PKB-Referensi 05b
Pelajaran 05 | Pertanyaan 05 | Referensi 05a
Nama Kursus | : | Penulis Kristen yang Bertanggung Jawab |
Nama Pelajaran | : | Teknik Penulisan |
Kode Pelajaran | : | PKB-R05b |
Referensi PKB-R05b diambil dari:
Judul Buku | : | Teknik Penulisan Literatur |
Judul artikel | : | Kaidah dan Pemakaian Bahasa |
Penulis | : | Harianto GP |
Penerbit | : | Agiamedia, Bandung 2000 |
Halaman | : | 179 -- 186 |
REFERENSI PELAJARAN 05b - KAIDAH DAN PEMAKAIAN BAHASA
Sasaran kita adalah bagaimana membuat unsur-unsur tulisan itu menjadi efektif. Kalau unsur-unsur tulisan itu efektif, maka dengan sendirinya tulisan itu menjadi efektif. Hal-hal yang harus diperhatikan mencakup kata yang efektif, kalimat yang efektif, dan alinea yang efektif. Mari kita bahas satu per satu unsur tersebut.
- Kata yang Efektif
- Kata yang digunakan harus mudah dimengerti. Jangan terlalu banyak menggunakan kata-kata asing yang sulit, bahkan tidak bisa dimengerti oleh pembaca.
- Kata yang digunakan harus dinamis, artinya kata yang ditampilkan mempunyai arti yang lebih hidup, lebih bersemangat, dan sesuai dengan kondisi dan situasi pernyataan yang akan disampaikan.
- Setiap kata yang muncul harus demokratis (konsensus umum, bermakna satu, dapat diterima secara umum, atau sudah dibakukan).
- Kalimat yang Efektif
- Secara Bentuk
- Mempunyai gabungan kata secara teratur: S + P + O + K, atau anak kalimat + induk kalimat, atau sebaliknya.
- Kalimat itu harus selesai. Pengertian selesai ini harus diakhiri dengan titik, tanda seru, tanda tanya; bukan koma.
- Bila terdapat dua subjek atau dua predikat, atau lebih dari satu objek, maka kalimat itu disebut kalimat berantakan atau kalimat kacau. Ini harus dihindari.
- Bisa terdiri dari kalimat tunggal, artinya: subjeknya atau predikatnya atau objeknya hanya satu.
- Kalau terdiri dari kalimat majemuk, maka terdiri dari satu induk kalimat dan satu anak kalimat.
- Secara Isi
- Kalimat harus mengandung satu ide atau satu gagasan.
- Agar dapat merangsang minat baca, kalimat itu harus persuasif, tegas, meyakinkan, dan jangan ragu-ragu. Dalam arti luas harus komunikatif.
- Alinea yang Efektif
- Satu penyataan atau satu pikiran, dan kalimat berikutnya merupakan kelanjutan atau kedalaman pikiran sebelumnya.
- Merupakan satu kesinambungan analisis dari alinea sebelumnya.
- Semakin memasuki ke dalam alinea, cara pikirnya semakin menyempit, yang akhirnya mengarah pada titik kesimpulan, atau titik pertanyaan.
- Sekadar Mencoba: Abba Bapa
- Kesimpulan
Kata adalah kumpulan huruf. Kata merupakan unsur terpenting dalam pengeditan. Tanpa ada kata, mustahil terjadi proses pengeditan. Kata yang kita butuhkan di sini adalah yang efektif, bukan kata yang kedodoran atau asal tertata. Ada tiga hal perlu diperhatikan terhadap kata.
Kalimat adalah gabungan kata yang mengandung arti. Untuk mendapatkan kalimat yang efektif, maka perlu diperhatikan syarat kalimat sebagai berikut.
Alinea adalah kumpulan dari kalimat. Alinea yang efektif wajib terdiri dari:
(Kalimat 1):
Abba, kupanggil Engkau ya Bapa nama terindah di dalam hidupku lebih dari segalanya
(Kalimat 2):
Ooh, Abba ku panggil Engkau yang Bapa Kau layakan aku jadi anak-Mu memanggil-Mu Yesus
(Kalimat 3):
Lebih tinggi dari langit begitulah kasih Bapa
(Kalimat 4):
Lebih dalam dari lautan Engkau mengasihiku
(Kalimat 5):
Lebih luas dari bumi tak terjangkau pikiranku
(Kalimat 6):
Semuanya Kau sediakan bagiku Yesus kucinta Kau
Syair lagu berjudul "Abba Bapa" ini sungguh sangat populer di kalangan orang-orang Kristen, bahkan di kebaktian atau persekutuan remaja-pemuda, lagu ini menjadi lagu yang cukup digemari. Menyanyikan lagu tersebut membantu seseorang agar lebih dekat berbakti kepada Allah. Apalagi bila syair itu diulang-ulang dengan suara yang semula keras, perlahan, semakin perlahan, semakin perlahan, dan hanya berupa ucapan dalam hati masing-masing: terhayut dalam pelukan Allah.
Persoalan yang timbul: apakah syair tersebut sudah bisa dikatakan mempunyai kata yang efektif? Kalimat yang efektif? Alinea yang efektif?
Pemilihan Kata-Kata:
Pertama, penulis syair memilih tiga kata yang mendapat tekanan sama, yakni kata "Abba, "Bapa", dan "Yesus". Ketiga kata itu dijadikan satu artinya, menjadi "orang tua", di mana penulis menempatkan dirinya sebagai "anak" dari orang tua itu. Memang bila dilihat sepintas benarlah semuanya itu, tetapi bila diperhatikan makna teologisnya maka pengertian kata itu menjadi kacau. Kata "Abba" (bahasa Aram) memang menekankan arti Bapa (father) dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang mempunyai ikatan diri dengan anak. Dalam Perjanjian Baru muncul tiga kali: Markus 14:36; Roma 8:15; Galatia 4:6. Di mana Bapa tidak saja mempunyai ikatan darah, tetapi mempunyai kegiatan yang menjaga, mendidik, dan melindungi anak-anak-Nya dengan kasih-Nya. Jadi, memang Abba dan Bapa satu tali ikatan yang dalam antara orang tua dengan anaknya. Jadi, kalau mau diderajatkan fungsi dan kedudukannya, "Abba" dan "Bapa" tidak salah. Tetapi, tiba-tiba muncul kata "Yesus", yang sebenarnya sebagai anak dari "Bapa", di mana Yesus mempunyai tugas utama sebagai penebus dosa manusia dan Ia tidak berfungsi sebagai orang tua. Dalam konteks ketiga, kata ini diderajatkan pada tekanan bahwa Yesus adalah Bapa dengan kedudukan penulis adalah anak, dan Yesus adalah orang tua, maka ini kurang tepat. Bagaimana bisa anak (Yesus dari Bapa) menjadi Bapa dari penulis. Ini sulit dimengerti. Karena kalau Yesus berfungsi sebagai Bapa, maka "Abba" dan "Bapa" bisa berfungsi sebagai kakek penulis.
Kedua, pada bagian pertama berbicara mengenai hubungan orang tua dengan anak, lalu dilanjutkan kasih yang dalam dari orang tua kepada anaknya, lalu tiba-tiba muncul kata "Yesus" yang diikuti dengan kalimat "kucinta Kau". Kata "Yesus" kurang tepat, mengingat dari bagian pertama dan selanjutnya tidak disebut-sebut tentang Yesus, dan tiba-tiba pada akhir kalimat muncul "Yesus". Kata "Yesus" ini mengagetkan pembaca, Ia muncul dengan mendadak tanpa ada pengantarnya.
Ketiga, bila diperhatikan bagian kedua, di situ muncul kata "pikiranku" yang tidak terjangkau dengan digandengkan menekankan pada "lebih luas dari bumi". Secara pemakaian kata, "pikiranku" yang tidak terjangkau adalah masih menjadi tanda tanya. Kalau penulis (manusia) berkata dengan "Bapa" yang mempunyai sifat ilahi, maka pikirannya pasti bisa dibaca oleh Bapa. Ingat, meski Bapa berfungsi sebagai orang tua, tetapi Ia adalah Allah yang Mahakuasa dan Mahatahu. Jadi, tidak mungkin pikiran manusia tidak terbaca. Jadi, makna kata itu kurang tepat. Namun, makna itu menjadi benar bila penulis menempatkan Bapa adalah sama-sama manusia. Karena kita tahu bahwa rambut sama hitam, tetapi hati, akal, dan budi setiap manusia berbeda. Setiap manusia tidak bisa membaca apa yang sedang dipikirkan manusia lain. Namun, kalau Bapa dijadikan sama dengan manusia, bukan Allah, maka pengertian seluruh syair ini menjadi berantakan.
KALIMAT YANG EFEKTIF: Pertama, bentuk atau jenis kalimat syair ini adalah jenis surat di mana penulis menyapa "Abba" dan menegaskan posisi penulis kepada Abba. Penulis memosisikan sebagai anak dan mengucapkan rasa cintanya kepada orang tua karena pemeliharaan seorang Abba, sehingga kalimat satu dengan yang berikutnya diulang ("Abba kupanggil Engkau ya Bapa"; "lebih tinggi dari ..." ). Sungguh, ini merupakan isi syair yang cukup akrab dengan Abba-nya.
Kedua, bila kita melihat keutuhan kalimat, maka kalimat-kalimat yang ada dalam syair ini berantakan. Perhatikan, setiap kalimat tidak diakhiri dengan titik, atau tanda seru atau tanda tanya, sehingga ada kesan kalimat-kalimat itu belum selesai. Ini tentu menganggu keefektifan kalimat.
Ketiga, penggunaan ejaan dalam kalimat, misalnya kata "didalam" yang disambung atau "ku" dipisah dengan kata "panggil" atau kata "kau" huruf kecil, tapi ditujukan kepada Allah itu cukup mengganggu keefektifan kalimat.
Keempat, karena tidak menggunakan titik atau koma, maka kita sulit untuk memastikan satu kalimat terdiri dari beberapa kata. Tapi, kita bisa melihat dari pengunaan huruf besar pada awal kalimat, seperti kalimat pertama "Abba", lalu kalimat kedua dari "Ooh", kalimat ketiga dari kata "Lebih", kalimat keempat dari kata "Lebih dalam", kalimat kelima dari kata "Lebih luas", dan kalimat keenam (terakhir) dari kata "Semuanya". Dari keenam kalimat ini, kita bisa melihat ada dua jenis kalimat yang digunakan penulis adalah kalimat tunggal (kalimat satu, dua, tiga, dan empat) dan kalimat majemuk (kalimat lima sampai keenam).
Abba, kupanggil Engkau ya Bapa nama terindah didalam hidupku lebih dari segalanya.
Kalimat tunggal ini memang menggunakan kata-kata yang tepat, tetapi melihat panjangnya kalimat ini membuat kita sedikit mengernyitkan dahi untuk memahaminya. Karena kita diganggu dengan baris kedua yang semestinya bisa menjadi kalimat sendiri.
Kalimat ini terlalu panjang. Hal ini juga terjadi pada kalimat kedua.
Ooh, Abba kupanggil Engkau ya Bapa Kau layakkan aku jadi anak-Mu memanggil-Mu Yesus
Berikutnya kita melihat kalimat majemuk yang ada pada kalimat kelima dan keenam. Kalimat majemuk ini tidak ada masalah. Penulis menggunakan permainan "anak kalimat" yang dilanjutkan dengan "induk kalimat", atau sebaliknya.
Anak kalimat: (karena) lebih luas dari bumi
Induk kalimat: (maka) tak terjangkau pikiranku
Induk kalimat: (maka) semuanya Kau sediakan bagiku
Anak kalimat: (karena) Yesus kucinta Kau
ALINEA YANG EFEKTIF: Syair di atas bila diperhatikan terbagi menjadi dua alinea, tetapi apakah alinea pertama mempunyai satu pikiran, dan alinea selanjutnya mendukung pikiran yang pertama? Jawabnya: benar. Jadi, persoalan alinea kita bisa mengatakan alinea ini cukup efektif. Karena banyak pengertian makna kata yang kurang tepat dan tataan kalimat-kalimat yang kurang lengkap, maka untuk memahami ide alinea satu dengan berikutnya sedikit mengalami gangguan.
Mempelajari unsur-unsur tulisan yang efektif ini tidak mudah, tetapi bukan berarti kita tidak mampu untuk mempelajarinya. Kita perlu sabar, teliti, dan terus berlatih. Namun, bila kita mengabaikan proses tersebut, sungguh kita akan mengalami kesulitan melakukan kegiatan editing dengan baik. Ini adalah langkah dasar. Langkah ini harus sudah mendarah daging: spontan dalam menghadapi berbagai tulisan, baik saat kita hanya sekadar membaca saja.
Syair "Abba Bapa" misalnya, ternyata memang masih mempunyai persoalan editing. Kalau kita tahu itu, kita jadi bisa berhati-hati untuk menyanyikannya. Atau paling tidak, kita bisa menjelaskan kembali kepada orang yang bertanya kepada kita: bagaimana sebenarnya syair lagu tersebut. Memang syair lagu ini masih menimbulkan pro dan kontra, tetapi kalau kita sudah tahu pokok persoalannya, maka kita bisa dengan enak menggunakannya meski kita harus merevisinya sendiri.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA