MDD - Referensi 04b
Nama Kursus | : | Manusia Dan Dosa |
Nama Pelajaran | : | Manusia dan Pengharapannya |
Kode Pelajaran | : | MDD-R04b |
Referensi MDD-R04b diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Jaminan Iman |
Judul artikel | : | Apa yang Kita Harapkan dari Keselamatan |
Penulis | : | Cornelius Plantinga Jr. |
Penerbit | : | Momentum, Surabaya 2010 |
Halaman | : | 201 - 212 |
Referensi Pelajaran 04b - Apa yang Kita Harapkan dari Keselamatan
Apa yang Kita Harapkan dari Keselamatan?
Sebagian orang tidak berharap banyak dari keselamatan yang mereka terima, dan mereka mendapatkannya. Mereka berharap keselamatan bisa menyembuhkan beberapa kebiasaan buruk mereka dan menolong mereka untuk hidup sedikit lebih baik. Mereka berharap bisa percaya pada pengajaran yang benar tanpa ragu. Mereka berharap Allah menjaga milik mereka sampai saat mereka meninggal dan pergi ke sorga.
Sebagian orang lagi kelihatan terlalu berharap banyak dari keselamatan - atau, terlalu dini. Mereka berharap tidak akan berbuat dosa lagi, kekayaan sorgawi langsung diperoleh, istirahat dari kerja keras, dan sukacita yang tidak berkesudahan. Mereka ingin kemuliaan itu sekarang juga. Apa yang kita harapkan dari keselamatan?
Di situ ada seorang laki-laki, yang lumpuh sejak lahirnya sehingga ia harus diusung. Lalu orang itu menatap mereka dengan harapan akan mendapat sesuatu dari mereka. Tetapi Petrus berkata, "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!" (Kisah Para Rasul 3:2, 5-6)
Charles Dickens menulis sebuah novel mengenai seorang pemuda yang memiliki Harapan yang Besar (Great Expectations). Pemuda ini berharap mendapatkan uang. Tetapi dia pada akhirnya mendapat kebahagiaan.
Di dalam salah satu peristiwa dalam Kitab Kisah Para Rasul, Petrus dan Yohanes menghadapi orang yang seperti itu. Seperti seorang yang sudah lama menjadi pengangkat barang atau pelayan restoran, orang ini sangat ahli menilai orang. Orang ini akan memberi saya satu dolar. Orang ini pasti memberi lebih dari satu dolar. Orang itu tidak akan memberi apa pun.
Orang lumpuh ini "menatap mereka dengan harapan akan mendapat sesuatu dari mereka."
Ya, Anda tentu sudah tahu jawaban Petrus dan Yohanes, suatu ironi yang indah. "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu." Hati orang itu pasti hancur. Dia pasti akan diberi traktat bukannya makanan. Dia sudah pernah mendengar hal seperti itu: "Saya tidak punya uang - tetapi Allah memberkatimu."
Orang ini sebenarnya menerima pemberian yang lebih besar daripada yang dimintanya. Dia mengharapkan uang. Dia mendapatkan mukjizat.
Mukjizat itu masih dibutuhkan. Keselamatan menjanjikan pengampunan dan penerimaan dari Allah. Keselamatan menjanjikan kita status yang baru di hadapan Allah. Tetapi manusia masih saja terus mengharapkan hal-hal seperti uang atau kekuasaan. Manusia masih mengharapkan status duniawi. Pada kenyataannya, beberapa pendeta malah mendorong harapan seperti itu.
Itu suatu kesalahan yang besar. Keselamatan tidak menjanjikan kita kekayaan materi - tidak sekarang. Itu suatu hal yang baik. Sebab, saat seseorang menjadikan kekayaan sebagai pegangan mereka, perhatian mereka tidak lagi kepada Yesus Kristus. Perhatian mereka tidak lagi kepada saudara-saudari yang memerlukan pertolongan.
Menurut cerita zaman dahulu, Paus berdiri bersama dengan Erasmus di luar gerbang Vatikan. Serangkaian panjang kereta dan gerobak melewati mereka, dipenuhi dengan pendapatan tahunan gereja. Sekelompok prajurit bersenjatakan pedang dan panah menjaga rangkaian ini. Sang Paus memandang Erasmus dan berkata dengan nada puas, "Gereja Tuhan tidak lagi akan berkata, 'Emas dan perak tidak ada padaku."
Erasmus menjawab dengan tenang, "Benar. Tetapi Gereja Tuhan juga tidak lagi akan berkata kepada orang lumpuh, 'Berjalanlah."'
Maka kata Yesus sekali lagi, "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yohanes 20:21)
Salah satu penderitaan masyarakat, dilihat dari penjualan obat-obatan terlarang di belahan bumi utara, adalah kekhawatiran. Orang-orang merasa tertekan. Mereka menenangkan diri dengan minuman keras, suntikan obat-obatan, atau pil-pil koplo. Bagi para pecandu tak berpengharapan di lorong-lorong kota yang menjadi medan baku tembak, para profesional yang gelisah di kampus-kampus bisnis pinggiran kota, para remaja yang resah di setiap sekolah di Amerika, tersedia penjual-penjual kedamaian masa kini. Penjual-penjual ini memasarkan kain, valium, dan vodka lemon. Mereka adalah nabi-nabi yang berteriak "Damai, damai!" Namun tidak ada damai.
Apa yang mereka jual adalah pelarian diri. Mereka menjual mimpi:
Betapa manisnya, mendengar aliran air
Dengan mata yang setengah tertutup
Tertidur dengan setengah bermimpi
(Alfred Lord Tennyson, "The Lotos-Eaters"')
Tragedi kecanduan mengatakan kepada kita, nabi palsu menjanjikan penghiburan palsu. Manusia menginginkan kedamaian, memilih pendamai yang salah, dan berakhir dengan melarikan diri dari hidup mereka. Tragedinya tidak hanya berkaitan dengan apa yang dilakukan pecandu terhadap diri mereka dan orang lain; tetapi juga apa yang mereka lewatkan.
"Damai sejahtera bagi kamu! kata Yesus. "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."
Keselamatan menawarkan jalan keluar dari rasa bersalah, kelegaan dari kegelisahan, dan kesatuan dari kepingan-kepingan hidup kita yang hancur. Melalui cara yang indah dan agung, iman Kristen menawarkan kedamaian yang "melampaui akal pikiran."
Tetapi damai dari Yesus bukan obat penenang. Ketika berbicara mengenai damai, Yesus juga berbicara mengenai pengutusan. Kita diingatkan, Bapa mengutus Anak-Nya tidak untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Yesus membawa damai hanya "melalui darah yang tercurah di atas kayu salib."
Murid tidak lebih besar daripada gurunya. Kita juga punya salib yang harus dipikul, pertandingan yang harus diikuti, pertarungan yang harus dimenangkan. Aneh, damai yang diberikan kepada kita adalah damai yang kita bawa di dalam pertempuran. Damai dari Kristus bukan untuk pelarian, tetapi untuk bertahan hidup. Pada akhirnya, untuk mendapat penghiburan sejati.
Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi. (Mazmur 103:15-16)
Perkataan dari Mazmur 103 merupakan salah satu perkataan yang paling diingat dalam Alkitab. Biasanya dibacakan saat penguburan, atas alasan yang kuat. Perkataan ini berkesan bagi setiap manusia yang sedang merenung. Perkataan ini mengatakan bahwa hidup manusia itu singkat.
Perjalanan hidup manusia dimulai saat memakai popok sampai dewasa, ke masa tua di saat seseorang sudah lamban, dan melihat kembali ke belakang - perjalanan hidup ini terlihat begitu singkat saat dilihat di masa akhir. Suatu hari nanti, tubuh yang menjadi bait Allah ini akan mati. Pada akhirnya, Tuhan yang kita cari tiba-tiba datang dan menjamah kita.
"Seperti rumput!" kata pemazmur. Tunas rumput muncul dan tumbuh di tengah-tengah rerumputan muda lain. Suatu hari angin keras melintas, maka tidak ada lagi ia. Atau, "seperti bunga!" Pernah, di tempat ini, di antara pohon-pohon dan lembah, seseorang berkembang - memiliki akar, pertumbuhan, warna, kerumitan, dan keindahan yang unik. Tetapi sekarang tidak ada yang mengingatnya lagi. Tempatnya tidak mengenalnya lagi.
