Rangkuman Diskusi AUA I Juli/Agustus 2012

TERMIN I

Topik 1

Subjek: Apologetika Alkitabiah

Pertanyaan: Bila ada seseorang mengajak kita berdebat atau berdiskusi tentang salah satu ajaran Alkitab, bagaimana kita tahu bahwa kita sedang berapologetika alkitabiah atau sekadar debat kusir? Bagaimana membedakannya?

Apologetika Kristen adalah menyajikan pembelaan yang masuk akal untuk iman dan kebenaran Kristen kepada mereka yang mempertanyakan kepercayaan kita. Apologetika Kristen merupakan aspek yang perlu dari kehidupan kristiani. Kita semua diperintahkan untuk siap dan diperlengkapi untuk memberitakan Injil dan mempertahankan iman kita (Matius 28:18-20; 1 Petrus 3:15). Itulah hakekat dari apologetika Kristen.

Dalam berdiskusi dengan saudara-saudara yang belum mengenal Yesus sesungguhnya ada beberapa sikap yang bisa ditempuh dalam berapologetika Alkitabiah, salah satunya adalah mengakui dan menerima kekhasan agama masing-masing sekaligus saling belajar dari yang lain. Kekhasan masing-masing agama adalah kebebasan beriman dan beragama orang lain yang diakui dan terima. Dengan berdiskusi atau berdialog kita dapat menyumbangkan kekayaan iman kita dan juga dapat menerima (menghormati) kekayaan dari agama dan penghayatan iman orang lain. Namun kita harus peka jika dalam diskusi sudah tidak ada rasa saling menghormati dan menghargai pendapat dan kepercayaan orang lain, serta keduanya berusaha untuk tetap tampil sebagai yang paling benar, maka diskusi tersebut sudah mengarah kepada debat kusir.

Dalam berdiskusi jelas tidak sama dengan debat kusir. Dalam diskusi perbedaan pandangan tidak perlu menjadi bahan perdebatan yang tidak terselesaikan, harus ada kerelaan setiap pihak untuk menerima perbedaan pandangan, menerima dan menyaring masukan dari pihak lain. Sedangkan debat kusir adalah salah satu pihak yang mengganggap pendapat dan pandangan dirinya selalu benar, tidak bisa salah dan mengharuskan pihak lain menerima begitu saja pandangan dari dirinya, dan tidak bersedia menerima perbedaan pandangan, membenarkan dirinya bahwa orang lain itu sesuai anggapannya, bahkan jika perlu tidak boleh ada yang membantah dirinya.

Topik 2

Subjek: Sikap Berapologetika

Pertanyaan: Banyak kali sikap kita berapologetika menjadi hambatan dan masalah untuk menjangkau jiwa-jiwa yang belum mengenal Kristus (misalnya, kurang menghormati orang lain, sombong/arogan, menghakimi, tidak mau mendengarkan, hanya mau menang sendiri, dll.) Bagaimana sebaiknya sikap kita dalam berapologetika?

Hal pertama yang perlu dilakukan dalam berapologetika Alkitabiah yang baik adalah tidak bersikap merendahkan orang lain dan menunjukkan secara berlebihan tentang pemahaman yang benar menurut kita, karena bagaimanapun juga dalam diskusi ada aturan-aturan yang harus ditaati, tidak serta merta bersikap sombong dan merendahkan orang lain. Ajaran-ajaran dalam Alkitab harus dapat diaplikasikan dalam hidup kita. Dalam berdiskusi kita harus memiliki sikap tegas namun juga santun. Dalam apologetika Alkitabiah tidak hanya kita sendiri berapologet, namun ada peran Roh Kudus didalamnya, apa yang sudah kita sampaikan dan didengar, Roh Kudus yang akan menjamah setiap hati dan memberikan pencerahan untuk mengerti dan percaya akan kebenaran Alkitab.

Hal yang sederhana juga dan dapat dilakukan adalah bagaimana kita bersikap sebagai pengikut Kristus terhadap orang lain dan sama seperti sikap Kristus terhadap orang lain, yaitu "Kasih". Sikap kasih inilah yang dituntut dari setiap pengikut Kristus, sehingga masing-masing dari kita akan menjadi saksi yang hidup. Tanpa kesaksian yang baik, maka semua kebenaran hanyalah menjadi teori belaka tanpa ada realitasnya. Setiap pengikut Kristus dipanggil untuk mewartakan Kabar Baik/Gembira: "Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu" (Mat 28:19-20).

Namun sikap kasih ini tidak berarti mengorbankan kebenaran. Jadi setiap pengikut Kristus tetap mewartakan kebenaran yang sama, seperti yang diwartakan oleh Kristus, walaupun berbeda dengan apa yang dipercayai oleh agama atau kepercayaan yang lain. Mewartakan kebenaran adalah salah satu bentuk dari kasih. Selebihnya dan tentunya Roh Kuduslah yang akan membimbing kita sebagaimana yang telah diamanatkan Yesus kepada kita sebagai pengikut Kristus.

TERMIN II

Topik 1

Subjek: Ketergantungan pada Allah

Pertanyaan: Betulkah perbedaan yang paling mendasar antara iman Kristen dan non-Kristen adalah pada prinsip ketergantungannya pada Allah?

Dalam diskusi ini dengan sepakat peserta setuju bahwa perbedaan mendasar iman Kristen dan non-Kristen adalah mengenai kebergantungannya kepada Allah. Ini adalah hal yang mencolok dan mendasar dari kedua pandangan ini apabila diperbandingkan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa semua orang hidup bergantung kepada Allah. Karena pada dasarnya manusia tidak dapat hidup tanpa Sang Pencipta. inti pandangan yang salah dari orang non-Kristen adalah menjadikan manusia sebagai objek/pusat kebenaran untuk menilai segala sesuatu. Sedangkan dalam pandangan iman Kristen kebenaran ditinjau dari sudut pandang firman Tuhan. Seluruh keberadaan hidup manusia adalah milik Tuhan, tanpa Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa karena kita adalah ciptaan yang terbatas. Iman Kristen memercayai bahwa semua adalah kasih karunia dan anugerah Allah.

Alkitab menyatakan tidak ada seorangpun yang memenuhi kriteria/standar kebenaran Allah, semua orang ada di bawah kuasa dosa (Roma 3:9-18). Setiap manusia adalah orang berdosa. Seperti ada tertulis di dalam Kitab Suci yang mengatakan, "karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah" (Roma 3:23). Akibat dosa ini setiap manusia telah rusak naturnya, karena tidak mampu untuk melakukan kehendak Allah dengan benar. Dosa yang masuk melalui Adam telah merusak segenap gambar dan rupa Allah sehingga manusia tidak lagi memiliki kemuliaan seperti ketika pertama diciptakan Allah. Agar dapat kembali kepada Allah manusia harus dipersatukan kembali dengan Kristus Yesus melalui iman agar dijadikan benar oleh Allah lewat pengurbanan Yesus Kristus.

Lalu pertanyaannya, bagaimana menolong orang-orang non-Kristen melihat bahwa tanpa Allah hidup manusia tidak berguna (sia-sia)?

Caranya adalah dengan menyadarkan setiap orang non-Kristen mengenai keberadaan Allah sebagai sumber kehidupan umat manusia. Selanjutnya kita dapat memberikan pengenalan dan pengalaman kita mengenai kasih Allah yang Mahakuasa dan Mahakasih kepada mereka yang belum percaya.

Topik 2

Subjek: Pandangan Alkitab

Pertanyaan: Untuk berapologetika Kristen dengan benar kenapa kita harus terlebih dahulu memahami dengan jelas pandangan Alkitab tentang penciptaan manusia sebelum jatuh dalam dosa dan juga sesudah manusia jatuh dalam dosa?

Memelajari mengenai pandangan Alkitab berkaitan dengan kejatuhan manusia merupakan hal pokok dan penting. Ada 3 tahapan keadaan manusia, yaitu manusia sebelum jatuh kedalam dosa, keadaan manusia setelah jatuh kedalam dosa, dan tahap ketiga adalah penebusan manusia oleh Yesus Kristus. Alkitab dengan jelas menyatakan ada perbedaan yang jelas berkaitan dengan kualitas kehidupan manusia sebelum dan sesudah jatuh dalam dosa. Melalui pemahaman ini dapat belajar gambaran yang gamblang mengenai karakter manusia yang belum berdosa dengan keadaan manusia setelah jatuh dalam dosa.

Kedua perbedaan ini memberi gambaran jelas mengenai perilaku serta cara berpikir seseorang. Dengan mengerti pandangan Alkitab dengan tepat kita dapat mempertanggungjawabkan apa yang menjadi landasan iman kita dengan benar. Hal inilah yang akan membuat kita mampu berapologetika dengan benar karena jawaban yang berdasar kepada firman Tuhan. Selain itu tentunya kita tidak mudah terhanyut dengan berbagai pandangan filsafat-filsafat sekular apabila kita belajar dengan sungguh-sungguh. Untuk mengemukakan pembelaan (berapologetika) diharapkan kita paham dengan landasan kepercayaan kita. Untuk mendapatkan diskusi yang sehat, selalu milikilah prinsip untuk memulai dari setiap persamaan dan bukan perbedaan.

Termin III

Subjek: Iman dan Rasio

Pertanyaan: Iman dan rasio memegang peranan sangat penting dalam sistem apologetika. Ada 3 pendapat tentang peran iman dan rasio. Manakah yang paling Anda setujui:

  1. Rasio di atas iman
  2. Iman di atas rasio
  3. Iman dan rasio sejajar

Mayoritas jawaban peserta dari topik pertanyaan ini berpendapat bahwa iman memiliki peran atau letak yang lebih tinggi dibanding dengan rasio. Mengapa demikian, karena pikiran manusia sangat terbatas dan tidak akan mampu memikirkan Allah yang tanpa batas. Dan jika ini dikaitkan dengan sistem apologetika kristen, maka hanya dengan iman seseorang dapat percaya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Karena kalau hanya diterima dengan logika, konsep penebusan yang dikerjakan oleh Yesus hanya cerita sejarah yang sulit diterima dengan akal sehat. Seperti tertulis dalam Efesus 2:8; "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah," hanya karena iman kita setiap orang percaya mendapat anugerah keselamatan. Tentunya dalam hal ini rasio juga memiliki peran, karena segala sesuatu tidak bisa kita terima begitu saja sebelum dipikirkan terlebih dahulu. Tapi dalam konteks apologetika kristen iman memiliki peran yang lebih penting daripada rasio.

Meskipun demikian ada juga yang berpendapat bahwa iman dan rasio memiliki posisi yang sejajar. Mereka yang berpendapat demikian memiliki argumentasi bahwa keduanya dibutuhkan secara berimbang. Akal budi merupakan sebuah karunia yang diciptakan oleh Allah dan sangat penting untuk sarana kebenaran sehingga harus menggunakan pikiran kita dalam mendengarkan, mempelajari, dan merenungkan firman Allah. Tidak mungkin seseorang mengerti Allah tanpa menggunakan akal budi, namun tidak mungkin juga seseorang berpikir secara wajar jika tidak dilandasi oleh iman.

Manusia harus menyadari naturnya sebagai ciptaan, terbatas dan tercemar, "created, limited and polluted". Demikianlah kondisi dari rasio manusia. Rasio manusia tidak datang sendiri. Rasio itu dicipta oleh Allah. Rasio manusia juga terbatas di dalam fungsinya, seturut dengan keterbatasan manusia itu sendiri, sebagai ciptaan Allah. Dan karena manusia telah jatuh ke dalam dosa, maka seluruh manusia rasionya juga telah tercemar. Jika seseorang mengerti dan menyadari natur rasio seperti ini, maka bagaimanapun orang itu memperkembangkan rasionya semaksimal mungkin, ia tetap harus mengakui bahwa ia tetap hanyalah manusia yang terbatas. Ia juga akan mengerti dan menyadari bahwa pencemaran dosa juga sudah melingkupi aspek rasio juga. Manusia tidak mungkin dapat membuktikan keberadaan dan diri Allah secara tepat. Manusia hanya dapat menerima Allah yang mewahyukan diri di dalam alam. Pencemaran dan kuasa dosa telah melanda sampai ke semua aspek manusia, baik sifat rasio, sifat hukum, sifat moral, juga sifat kekal dan keberadaan manusia. Tidak ada satu aspek pun yang tidak tercemar oleh dosa.

Topik 2

Subjek: Filsafat non-Kristen

Pertanyaan: Apakah filsafat non-Kristen boleh dipelajari oleh orang Kristen? Apakah manfaatnya bagi kepentingan apologetika? Rambu-rambu apa yang harus ditaati agar orang Kristen tidak tersesat ketika mempelajari filsafat non-Kristen?

Orang Kristen boleh saja mempelajari filsafat non-Kristen, dengan catatan harus berhati-hati dalam mempelajarinya. Karena jika tidak memiliki dasar iman yang kuat, bisa jadi dasar pemikiran kita akan menyimpang dari kebenaran Firman Tuhan. Dengan mempelajari filsafat non-Kristen akan menambah wawasan kita dengan ilmu pengetahuan tentang hal-hal diluar dunia kekristenan, dan dengan demikian akan sangat bermanfaat ketika kita diperhadapkan dengan konteks pelayanan, khususnya dalam penginjilan.

Selain menambah pengetahuan, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Kristiani bisa saja diterapkan, contoh lebih luasnya adalah adat atau budaya. Manfaat bagi apologetika adalah menambah wawasan kita mengenai cara pandang orang non-Kristen terhadap sesuatu, sehingga diharapkan pada saat kita berapologetika kita dapat mengerti sudut pandang mereka dan kita bisa lebih mudah untuk "masuk". Dasar yang harus ditaati adalah Alkitab, kita harus menempatkan Alkitab sebagai standar kebenaran mutlak sehingga kita tidak akan melenceng jika menemukan paham-paham yang bertentangan dengan Kekristenan.

Rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam mempelajari filsafat non-Kristen adalah selalu menempatkan Tuhan dalam setiap pola pikir yang kita dapatkan dari mempelajari ilmu filsafat non-Kristen. Karena jika dasar pemikiran filsafat non-kristen sudah menguasai pikiran kita, serta otoritas Tuhan sebagai sumber dari segala sesuatu sudah mulai tergusur, maka kita harus segera berhenti dan kembali kepada jalan yang benar yaitu kepada Firman. Jangan terlalu menganggap diri mampu atau merasa bisa dan sombong dalam mempelajari filsafat non-Kristen, semua dasar pemikiran kita jangan berfokus pada diri sendiri dan kepandaian yang kita miliki, namun semua harus bergantung dan bersandar sepenuhnya kepada Tuhan, agar kita dapat terus waspada dan berhati-hati dalam belajar filsafat non-Kristen.

Termin IV

Subjek: Mitos Netralitas

Pertanyaan: Mengerti perbedaan filsafat non-Kristen dan Kristen membuat kita mengambil kesimpulan bahwa di luar dua filsafat ini tidak ada pilihan yang lain. Atau dengan perkataan lain, tidak ada daerah netral di antara keduanya. Setujukah Anda? Apa alasan jawaban Anda?

Dalam diskusi ini, peserta serentak menyetujui bahwa tidak ada daerah netral antara filsafat Kristen dan non-Kristen. Mengapa demikian? Karena dasar pijakan keduanya tidak sama bahkan saling bertentangan. Daerah netral adalah daerah pijakan berpikir di mana orang Kristen dan non-Kristen bisa berdiri bersama-sama tanpa ada konflik secara prinsip.

Filsafat Kristen bersumber kepada Alkitab sebagai otoritas mutlak dan menyatakan ketergantungannya secara total kepada Allah. Pengetahuan manusia berasal dari Allah dan meyakini bahwa pengetahuan kebenaran berpusat kepada-Nya. Sebaliknya filsafat non-Kristen berpusat kepada dirinya sendiri dan rasio sebagai sumber kebenarannya. Kecenderungan filsafat non-Kristen adalah dengan sadar menghilangkan campur tangan Allah di dalamnya dan berakar pada kemandirian, terlepas dari Allah. Melalui fakta ini jelas bahwa tidak ada tempat yang dapat menjadi penghubung antara filsafat Kristen dan non-Kristen. Oleh karena itu setiap orang Kristen harus dapat menjelaskan kepada orang lain "apa yang saya percaya" dan "mengapa saya mempercayainya", ini dilakukan untuk memberikan argumentasi secara nalar/rasio sebagai pertanggungjawaban iman.

Topik 2

Subjek: Panggilan Berapologetika

Pertanyaan: Karena berapologetika adalah tugas panggilan setiap orang Kristen, apakah usul Anda agar setiap orang Kristen dapat diperlengkapi dan bisa selalu siap sedia dalam mempertanggungjawabkan iman percayanya?

Berikut ini beberapa usulan peserta diskusi:

  1. Hidup dekat dengan Allah
  2. Berdoa, agar Tuhan memberi hikmat dan kebijaksaan dalam berapologetika
  3. Membaca, mengali, merenungkan firman Tuhan dan mengaplikasikannya dalam hidup
  4. Membaca dan belajar buku-buku rohani
  5. Mendengarkan khotbah
  6. Mengikuti bimbingan firman Tuhan dalam gereja melalui PA
  7. Mengikuti kelas-kelas diskusi (contoh, PESTA)
  8. Menguduskan Kristus sebagai Tuhan dalam kehidupan kita
  9. Hidup benar di hadapan Allah
  10. Berdoa meminta pertolongan Roh Kudus
  11. Tidak menolak panggilan pelayanan
  12. Menambah waktu saat teduh
  13. Mencari materi dari media internet

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA