PIR - Referensi 05a

Nama Kursus : Pembinaan Iman Remaja
Nama Pelajaran : Kurikulum dan Metode Pelayanan Remaja
Kode Pelajaran : PIR-P05

Referensi PIR-R05a diambil dari:

Judul Buku : Batu Loncatan Kurikulum
Penulis : Haro Van Brummelen
Penerbit : Universitas Pelita Harapan Press, Tangerang
Halaman : 15 - 23

REFERENSI PELAJARAN 05a - KURIKULUM DAN METODE PELAYANAN REMAJA

APAKAH KURIKULUM ITU?

Bagaimana Anda memakai kata kurikulum? Saya telah memakai kata itu berpuluh-puluh kali dalam bab ini, tetapi saya belum pernah menjelaskan apa yang saya maksudkan dengan istilah itu. Sebelum membaca bagian ini, rumuskanlah dan tuliskanlah definisi Anda tentang kurikulum. Bahkan lebih baik lagi, jika Anda bekerja dalam kelompok kecil dan buatlah poster yang menggambarkan arti kurikulum bagi Anda. Setelah membaca hal berikut ini, bandingkan definisi Anda dan/atau gambaran Anda dengan empat definisi yang diberikan dalam bagian ini. Kemudian kajilah ulang definisi Anda sendiri agar Anda dapat merasa nyaman.

Pada abad Pertengahan, kurikulum berarti lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu program pembelajaran. Lama kelamaan, artinya bergeser menjadi isi yang harus diajarkan. Pergeseran ini nampaknya disebabkan oleh para pembaharu gereja Protestan yang ingin mendukung pengetahuan orang biasa. Kini, kamus-kamus mendefinisikan kurikulum sebagaimana penggunaannya secara umum: rangkaian mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Sebagian besar orang menganggap bahwa rangkaian mata pelajaran semacam itu memuat garis besar isi yang akan diajarkan.

Akan tetapi, selama 100 tahun terakhir, para pendidik seperti Montessori dan Dewey memperluas definisi ini dengan memasukkan tidak hanya isi mata pelajaran tetapi juga metode mengajar. Dalam kata lain, pertanyaan-pertanyaan 'bagaimana' menjadi bagian dari diskusi kurikulum yang sama banyak dengan diskusi pertanyaan-pertanyaan 'apa'. Sebagian besar pendidik sekarang ini lebih menyukai definisi kurikulum yang lebih luas daripada definisi yang ditemukan dalam kamus. Definisi semacam itu sering mencerminkan keyakinan penulis tentang pendidikan pada umumnya dan tentang perencanaan pembelajaran pada khususnya.