Manusia dilahirkan; mereka bekerja keras dan mati. Generasi demi generasi. Apa arti berlalunya generasi demi generasi? Para penyair dan filsuf telah merenungkan tentang singkatnya hidup manusia, sekarang ada dan besok hilang. Apa artinya? Ke mana semua bunga-bunga itu menghilang?
Ada dua jawaban. Salah satunya ditemukan dalam kata-kata Shakespeare:
Hidup seperti bayang-bayang yang berjalan, artis yang payah
Memainkan gilirannya di panggung
Kemudian tidak terdengar lagi: Ini sebuah kisah dongeng
Diceritakan oleh orang bodoh, penuh dengan bunyi
dan kemarahan
Tidak berarti apa-apa. (Macbeth)
Jawaban kedua berbunyi demikian: "Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput." Dilanjutkan dengan: "Tempatnya tidak mengenalnya lagi. Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia" (Mazmur 103:15-17).
Satu-satunya makna hidup ini adalah makna yang berasal dari kasih setia Tuhan. Inilah kasih yang telah menanam generasi demi generasi, menggarap mereka, dan menjaga mereka. Kasih inilah yang pada suatu hari akan datang, bukan sebagai malaikat maut yang mencabut nyawa kita, tetapi sebagai suami yang setia yang menanam pohonnya di suatu tempat di mana daun-daunnya bisa menjadi "kesembuhan bagi bangsa-bangsa."
Apabila kemuliaan-Ku lewat, maka Aku akan menempatkan engkau dalam lekuk gunung itu dan Aku akan menudungi engkau dengan tangan-Ku, sampai Aku berjalan lewat. Kemudian Aku akan menarik tangan-Ku dan engkau akan melihat belakang-Ku, tetapi wajah-Ku tidak akan kelihatan. (Keluaran 33:22-23)
Musa sama seperti kita. Ada kalanya dia dekat dengan Allah, dipenuhi dengan kemuliaan Allah. Tetapi ada saat di mana kehadiran Allah kurang dirasakannya. Musa pernah bersama dengan Allah di atas gunung. Tetapi dia bergumul melewati beberapa lembah.
Pada suatu hari Musa merasa kering rohaninya. Dia ingin keraguan dan ketidakpastiannya terselesaikan. Dia ingin Allah menampakkan diri. Dia ingin melihat Allah dan ingin melihatNya sekarang. Dia ingin dosis terkuat.
Musa berkata, "Perlihatkanlah kiranya kemuliaan-Mu kepadaku."
Kita bisa mengerti keinginannya. Jonathan Edwards pernah berkata, "Agama sejati berisi sejumlah besar latihan hati." Tetapi apalagi yang bisa membuat hati kita tergerak selain melihat kemuliaan Allah? Perlihatkanlah kepadaku! kata Musa. Biarkan aku mengalami keindahan Allah dan melihat terang-Nya. Perlihatkanlah kepadaku!
Tetapi Allah hanya lewat di hadapan Musa, hal ini mengingatkan kita bahwa Allah bisa dikenal tetapi tidak secara langsung. Allah memang menyatakan diri, tetapi melalui anugerah bukan atas tuntutan kita. Doa Augustinus, ya Allah, "Engkau begitu tersembunyi dan sangat dekat."
Lapar dan haus akan Allah merupakan perasaan alami orang percaya. Tetapi rasa rakus bisa terjadi saat seorang ingin merasakan sorga sekarang ini juga. Penampakan pribadi dart Roh Kudus! Kesukaan sepanjang waktu! Penglihatan, suara-suara, tubuh yang menyiksa jiwa, gilang-gemilang sorga! Kembang api iman!
Perlu diingat bahwa buah Roh bukan hanya kasih dan sukacita, tetapi juga kesabaran dan pengendalian diri. Allah tahu berapa banyak kemuliaan yang kita butuhkan. Allah tidak akan memenuhi cangkir teh kita dengan selang pemadam kebakaran. "Perlihatkanlah kiranya kemuliaan-Mu kepadaku!" kata Musa. Musa hanya melihat "belakang" Allah. Itu sudah cukup. Pada suatu hari, ketika para murid memohon agar bisa melihat Bapa, Yesus Kristus berkata, "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa."
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA