Menunggang Tekhnologi: Sebuah Kesaksian

SEBUAH KESAKSIAN PELAYANAN

Kata Yesus, "Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak...apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah". (Mat. 10:27; Luk. 12:3 dan 19:40).

Ada empat (4) pengalaman yang dibagikan dalam Kesaksian ini.

1. Gereja “Hampir” Kehilangan Komitmen

Saya adalah seorang penginjil dengan prospek pendidikan kependetaan. Panggilan pelayanan ini telah saya jalani selama beberapa tahun dalam penggembalaan Jemaat di beberapa tempat. Saya pernah melayani di Gereja Kristus Tuhan, di bawah naungan Sinode GKT (di beberapa Pos PI.); sebagai Penginjil. Beberapa tahun kemudian, bergabung dengan Gereja Kristen Abdiel (GKA), sebagai penginjil dan gembala. Tahun-tahun terakhir pelayanan gerejawi Saya adalah di Gereja Kristen Indonesia, wilayah Jawa Barat. Tugas-tugas pelayanan gerejawi ini memberikan pengalaman yang efektif dan sekaligus hikmat untuk menguji pelayanan-pelayanan gerejawi itu sendiri.

Selama malakukan tugas-tugas gerejawi itu, Saya menemukan: "Pendeta-pendeta yang menggembalakan Jemaat yang mapan secara finansial dan sumber daya manusianya memadai, tidak “sempat” menginjili dan Jemaat yang dilayani juga tidak berani untuk menginjili. Artinya, orientasinya Gereja seperti ini “kebayakan” tidak lagi ‘commited’ untuk Injil, tetapi “commited” untuk kemakmuran diri sehingga cenderung egois.

Apakah ini bertanda bahwa Allah akan menggantikan umat-Nya dengan “batu” supaya Injil tetap diberitakan? Gereja bukan lagi Institusi Ilahi, tetapi Perusahaan Pribadi. Entahlah!

2. Memakai "Jala Besar” dan “Ikan-Ikan” Sekarat

Beberapa tahun setelah selesai dari kurikulum (pelayanan) penggembalaan dan tugas-tugas gerejawi, Saya bergabung dengan organisasi kemanusiaan yang berskala Internasional. Walau pun harus menghilangkan identitas dan aksesoris Kekritenan, Saya merasa lebih leluasa untuk mengabarkan Injil. Komitmen ini Saya ambil dengan tujuan untuk memberitakan Injil secara murni kepada saudara-saudara yang memusuhi Injil dengan cara-cara sosial dan kemanusiaan. Dalam pengalaman tersebut, saya menemukan: Injil secara logika dan perkataan memang ditolak dengan keras; tetapi Injil dengan perbuatan kasih yang nyata itu diterima. Tuhan memang mengasihi dengan perbuatan. Dalam misi ini, Saya sebagai penginjil “undercover” untuk kemanusiaan. Saya telah menginjili dengan sarana-sarana umum berdasarkan kebutuhan dan konteksnya.

Keterlibatan ini menambah referensi baru dalam pengalaman
pelayanan; yakni Injil harus diberitakan dengan berbagai strategi dan kepada semua orang. Kelemahan yang ditemui adalah manipulasi identitas dalam arti yang luas. Mungkin bagi beberapa orang, identitas bukan hal yang harus dipertahankan, tetapi bagi saya identitas adalah kesaksian yang sangat efektif, bahkan untuk sesuatu yang sederhana. Tugas dalam misi sosial ini saya tinggalkan dengan tujuan, memperluas jangkauan pelayanan. Pemikiran saya, sekecil apapun “jala” pelayanan harus bisa menjangkau lebih banyak "ikan". Misi sosial, meskipun dengan “jala” yang sangat besar, tetapi hanya menjangkau “ikan-ikan” yang sudah sekarat dan Saya sendiri benar-benar kehilangan identitas karenanya.

3. Bermimpi Menginjili via Internet

Beberapa tahun yang lalu, era 90-an, saat revolusi Internet dimulai di Indonesia, Saya bertekad untuk memberitakan Injil dengan cara ‘chatting’ dan ‘milis’. Setiap hari saya rajin membaca koran untuk mencari dan mengoleksi e-mail-e-mail pribadi yang dianggap prospektif untuk dihubungi. Selain itu, setiap kali bertemu dengan orang-orang baru, Saya selalu meminta alamat e-mail pribadinya; biasanya mereka senang. Cara ini efektif untuk komunikasi dan juga untuk memulai misi pribadiku.

Bukan hal yang sulit bagi Saya untuk mengirim puluhan e-mail setiap kali ‘browsing’ dan mengirim e-mail yang memuat "Kabar Baik" tentang Yesus Kristus. Metode ini cukup efektif, hanya saja agak dilematis. Kemudahannya adalah, Saya bisa menjangkau banyak orang dalam jangka waktu yang relatif singkat dan dengan biaya yang murah. Sedangkan kesulitannya adalah, dalam hal komunikasi (dialog) langsung. Respon yang diterima juga terfokus pada dua sikap; menolak (‘sumpah-serahpah’ atau ‘kutukan’) atau menerima. Strategi untuk meresponi responden yang menolak adalah dikirimi “kabar yang yang baik”; berupa artikel atau bacaan rohani. Sedangkan yang merespon positif atau memerlukan respon lanjutan akan diberi referensi atau rujukan agar menghubungi Gereja terdekat. Sederhana, bukan?

Kesulitan tekhnisnya adalah: pertama, tidak semua tempat menyediakan layanan Internet. Kedua, tindaklanjutan bagi respoden. Misi ini masih Saya kerjakan. Ini sangat mudah dan murah! Masalah respon, itu Tuhan yang mengerjakannya. Saya hanya hamba yang mau mengembangkan talenta saja.

4. Menunggang Tekhnologi Untuk Injil

Pertengah Juli 2007 silam, Saya bergabung dengan pelayanan ‘Cyber’ Kristen. Ketika bergabung dengan, ada beberapa teman seiman yang sinis, “apakah saya menguasai tekhnologi?” Tentang latar belakang pendidikan Saya? Dan, mengapa mau melayani di dunia maya? Secara mudah saja Saya menjawabnya: "Saya hanya menunggangi tekhnologi dan orang-orang yang menguasainya untuk maksud-maksud kekal". Tekhnologi adalah fasilitas yang dirancang untuk zamannya. Tekhnologi bisa berfungsi negatif atau positif. Tetapi, bagaimanapun juga, perkembangan tekhnologi lebih positif. Selain itu, sejarah (pada abad ke-17, ditemukannya mesin cetak) telah membuktikan, bahwa tekhnologi lebih bermanfaat secara positif; bahkan digunakan untuk pemberitaan Injil. Allah berkenan memakai tekhnologi.

Era Post Modern sekarang ini adalah era “revolusi” untuk tekhnologi. Semua orang, suka atau tidak, harus menggunakan tekhnologi; bahkan mungkin “dikendalikan” oleh tekhnologi? Khusus dalam tekhnologi informasi, belum ada satu undang-undang pun yang mampu secara efektif mengendalikan dan menyensor informasi yang disebarkannya. Sesuai dengan tujuannya, informasi harus disebarluaskan kepada semua orang dan di segala tempat atau keadaan.

Bagaimana dengan Injil? Ya, Injil adalah Kabar Baik dari Allah untuk kemaslahatan seluruh umat manusia. Injil harus diberitakan sebagai informasi yang baik dan bermanfaat untuk keselamatan kekal. Apakah Injil harus diberitakan secara manual saja; dari mulut ke mulut atau mula dengan muka? Semua cara harus dipakai! Termasuk dengan Internet dan tekhnologi-tekhnologi pendukung lainnya lainnya yang akan ditemukan dan dikembangkan! Saya bertekad memberitakan Injil dengan tekhnologi dan mengajak semua orang percaya untuk memanfaatkan tekhnologi bagi Kerajaan Allah.

Java, 25th July 2007

Sola Gratia