Jaman Besi (Iron Age)

    Kemudian, di antara Periode-periode tersebut di manakah letak peristiwa peristiwa besar yang tercatat dalam Kej. 1-11? Menjawab pertanyaan ini memang tidak mungkin bicara dengan pasti, tetapi ada beberapa komentar yang dapat diberikan, sebagaimana berikut:

    1. Pengusiran Adam dari Taman Eden mungkin merupakan penjelasan ten'ang ledakan peradaban di Mesopotamia, yang kemudian menyebar ke pulau reta di bagian Barat dan Hindia di bagian Timur, akhirnya sampai ke Eropa dan Tiongkok. Sebagaimana diceritakan dalam Kej. 1-3, Allah meletakkan pengetahuan dekat dengan tangan manusia, is merampasnya dan tidak lama lagi peradaban yang pertama muncul.

    2. Telah diakui oleh sarjana-sarjana sekuler bahwa peradaban yang pertama muncul pada Jaman Tembaga, kira-kira th. 4500 B.C., di Sumer. Bandingkanlah keterangan ini dengan Kej. 4:16,17 yang menceritakan pembangunan sebuah kota oleh Kain di tempat bernama Henokh, yang terletak di sebelah Tenggara Eden, yaitu daerah yang diberi nama "Sin ear" (Babel) dalam Alkitab. Kalau begitu, dapat ditafsirkan bahwa penciptaan Adam terjadi kira-kira 100 tahun sebelumnya.

    Jadi, berdasarkan data dan tafsiran di atas, sebagian sarjana mengambil kesimpulan bahwa Adam diciptakan sesudah atau paling lama pada th. 5000 B.C. Namun pendapat ini belum memuaskan bagi banyak sariana lain karena keterangan-keterangan ilmiah yang mengemukakan adanya manusia di pelbagai tempat di dunia jauh sebelum waktu tersebut. Usaha-usaha untuk mencocokkan keterangan Alkitab dengan keterangan ilmiah telah menimbulkan beberapa teori, misalnya:

    1. Di antara Kej. 1:1 dan 1:2 ada selang waktu. Kej. 1:1 menceritakan penciptaan yang pertama, termasuk manusia, dan dunia purba itu berjalan cukup lama untuk meliput: semua periode ilmiah yang sekarang dikemukakan oleh para ahli geolog. Jadi "fossil" (tulang-tulang bekas) baik dari binatang maupun manusia yang ditemukan sekarang berasal dari penciptaan pertama itu, bukan dari penciptaan kedua mulai dari Kej. 1:3. Penciptaan pertama itu dimusnahkan oleh Tuhan karena terjadinya sesuatu hal yang mengharuskannya - biasanya dikemukakan bahwa hal itu ialah pemberontakan Iblis sebagaimana disebutkan dalam Yes. 14:12-15; Yehez. 28:11-19. Kemudian bumi yang telah dikembalikan pada keadaan tanpa bentuk dan kosong, dibentuk dan diisi baru seperti ceritanya Kej. 1:3-31.

    2. Kej. I menceritakan tentang semacam penciptaan umum, termasuk manusia, selama puluhan atau ratusan ribu tahun. Walaupun ada sejenis manusia yang sudah diciptakan dan hidup di bumi, belum tentu bahwa bentuk dan sifatnya persis sama dengan manusia yang diciptakan "menurut gambar dan rupa Allah". Fossil-fossil kuno yang telah ditemukan adalah dari manusia primitif itu, bukan dari keturunan Adam. Kemudian Tuhan menciptakan Adam secara khusus, yaitu menurut gambar dan rupa-Nya sendiri, sebagai makhluk tertinggi dan pusat perhatian-Nya selanjutnya (Kej. 2:8 dst.)

    3. Dalam silsilah kitab Kejadian terdapat lowongan-lowongan ribuan atau puluhanribu tahun lamanya, cukup untuk memungkinkan berlalunya semua periode ilmiah antara peristiwa penciptaan Adam dan peristiwa penting yang berikut, yaitu Air Bah.

    Sampai sekarang sarjana-sarjana belum dapat mencapai suatu konsensus mengenai teori-teori di atas, yang masing-masing juga mempunyai banyak variasi.

    Air Bah (Kej. 6:13 - 9:17)

    Sekali lagi, sukar sekali untuk menentukan waktu terjadinya peristiwa yang hebat ini. Kesimpulan tentang keterangan-keterangan di atas ini tentu saja juga akan mempengaruhi pertimbangan di sini. Jadi, Ussher menentukan terjadinya Air Bah pada th. 2348 B.C., dengan cara menghitung umur para patriarkh dari Adam sampai dengan Nuh (Kej. 5). Lamanya ialah 1656 tahun, yang diambilnya dari tanggal 4004 B.C., dengan hasil 2348 B.C.

    O.T. Allis berpendapat bahwa silsilah yang tercatat dalam kitab Kejadian barangkali kurang lengkap, maka jangka waktu 1656 tahun antara Adam dan Nuh terlalu pendek sekali. Dia lebih cenderung pada teori sarjanasarjana lain bahwa Air Bah terjadi antara th. 5000 - 8000 B.C.

    Zondervan Pictorial Bible Dictionary mendukung waktu kira-kira th. 7000 B.C., tetapi juga menyebutkan beberapa faktor yang menunjuk pada suatu waktu lebih dekat. Walaupun ada lowongan-lowongan di dalam silsilahsilsilah Alkitab, jangka-waktu selama 5000 tahun antara Abraham (kira-kira th. 2000 B.C.) dan Air Bah tidak mudah diterima. Dipandang dari segi lain, hukuman Tuhan atas Babel (Kej. 11) barangkali tidak terjadi lebih dari 1000 tahun sesudah Air Bah, sebab rupanya pada waktu itu manusia masih tinggal di satu daerah itu saja. Dalam Kej. 11, hanya tiga orang saja yang disebutkan sebagai orang yang lahir antara peristiwa Babel dan Kelahiran Terah, ayah Abraham. Kemungkinan hidupnya tiga orang itu terpisah dengan ribuan tahun adalah kecil sekali, sebab ilmu arkeologi telah membuktikan bahwa beberapa kota yang mendapatkan nama dari mereka semua muncul kira-kira pada waktu yang sama. Keterangan ini menunjuk pada suatu jangka-waktu.yang cukup pendek antara peristiwa menara Babel dan Abraham, dan dengan demikian juga mendukung pendapat bahwa Air Bah terjadi antara kira-kira 1000-1500 th. sebelum kelahiran Abraham.

    Akhirnya, dapat diperhatikan pula kesamaan antara riwayat Air Bah di dalam Alkitab dengan sebuah kisah tentang air bah yang berasal dari Babel kira-kira th. 3000 B.C.

    Menara Babel (Kej. 11:1-9)

    Tentang peristiwa ini sekali lagi terdapat pendapat yang bermacammacam. Juga, pendapat seseorang akan dipengaruhi oleh kesimpulankesimpulannya tentang hal penciptaan dan Air Bah. Mungkin hanya dapat dikatakan bahwa terjadinya peristiwa Menara Babel seharusnya tidak lama setelah Air Bab (sebab semua manusia masih tinggal di satu daerah itu), tetapi juga tidak jauh sebelum kelahiran Abraham - yaitu pada masa seribu tahun yang ke-3 B.C. (2000-3000 B.C.).

  2. Zaman Patriarkh-patriarkh (kira-kira th. 2000-1400 B.C.)

    Waktu kejadian-kejadian yang diceritakan dalam Kej. 12-50 tentang para patriarkh tidak dapat ditentukan dengan pasti. Riwayat-riwayat tersebut sama sekali tidak menyebutkan tokoh-tokoh/kejadian dari sejarah bangsa-bangsa lain, demikian pula tulisan-tulisan sejarah bangsa-bangsa yang lain itu tidak menyebutkan nama-nama para patriarkh Israel. Oleh sebab itu, tidak ada kemungkinan untuk mencocokkan waktu-waktu bersejarah dari bangsa lain dengan masa patriarkh-patriarkh Israel. Tetapi dapat dikatakan dengan yakin bahwa cerita-cerita tentang para patriarkh cocok sekali dengan lingkungan kebudayaan periode th. 1600-2000 B.C. Cara hidup para patriarkh sebagai pengembara juga cocok dengan keterangan dari tulisan-tulisan Mesir tentang daerah Sabit Subur pada zaman tersebut, yaitu bahwa orang dapat berjalan dengan bebas antara Mesopotamia (tempat asal Abraham) dan Palestina; bahwa Palestina pada waktu itu jarang ada penduduknya; dan bahwa daerah pengembaraan mereka, yaitu Pegunungan Tengah di Palestina, padang gurun Negeb dan daerah di sebelah Timur Sungai Yordan, memang merupakan daerah yang cukup subur di mana mereka dapat memelihara ternak mereka dengan baik.

    Untuk mencoba menentukan waktu yang lebih pasti untuk Abraham, cara yang biasanya dipakai ialah menghitung ke belakang mulai dari waktu Keluaran bani Israel dari Mesir.

  3. Peristiwa Keluaran

    Di sini pun juga perlu diakui adanya beberapa pendapat yang berlainan. Pendapat-pendapat itu rupanya dapat digolongkan demikian:

    1. Peristiwa Keluaran terjadi kira-kira th. 1450 B.C.

    2. Peristiwa Keluaran terjadi kira-kira th. 1290 B.C.

    Ada dua periode pasti yang disebutkan di dalam Firman Tuhan yang seharusnya dapat menolong di sini. Sayangnya, periode-periode tersebut juga dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. Periode yang pertama adalah 480 tahun yang disebutkan di I Raja-raja 6:1 sebagai masa yang berlalu antara peristiwa Keluaran dan tahun ke-4 dari kerajaan Salomo waktu dia mulai membangun Bait Suci. Biasanya dianggap betul bahwa Salomo menjadi raja pada th. 970 B.C., yang berarti Keluaran terjadi kira-kira th. 1446 B.C. Jadi mereka yang ingin menentukan waktu kira-kira th. 1290 B.C. untuk Keluaran harus mengurangi masa pemerintahan Hakim-hakim sebanyak 150 th. menjadi kira-kira 250 tahun, sedangkan silsilah-silsilah Alkitab untuk masa itu dari Musa sampai Samuel menuntut kira-kira 400 th. Sarjana-sarjana tersebut menjelaskan persoalan itu dengan mengatakan bahwa kadangkadang lebih dari satu orang hakim memerintah pada waktu yang sama; akan tetapi hal itu tidak dapat dibuktikan dengan keterangan Firman Tuhan.

    Periode yang kedua adalah 430 tahun yang disebutkan dalam Keluaran 12:40,41 sebagai lamanya orang Israel tinggal di Mesir. Mengenai periode ini pun terdapat dua pendapat utama - ada sarjana-sarjana yang mengatakan bahwa masa 430 th. itu berlangsung dari waktu Yakub masuk Mesir sampai dengan waktu terjadinya Keluaran dari Mesir; ada pula mereka yang percaya bahwa masa tersebut dimulai dengan perjanjian Allah kepada Abraham dan diakhiri dengan peristiwa Keluaran dari Mesir. Pendapat terakhir itu mendapat dukungan dari Rasul Paulus dalam Gal. 3:16,17 yang mengatakan bahwa antara waktu Tuhan memberi janji kepada Abraham (Kej. 12) dan Keluaran dari Mesir adalah periode 430 th. Dari sejarah sekuler ada bukti juga bahwa pengaruh dan perbatasan negara Mesir pada waktu itu telah mencapai Sungai Efrat. Jadi waktu Abraham mentaati panggilan Tuhan untuk meninggalkan Haran dan pergi ke Kanaan, dengan itu is sudah memasuki wilayah Mesir, maka periode 430 th. itu telah mulai berjalan. Periode itu kemudian terbagi menjadi dua periode 215 th. masing-masing - satu periode 215 th. sampai Yakub masuk Mesir (Kej. 12:4; 21:5; 25:26; 47:9), dan satu periode 215 th. lagi sampai orang Israel keluar dari Mesir. Tetapi mereka yang berpendapat bahwa periode 430 th. mulai dengan masuknya Yakub ke Mesir mempunyai tiga pilihan - yaitu bahwa peristiwa Keluaran terjadi kira-kira th. 1250 - 1290 B.C., atau bahwa Yakub dan Abraham dilahirkan jauh sebelum waktu yang biasanya diterima, atau bahwa periode 430 th. itu bukan suatu periode yang sungguh-sungguh demikian lamanya dan boleh diperpendek jika perlu.

    Bukti tentang waktu Yakub masuk Mesir juga terdapat di dalam keterangan tentang pemerintahan Mesir pada waktu itu. Catatan sejarah Mesir menunjukkan bahwa antara th. 1710 - 1570 B.C. negara Mesir dirajai oleh orang "Hyksos", suatu golongan yang berasal dari Kanaan bagian Selatan dan yang merebut pemerintahan dari orang-orang Mesir asli. Jadi orang Hyksos tersebut berasal dari lingkungan kebudayaan yang hampir sama dengan orang Israel yang dipimpin oleh Yakub. Maka keadaan demikian merupakan kesempatan yang baik bagi Yusuf untuk menjadi orang berwibawa di Mesir, dan tidak.begitu mengherankan kalau Firaun Mesir menyambut dengan baik transmigrasi orang Israel dari Kanaan ke Mesir dibawah pimpinan Yakub. Kemudian, orang-orang Mesir asli merebut kembali pemerintahan dari orang Hyksos, sehingga terjadi apa yang tercatat dalam Kel. 1:8 - "bangkitlah seorang raja yang tidak mengenal Yusuf." Pemerintahan Mesir yang baru itu tidak begitu mengerti adanya suatu golongan orang asing di negara Mesir, dan juga tidak merasa adanya suatu kesamaan dengan orang asing itu. Kalau diperkirakan kurang-lebih 100 tahun setelah masa pemerintahan Hyksos untuk perkembangan rasa permusuhan yang makin meningkat terhadap orang Israel, maka sekali lagi terdapat waktu kira-kira th. 1450 B.C. untuk peristiwa Keluaran. Musa, yang sudah berumur 80 tahun pada waktu Keluaran terjadi, barangkali dilahirkan tidak lama sesudah Firaun yang baru itu mulai memerintah (Kel. 1; 2). Cara menghitung lagi ialah menambahkan 215 tahun pada tanggal Keluaran kira-kira th. 1450 B.C., yang menentukan th. 1665 B.C. untuk Yakub masuk Mesir, yaitu waktu yang juga jatuh pada masa pemerintahan orang Hyksos tersebut.

BAGAN SEJARAH PERJANJIAN LAMA

             Yakub pindah     Eksodus     Bgs. Israel Penaklukan  Hakim-
                ke Mesir     Pengembaraan  Menyeberang  Tanah      hakim
Penciptaan                Di padang Gurun  S. Yordan  Perjanjian  Mulai
                 1876sm        1446sm        1406sm     1399sm     1350sm

  !                !              !             !         !          !
  !  Kejadian      !    Keluaran  ! Im, Bil, Ul !         !  Yosua   !
  !==================> ===========> ============> ===================>
  !                !   (430 thn.) !  (40 thn.)  ! (7 thn.)! (49 thn.)!
  !                !              !             !         !          !




                                          Kerajaan
                                           Pecah
                                           (931)  I Raj.12-     Asyur
Hakim-     Saul       Daud      Salomon          II Raj.17   Menakluk-
hakim   Memerintah Memerintah  Memerintah    ==ISRAEL======>  kan Israel
Mulai                                        !    (209 thn.)     722sm
1350sm    1051sm     1011sm       971sm      !
                                             !
  !Hakim-2   !          ! II Sam & ! I Raj.  !
  ! & Ruth   ! I Sam.   ! 1 Taw.   !  1-11   !
  !==========> =========> =========> =======>!
  !(299 thn.)!(40 thn.) !(40 thn.) !(40 thn.)!
  !          !          !          !         !                      Babilon
                                             ! I Raj.12- II Raj. 24 Menakluk
                                             !   & II Taw. 10-36    kan
                                             ==YEHUDA==============>Yehuda
                                                  (345 thn.)        586sm





Babilon
Menakluk-                Bait Allah           Masa PL
kan Yehuda              Dibangun lagi         Selesai
  586 sm                     515sm              430sm

   !                           !                  !
   !   Penawanan di Babilon    !                  !
   !===========================> =================!
   !        (70 thn.)          !    (85 thn.)     !
   !                           !                  !

*) Daftar Nama Nabi-nabi (periode Kerajaan Pecah sampai periode Pembuangan

Elia
Elisa
Yunus, Amos
Mikha
Hosea, Yoel
Yesaya, Nahum
Habakuk
Zefanya, Obaja
Yeremia
Yehezkiel
Zakharia, Daniel
Haggai
Maleaki

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 06b

Pelajaran 06 | Pertanyaan 06 | Referensi 06a |

Nama Kursus : PENGANTAR PERJANJIAN LAMA
Nama Pelajaran : Hubungan PL dan PB
Kode Pelajaran : PPL-R06b

Referensi PPL-R06b diambil dari:

Judul Buku : BAGAIMANA MEMAHAMI PERJANJIAN LAMA III
Judul Artikel : Yang Lama dan Yang Baru; Masalahnya
Penulis/Editor : John Drane
Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab, Jakarta, 2003
Halaman : 116 - 120

REFERENSI PELAJARAN 06b - HUBUNGAN PL DENGAN PB

YANG LAMA DAN YANG BARU

Bagi orang Kristen, PL senantiasa penting karena kutipannya terdapat pada hampir setiap halaman PB. Namun, PL juga menjadi masalah bagi kekristenan dan bahkan sejak masa awal gereja makna dan relevansi PL telah menjadi sumber perdebatan dan kontroversi yang hangat. Hal-hal tersebut merupakan salah satu isu yang menyebabkan gesekan dan perpecahan dari gereja-gereja muda di tahun-tahun segera setelah kematian dan kebangkitan Yesus. Yesus sendiri telah mengklaim bahwa hidup-Nya sendiri adalah penggenapan PL. Namun banyak tindakan-Nya seakan mengabaikan pengajaran-pengajaran utama PL (Mat. 5:17), terutama pada subjek seperti peraturan Sabat (Mrk 2:23-28), hukum mengenai makanan (Mrk. 7:14-23), bahkan juga beberapa pengajaran moralnya (Mat. 5:21-48). Jadi, otoritas seperti apakah seharusnya dimiliki PL dalam kehidupan pengikut-pengikut Yesus?

Tidak timbul masalah khusus bagi generasi pertama Kristen yang adalah juga orang Yahudi. Sejauh ini, mereka terus mengikuti cara hidup yang sudah mereka terima sejak kecil, yang mendasarkan diri kepada PL sesuai yang dimengerti oleh agama Yahudi abad pertama. Namun, setelah jelas bahwa berita Kristen ditujukan kepada orang-orang non-Yahudi, dan bahwa orang Romawi dan Yunani juga bisa menjadi pengikut Yesus, pertanyaan mengenai otoritas PL muncul dalam bentuk yang lebih mendesak. Apakah orang kafir perlu menjadi Yahudi terlebih dahulu sebelum menjadi Kristen? Paulus dan penulis PB dengan tegas menjawab: tidak perlu (Gal., lPet., Ibr.). Namun, mereka tetap menerima PL sebagai kitab suci mereka, dan sering menggunakannya sebagai dasar penjelasan iman Kristen.

Justru di sinilah letak masalahnya. Kalau bagian-bagian tertentu PL bisa diabaikan sebagai tidak relevan lagi bagi iman dan tindakan Kristen, bagaimana kita bisa membedakannya, dan apa yang harus kita lakukan dengan bagian sisanya?

Mencari Jalan Keluar

Pertanyaan mengenai hubungan antara PL dan PB diungkapkan dengan lantang oleh seorang Kristen abad ke-2, Marcion. Ia bukan hanya melihat sikap para rasul yang ambigu mengenai masalah ini, tetapi ia juga memperhatikan masalah-masalah lain di dalam kepercayaan Kristen kepada PL. Yesus telah berbicara tentang kasih Allah yang memedulikan kesejahteraan semua manusia. Akan tetapi, ketika membaca PL, Marcion sering melihat gambaran Allah yang agak berbeda, di mana Ia kelihatannya dihubungkan dengan kekejaman dan kebuasan yang ekstrem. Jauh dari kehendak menyelamatkan manusia, Ia kadang-kadang dihubungkan dengan penghancuran mereka. Tentu saja, Marcion sedikit melenceng di dalam melihat gambaran itu: penghakiman yang keras merupakan bagian penting dari pengajaran Yesus, dan kasih Allah tidak pernah absen dari iman PL, seperti yang telah kita lihat dalam berbagai cara.

Namun, bagaimanapun pembaca modern seringkali merasakan hal yang sama, dan beberapa orang Kristen sekarang akan mengalami kesulitan untuk mendamaikan beberapa aspek dari pandangan PL tentang Allah dengan apa yang mereka anggap sebagai pandangan umum Kristen tentang PB. Selain permasalahan yang diangkat oleh Marcion, mereka juga menunjuk kepada perbedaan antara berita kasih Allah yang universal dalam Yesaya 40-55 dengan apa yang tampak sebagai suatu nasionalisme sempit dari kitab seperti Ezra. Bahkan penafsir yang ulung sekalipun sangat kesulitan untuk mendamaikan sikap sentimentil Mazmur 137:8-9 dengan pernyataan untuk mengasihi musuh di dalam khotbah di bukit Yesus (Mat. 5:43-48). Juga, banyak orang sekarang ini sulit memahami beberapa aspek ibadah PL, terutama persembahan korban yang (paling tidak menurut pandangan barat) kelihatannya primitif dan kejam, bahkan sama sekali tidak masuk akal.

Jawaban Marcion terhadap semua ini adalah sederhana: robek PL dan buang ke dalam tempat sampah! Namun pandangan itu tidak didukung secara luas oleh gereja awal, terlebih karena Marcion juga ingin menyingkirkan sebagian besar PB. Hal itu kelihatannya menimbulkan tanda tanya terus akan kesejatian iman Kristennya.

Namun, para pemimpin gereja mula-mula dapat mengerti dengan cukup baik permasalahan yang dipertanyakan Marcion. Pertanyaan mengenai PL itu sungguh nyata. Kalau kedatangan Yesus adalah tindakan yang baru dan menentukan dari Allah dalam dunia ini, lalu apa relevansinya yang dapat dimiliki sejarah umat purba untuk iman di dalam Yesus?

Jawaban umum yang diberikan ialah bahwa ketika PL dimengerti dengan tepat maka PL akan mengatakan hal yang persis sama dengan yang dikatakan PB. Namun, untuk dapat membuktikan hal ini maka perlulah menafsirkan PL sedemikian sehingga dapat menunjukkan bahwa arti sebenarnya entah bagaimana tersembunyi bagi pembaca biasa.

Secara kebetulan, sarjana-sarjana Yahudi telah menghadapi pertanyaan ini dalam konteks yang berbeda. Lebih dari satu abad sebelumnya, penafsir agung Yahudi, Filo (sekitar 20SM-45M), yang tinggal di Aleksandria, Mesir, telah mencoba menyelaraskan PL dengan pemikiran para filsuf besar Yunani. Ada sedikit kaitan yang jelas antara PL dengan filsafat Yunani. Namun, dengan menerapkan penafsiran alegoris yang mistis terhadap PL, Filo berhasil menunjukkan (paling tidak sampai ia merasa puas) bahwa Musa dan para penulis PL lainnya sebenarnya telah menyatakan kebenaran-kebenaran filsafat Yunani beberapa abad sebelum para pemikir Yunani memikirkannya!

Beberapa pemimpin Kristen awal, terutama mereka yang di Aleksandria, mengadopsi pendekatan seperti ini dengan penuh semangat. Mereka segera juga menggunakan teknik yang sama untuk menunjukkan bahwa PL memuat segala sesuatu yang ada dalam PB, bagi mereka yang memiliki mata untuk melihat.

Bahkan hal-hal mendetail yang kelihatannya tidak penting dari kisah PL dijadikan lambang-lambang bagi Injil Kristen. Apa pun yang berwarna merah dapat dimengerti sebagai referensi kepada kematian Yesus di kayu Salib (sebagai contoh, lembu betina merah dari Bil.19, tali kirmizinya Rahab dari Yos. 2:18). Air kemudian menjadi gambaran akan baptisan Kristen. Kisah Keluaran, dengan kombinasi dengan darah (di ambang pintu pada saat Paskah) dan air (ketika menyeberangi laut Teberau), menghasilkan banyak penjelasan yang kompleks akan hubungan antara salib dan keselamatan Kristen, juga dengan dua sakramen Kristen, baptisan dan perjamuan kudus!

Uskup Hilary dari Poitiers, Perancis (315-368 M) menjelaskan cara pembacaan PL ini sebagai berikut:

"Setiap karya yang termuat di dalam kitab-kitab suci mengumumkan melalui kata, menjelaskan melalui fakta, dan mensahkan melalui contoh- contoh kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus .... Sejak permulaan dunia ini, Kristus melalui prafigurasi yang otentik dan mutlak dalam pribadi para patriakh melahirkan, membersihkan, menguduskan, memilih, memisahkan dan menebus gereja: melalui tidurnya Adam, banjir besar pada masa Nuh, berkat dari Melkisedek, pembenaran Abraham, kelahiran Ishak, penawanan Yakub ... Tujuan karya ini adalah untuk menunjukkan bahwa dalam setiap pribadi dalam setiap masa, dan dalam setiap tindakan, gambaran tentang kedatangan, pengajaran, kebangkitan-Nya, dan tentang gereja kita direfleksikan seperti pada cermin" (Hilary, Introduction to The Treatise of Mysteries).

Tidak semua pemimpin gereja senang dengan pendekatan terhadap PL di atas: terutama mereka yang berhubungan dengan pusat Kekristenan besar lainnya di Antiokhia, Siria. Namun, biasanya diterima begitu saja bahwa PL adalah kitab Kristen, dan dengan satu dan lain cara isinya berkaitan dengan kepercayaan mendasar teologi Kristen.

Selama Reformasi Protestan, keseluruhan pokok pembicaraan ini sekali lagi dibuka untuk diperiksa. Martin Luther (1483-1546) dan John Calvin (1509-1564) menekankan pentingnya mengerti iman PL berdasarkan konteks sejarah dan sosialnya. Dalam hal ini, pendekatan mereka tidaklah berbeda dari pendekatan banyak sarjana modern. Namun, Luther ingin membedakan nilai PL dari PB dengan melihat PL sebagai Taurat dan PB sebagai Injil. Hal ini memberikan kepadanya alat yang baik untuk memisahkan gandum Injil sejati (menurut Luther ditemukan pada surat- surat Paulus) dari jerami legalisme yang sudah diganti (diidentifikasikan dengan PL dan kekristenan Yahudi). Pemikiran ini telah sangat mempengaruhi kesarjanaan Alkitab sampai masa kini. Akan tetapi, pandangan ini keliru dalam beberapa hal mendasar:

  • Pandangan ini mengabaikan fakta bahwa Taurat bukan dasar iman PL dan juga tidak sama sekali tidak ada di dalam PB. Di dalam PL maupun PB, Taurat diletakkan di dalam konteks pemahaman perjanjian dengan kasih Allah sebagai prinsip dasarnya.

  • Luther sangat keliru mengidentifikasikan Yudaisme dengan legalisme moralistis. Hal ini sangat tidak adil bahkan terhadap pandangan Farisi yang jelas-jelas ditolak oleh Paulus. Dalam hal ini, Luther membiarkan reaksinya sendiri terhadap kekristenan Roma Katholik untuk mewarnai pandangannya terhadap iman PL.

Calvin mengenali beberapa kekurangan ini, dan sebaliknya menekankan kepentingan dari tema perjanjian di PL dan PB. Dengan perbandingan yang teliti akan hubungan Allah dengan umat Israel purba dan dengan gereja Kristen, Calvin mampu mengklaim bahwa dua bagian dari Alkitab Kristen tersebut disatukan oleh suatu pewahyuan yang progresif, di mana janji-janji purba yang diberikan kepada Israel dalam PL mencapai puncaknya di dalam kehidupan gereja Kristen. Pandangan ini bukan tidak memiliki kesulitannya sendiri. Namun, paling tidak pandangan ini mencoba untuk melihat iman PL secara serius. Pandangan Calvin ini masih dipegang oleh banyak orang dari kelompok Kristen konservatif.

Setelah Reformasi, pertanyaan mengenai PL sebagai kitab Kristen tersimpan dengan rapi sampai pada generasi kita. Zaman pencerahan Eropa, dengan tekanan kepada memahami PL sebagai koleksi kitab-kitab kuno dalam konteks masanya sendiri, membawa penyelidikan para sarjana ke arah lain. Namun, dalam 100 tabun terakhir atau lebih ini, pertanyaan teologis tadi telah mencuat ke permukaan lagi. Hal penting yang mendorongnya adalah gerakan Nazi di negara Jerman modern. Perasaan anti Yahudi yang diciptakan oleh Nazi telah berdampak pada gereja-gereja Jerman sendiri, dan kehadiran PL di dalam Alkitab Kristen menjadi isu politis yang membara sekaligus menjadi bahan kajian teologis. Sejumlah teolog Jerman mulai mengadopsi sikap yang sama seperti Marcion. Namun, banyak sarjana Kristen Jerman yang memberikan penilaian positif terhadap signifikansi PL, walaupun mereka menghadapi tekanan secara politik. Sarjana-sarjana seperti Walter Eichrodt dan Gerhard von Rad bahkan juga teolog Swiss, Karl Barth, justru menghasilkan karya-karya yang paling kreatif pada masa tersebut.

Sekarang ini, umat Kristen mengadopsi berbagai sikap terhadap nilai PL:

  • Ada yang ingin memberikan PL nilai dan otoritas yang sama dengan PB, dengan dasar bahwa setiap kata di dalam keduanya adalah kata-kata Allah sendiri secara langsung. Namun, kita harus cukup berhati-hati untuk tidak terlalu gampang menerima gambaran seperti ini karena ada sejumlah pengajaran Yesus sendiri yang dalam berita-Nya jelas menunjukkan sikap penolakan atau perevisian yang sangat radikal terhadap beberapa aspek mendasar dari pengajaran PL.

  • Orang lain memperdebatkan bahwa PL digantikan seluruhnya oleh PB, sehingga bisa disingkirkan. Di sini kita juga harus memelihara suatu keseimbangan yang teliti yang kita temukan pada pengajaran Yesus sendiri karena Yesus juga menguraikan pelayanan-Nya dalam segi tertentu menggenapi PL. Kita bisa secara sah mendebatkan artinya, namun ini pastilah harus mengikutsertakan asumsi bahwa PL memiliki sesuatu untuk kekristenan dan karenanya memiliki tempat yang sah di dalam Alkitab Kristen.

  • Beberapa orang mencoba membedakan antara beberapa bagian dari PL. Mereka akan memisahkan hal-hal seperti hukum-hukum tentang imam, persembahan korban, dan ketahiran (yang tidak lagi dilakukan oleh Kristen) dari bagian-bagian lain seperti Dekalog dan pengajaran- pengajaran moral dari para nabi (yang dianggap masih relevan). Calvin melakukan pembagian yang serupa. Namun, jauh lebih mudah membagi seperti itu daripada membuktikan kebenarannya. Dengan menyingkirkan unsur-unsur yang kelihatannya tidak relevan itu, kita sebenarnya sedang menggeser beberapa aspek paling dasar dari iman PL. Sebagai tambahan, PB justru paling sering menemukan korelasi antara iman PL dengan kepercayaan Kristen tentang Yesus di dalam konsep-konsep seperti persembahan kurban.

  • Juga umum bagi orang Kristen untuk berbicara tentang pewahyuan progresif kehendak dan sifat Allah yang mengaliri kedua perjanjian tersebut. Pandangan ini mengatakan bahwa kehendak Allah dinyatakan melalui sejumlah tahapan, disesuaikan secara kasar dengan kapasitas manusia untuk memahaminya. Jadi, beberapa dari bagian yang lebih sulit dari PL dapat dijelaskan sebagai sesuai dengan masa primitif, yang kemudian diganti dengan pandangan yang lebih maju, dan memuncak pada pengajaran Yesus tentang Allah yang adalah kasih. Namun ini adalah ide yang tidak menolong karena didasarkan kepada ide evolusioner yang sudah ketinggalan zaman mengenai perkembangan moral yang tidak terhindarkan dalam diri manusia. Pandangan ini juga mencampuradukkan pernyataan tentang Allah sebagaimana Dia adanya dengan pernyataan tentang apa yang manusia, pikirkan tentang Dia. Sebagai tambahan pandangan ini memuat juga implikasi yang meragukan bahwa orang modern pasti mengetahui lebih banyak mengenai kehendak Allah dan lebih taat kepadanya daripada para bapa leluhur, nabi-nabi, dan tokoh-tokoh utama kisah PL.

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 02b

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 04b

Nama Kursus : Pengantar Perjanjian Lama
Nama Pelajaran : Budaya Perjanjian Lama
Kode Pelajaran : PPL-R04b

Referensi PPL-R04b diambil dari:

Judul Buku : Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama
Judul Artikel : Hukum Dalam Masyarakat
Penulis : William Dyrness
Penerbit : Penerbit Gandum Mas, Malang, 1979
Halaman : 114 - 120

REFERENSI PELAJARAN 04b - TEMA-TEMA TEOLOGI PERJANJIAN LAMA

  1. Keutamaan Perjanjian

    Telah kita ketahui bahwa hukum Taurat sebagai pernyataan perjanjian merupakan dasar kehidupan masyarakat Israel. Sebagai pencerminan sifat Allah hukum Taurat harus membentuk kehidupan masyarakat menjadi wahana kehadiran Allah di dalam dunia. Inilah suatu cita-cita yang seeing ditinggalkan Israel, namun secara terus-menerus mempengaruhi cara hukum itu dimengerti dalam perjalanan sejarah Israel. Pada saat itu tanggung jawab untuk mengadili mempunyai arti yang jauh lebih luas daripada sekarang ini. Seperti dijelaskan oleh de Vaux, seorang hakim "lebih merupakan pembela keadilan ketimbang penghukum kejahatan. Ia adalah seorang wasit yang adil" (de Vaux, I, 157; lihat Ayub 9:33). Jadi, kedudukan hukum Taurat di dalam masyarakat senantiasa berada di pihak bangsa itu sebagai suatu keseluruhan, tidak sebagai hak istimewa segolongan tertentu saja.

    Hukum secara khusus dipercayakan kepada para imam. Tetapi yang ditekankan adalah pengajaran hukum itu sehingga umat itu mengerti apa yang diinginkan Allah (Ulangan 33:10). Lalu ada orangorang tertentu yang dipercaya untuk "menghakimi", seperti misalnya Musa (Keluaran 18:16) dan Yosua (Ulangan 34:9) dalam sejarah Israel yang mula-mula. Kemudian hari terdapat orang-orang yang disebut hakim; Samuel merupakan contoh yang paling menonjol di antara mereka (I Samuel 7:15-17). Perhatikanlah bahwa dari hal Samuel dikatakan is memerintah sebagai hakim (ayat 15). Patut diperhatikan bahwa waktu Israel mempunyai seorang raja, raja itu tidak pernah dianggap sebagai seorang pemberi hukum. Juga tidak terdapat hukum yang berasal dari raja. Sesungguhnya raja pun berada di bawah hukum seperti seluruh rakyatnya (II Samuel 11-12), meskipun raja berfungsi sebagai semacam mahkamah agung dalam soal-soal hukum (II Samuel 15:2-6).

    Bahwa hukum berfungsi secara lancar dalam konteks kehidupan sehari-hari terlihat dengan jelas dalam jabatan para tua-tua kota. Kelihatannya mereka dipercayakan tanggung jawab untuk mengadili perselisihan-perselisihan di antara rakyat (Ulangan 21:19) dan melaksanakan ketetapan-ketetapan hukum (Ulangan 19:12; 25:7-10). Kadang-kadang mereka diangkat secara resmi (II Tawarikh 19:4-11), tetapi biasanya mereka adalah anggota masyarakat yang lebih tua dan lebih dihormati. Para hakim ini menjelaskan bahwa titik pusat perjanjian adalah rumah tangga dan kehidupan sehari-hari; ketentuanketentuannya harus diwujudkan di dalam keluarga dan di antara sesamanya. Beberapa sarjana berpendapat bahwa dalam hubungan ini tumbuh semacam kecurigaan pada orang yang tinggal di pedalaman terhadap kota-kota yang memberikan kesempatan berkembang bagi gerakan kenabian.

  2. Hukum Dalam Kitab Nabi-Nabi.

    Dengan para nabi tercapailah suatu tingkat baru dalam pengertian mengenai kekudusan Allah dan arti hukum Taurat. Akan tetapi, mereka tidak berfungsi sebagai pembaharu hukum, melainkan lebih sebagai orang yang menyerang pelanggaranpelanggaran terhadap perjanjian kuno itu dan syarat-syaratnya yang sah. Dalam bahasan kita mengenai ibadah, kita akan bertanya apakah para nabi ingin meniadakan aspek-aspek seremonial hukum tersebut. Di sini paling tidak dapat dikatakan bahwa nabi-nabi itu mempunyai visi yang begitu luar biasa tentang kekudusan Allah serta tuntutantuntutannya sehingga, jika dibandingkan, upacara-upacara ibadah terlihat menjadi kurang penting. Sesungguhnya, tanpa disertai cara hidup yang penuh kebenaran, ibadah mereka dapat dinyatakan sebagai sesuatu yang keji (Yesaya 1 dan Amos 5:21-24). Jika hukum Taurat dipahami secara benar sebagai pencerminan penyerahan batin umat itu kepada Allah, maka para nabi sebenarnya hanya kembali kepada maksud sebenarnya dari perjanjian. Pada saat yang sama, visiun mereka tentang Allah dan maksud-maksud-Nya demikian nyata, hingga seluruh gagasan Taurat mulai mendapat segi pandangan yang baru. Hukum Taurat mengusahakan kerangka acuan yang lebih universal dan mendalam. Semuanya dapat dirangkum dalam kalimat Nabi Mikha, "berlaku adil, mencintai kesetiaan" (Mikha 6:8). Tetapi untuk ini dibutuhkan perubahan yang begitu radikal sehingga mencapai dasar hati. Tepat seperti apa yang dikatakan Yehezkiel, umat Allah memerlukan hati yang taat ketimbang hati yang keras (Yehezkiel 36:26-27). Yeremia menjelaskannya sebagai perjanjian baru. Pada saat itu hukum akan dituliskan dalarn bati mereka (Yeremia 31:31-34). Jadi, dalam Perjanjian Lama sudah terasa gerak hati, bukan untuk menyingkirkan hukum, melainkan meneguhkannya dalam cara yang lebih dalam daripada yang dapat diperkirakan Israel.

  3. Perkembangan Setelah Masa Pembuangan.

    Kalau kita mengakhiri diskusi kita mengenai hukum Taurat pada titik ini, akan terasa sulit untuk memahami perlawanan Perjanjian Baru terhadap cara berpikir Yahudi mengenai hukum Taurat itu. Kristus mengeluh terhadap orang Farisi, "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri!" (Markus 7:9). Apa sajakah adat istiadat ini?

    Selama masa pembuangan, perubahan-perubahan yang sangat penting telah terjadi dalam kehidupan Israel. Semua lembaga yang mendukung hukum Taurat telah musnah-raja, bait Allah dan pelayanan ibadah para imam yang dilakukan secara teratur. Karena hukum yang tertulis itu merupakan peninggalan penting yang masih menghubungkan mereka dengan masa lalu, maka mereka mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Pada masa itu' perhimpunan orang-orang yang mempelajari hukum Taurat merupakan hal yang biasa (Yehezkiel 33:30-33). Perhimpunan-perhimpunan ini yang bakal menjadi lembaga sinagog. Membaca dan mempelajari Taurat menggantikan upacaraupacara korban dalam bait suci.

    Setelah masa pembuangan, hukum Taurat tetap mendapat tempat terutama dalam kehidupan masyarakat. Kita telah melihat bahwa perjanjian yang diakui Israel di hadapan Ezra adalah "sumpah kutuk untuk hidup menurut hukum Allah yang diberikan dengan perantaraan Musa, hamba Allah itu" (Nehemia 10:29). Karena mereka memandang musibah nasional yang menimpa bangsa mereka sebagai hukuman Allah atas kegagalan mereka menaati hukum Taurat tersebut, maka mereka memutuskan bahwa hal itu tidak akan terjadi lagi. Mereka masih mengerti tentang hukum itu dalam hubungannya dengan urusan Allah dengan para leluhur (Nehemia 9) dan sebagai pernyataan perjanjian yang dibuat Allah dengan mereka, tetapi kesadaran untuk memenuhi kewajiban kepada hukum dan syarat-syaratnya, cenderung mengalahkan semua hal lain yang berkenaan dengan keagamaan.

    Lagi pula, sebagai akibat dari penelaahan dan perenungan mereka, timbullah hukum lisan yang menjadi sama-sama berwewenang dengan hukum yang tertulis. Penyebabnya sederhana saja. Di satu pihak, karena kedudukan utama hukum Taurat dalarn Yudaisme pada masa sesudah pembuangan maka sangatlah penting untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran hukum. Pada saat yang sama, hukum yang tertulis tak mungkin dapat merangkum semua keadaan yang disebabkan pernerintahan bangsa Persia dan Roma. Karena demikian timbullah kecenderungan untuk menafsirkan hukum Taurat dan menyesuaikannya pada keadaan-keadaan waktu itu. Walaupun mereka selalu berusaha untuk mendirikan tradisi ini dalam Alkitab (sesungguhnya Alkitab sendiri meramalkan perlunya penyesuaian seperti itu-Ulangan 17:8-26:19), ternyata wewenangnya menyaingi wewenang Alkitab itu sendiri.

    Yang terpenting adalah sikap•terhadap hukum ini. Hukum lisan ini dianggap sebagai titik pusat dalam kehidupan seseorang. Ketaatan kepada hukum Taurat adalah cara mendapatkan perkenanan dari Allah. Walau bahaya legalisnie senantiasa ada, kita harus juga ingat bahwa bagi banyak orang hal menaati hukum merupakan kesenangan; orang percaya menemukan sukacita besar dalam menaati tuntutantuntutannya. Lagi pula, ketaatan kepada hukum harus disertai dengan maksud-maksud yang suci (IBD, III, 94). Pandangan ini yang dinamai "nomisme"-yaitu, menjadikan hukum pusat dan inti kehidupan seseorang-menjadi latar belakang untuk memahami kritik-kritik

    Kristus terhadap orang Farisi dan rujukan-rujukan Rasul Paulus mengenai hukum. Tradisi mereka itu sendiri tidak salah, tetapi menun= jukkan segi pandangan yang salah. Apabila hukum Taurat menjadi alat untuk memelihara hubungan dengan Allah, maka mudah sekali melupakan bahwa janji Allah itu adalah dasar pengharapan kita. Dengan cara ini orang-orang Farisi cenderung menyatakan firm an Allah "tidak berlaku" demi adat istiadat mereka (Markus 7:13).

Sifat Hukum Taurat

  1. Jangkauan yang Luas.

    Hukum Taurat meliputi banyak hal dalam jangkauannya. Pengertian yang tepat tentang hukum Taurat menyebabkan kita mengerti bahwa seluruh kehidupan berada dalam kontrol kehendak Allah, apakah seseorang sedang bangun pagi, duduk untuk makan, berjalan-jalan atau pergi tidur. Apakah mengenai kehidupan dalam segi pemerintahan atau ibadah, dalam usaha atau dalam rumah, tidak ada yang terletak di luar bidang hukum. Karena seluruh kehidupan terbuka di hadapan Allah, maka terdapatlah kaitan yang tersembunyi antara hukum yang berlaku dalam pemerintahan dan yang ada sangkut-pautnya dengan ibadah. Eichrodt menjelaskan bahwa "terdapat pengertian perihal pengaturan total kehidupan manusia sebagai suatu penyingkapan kehendak-Allah yang bersifat menyelamatkan" (Eichrodt, I, 92).

    Berdasarkan perkataan tersebut di atas, perlu sekali ditekankan bahwa hukum sebab-akibat tidak nampak. Yaitu, tak ada usaha untuk menganjurkan hukum bagi setiap peristiwa yang dapat dipikirkan. Prinsip-prinsip dasar diberikan dan dijelaskan; penerapannya terserah pada "rasa keadilan yang sehat", seperti disebut oleh Eichrodt (Eichrodt, I, 77). Kita telah lihat di atas bahwa hukum yang bersifat negatif lebih sering diberikan daripada yang bersifat positif. Jadi, tujuannya adalah menghindari kesalahan-kesalahan, sehingga tercipta kebebasan untuk mengejar suatu kehidupan yang berkelimpahan. Semuanya ini dirangkum dalam pernyataan Perjanjian Lama tentang "jalan". Taat kepada hukum adalah suatu cara hidup, suatu cara berjalan pada jalan yang benar (Mazmur 1). Tujuannya adalah berjalan dan hidup bersama Allah, karena untuk itulah manusia diciptakan (Yesaya 2:3).

  2. Imbauan yang Bersifat Pribadi.

    Walaupun jangkauan hukum itu luas, imbauannya bersifat pribadi juga. Pertama-tama, ini berarti bahwa Taurat dikemukakan berdasarkan apa yang telah diperbuat Allah untuk Israel. Terminologinya bukan penjelasan hukum, melainkan imbauan yang .bersifat pribadi. Sering kali hukum-hukum itu disertai anak kalimat yang memberikan satu alasan yang membenarkan (Keluaran 22:21; 20:5 dan Ulangan 22:24). Terutama sekali, mereka harus ingat siapa yang telah memanggil mereka dan perbuatan-perbuatan besar yang telah diperbuat-Nya bagi mereka. Mereka harus ingat (sebuah kata yang penting dalam Perjanjian Lama) dan mematuhi katakata ini, karena "Akulah Allahmu dan kamulah umat-Ku" (lihat Ulangan 10:16-22).

    Jadi, alasan yang paling kuat untuk taat kepada hukum haruslah hati yang tergugah, suatu keputusan batin dan moral yang pribadi. "Pilihlah pada hari ini," Yosua mendorong bangsa Israel di Sikhem (Yosua 24:15). Paksaan dari luar melulu tidak akan pernah cukup, juga bukan ini merupakan maksud Allah. Seperti yang diterangkan oleh Kristus dalam Perjanjian Baru, seluruh hukum Taurat dapat diringkaskan dalam hal mengasihi Allah (Ulangan 6:5 dan Matius 22:37), dan kalau sampai mengungkapkan apa yang diperlukan dari masing-masing orang dalam masyarakat, maka seluruh hukum Taurat dapat diringkas menjadi "kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri" (Imamat 19:18). Janji pribadi kepada Tuhan seperti ini menolong menempatkan hukum Taurat dalam perspektifnya yang benar. Belajar ilmu hukum di luar konteks kelima kitab Musa akan membuat orang tidak dapat memahami kesaksian Daud bahwa Taurat itu "lebih indah daripada emas" dan "lebih manis daripada madu, bahkan daripada madu tetesan dari sarang lebah" (Mazmur 19:11).

  3. Kekuatan Mutlak.

    Hukum Taurat juga bersifat mutlak dalam kekuatannya. Karena didasarkan atas kekudusan Allah, maka hukum ini menuntut kesempurnaan pada pihak umat-Nya (Imamat 11:44). Jadi, setiap orang yang tidak terus menaati seluruh perkataan hukum Taurat dikutuk (Ulangan 27:26). Apabila Israel melawan hukum Taurat maka tak dapat tidak mereka akan mendatangkan murka dan penghukuman Allah ke atas diri mereka (Ulangan 31:16). Tuhan telah menyadari bahwa mereka tidak akan menaati hukum Taurat itu dengan sepenuhnya. Tetapi seperti yang akan kita lihat dalam bab berikut ini, hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Kemurahan Allah tidak berarti bahwa la akan membiarkan dosa. Sebaliknya, la menyediakan ketentuan-ketentuan yang memungkinkan penebusan bagi orang berdosa. Bahkan dalam menindak pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum, hukum Taurat itu sendiri harus dibiarkan _utuh. Dengan demikian Kristus sendiri, sebagai pemberi hukum terbesar, dapat berkata bahwa Ia datang bukan untuk meniadakan hukum, melainkan untuk menggenapinya (Matius 5:17).

  4. Penerapan Universal.

    Akhirnya, kita harus mengerti bahwa hukum Taurat berlaku untuk umum. Pada mulanya ini berarti bahwa hukum itu berlaku untuk seluruh Israel tanpa mempedulikan status sosial atau politik masing-masing. Memang benar bahwa hukum Taurat bangsa Israel merupakan sesuatu yang unik di antara sekalian bangsa di bumi, tetapi hal itu bukan karena kaitannya terbatas pada bangsa Israel itu sendiri, melainkan karena sesungguhnya tak ada bangsa lain yang mengenal hukum yang serupa.

    Sejak permulaan, hukum Taurat bergerak melampaui batas-batas nasionalnya, seperti yang tampak jelas dalam kasus Rut. Hukum Taurat dengan mudah diperluas kepada tamu dan orang asing. Bahkan musuh seseorang pun mempunyai beberapa hak tertentu di bawah hukum Taurat. ""Apabila engkau melihat lembu musuhmu atau keledainya yang sesat, maka segeralah kaukembalikan binatang itu. Apabila engkau melihat rebah keledai musuhmu karena berat bebannya, maka janganlah engkau enggan menolongnya, dengan membongkar muatan keledainya" (Keluaran 23:4-5 dan lihat Amsal 25:21).

    Israel tidak selalu setia dalam peranannya sebagai terang dan berkat bagi semua bangsa. Tetapi keberadaan bangsa itu dan perjanjian yang mendasarinya berbicara mengenai hari itu ketika semua orang, dari yang paling hina hingga yang paling mulia, akan mengenal Tuhan. Pada hari itu semua bangsa akan naik ke gunung Tuhan untuk belajar tentang jalan-jalan Tuhan (Yesaya 2:2-4). Sebagai wahana visiun itulah Israel "menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan" (Yesaya 42:6-7). Untuk memainkan peranan yang demikian diperlukan seorang yang lebih besar daripada Musa, yaitu Tuhan Yesus, yang dalam khotbah pertamanya mengutip Yesaya (61:1-2) dan berkata bahwa memberikan penglihatan kepada orang buta dan pembebasan bagi orang tawanan telah digenapkan pada hari itu sewaktu mereka mendengarnya (Lukas 4:18-21). Ialah yang menjadi perantara perjanjian baru yang diramalkan Yeremia, di mana hukum akan dituliskan dalam hati orang-orang, dan ketegangan yang terjadi antara perbuatan lahiriah dan maksud batiniah akhirnya dapat diatasi (Yeremia 31:31-34).

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 06a

Nama Kursus : Pengantar Perjanjian Lama
Nama Pelajaran : Hubungan PL dan PB
Kode Pelajaran : PPL-R06a

Referensi PPL-R06a diambil dari:

Judul Buku : Bagaimana Memahami Perjanjian Lama III
Judul Artikel : Yang Lama dan Yang Baru; Masalahnya
Penulis : John Drane
Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab, Jakarta 2003
Halaman : 116 - 120

REFERENSI PELAJARAN 06a - YANG LAMA DAN YANG BARU

Bagi orang Kristen, PL senantiasa penting karena kutipannya terdapat pada hampir setiap halaman PB. Namun, PL juga menjadi masalah bagi kekristenan dan bahkan sejak masa awal gereja makna dan relevansi PL telah menjadi sumber perdebatan dan kontroversi yang hangat. Hal-hal tersebut merupakan salah satu isu yang menyebabkan gesekan dan perpecahan dari gereja-gereja muda di tahun-tahun segera setelah kematian dan kebangkitan Yesus. Yesus sendiri telah mengklaim bahwa hidup-Nya sendiri adalah penggenapan PL. Namun banyak tindakan-Nya seakan mengabaikan pengajaran-pengajaran utama PL (Mat. 5:17), terutama pada subjek seperti peraturan Sabat (Mrk 2:23-28), hukum mengenai makanan (Mrk. 7:14-23), bahkan juga beberapa pengajaran moralnya (Mat. 5:21-48). Jadi, otoritas seperti apakah seharusnya dimiliki PL dalam kehidupan pengikut-pengikut Yesus?

Tidak timbul masalah khusus bagi generasi pertama Kristen yang adalah juga orang Yahudi. Sejauh ini, mereka terus mengikuti cara hidup yang sudah mereka terima sejak kecil, yang mendasarkan diri kepada PL sesuai yang dimengerti oleh agama Yahudi abad pertama. Namun, setelah jelas bahwa berita Kristen ditujukan kepada orang-orang non-Yahudi, dan bahwa orang Romawi dan Yunani juga bisa menjadi pengikut Yesus, pertanyaan mengenai otoritas PL muncul dalam bentuk yang lebih mendesak. Apakah orang kafir perlu menjadi Yahudi terlebih dahulu sebelum menjadi Kristen? Paulus dan penulis PB dengan tegas menjawab: tidak perlu (Gal., lPet., Ibr.). Namun, mereka tetap menerima PL sebagai kitab suci mereka, dan sering menggunakannya sebagai dasar penjelasan iman Kristen.

Justru di sinilah letak masalahnya. Kalau bagian-bagian tertentu PL bisa diabaikan sebagai tidak relevan lagi bagi iman dan tindakan Kristen, bagaimana kita bisa membedakannya, dan apa yang harus kita lakukan dengan bagian sisanya?

Mencari Jalan Keluar

Pertanyaan mengenai hubungan antara PL dan PB diungkapkan dengan lantang oleh seorang Kristen abad ke-2, Marcion. Ia bukan hanya melihat sikap para rasul yang ambigu mengenai masalah ini, tetapi ia juga memperhatikan masalah-masalah lain di dalam kepercayaan Kristen kepada PL. Yesus telah berbicara tentang kasih Allah yang memedulikan kesejahteraan semua manusia. Akan tetapi, ketika membaca PL, Marcion sering melihat gambaran Allah yang agak berbeda, di mana Ia kelihatannya dihubungkan dengan kekejaman dan kebuasan yang ekstrem. Jauh dari kehendak menyelamatkan manusia, Ia kadang-kadang dihubungkan dengan penghancuran mereka. Tentu saja, Marcion sedikit melenceng di dalam melihat gambaran itu: penghakiman yang keras merupakan bagian penting dari pengajaran Yesus, dan kasih Allah tidak pernah absen dari iman PL, seperti yang telah kita lihat dalam berbagai cara.

Namun, bagaimanapun pembaca modern seringkali merasakan hal yang sama, dan beberapa orang Kristen sekarang akan mengalami kesulitan untuk mendamaikan beberapa aspek dari pandangan PL tentang Allah dengan apa yang mereka anggap sebagai pandangan umum Kristen tentang PB. Selain permasalahan yang diangkat oleh Marcion, mereka juga menunjuk kepada perbedaan antara berita kasih Allah yang universal dalam Yesaya 40-55 dengan apa yang tampak sebagai suatu nasionalisme sempit dari kitab seperti Ezra. Bahkan penafsir yang ulung sekalipun sangat kesulitan untuk mendamaikan sikap sentimentil Mazmur 137:8-9 dengan pernyataan untuk mengasihi musuh di dalam khotbah di bukit Yesus (Mat. 5:43-48). Juga, banyak orang sekarang ini sulit memahami beberapa aspek ibadah PL, terutama persembahan korban yang (paling tidak menurut pandangan barat) kelihatannya primitif dan kejam, bahkan sama sekali tidak masuk akal.

Jawaban Marcion terhadap semua ini adalah sederhana: robek PL dan buang ke dalam tempat sampah! Namun pandangan itu tidak didukung secara luas oleh gereja awal, terlebih karena Marcion juga ingin menyingkirkan sebagian besar PB. Hal itu kelihatannya menimbulkan tanda tanya terus akan kesejatian iman Kristennya.

Namun, para pemimpin gereja mula-mula dapat mengerti dengan cukup baik permasalahan yang dipertanyakan Marcion. Pertanyaan mengenai PL itu sungguh nyata. Kalau kedatangan Yesus adalah tindakan yang baru dan menentukan dari Allah dalam dunia ini, lalu apa relevansinya yang dapat dimiliki sejarah umat purba untuk iman di dalam Yesus?

Jawaban umum yang diberikan ialah bahwa ketika PL dimengerti dengan tepat maka PL akan mengatakan hal yang persis sama dengan yang dikatakan PB. Namun, untuk dapat membuktikan hal ini maka perlulah menafsirkan PL sedemikian sehingga dapat menunjukkan bahwa arti sebenarnya entah bagaimana tersembunyi bagi pembaca biasa.

Secara kebetulan, sarjana-sarjana Yahudi telah menghadapi pertanyaan ini dalam konteks yang berbeda. Lebih dari satu abad sebelumnya, penafsir agung Yahudi, Filo (sekitar 20SM-45M), yang tinggal di Aleksandria, Mesir, telah mencoba menyelaraskan PL dengan pemikiran para filsuf besar Yunani. Ada sedikit kaitan yang jelas antara PL dengan filsafat Yunani. Namun, dengan menerapkan penafsiran alegoris yang mistis terhadap PL, Filo berhasil menunjukkan (paling tidak sampai ia merasa puas) bahwa Musa dan para penulis PL lainnya sebenarnya telah menyatakan kebenaran-kebenaran filsafat Yunani beberapa abad sebelum para pemikir Yunani memikirkannya!

Beberapa pemimpin Kristen awal, terutama mereka yang di Aleksandria, mengadopsi pendekatan seperti ini dengan penuh semangat. Mereka segera juga menggunakan teknik yang sama untuk menunjukkan bahwa PL memuat segala sesuatu yang ada dalam PB, bagi mereka yang memiliki mata untuk melihat.

Bahkan hal-hal mendetail yang kelihatannya tidak penting dari kisah PL dijadikan lambang-lambang bagi Injil Kristen. Apa pun yang berwarna merah dapat dimengerti sebagai referensi kepada kematian Yesus di kayu Salib (sebagai contoh, lembu betina merah dari Bil.19, tali kirmizinya Rahab dari Yos. 2:18). Air kemudian menjadi gambaran akan baptisan Kristen. Kisah Keluaran, dengan kombinasi dengan darah (di ambang pintu pada saat Paskah) dan air (ketika menyeberangi laut Teberau), menghasilkan banyak penjelasan yang kompleks akan hubungan antara salib dan keselamatan Kristen, juga dengan dua sakramen Kristen, baptisan dan perjamuan kudus!

Uskup Hilary dari Poitiers, Perancis (315-368 M) menjelaskan cara pembacaan PL ini sebagai berikut:

"Setiap karya yang termuat di dalam kitab-kitab suci mengumumkan melalui kata, menjelaskan melalui fakta, dan mensahkan melalui contoh- contoh kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus .... Sejak permulaan dunia ini, Kristus melalui prafigurasi yang otentik dan mutlak dalam pribadi para patriakh melahirkan, membersihkan, menguduskan, memilih, memisahkan dan menebus gereja: melalui tidurnya Adam, banjir besar pada masa Nuh, berkat dari Melkisedek, pembenaran Abraham, kelahiran Ishak, penawanan Yakub ... Tujuan karya ini adalah untuk menunjukkan bahwa dalam setiap pribadi dalam setiap masa, dan dalam setiap tindakan, gambaran tentang kedatangan, pengajaran, kebangkitan-Nya, dan tentang gereja kita direfleksikan seperti pada cermin" (Hilary, Introduction to The Treatise of Mysteries).

Tidak semua pemimpin gereja senang dengan pendekatan terhadap PL di atas: terutama mereka yang berhubungan dengan pusat Kekristenan besar lainnya di Antiokhia, Siria. Namun, biasanya diterima begitu saja bahwa PL adalah kitab Kristen, dan dengan satu dan lain cara isinya berkaitan dengan kepercayaan mendasar teologi Kristen.

Selama Reformasi Protestan, keseluruhan pokok pembicaraan ini sekali lagi dibuka untuk diperiksa. Martin Luther (1483-1546) dan John Calvin (1509-1564) menekankan pentingnya mengerti iman PL berdasarkan konteks sejarah dan sosialnya. Dalam hal ini, pendekatan mereka tidaklah berbeda dari pendekatan banyak sarjana modern. Namun, Luther ingin membedakan nilai PL dari PB dengan melihat PL sebagai Taurat dan PB sebagai Injil. Hal ini memberikan kepadanya alat yang baik untuk memisahkan gandum Injil sejati (menurut Luther ditemukan pada surat- surat Paulus) dari jerami legalisme yang sudah diganti (diidentifikasikan dengan PL dan kekristenan Yahudi). Pemikiran ini telah sangat mempengaruhi kesarjanaan Alkitab sampai masa kini. Akan tetapi, pandangan ini keliru dalam beberapa hal mendasar:

* Pandangan ini mengabaikan fakta bahwa Taurat bukan dasar iman PL dan juga tidak sama sekali tidak ada di dalam PB. Di dalam PL maupun PB, Taurat diletakkan di dalam konteks pemahaman perjanjian dengan kasih Allah sebagai prinsip dasarnya.

* Luther sangat keliru mengidentifikasikan Yudaisme dengan legalisme moralistis. Hal ini sangat tidak adil bahkan terhadap pandangan Farisi yang jelas-jelas ditolak oleh Paulus. Dalam hal ini, Luther membiarkan reaksinya sendiri terhadap kekristenan Roma Katholik untuk mewarnai pandangannya terhadap iman PL.

Calvin mengenali beberapa kekurangan ini, dan sebaliknya menekankan kepentingan dari tema perjanjian di PL dan PB. Dengan perbandingan yang teliti akan hubungan Allah dengan umat Israel purba dan dengan gereja Kristen, Calvin mampu mengklaim bahwa dua bagian dari Alkitab Kristen tersebut disatukan oleh suatu pewahyuan yang progresif, di mana janji-janji purba yang diberikan kepada Israel dalam PL mencapai puncaknya di dalam kehidupan gereja Kristen. Pandangan ini bukan tidak memiliki kesulitannya sendiri. Namun, paling tidak pandangan ini mencoba untuk melihat iman PL secara serius. Pandangan Calvin ini masih dipegang oleh banyak orang dari kelompok Kristen konservatif.

Setelah Reformasi, pertanyaan mengenai PL sebagai kitab Kristen tersimpan dengan rapi sampai pada generasi kita. Zaman pencerahan Eropa, dengan tekanan kepada memahami PL sebagai koleksi kitab-kitab kuno dalam konteks masanya sendiri, membawa penyelidikan para sarjana ke arah lain. Namun, dalam 100 tabun terakhir atau lebih ini, pertanyaan teologis tadi telah mencuat ke permukaan lagi. Hal penting yang mendorongnya adalah gerakan Nazi di negara Jerman modern. Perasaan anti Yahudi yang diciptakan oleh Nazi telah berdampak pada gereja-gereja Jerman sendiri, dan kehadiran PL di dalam Alkitab Kristen menjadi isu politis yang membara sekaligus menjadi bahan kajian teologis. Sejumlah teolog Jerman mulai mengadopsi sikap yang sama seperti Marcion. Namun, banyak sarjana Kristen Jerman yang memberikan penilaian positif terhadap signifikansi PL, walaupun mereka menghadapi tekanan secara politik. Sarjana-sarjana seperti Walter Eichrodt dan Gerhard von Rad bahkan juga teolog Swiss, Karl Barth, justru menghasilkan karya-karya yang paling kreatif pada masa tersebut.

Sekarang ini, umat Kristen mengadopsi berbagai sikap terhadap nilai PL:

* Ada yang ingin memberikan PL nilai dan otoritas yang sama dengan PB, dengan dasar bahwa setiap kata di dalam keduanya adalah kata-kata Allah sendiri secara langsung. Namun, kita harus cukup berhati-hati untuk tidak terlalu gampang menerima gambaran seperti ini karena ada sejumlah pengajaran Yesus sendiri yang dalam berita-Nya jelas menunjukkan sikap penolakan atau perevisian yang sangat radikal terhadap beberapa aspek mendasar dari pengajaran PL.

* Orang lain memperdebatkan bahwa PL digantikan seluruhnya oleh PB, sehingga bisa disingkirkan. Di sini kita juga harus memelihara suatu keseimbangan yang teliti yang kita temukan pada pengajaran Yesus sendiri karena Yesus juga menguraikan pelayanan-Nya dalam segi tertentu menggenapi PL. Kita bisa secara sah mendebatkan artinya, namun ini pastilah harus mengikutsertakan asumsi bahwa PL memiliki sesuatu untuk kekristenan dan karenanya memiliki tempat yang sah di dalam Alkitab Kristen.

* Beberapa orang mencoba membedakan antara beberapa bagian dari PL. Mereka akan memisahkan hal-hal seperti hukum-hukum tentang imam, persembahan korban, dan ketahiran (yang tidak lagi dilakukan oleh Kristen) dari bagian-bagian lain seperti Dekalog dan pengajaran- pengajaran moral dari para nabi (yang dianggap masih relevan). Calvin melakukan pembagian yang serupa. Namun, jauh lebih mudah membagi seperti itu daripada membuktikan kebenarannya. Dengan menyingkirkan unsur-unsur yang kelihatannya tidak relevan itu, kita sebenarnya sedang menggeser beberapa aspek paling dasar dari iman PL. Sebagai tambahan, PB justru paling sering menemukan korelasi antara iman PL dengan kepercayaan Kristen tentang Yesus di dalam konsep-konsep seperti persembahan kurban.

* Juga umum bagi orang Kristen untuk berbicara tentang pewahyuan progresif kehendak dan sifat Allah yang mengaliri kedua perjanjian tersebut. Pandangan ini mengatakan bahwa kehendak Allah dinyatakan melalui sejumlah tahapan, disesuaikan secara kasar dengan kapasitas manusia untuk memahaminya. Jadi, beberapa dari bagian yang lebih sulit dari PL dapat dijelaskan sebagai sesuai dengan masa primitif, yang kemudian diganti dengan pandangan yang lebih maju, dan memuncak pada pengajaran Yesus tentang Allah yang adalah kasih. Namun ini adalah ide yang tidak menolong karena didasarkan kepada ide evolusioner yang sudah ketinggalan zaman mengenai perkembangan moral yang tidak terhindarkan dalam diri manusia. Pandangan ini juga mencampuradukkan pernyataan tentang Allah sebagaimana Dia adanya dengan pernyataan tentang apa yang manusia, pikirkan tentang Dia. Sebagai tambahan pandangan ini memuat juga implikasi yang meragukan bahwa orang modern pasti mengetahui lebih banyak mengenai kehendak Allah dan lebih taat kepadanya daripada para bapa leluhur, nabi-nabi, dan tokoh-tokoh utama kisah PL.

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 02a

Taxonomy upgrade extras: 

PPL-Referensi 05c

Nama Kursus : Pengantar Perjanjian Lama
Nama Pelajaran : Kanon Alkitab Perjanjian Lama
Kode Pelajaran : PPL-R05c

Referensi PPL-R05c diambil dari:

Judul Buku : Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jilid A-L)
Judul Artikel : Kanon Perjanjian Lama
Penulis/Editor : J.D. Douglas
Penerbit : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta, 1993, 1994
Halaman : 510 - 511

REFERENSI PELAJARAN 05c - KANON PERJANJIAN LAMA

  1. Nama dan Konsepsi

    Kata Yunani kanon, berasal dari bahasa Semit (bnd Ibrani qaneh, Yeh. 40:3 dst). Pada mulanya berarti alat pengukur, kemudian dalam arti kiasan berarti 'peraturan'. Kata itu mendapat tempat dalam bahasa gerejawi. Pertama, menunjukan kepada rumusan pengakuan iman, khususnya simbol (pengakuan) baptis, atau gereja pada umumnya. Kata kanon juga dipakai mengacu pada peraturaran-peraturan gereja yang sifatnya berbeda-beda, tapi hanya dalam arti 'daftar', 'rentetan'. Baru pada pertengahan abad 4 kata itu diterapkan kepada Alkitab. Dalam pemakaian Yunani kata 'kanon' agaknya menunjuk hanya kepada daftar tulisan- tulisan kudus, tapi dalam bahasa Latin kata ini juga menjadi sebutan bagi Alkitab sendiri, jadi menyatakan bahwa Alkitab menjadi patokan bagi perbuatan yang mempunyai kuasa ilahi. Maksud yang terkandung dalam pemakaian istilah 'Kanon PL' ialah bahwa PL adalah wujud lengkap dan utuh dari kumpulan Kitab-Kitab yang tak boleh dikutak-kutik lagi, yaitu Kitab-Kitab yang diilhamkan oleh Roh Allah. Dan Kitab-Kitab itu mempunyai wibawa normatif serta dipakai sebagai patokan bagi kepercayaan dan kehidupan kita.

  2. Sifatnya membuktikan keotentikannya

    Kitab-kitab PL sama dengan Kitab-kitab PB, yakni dilhamkan oleh Allah. *ILHAM, PENGILHAMAN. Tapi Roh Kudus bekerja dalam hati umat Allah, sehingga mereka menerima Kitab-kitab itu sebagai Firman Allah, dan menundukkan diri kepada wibaan ilahinya. Pemeliharaan Allah secara khusus meliputi baik asal usul masing-masing kitab maupun pengumpulannya, oleh pemeliharaan Allah secara khusus inilah maka bilangan-bilangan Kitab PL seperti yang ada sekarang ini, tidak lebih dan tidak kurang.

    Inilah kebenaran asasi mengenai Kanon PL dan asal usulnya. Dan apa yang telah dikatakan di atas mengandung gagasan, bahwa Allah menyediakan Kanon, Ia memakai manusia sebagai alat-Nya; perbuatan- perbuatan dan pemikiran-pemikiran manusia turut berperan dalam seluruh proses ini. Karena itu timbul persoalan. Apakah yang kita ketahui mengenai perbuatan-perbuatan dan penalaran manusia itu? Sejak kapan Kanon ini atau bagian-bagiannya diakui kanonik? Bagaimana cara pengumpulan Kitab-kitab kudus itu? Pengaruh siapa yang berperan dan menentukan dalam tahapan-tahapan perkembangannya yang bermacam-macam?

    Data-data berikut perlu guna menjawab persoalan-persoalan itu. Tapi baiklah di perhatikan, bahwa data-data itu sedikit sekali, justru tidak dapat menarik kesimpulan yang pasti berdasarkan data itu. Penelitian historis hanya menunjukkan sedikit peranan sinode-sinode atau lembaga-lembaga berwenang mengenai rumusan Kanon PL. Hal ini dapat dimaklumi, sebab tidak dapat menarik kesimpulan yang pasti berdasarkan data itu. Penelitian historis hanya menunjukkan sedikit peranan sinode-sinode atau lembaga-lembaga berwenang mengenai rumusan Kanon PL. Hal ini dapat di maklumi, sebab itu diperlukan badan atau lembaga berwibawa seperti itu yang harus mendapat peranan besar dalam perumusannya. Alkitab memiliki wibawanya bukan dari pernyataan- pernyataan gerejawi, juga bukan dari wibawa manusia apa pun.

    Alkitab bersifat autopistos, 'membuktikan sendiri keotentikannya' dengan menyinarkan sendiri wibawa ilahinya. Karena kesaksian Roh Kudus maka orang di mampukan menjadi cakap menangkap terang ini. Seperti dikatakan oleh Confessio Belgica (Pengakuan Iman Gereja-gereja di Nederland), art 5, 'Kita percaya tanpa sedikit meragukan segala sesuatu yang tercakup di dalamnya; bukan karena gereja menerimanya dan menganggapnya demikian, tapi khususnya Roh Kudus memberi kesaksian di dalam hati kita, bahwa kitab-kitab itu datangnya dari Allah'(bdn Westminster Confession, I, 4, 5). Konsili-konsili gereja dan badan- badan yang berwibawa lainnya telah mengambil kesimpulan mengenai kanon itu, dan pertimbangan-pertimbangan ini memang mempunyai fungsi penting dalam menjadikan Kanon itu diakui. Tapi bukan suatu konsili gereja, juga bukan wibawa manusia apa pun yang lain, yang membuat Kitab-kitab dari Alkitab itu menjadi Kanon atau yang memberikan wibawa ilahi kepadanya. Kitab-kitab itu pada dirinya memiliki sendiri dan menggunakan sendiri wibawa ilahinya sebelum badan-badan seperti itu membuat pernyataan mereka; wibawa kitab-kitab itu diakui dikelompok besar ataupun kelompok kecil. Konsili-konsili gerejawi tidak memberikan wibawa ilahi kepada Kitab-kitab itu, tapi mereka justru beroleh dan mengakui bahwa Kitab-kitab itu memiliki wibawa dan menggunakannya.

  3. Pengakuan terhadap masing-masing Kitab

    Kita akan membicarakan data-data yang disajikan sendiri oleh PL, berkaitan dengan pengumpulan dan pengakuan terhadap Kitab-kitab itu. Dalam rangka ini kita akan mengikuti urutan Kitab-kitab itu sesuai Alkibar Ibrani. Sambil lalu baiklah mengamati bahwa kehadiran beberapa dari kitab itu secara tersendiri, berkaitan dengan pekerjaan pengumpulan yang mendahuluinya. Hal ini menjadi amat jelas, antara lain, dengan Mazmur (lihat ump Mazmur 75:20) dan Amos (lih ump Amsal 25:1).

    1. Taurat

      Sedini zaman Musa, pengumpulan hukum Taurat disertai pelestariannya dalam bentuk tertulis. Seperti nampak dari Kel. 24:4-7, Musa membuat 'kitab perjanjian' dan orang-orang mengakui wibawa ilahinya. Ul.31:9- 13 (lih juga ay 24 dab) memberitakan bahwa Musa menulis 'hukum Taurat itu', yakni inti UI, dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan, bahwa wibawa ilahinya akan diakui sampai jauh di masa depan. Perlu diperhatikan, di sini telah dinubuatkan bahwa umat itu akan sering gagal untuk mengakui wibawa ilahi itu. Banyak kesaksian menunjukkan bahwa sepanjang sejarah Israel, Taurat Musa dipandang sebagai tolok ukur ilahi bagi iman dan hidup (ump Yos 1:7,8; 1Raj 2:3; 2Raja 14:6, dab). Kita tidak tahu pasti bilamana Pentaeukh (Kitab Lima Jilid) lengkap seutuhnya, tapi boleh dianggap, bahwa sejak awal telah dihormati berwibawa tinggi. Pentateukh berisi hukum Taurat yang diberikan Allah kepada Israel dengan perantaraan Musa, dan sebagai tambahan, laporan tentang awal sejarah Israel, yakni perlakuan Allah terhadap umat pilihanNya. Dua catatan dapat ditambahkan.

      1. Pada zaman dahulu orang tidak memperlakukan Kitab-kitab yang dianggap Kudus sebagaimana kita memperlakukannya sekarang. Dalam beberapa kitab ada bagian-bagian--kecil atau besar--yang dianggap tambahan dari zaman yang lebih kemudian. Satu hukum dapat diganti dengan hukum lain, karena keadaan-keadaan yang berubah mengharuskan kebijaksanaan itu (bnd Bil. 26:52-56 dengan 27:1-11;36; dan bnd Bil. 15:22 dab dengan Im 4). Sekalipun demikian, jelas orang Israel sangat berhati-hati dalam memperlakukan naskah-naskah tertulis yang berisi sejarah Israel atau hukum-hukum mereka. Penambahan atau perubahan agaknya terbatas dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang berwenang berbuat demikian karena jabatan mereka. Sekedar catatan bernada lebih umum dapat diberikan: kenyataan bahwa orang Israel sangat hati-hati memperlakukan tulisan-tulisan kudusnya nampak dari cara para penulis PL memakai sumber-sumber mereka. Mereka tidak memperlakukan seperti para penulis modern, tapi menyalin bagian-bagian yang perlu seharafiah mungkin.

      2. PL mencatat bahwa pada dua kesempatan, orang Israel dengan tulus berjanji untuk mentaati kitab Taurat yang diberikan Allah dengan perantaraan Musa, yakni pada pemerintahan Yosua (2Raj. 22, 23; 2Taw. 34, 35; 'kitab Taurat' mungkin berarti Kitab UI) dan pada zaman Ezra dan Nehemia (Ezr. 7:6, 14; Neh. 8-10; 'kitab Taurat' di sini mungkin berarti seluruh Pentateukh).

    2. Nabi-nabi

      Tiga faktor khusus memberi sumbangan kepada pengakuan terhadap 'nabi- nabi terdahulu' (Yos, Hak, Sam, Raj) sebagai Kitab-kitab yang berwibawa. Pertama, Kitab-kitab ini menguraikan perlakuan Allah terhadap umat-Nya yang telah dipilih-Nya. Kedua, Kitab-kitab ini menguraikan perlakuan Allah terhadap pilihan-Nya itu dalam jiwa hukum Taurat dan para Nabi-nabi. Ketiga, para penulis Kitab itu tentu adalah penjabat khusus, dalam arti setidak-tidaknya demikian. Menarik sekali membaca Yosua 24:26, bahwa beberapa tambahan kemudian diberikan kepada 'kitab perjanjian Allah', yang anaknya ialah kitab hukum Taurat yang disebutkan dalam Ul. 31:24, dab.

      Karena sifatnya khas maka tulisan 'nabi-nabi yang kemudian' (Yes, Yer, Yeh dan ke-12 'Nabi-nabi kecil') dihormati berwibawa sejak semula oleh kelompok kecil atau besar. Bahwa nubuat-nubuat mereka mengenai bencana digenapi dalam Pembuangan, secara pasti mendampakkan peluasan wibawa mereka. Fakta bahwa seorang nabi kadang-kadang mengutip nabi lain, jelas menyatakan bahwa mereka mengakui wibawa nabi terdahulu itu. Justru lebih dari sekali seorang nabi memarahi Israel karena mereka tidak mendengarkan para nabi yang mendahuluinya (bnd Za. 1:4 dab; Hosea 6:5, dst). Yesaya 34:16 agaknya menyebut gulungan yang di dalamnya dituliskan nubuat-nubuat Yesaya dan disebut sebagai 'kitab Tuhan'. Daniel 9:2 menyebut 'kumpulan Kitab' yang dengannya jelas dimaksudkan kumpulan tulisan nabi-nabi, di antaranya termasuk nubuat- nubuat Yeremia. Dari hubungannya jelas bahwa tulisan para nabi ini dihormati sebagai memiliki wibawa ilahi.

    3. Tulisan-tulisan

      Bagian ketiga dari Kanon Ibrani berisi Kitab-kitab yang sifatnya berbeda-beda, sehingga beberapa dari antara kitab itu dihormati sebagai tulisan kudus. Mengenai Kid sering dikemukakan, bahwa tempatnya di dalam Kanon adalah disebabkan oleh penafsiran alegoris yang dikenakan kepadanya. Tapi keterangan ini tak dapat dibuktikan. Pertama, penempatan demikian bermula pada suatu konsepsi yang keliru tentang 'kanonisasi' (lih butir II di atas). Kedua, sekalipun seandainya Kid belum lengkap seutuhnya sebelum Zaman Pembuangan, namun kitab itu masih memuat bahan-bahan kuno (ump Kid. 6:4). Tiada alasan untuk menyangkal kemungkinan, bahwa pada zaman kuno kidung-kidung cinta ini, yang di dalamnya Salomo menjadi salah seorang tokoh utama, pada dasarnya dipandang tulisan kudus. Akhirnya, seruan bagi pengakuan-pengakuan formal dalam kepustakaan Yahudi (ump di Aboth de- Rabbi Nathan, 1) adalah lemah, karena pengakuan-pengakuan formal itu tidak berasal dari zaman.

      Tak perlu mempersoalkan mengapa Mazmur dihormati sebagai tulisan kudus. Banyak dari mazmur mungkin berfungsi sebagai rumusan-rumusan bagi tempat kudus; Daud memberi sumbangan penting dalam penulisan mazmur; beberapa mazmur bernada nubuat (ump Mazmur 50; 81; 110), mengenai Kitab-kitab hikmat, diantaranya Amsal dan Pengkotbah dan, sampai taraf tertentu, Ayub, baiklah diingat, bahwa hikmat dan khususnya kuasa untuk berbuat sebagai guru hikmat, dipandang sebagai kekecualian anugerah Allah (bnd 1Raj. 3:28; 4:29; Ayb. 38, dab; Mzm. 49:1-4; Ams. 8; Pengkotbah 12:11, dst).

      Kenyataan bahwa banyak Amsal berasal dari Salomo tentu telah memberi sumbangan bagi pengakuan amsal. Pengamatan-pengamatan yang sama seperti di lakukan dibutir (b) di atas, dapat diterapkan atas Kitab- kitab historis dan nabiah: Ezr, Neh, Rut, Est dan Rat. Halnya sama dengan kedua Kitab Tawarikh, yang sekalipun dengan cara yang berbeda dengan Kitab Raja-Raja, namun ditulis dalam jiwa hukum Taurat dan Nabi-nabi.

      Sajian di atas tentu sama sekali tidak menjawab segala persoalan yang mungkin timbul. Marilah kita bahas salah satu dari persoalan itu. Mengapa sumber-sumber yang dipakai bagi penulisan Tawarikh tidak dimasukkan ke dalam Kanon? Benar, bahwa beberapa kitab yang ada selama waktu penulisan Kitab-kitab PL telah hilang, ump 'Kitab Orang Jujur' (Yos. 10:13; 2Sam.1:18). Tapi bertalian dengan sumber-sumber Tawarikh persoalan lebih gawat dan hangat, karena Kitab-kitab sumber data itu ada selama waktu penyusunan Tawarikh, dan karena Kitab-kitab sumber itu ditulis, paling sedikit sebagian, oleh nabi-nabi (ump 1 Taw. 29:29; 2Taw. 9:29; 32:32). Kita harus menganggap bahwa kitab-kitab itu - atau apakah itu satu kitab? - diungguli dan diganti oleh Tawarikh.

Taxonomy upgrade extras: