Ada Hikmat Pada Binatang?

"Lagi aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan
bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang
kuat, juga roti bukan untuk yang berhikmat, kekayaan bukan untuk
yang cerdas, dan karunia bukan untuk yang cerdik cendekia, karena
waktu dan nasib dialami mereka semua." (Pengk. 9:11).

Pengantar

Suatu waktu di sebuah saluran TV, ditayangkan sebuah kegiatan
sekelompok anak cacat dari sebuah SLB. yang dibawa oleh para gurunya
mengunjungi sebuah Kebun Binatang. Ketika seorang wartawan bertanya
tentang tujuan kegiatan itu kepada salah seorang guru yang ikut
serta di sana, guru tersebut menjawab: "Supaya anak-anak didik kami
belajar mengenai gerak-gerik binatang dan mengenalnya lebih dekat."
Tentu guru-guru itu tidak bermaksud menjadikan anak-anak didik
mereka agar menjadi seperti binatang, bukan? Sebaliknya, dari
pengalaman itu, mereka diajarkan bahwa "seekor binatang pun memiliki
insting yang melebihi kecerdasan manusia dan perlu dipelajari".

Dari Mana Belajar Hikmat?

Menurut Ayub, "konon hikmat ada pada orang yang tua, dan pengertian
pada orang yang lanjut umurnya" (Ay. 12:12). Itu sesuatu yang wajar!
Lagi pula, orang dewasa sudah dianggap banyak makan asam dan garam,
atau banyak pengalaman. Tetapi bisa saja terjadi banyak orang dewasa
yang lebih bodoh dari pada anak-anak muda. Walaupun demikian,
biasanya anak muda "belum matang" atau belum berhikmat.

Belajar dari seseorang adalah sebuah keharusan; bahkan untuk
mendapatkan seorang guru yang memiliki ilmu pengetahuan yang mapan,
tidak tanggung-tanggung, ada Hadistnya; "Tuntutlah ilmu sampai ke
negeri Cina." Bukan karena di Cina banyak orang pintar, tetapi
menunjuk kepada ketidakterbatasan referensi sumber pengetahuan.

Kita tentu mengenal seorang tokoh sejarah kuno yang sangat cerdas
dan penuh dengan hikmat Tuhan, yakni Salomo. Kitab Suci mencatat
bahwa Salomo adalah orang yang luar biasa dan ahli di berbagai
bidang ilmu pada zamannya. Ia pintar dalam ilmu eksakta dan non
- eksakta; termasuk arsitekstur, sastra dan ekonomi. Siapa gurunya?
Yang pasti, Salomo di beri hikmat oleh Allah pada saat tawar
- menawar, minta harta atau yang lainnya dengan Allah. Salomo minta
hikmat. Dengan hikmat semuanya jadi gampang.

Di sisi lain, apakah kita akan menganggapnya ironis, jika seorang
penulis berhimat lainnya, yakni Agur Bin Yake menyarankan supaya
belajar hikmat dari hal-hal sepele? Agur bin Yake menyarankan, bahwa
untuk mendapat hikmat dan pengetahuan, seseorang tidak hanya harus
sekolah dan belajar dari seorang guru, dosen, atau profesor di suatu
sekolah ternama, perguruan yang handal atau universitas terkenal dan
bermerek; sebaliknya, seseorang juga bisa berguru pada binatang!
Rela?

Di Amsal 30:24-28, Agur bin Yake dari Masa, mereferensikan empat
binatang yang bisa dijadikan guru hikmat hari ini. Katanya: "Ada
empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan:
semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di
musim panas, pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat
rumahnya di bukit batu, belalang yang tidak mempunyai raja, namun
semuanya berbaris dengan teratur, cicak yang dapat kautangkap dengan
tangan, tetapi yang juga ada di istana-istana raja."

1. Semut: "Self Anticipation"

"Semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan
makanannya di musim panas". Semut adalah penduduk bumi yang
paling banyak. Binatang ini sangat sepele, lemah, dan kecil.
Tetapi hikmat yang didapat dari pengajaran sang semut yang kecil
itu adalah kekuatan suatu sikap antisipatif atau mengantisipasi
keadaan diri (Anticipative-Self Anticipation). Pernahkah Anda
menemui semut di musim hujan? Ya, mungkin saja jika Anda berada
di tempat yang kering atau di rumah. Tetapi, cobalah buat
penelitian; carilah semut di lapangan pada musim hujan! Anda
tidak akan menemukannya! Mengapa? Karena begitu lemahnya, semut
tidak mungkin bertahan di dalam tempat yang berair; bahkan
setetes air bisa membuatnya fatal. Walaupun semut ini lemah, Agur
menyebutnya bijak, karena semut tahu kapan waktunya untuk
berkerja dan mengumpulkan makanannya untuk persediaan. Bayangkan
saja, jika semut tidak bekerja pada musim panas dan menampung
makanannya untuk persiapan di musim hujan; yang mana di musim
tersebut mereka tidak bisa bekerja! Semutnya akan mati karena
tidak bisa mencari makanan. Jadi, sikap mengantisipasi, ada dalam
perilaku semut! Ingin belajar tentang antisipasi, belajarlah dari
semut. Semut adalah guru yang baik untuk membangun sikap
antisifatif. Apa yang perlu diantisipasi? Masa depan dengan
segala keadaan dan kebutuhannya!

2. Pelanduk: "Self Defens"

"Pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di
bukit batu". Pelanduk binatang kecil, lemah dan mangsa yang empuk
bagi hampir semua jenis hewan karnivora. Tetapi pelanduk
diistimewakan karena ia cekatan dalam mencari tempat
perlindungan. Pelanduk menyadari kelamahannya sekaligus
mengetahui kekuatan sebuah bukit batu yang bisa menjamin
keamanannya untuk berlindung saat dalam bahaya. Tidak ada satu
binatang buas pun yang sanggup merobohkan bukit batu untuk
menangkap mangsanya; termasuk memangsa pelanduk.

Pelanduk mengerti tentang pentingnya suatu perlindungan yang
teguh. Pelanduk mengajarkan strategi pertahanan diri (Self
Defensive). Ingin belajar strategi mempertahankan diri?
Belajarlah pada pelanduk yang lemah itu. Dalam pengertian ini,
Daud, sang pahlawan itu, menganggap bahwa Allah adalah
perlindungannya yang teguh.

3. Belalang: "Self Management"

"Belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris
dengan teratur". Binatang yang ini lebih hebat lagi! Ia
diperbandingkan secara langsung dengan manusia yang harus diatur
oleh raja. Artinya, jika manusia tidak ada yang mengaturnya, maka
akan terjadi kekacauan. Belalang tidak harus diatur! Mereka
adalah mahkluk yang teratur; bisa mengatur dirinya sendiri.

Pernahkah Anda bertemu dengan segerombolan belalang di padang?
Perhatikan saat mereka terbang dalam jumlah ribuan ekor, apakah
ada yang bertubrukan dan jatuh atau gagal terbang? Dipastikan
kasus belalang gagal terbang belum terdeteksi, alasannya,
belalang itu teratur; bahkan pada saat terbang! Jadi, kalau ingin
belajar tentang mengelola diri sendiri (Self Management),
pergilah ke lapangan, temuilah belalang dan belajarlah padanya.

4. Cicak: "Self Actualization"

"Cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada
di istana-istana raja". Binatang ini, untuk jenis-jenis tertentu
tidak berbahaya. Tetapi, mungkin tidak semua orang berani dengan
cicak dan sejenisnya, seperti kadal, bunglon, atau tokek. Cecak
mungkin binatang menjijikan bagi beberapa orang. Binatang ini
lemah, bahkan ditangkap dengan tangan kosong pun; tertangkap!

Anda pasti sering berkunjung ke rumah-rumah mewah; bahkan semewah
istana, bukan? Ujilah perkataan Agur Bin Yake ini, "Di istana
raja juga ada cecak!" Cicak hadir di istana. Cicak itu binatang
yang aktual; mampu menunjukkan keberadaan atau eksistensinya. Di
dalam seekor cicak terdapat suatu kekuatan aktualisasi diri (Self
Actualization). Cicak mampu mengaktualisasikan dirinya dalam
berbagai kondisi dan tempat. Mungkin karena kekuatan ini, Agur
Bin Yake mereferensikan, binatang jelek itu sebagai guru yang
baik untuk belajar tentang aktualisasi diri. Untuk aktualisasi
diri; belajarlah pada seekor cicak!

Lalu Bagaimana?

Hikmat dalam pengertian ini lebih dekat dengan kemampuan bertindak
strategis. Di dalam hikmat, terkandung unsur-unsur seperti yang ada
di dalam semut, pelanduk, belalang dan cicak itu. Semut, bijak dalam
hal antisipasi; pelanduk, bijak dalam hal pertahanan; belalang,
mengatur diri; dan cicak, mampu mengaktualisasikan diri. Seorang
yang bijak harus bertindak antisipatif, depensif, menjadi manejer
yang baik dan mampu mengaktualisasikan diri.

Ada banyak contoh kisah di zaman modern yang terinspirasi oleh
binatang atau sesuatu yang sederhana untuk suatu karya besar,
contohnya, Wright bersaudara, penemu pesawat terbang itu, ketika
merencanakan untuk bisa terbang, mereka mempelajari burung terlebih
dahulu. Konon Helikopter diciptakan menurut disain (design) seekor
capung. Hal-hal kecil bisa menjadi inspirator bagi semua orang yang
mencari hikmat dan pengetahuan.

Di dunia ini memang banyak orang pintar dan cerdas, tetapi Kitab
Suci telah mengklaim bahwa "tidak ada satu pun yang berhikmat; tidak
ada satupun yang berakal budi" setelah Salomo. Jadi, kepada siapa
kita belajar hikmat? Belajarlah pada Tuhan, sumber hikmat itu; dan
Tuhan sesekali menghendaki kita untuk belajar dari hal-hal yang
sederhana untuk suatu tujuan yang besar. Di Perjanjian Lama Allah
memakai Keledai untuk berbicara dan memperingatkan Bileam. Keledai
itu berkata: "Bukankah aku ini keledaimu yang kautunggangi selama
hidupmu sampai sekarang? Pernahkah aku berbuat demikian kepadamu?"
Jawabnya: "Tidak!". (Bil. 22:30). Di Perjanjian Baru, Yesus sendiri
menjadikan burung pipit sebagai contoh bagi manusia; Kata Yesus,
"pandanglah burung-burung di udara...". Jangan meremehkan hal- hal
kecil dan sederhana. Pelajaran tentang hikmat memang seringkali
dimulai dengan sesuatu yang sederhana dan remeh. Menurut Amsal
Salomo, hanya dengan "takut akan Tuhan, kita sudah mulai menjadi
orang berhikmat". Dan Ayub melengkapinya dengan mengatakan: "karena
pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai
pertimbangan dan pengertian."(Ams. 1:7 dan Ay. 12:13).

By God's Grace