  1. Banyak definisi kurikulum yang saling berbeda. Berikut adalah empat definisi yang umum:
    1. Kurikulum adalah apa yang diajarkan, khususnya mata pelajaran yang berada dalam rangkaian pelajaran di sekolah. Definisi ini paralel dengan definisi dalam kamus. Kurikulum adalah sebuah kotak tempat kita mengambil isi mata pelajaran. Tradisionalis akademis dan sebagian besar masyarakat umum menggunakan atau menerima definisi ini. Tradisionatis akademis merencanakan kurikulum dengan membagi program belajar menjadi mata pelajaran-mata pelajaran. Kemudian mereka membuat daftar isi pelajaran untuk diajarkan sebagai topik dan sub topik. Definisi itu menyiratkan adanya keyakinan bahwa tujuan menyeluruh pendidikan adalah untuk menyalurkan pengetahuan.
    2. Kurikulum adalah satu perangkat rencana pendidikan formal yang teratur dan yang didokumentasikan, bertujuan untuk mencapai sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya. Definisi ini mencakup konsep kurikulum yang bersifat lebih teknis. Kurikulum adalah cetakan biru (blueprint) yang kita pakai untuk membangun dan kemudian menilai sebaik apa kita telah mengikuti rencana tersebut. Pandangan ini beranggapan bahwa perencana kurikulum pertama-tama harus menentukan sasaran atau tujuan. Mereka menggunakan ini untuk mengembangkan serangkaian petunjuk yang tepat untuk mengajar dan belajar. Guru menggunakan dokumen yang dihasilkan, yang berurutan dan terperinci untuk merencanakan kegiatan mengajar dan belajar dari hari ke hari. Mereka kemudian dengan hati-hati mengawasi apakah mereka telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Satu nilai yang lengkap dalam model ini adalah manfaat efisiensi. Dengan definisi ini, satu pertanyaan kurikulum dasar menjadi, "Bagaimana kita dapat mencapai tujuan kita dengan cara yang efisien?" Hasil akhir yang terinci serta cara-caranya ditetapkan. Perencana kurikulum bermaksud untuk sepenuhnya mengontrol semua situsi belajar. Guru-guru dianggap sebagai tenaga teknisi yang dengan hati-hati melaksanakan kegiatan belajar yang dianjurkan.
    3. Kurikulum adalah suatu serangkaian pengalaman belajar terencana, yang berubah-ubah dan dinamis. Kurikulum adalah jalur (jalan) yang mengemukakan petunjuk umum, tetapi guru dan siswa memodifikasi jalur itu selagi mereka menelusurinya dan bahkan mungkin memutuskan untuk menjelajahi bagian samping jalur itu atau kadang-kadang berhenti di tengah jalur mereka. Definisi ini mengungkapkan bahwa guru-guru merencanakan kegiatan belajar mengajar, tetapi kemudian melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan. Bahkan selagi guru-guru mengimplementasikan kegiatan, mereka (ataupun para pebelajar) dapat mengubah kegiatan tersebut karena keadaan yang baru. Orang yang berpegang pada definisi ini, tidak menganggap siswa sebagai obyek yang dimanfaatkan untuk menerapkan kurikulum. Bagi mereka, siswa adalah subyek. Guru sebaiknya mempertimbangkan dengan hati-hati latar belakang dan reaksi para siswa sewaktu menjalankan kurikulum yang mereka harapkan. Kurikulum-kurikulum formal yang diharapkan mungkin menganjurkan topik-topik dan metode-metode, tetapi bukan cetakan biru yang kaku. Setiap situasi belajar yang khusus akan mempengaruhi jalannya pembelajaran. Guru-guru selalu berunding dan kemudian menyesuaikan kurikulum mereka untuk memenuhi kebutuhan siswa mereka.
    4. Kurikulum adalah segala sesuatu yang dialami siswa di sekolah. Definisi ini menganggap kurikulum sebagai tempat bermain di mana guru memberi saran untuk menggunakan peralatan, tetapi di sini siswa juga banyak belajar melalui semua jenis kegiatan yang tidak melibatkan guru. Kurikulum meliputi segala sesuatu yang terjadi di sekolah. Implikasi dari definisi ini adalah bahwa sekolah mempengaruhi siswa-siswinya baik secara formal maupun non-formal. Siswa-siswi dianggap membentuk arti dan pengetahuan pribadi mereka sendiri sebagai hasil pengalaman belajar baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan. Sebagian besar orang yang mendukung definisi ini tidak ingin mendefinisikan isi kurikulum terlalu tepat. Mereka menggambarkan beberapa petunjuk umum dan beberapa keterampilan yang pertu diajarkan. Mereka memberi ruang gerak yang luas kepada guru untuk memutuskan apa yang paling berhasil dalam keadaan tertentu. Beberapa orang bahkan berpendapat bahwa mengembangkan rencana kurikulum yang didokumentasikan akan melemahkan kepercayaan mereka bahwa siswa-siswi harus dilibatkan sepenuhnya dalam membuat perencanaan pengalaman belajar mereka. Orang yang lebih menyukai definisi semacam ini kadang-kadang disebut eksperientalis.

    Perlu dicatat bahwa bagaimana Anda mendefinisikan kurikulum berakar pada pandangan hidup Anda! Tidak semua guru membuat pandangan hidup yang didefinisikan secara jelas dan eksplisit -- atau sebuah definisi khusus untuk kurikulum. Tetapi apa yang diyakini para guru, kemungkinan secara tersirat, mengenai sifat atama para siswa, peran mereka sebagai guru, isi yang bermakna serta strategi belajar yang bermanfaat mempengaruhi cara mereka mendefinisikan dan melaksanakan kurikulum mereka. Bab 2 memberikan garis besar tentang bagaimana pandangan hidup yang berbeda membawa kepada orientasi kurikulum yang khusus.

  2. Tujuan Kurikulum

    Tujuan kurikulum merupakan sasaran umum yang menyediakan kerangka kerja untuk bertindak. Jadi pertanyaan kunci bagi perencana kurikutum di semua tingkat kelas adalah, Apa sasaran kita untuk kurikulum? Sekolah-sekolah Kristen menginginkan agar tujuan mereka mencerminkan pandangan hidup Alkitabiah. Mereka ingin agar pandangan hidup itu jelas dan dapat dicapai, mempengaruhi kurikulum dan perencanaan pengajaran. Mereka menginginkan pandangan hidup tersebut dapat diterima dan digunakan. Untuk menghindari penciptaan pernyataan tujuan yang hanya akan disimpan dan dilupakan, pernyataan itu sebaiknya merupakan hasil kesepakatan dalam komunitas, dan harus selalu jelas di sekolah.

    Sasaran atau tujuan umum bagi kurikulum Kristen telah diartikulasikan dalam berbagai cara. Berikut ini adalah salah satunya:

    1. Untuk menyingkapi dasar, kerangka kerja, dan implikasi dari sebuah visi kehidupan Kristen.
    2. Untuk mempelajari tentang dunia Allah dan bagaimana umat manusia menanggapi mandat Allah untuk mengelola bumi.
    3. Untuk mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, kemampuan-kemampuan, dan bakat-bakat kreatif yang membuat siswa dapat berkontribusi secara positif bagi Kerajaan Allah dan memberikan dampak transformasional terhadap kebudayaan.
    4. Untuk mengenali dan mengkonfrontasi berhala-berhala zaman kita seperti materialisme, hedonisme, tehnikisme, relativisme, dan "isme-isme" lain yang menggantikan iman kita kepada Allah.
    5. Untuk berkomitmen kepada Kristus dan kepada cara hidup Kristiani, mampu dan bersedia melayani Allah serta sesama.

    Langkah 1 - 9

    Adakah sesuatu tujuan yang ingin Anda tambahkan? Adakah yang ingin dihapus? Misalnya, Dewan Pendidikan Pantekosta di Newfoundland pada tahun 1991, ketika masih menjadi bagian system denominasi yang didanai oleh publik, memasukkan "sasaran yang menyebar" seperti berikut:

    Untuk menerapkan prinsip-prinsip Kristiani pada permasalahan kehidupan:

    1. Untuk mengembangkan pemikiran kritis, kreatif, reflektif dan keterampilan membuat keputusan yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat.
    2. Untuk mengenali bahwa keputusan karier adalah bagian integral dari komitmen Kristiani siswa kepada Allah dan pelayanan kepada masyarakat. Apakah tujuan-tujuan ini memenuhi kriteria tujuan efektif? Yaitu, apakah tujuan ini mencerminkan pandangan hidup Alkitabiah; apakah jelas dan dapat dimengerti, dan apakah dapat dicapai? Mengapa ya atau mengapa tidak?

    Perencanaan kurikulum untuk sekolah Kristen perlu didasarkan pada tujuan dan maksud yang jelas dan berhubungan dengan pandangan hidup Alkitabiah. Hal yang menjadi pertanyaan pokok adalah, bagaimana kita mengatasi topik ini dengan berpegang teguh pada Injil? Pembuat desain dan pelaksana juga terus menerus bertanya tentang pengaruh rencana kurikulum dan pelaksanaannya pada guru dan siswa. Mereka tidak lupa akan tujuan keseluruhan, tetapi melaksanakan rencana kurikulum mereka dengan fleksibel. Sekolah-sekolah, guru-guru, dan siswa-siswa merevisi rencana kurikulum secara tetap ketika kebutuhan-kebutuhan khusus menjadi jelas - namun lakukanlah ini sambil tetap mengingat tujuan dasar kurikulum.

  3. Membenarkan Pilihan Kurikulum

    Jika kita tidak membenarkan keputusan dan pilihan kurikulum secara eksplisit, berarti kita membiarkan orang lain membuat keputusan itu untuk kita. Misalnya, kita bisa membiarkan garis besar kurikulum pemerintah atau buku cetak (pelajaran) menentukan apa yang kita ajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Kadang-kadang menggunakan bahan semacam itu sah-sah saja. Pembimbing kurikulum mungkin menetapkan pengetahuan dan keterampilan yang Anda setujui sebagai pengetahuan dan keterampilan yang penting dan diinginkan agar siswa dapat berfungsi dalam masyarakat. Buku cetak pelajaran mungkin sesuai dengan tujuan yang telah Anda tetapkan untuk sebuah mata pelajaran. Anda mungkin tidak setuju dengan isi buku panduan kurikulum tersebut, tetapi, tetap memutuskan untuk mencakup banyak bagian dari buku tersebut dalam kurikulum yang dilaksanakan, karena ujian eksternal berdasarkan kurikulum itu akan mempengaruhi masuk tidaknya siswa Anda ke perguruan tinggi.

    Akan tetapi, menggunakan bahan semacam itu mungkin juga melemahkan keyakinan dan tujuan pendidikan dasar Anda. Kemungkinan terjadinya hal ini akan berkurang bila Anda menggunakan beberapa kriteria yang jelas untuk keputusan kurikulum, yaitu kriteria yang mencerminkan keyakinan Anda mengenai pendidikan. Untuk melakukan hal itu, kriteria Anda sebaiknya dinyatakan dalam hubungannya dengan tujuan kurikulum secara menyeluruh.

    Prinsip-prinsip panduan untuk membenarkan keputusan kurikulum dalam buku ini adalah apakah kurikulum ini dapat lebih memungkinkan siswa untuk menjadi murid Yesus Kristus yang bertanggung jawab dan tanggap. Murid-murid Yesus bukanlah murid yang buta, melainkan orang-orang yang mengikuti prinsip-prinsip guru dan menerapkannya dalam keadaan mereka sendiri. Untuk membenarkan keseluruhan pilihan kurikulum kita, maka kita menanyakan pertanyaan di bawah ini.

    1. Apakah siswa-siswi menjadi kenal dan mengalami pandangan hidup Kristiani serta implikasinya dalam kehidupan bermasyarakat?
    2. Apakah siswa-siswi menyelidiki dan mengandalkan pengalaman-pengalaman mereka dengan dunia sekitar mereka? Apakah mereka mempelajari dan menanggapi apa yang bagi mereka merupakan pengetahuan baru dan penting? Apakah mereka mempelajari bagaimana manusia tetah mengembangkan budaya dan bagaimana mereka telah merawat bumi, secara positif dan negatif?
    3. Apakah siswa-siswi diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka yang beragam? Apakah mereka menciptakan barang-barang, prosedur, dan teori yang menyingkap realitas Allah dan mengembangkan bakat mereka sendiri? Apakah mereka menggunakan pembelajaran mereka untuk ikut berkontribusi dalam kehidupan di dalam maupun di luar sekolah? Apakah kurikulum mendorong mereka menjadi pemimpin-pemimpin yang melayani?
    4. Apakah siswa-siswi menjadi sadar akan arti budaya kita yang menjadi milik bersama dan mengkriitiknya? Apakah siswa-siswi mulai mengerti kecenderungan utama dalam masyarakat dan mengembangkan tanggapan pribadi mereka? Apakah mereka belajar untuk mengenali dan melawan aspek negatif budaya kita?
    5. Apakah mereka menanggapi dan mempunyai kesempatan untuk memilih dan berkomitmen kepada cara hidup Alkitabiah?

    Tidak semua pertanyaan diatas berlaku bagi topik-topik kurikulum. Tetapi, penting untuk memeriksa dan membenarkan keputusan kurikulum. Anda dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan ini atau pertanyaan-pertanyaan lain yang mendasar yang telah Anda kembangkan berdasarkan tujuan menyeluruh kurikulum Anda, dan Anda dapat melakukan hal tersebut apakah Anda sedang bekerja pada tingkat daerah, sekolah, atau tingkat kelas.

    Langkah 1 - 10

    Beberapa tahun lalu dalam salah satu perkuliahan saya, sekelompok kecil guru yang dipimpin oleh Paul Still, mengembangkan serangkaian pertanyaan guna memandu mereka dalam membuat keputusan kurikulum untuk mengembangkan satuan pembelajaran pada kelas-kelas tingkat menengah. Dengan melakukan sedikit perubahan, Anda dapat menggunakannya untuk semua tingkat kelas:

    1. Apakah kurikulum meningkatkan pemahaman yang diperlukan untuk melaksanakan pemuridan yang responsif?
      1. Apakah kurikulum memberikan kontribusi kepada pemahaman akan beberapa aspek pandangan hidup Kristiani, terutama pentingnya shalom Atkitabiah?
      2. Apakah kurikulum membantu siswa untuk memikirkan nilai-nilai yang berdasarkan alkitab dan mendorong mereka untuk membentuk watak dan komitmen berdasarkan nilai-nilai semacam itu?
      3. Apakah kurikulum membantu siswa mengenal warisan budaya Kristen dan budaya Barat kita?
    2. Apakah kurikulum relevan bagi siswa?
      1. Apakah kurikulum menghubungkan dan mengembangkan latar belakang siswa sebelumnya, pengalamannya, dan pengetahuannya?
      2. Apakah kurikulum menangani permasalahan Dunia yang bermakna dan penting, serta mendorong siswa untuk memberi tanggapan secara pribadi?
      3. Apakah kurikulum membantu perkembangan siswa dalam memperhatikan dan menyelidiki hubungan antara disiplin ilmu yang berbeda-beda yang memberikan kontribusi bagi pemahaman permasalahan dan penerapannya?
    3. Apakah kurikulum memenuhi kebutuhan pedagogis siswa?
      1. Apakah kurikulum cukup kreatif untuk menjaga minat siswa?
      2. Apakah kurikulum memberikan tanggapan aktif yang cocok bagi tingkat perkembangan siswa?
      3. Apakah kurikulum mendukung beragam kegiatan belajar yang cocok dengan gaya belajar yang beragam dan perbedaan-perbedaan individual lainnya?
      4. Apakah kurikulum mendorong perkembangan cara-cara mengetahui yang berbeda?

    Pertimbangkanlah topik kurikulum seperti gizi, pemerintahan, atau ukuran. Pilihlah tingkat kelas tertentu yang khusus. Nyatakan apa yang akan Anda lakukan untuk mengajar satuan pembelajaran dengan dasar kriteria terdahulu. Mungkinkah kita mengambil topik apa saja dan mengajarkannya menurut kriteria ini? Mengapa dan mengapa tidak? Berikan beberapa contoh.

  4. Sebuah Contoh Perencanaan Kurikulum

    Seperti apakah satuan pembelajaran kurikulum yang memperhatikan tujuan yang digariskan dalam bab ini? Mari kita lihat pada satuan pembelajaran kemanusiaan di kelas 2 SMP yang dikembangkan oleh Wendy Pattison, Rita Bot, dan Darleen Kifiak, guru-guru dari tiga sekolah Kristen yang berdekatan. Kemanusiaan adalah ilmu yang meliputi hubungan serta tindakan manusia masa lalu dan masa kini. Siswa belajar untuk melihat hubungan antara mereka sendiri dan dunia sekitar dengan cara meneliti dan menguji hubungan mereka dengan Allah, dengan sesama, dengan masa lalu, dengan kebudayaan mereka sendiri dan kebudayaan orang lain, dan juga dengan penciptaan. Isinya meliputi tema-tema dan permasalahan dari pelajaran Alkitab, bahasa Inggris, dan ilmu pengetahuan sosial.

    Satuan pembelajaran yang digambarkan di bawah ini adalah "Pembangunan Kerajaan" (Masyarakat Sekolah-Sekolah Kristen di British Columbia 1996). Ketiga guru itu berkumpul bersama pada musim panas untuk menyatukan gagasan mereka. Kemudian mereka menguji salinan awal untuk memperbaiki satuan pembelajaran tersebut. Mereka membuat definisi tentang pernyataan tematis satuan pembelajaran, itu. Tujuan pembelajaran menjawab pertanyaan-pertanyaan inti sebagai berikut:

    Yesus Kristus meninggalkan mahkota-Nya dalam kemuliaan, merendahkan diri-Nya, dan datang ke bumi untuk memulihkan Kerajaan Allah. Kematian-Nya di kayu salib yang merupakan pengorbanan, menghancurkan kuasa dosa dan membangun Kerajaan yang abadi. Kristus memakai umat-Nya untuk menunjukkan Kerajaan-Nya di bumi.

    Bentuk-bentuk Gereja yang dibuat manusia di muka bumi mencerminkan dan mengubah maksud Allah bagi umat-Nya. Pada waktu yang sama, mengikuti Yesus di bumi sering kali bertentangan dengan ungkapan kebesaran dalam kebudayaan masa kini.

    Satuan pembelajaran ini dimaksudkan untuk membantu siswa:

    1. Memahami pengungkapan sejarah tentang rencana Allah untuk penyelamatan dan penebusan melalui Yesus Kristus.
    2. Memahami bahwa Kerajaan Allah, seperti yang diungkapkan melalui kehidupan Yesus, pelayanan, kematian, dan kebangkitan, bertentangan dengan pola dunia ini, dan membawa kebebasan dari segala penindasan dan membawa penyembuhan dari kehancuran.
    3. Membandingkan Kerajaan Allah dengan kerajaan-kerajaan di dunia ini dengan menguji kedaulatan dan konsistensi Allah dengan jatuh bangunnya peradaban, (misal: Roma, Suku-suku bangsa Jerman, sistem feodal zaman pertengahan).
    4. Menemukan kebenaran dalam cerita-cerita seperti yang diungkapkan dalam perjuangan karakter-karakter mitos antara kuasa kegelapan dan terang.

    Empat pertanyaan inti digunakan untuk memandu perkembangan satuan pembelajaran dan implementasinya. Apa yang membuat suatu kerajaan menjadi besar? Bagaimana orang-orang di Zaman Pertengahan mencoba mendirikan Kerajaan Allah di bumi? Mengapa kerajaan manusia jatuh bangun ? Apa peran Gereja ?

    Satuan pembelajaran ini terdiri dari empat bagian utama:

    1. Awal Kerajaan Allah : Dalam pelajaran Injil Markus, siswa-siswi meneliti arti ungkapan "Kerajaan Allah." Misalnya, siswa memilih satu perumpamaan dan membuat sebuah poster dengan kata-kata mereka sendiri dan gambar-gambar yang menjelaskan apa yang diajarkan tentang Kerajaan Allah. Kemudian mereka mempelajari hubungan Kekaisaran Romawi dan keKristenan, termasuk studi kasus tentang para martir gereja zaman dahulu, gagasan kaisar Agustinus, dan runtuhnya Kekaisaran Romawi.
    2. Kerajaan Bertumbuh - Eropa Awal. Siswa-siswi memikirkan kebudayaan suku bangsa Jerman di Eropa. Mereka juga mempelajari mitos Eropa utara untuk membantu mereka memahami nilai budaya suku-suku bangsa itu dan bagaimana orang Kristen mengartikan mitos tersebut. Mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Mangapa ada cerita yang berbeda tentang penciptaan, kejahatan, dan kehidupan setelah kematian yang datang kepada kita dari berabad-abad lalu? Apa tujuan mitos itu? Kekristenan bukanlah mitos yang lain. Bagaimana kita tahu? Kelas mendiskusikan unsur-unsur legenda Raja Arthur untuk menunjukkan bagaimana unsur-unsur itu dipakai untuk menyajikan kekristenan dalam konteks kafir, dengan diskusi lanjut tentang bagaimana kita menyajikan Injil secara silang budaya pada masa kini.
    3. Kerajaan Allah - Zaman Pertengahan: Selain mengerjakan beberapa proyek mengenai feodalisme, siswa mempelajari balada, termasuk balada tentang Robin Hood dengan menanggapinya secara tertulis terhadap pertanyaan seperti, Mengapa legenda Robin Hood penting pada zaman ketika cerita itu diceritakan? Siapa Robin Hood di zaman sekarang? Siswa juga mempelajari ayat-ayat dari Injil untuk membandingkannya dengan keadilan pada abad pertengahan, kontemporer, dan keadilan Alkitabiah dan penggunaan kekuasaan. Pada akhir cerita, siswa menjawab pertanyaan, Seperti apa sistem keadilan yang sempurna?
    4. Kerajaan-kerajaan dalam Konflik: Siswa menyelidiki agama Islam. Mereka membaca cuplikan dari Qur'an, kemudian mereka meneliti Perang Salib, misalnya, melalui tugas mengarang dan menugasi seorang sarjana Muslim untuk menulis surat kepada saudara sepupunya di Turki tentang Perang Salib.

    Kegiatan akhir sebagai kesimpulan ialah, meminta siswa membandingkan sifat-sifat kerajaan abad pertengahan dengan Kerajaan Kristus. Raja seperti apakah Kristus itu? Seperti apakah Kerajaan-Nya?

    Satuan pembelajaran ini menempatkan konsep Kerajaan Allah di hadapan siswa sementara siswa mempelajari isi berbagai bidang mata petajaran. Satuan pembelajaran ini memasukkan pelajaran sejarah (tanggapan manusia terhadap mandat Allah), sastra (mitos dan balada), drama (sandiwara tentang Charlemagne), seni (pelajaran tentang seniman-seniman abad pertengahan), dan geografi (peta Eropa). Jangkauan luas dari kegiatan belajar, banyak dilakukan bukan hanya dengan sekedar menghafal atau membuat interpretasi sederhana. Satuan pembelajaran ini menghendaki tanggapan dan tindakan: Apa tanggung jawab kita sebagai warga negara Kerajaan Kristus?

    Perkembangan dan penggunaan seluruh program kemanusiaan juga instruktif. Pertama-tama, guru-guru di tiap sekolah bekerja berdasarkan pada program sekolah. Kepala sekolah memberi waktu dua kali seminggu kepada pasangan-pasangan guru untuk membuat rencana bersama. Ketika guru-guru telah mencoba mengadakan beragam pendekatan di dalam kelas, tiga dari mereka melihat manfaat pertemuan bersama selama beberapa minggu pada musim panas untuk menyatukan wawasan dan pengalaman. Mereka menyusun program bersama dengan bantuan ahli kurikulum. Hasil program itu ternyata jauh melebihi ketiga bagian aslinya. Pada saat yang bersamaan, para guru tetap menjaga kepribadian mereka. Contohnya, dalam satuan pembelajaran masyarakat dan kebudayaan, mereka memasukkan satuan-satuan pembelajaran tentang kebudayaan Yudaisme dan kebudayaan Cina, dan guru-guru memilih salah satu dari dua kebudayaan itu. Untuk satuan pembelajaran yang berjudul Taking a Stand (Berpendirian Tetap), satu sekolah menambahkan proyek pelayanan yang ekstensif sebagai bagian integral satuan pembelajaran tersebut.

Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA