Kualifikasi Seorang Penafsir Firman Tuhan

Sebelum membahas apa saja kualifikasi seorang penafsir firman Allah, ada baiknya memahami terlebih dahulu mekanisme dalam menafsirkan firman Allah yang dikenal dengan istilah Hermeneutika. Apa yang dimaksud dengan Hermeneutika? Kamus Webster memberikan definisi "Hermeneutika" sebagai berikut:

"Ilmu yang mempelajari tentang tafsiran, atau penemuan arti dari kata-kata atau frase penulis dan mengartikannya bagi orang lain; eksegese, secara khusus diaplikasikan pada penafsiran Firman Allah."

Para teolog juga mendefinisikannya demikian,

"Hermeneutika adalah ilmu pengetahuan dan seni tafsiran Alkitab." [Kevin J. Corner and Ken Malmin]

Penjelasan lebih lanjut berbunyi demikian,

"Hermeneutik adalah salah satu bagian dari teologi yang mempelajari teori-teori, prinsip-prinsip dan metode-metode penafsiran Alkitab." [Sutanto]

Hermeneutika dikatakan sebagai ilmu pengetahuan (Science) karena, "berhubungan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem yang teratur. Hal ini dimaksudkan untuk menarik dan mengklasifikasikan prinsip-prinsip yang penting untuk penafsiran yang benar akan firman Allah (Alkitab)." Dengan kata lain,

"sebagai ilmu pengetahuan hermeneutik menggunakan cara-cara ilmiah dalam mencari arti yang sesungguhnya dari Alkitab. Prinsip-prinsip yang dipergunakannya merupakan suatu sistem yang masuk akal, dapat diuji dan dipertahankan." [Susanto]

Pengetahuan tentang penafsiran firman Allah berhubungan dengan mekanisme (cara kerja) hermeneutika. Sedangkan seni "menafsir" berhubungan dengan keahlian penafsirnya. Namun, harus dipahami bahwa sekalipun banyak orang mempelajari ilmu dan seni "menafsirkan Alkitab", tidak ada dua penafsir firman Allah yang benar-benar sama. Oleh karena itu, seandainya ada dua orang mengaplikasikan langkah-langkah dan ilmu "penafsiran" yang sama,besar kemungkinan keduanya bisa menghasilkan kesimpulan berbeda.

Perlu diketahui bahwa ilmu tentang prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan "cara menafsir" semata-mata tidak dapat membuat seseorang menjadi penafsir yang baik. Dalam kehidupan sehari-hari hal ini bisa dibandingkan dengan permainan tenis. Seseorang yang mengetahui prinsip dan peraturan permainan tenis tidak membuatnya menjadi seorang pemain tenis yang baik. Oleh karena itu, ada kualifikasi tertentu yang harus dimiliki setiap orang yang berkeinginan menafsirkan firman Allah. Sebagai pelajar Alkitab (learner of the Word of God) yang ingin melayani Tuhan, dia harus mempersiapkan diri menjadi pelayan yang baik, dan pelayan jemaat Tuhan dalam gereja. Oleh karena itu, jangan sekali-kali menganggap remeh pengetahuan akan cara menafsirkan Alkitab karena jika salah menafsirkannya, semua orang yang menerima ajaran itu akan tersesat dan menuju kebinasaan.

Penafsir Alkitab

Sutanto menambahkan "perlu diingatkan bahwa seorang penafsir yang baik adalah seorang yang sudah memperoleh persiapan yang memadai. Adalah lebih menguntungkan jika yang bersangkutan mendapat pendidikan yang cukup baik, sehingga dia dapat membaca dengan lancar, bahkan dapat menguasai beberapa macam bahasa asing. Dia juga akan lebih mudah mengerti isi Alkitab jikalau sudah memiliki pengetahuan dasar tentang bahasa-bahasa yang dipakai oleh pengarang-pengarang Alkitab." [Sutanto]

Mengetahui bahasa asli Alkitab akan sangat membantu bagi seorang penafsir karena dia bisa melihat apa maksud penulis dan bagaimana penggunaan kata, tata bahasa, sintaks, serta pemakaian dan peranan sintaks sesuai dengan konteksnya. Namun, harus digaris bawahi bahwa bukan berarti seseorang yang tidak mengetahui dan mempelajari bahasa asli Alkitab tidak bisa menafsirkan firman Allah dengan benar dan tepat. Yang membedakan keduanya adalah perbedaan waktu yang dibutuhkan dalam mempersiapkan penafsiran suatu perikop. Penafsir dengan latar belakang bahasa asli Alkitab akan membutuhkan waktu yang lebih singkat dibanding dengan yang tidak memiliki pengetahuan tersebut. Namun, keduanya sama-sama membutuhkan dedikasi dan komitmen serta kesetiaan dalam pembelajaran suatu perikop firman Allah.

Di samping apa yang sudah dipaparkan di atas, hal lain yang tidak kalah penting dalam mempersiapkan seorang penafsir adalah mental dan intelektualnya. Seperti dipaparkan di bagian awal pembahasan ini, penafsiran menuntut pengetahuan dan seni di mana jika keduanya berjalan dengan baik akan terbentuk suatu hal yang indah dan harmonis. Untuk mencapai hal ini seorang penafsir harus memiliki mental dan intelek yang sehat dan dapat berpikir dengan jelas dan teratur.

Namun bagi para pengajar sesat, tidak mempedulikan prinsip-prinsip penafsiran dalam memahami  firman Allah karena mereka menafsirkan sesuka hatinya. Mereka tidak peduli akan keharmonisan firman Allah dan mereka hanya menonjolkan suatu ajaran yang dianggap sesuai dengan ajaran mereka dan mengabaikan yang lain. Para pengajar sesat mengabaikan prinsip-prinsip penafsiran firman Allah dan sekalipun mengetahuinya, mereka akan menerapkannya dengan mata yang buta karena mereka buta secara rohani. Sebagai akibatnya, kebenaran firman Allah dirusak dengan berbagai kesalahan dan kedustaan.

Kualifikasi Penafsir Firman Allah Harus:

Di bawah ini terdapat sederet kualifikasi seorang penafsir firman Allah. Mari perhatikan apa Saudara sudah layak dikategorikan sebagai seorang yang memiliki kualifikasi ini.

1. Lahir Baru

Syarat paling utama bagi seorang penafsir adalah lahir baru. Tanpa pengalaman lahir baru, seseorang tidak layak menyentuh pelayanan kudus "menafsirkan firman Allah". Ini merupakan syarat dasar menjadi umat Tuhan, dan sudah barang tentu setiap yang ingin menafsirkan firman Allah harus mengalami pengalaman kelahiran kembali. Dia telah percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Dia tidak memiliki Tuhan selain Yesus Kristus. Dia berkomitmen dan berdedikasi untuk hidup setia bagi Kristus dan kemuliaanNya. Dia sadar, tanpa Kristus dia akan binasa dan masuk neraka. Kristus telah mengampuni dosa-dosanya dengan menggantikannya mati di kayu salib. Dia percaya bahwa Kristus akan datang kembali untuk membawa umat-Nya ke surga.

Yohanes 3:1-12, "Jawab Yesus: 'Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, dia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh." (ayat 5-6)

2. Memiliki Hati yang Rindu akan Firman Allah

Inilah pekerjaan Roh Kudus dalam diri mereka yang mencintai Tuhan. Jika ingin melihat suatu perubahan mendasar dalam diri seorang percaya, lihatlah aspek kerinduannya untuk mengenal Yesus melalui firman-Nya. Ada suatu rasa haus dan rindu untuk semakin mengenal Kristus. Suatu kebahagian besar dialami ketika mempelajari dan mendalami kebenaran firman, bukan untuk sekadar memiliki pengetahuan dalam berdiskusi atau berargumentasi dengan orang lain tetapi semata-mata karena kerinduannya ingin mengenal Kristus dan ajaran-Nya.

Namun sebaliknya, orang yang tidak percaya pada Yesus, tidak memiliki kerinduan dan keinginan itu. Dia mungkin saja membaca dan mempelajari firman Allah di saat dia tinggal bersama orang lain dengan maksud untuk diperhatikan dan dinilai sebagai orang saleh, tetapi sesungguhnya dia tidak memiliki keinginan itu. Kepura-puraan dan kemunafikan telah menyelimuti hidupnya.

Bagi seseorang yang memiliki panggilan sebagai penafsir atau yang memiliki panggilan menjadi hamba Tuhan, kualifikasi ini sangat mutlak dimiliki. Jika tidak demikian, dia akan menjadi pelayan gereja yang asal-asalan kelak. Dia akan meninggikan diri, hikmat dan pengetahuannya, tetapi merendahkan Kristus dan Alkitab. Dia tidak akan mau tunduk kepada apa yang Alkitab katakan karena dia hanya melihat Alkitab sebagai buku paket dan bukan firman Allah. Jadi, seorang yang ingin menjadi penafsir firman Allah, dia harus memiliki kerinduan untuk mengetahui firman Allah.

Yeremia 15:16, "Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam."

Mazmur 19:8-11, "Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.  Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah."

3. Memiliki Sikap Rendah Hati

Manusia secara alami tidak memiliki sikap rendah hati. Manusia dilahirkan dengan sikap sombong, congkak, dan percaya diri. Manusia memiliki kesukaan dan sifat alami untuk berbuat dosa, dan itu adalah tabiat dan karakter manusia. Jika seseorang berkata bahwa dia seorang yang rendah hati, dia sudah memberitahukan kesombongannya. Orang yang suka menunjuk orang lain sombong, dan menceritakan semua keburukan orang lain, itu menunjukkan bahwa dia adalah lebih sombong dari orang yang diceritakan.

Namun demikian, manusia yang memiliki karakter alami sebagai pendosa dan sombong itu juga dipanggil Tuhan untuk menjadi penafsir firman Allah dengan memberikan keselamatan kepadanya sebagai syarat awal. Untuk menjadi seorang penafsir firman Allah, Tuhan terlebih dahulu memanggilnya menjadi seorang percaya, dan Tuhan baru kemudian memperbaruinya sebagai orang Kristen sejati dan mempersiapkannya menjadi penafsir dengan memberikan panggilan untuk menjadi seorang hamba Tuhan.

Faktor kerendahan hati sangat dibutuhkan dalam penafsiran. Ini dikarenakan setiap penafsir membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian dalam memberi tanggapan dan pemahaman terhadap nats atau perikop firman Allah. Dia tidak semata-mata memberitahu apa pendapatnya, tetapi apa maksud Tuhan dalam nats itu. Oleh karena itu, seorang penafsir membutuhkan hati yang takut kepada Tuhan sehingga tidak sembarangan memberi tafsiran. Dia tidak sembrono memberi arti firman, tetapi harus yakin-seyakinnya bahwa sejauh pengetahuan yang dia mampu pelajari, apa yang disampaikan merupakan pengertian terbaik dalam pemahaman itu.

Jika sikap kerendahan hati tidak dimiliki seorang penafsir, dia akan melakukan berbagai kesalahan dan kesesatan. Dia akan menafsirkan nats firman Allah dengan maksud dan tujuan untuk kemuliaannya dan bukan kemuliaan Tuhan. Seorang penafsir harus selalu sadar bahwa dia adalah seorang yang tidak memiliki hikmat dan pengetahuan dari dirinya sendiri sehingga dia menyadari pentingnya petunjuk dan hikmat dari Tuhan dalam pembelajaran firman Allah. Orang yang sudah merasa pintar dan hebat akan mengabaikan peranan Roh Kudus dalam penafsiran firman Allah, dan mengabaikan persekutuannya dengan Tuhan serta mengabaikan doa dalam pembelajaran Alkitab.

Oleh karena itu, sikap berdoa dalam menafsirkan firman Allah sangat dibutuhkan agar Roh Tuhan menerangi hati dan pemikirannya sehingga bisa menyingkapkan maksud Allah dan bukan pendapatnya semata. Dalam hal ini, seorang penafsir harus memiliki motto yang sama dengan Yohanes Pembaptis, "Dia [Kristus] harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30) Dengan sikap ini, Kristus akan dipermuliakan dalam setiap tafsirannya. John Calvin memberikan tiga syarat utama bagi seorang penafsir firman Allah: Pertama, Kerendahan hati; Kedua, Kerendahan hati dan Ketiga, Kerendahan hati.

Kisah Para Rasul 20:19, "Dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku."

Filipi 2:3, "Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri."

4. Memiliki Sikap Hormat dan Menghargai Firman Allah

Tidak bisa dibayangkan kalau seorang penafsir tidak menghormati Alkitab sebagai firman Allah. Namun, fakta membuktikan bahwa hal seperti ini sering terjadi dalam gereja, Sekolah Tinggi Teologi dan Seminari. Jabatan dalam gereja sebagai pemberita firman semata-mata dilihat sebagai profesi semata sama seperti profesi pekerjaan sekuler.

Gereja-gereja liberal misalnya memandang profesi kependetaan atau pengkhotbah sama seperti profesi ilmu lainnya. Mereka melihat jabatan dalam gereja sama seperti profesi seorang guru atau engineering. Dengan kata lain, bagi mereka siapa saja bisa menjadi seorang pengkhotbah asalkan menempuh pendidikan teologi. Tidak pernah terlintas dalam benak mereka bahwa menjadi seorang pemberita firman adalah panggilan ilahi yang dimiliki seseorang dimana karena panggilan itu, dia meninggalkan profesi sekuler untuk memenuhi panggilan mulia dan kudus dan menjadi pelayan Tuhan.

Kekristenan rusak dan Alkitab diinjak-injak dan direndahkan karena gereja-gereja liberal tidak menghargai Alkitab. Jikalau pembaca pernah membaca buku-buku bagaimana para teolog mengolok-olok dan merendah serta mengkritisi firman Allah, mereka itulah kelompok liberal. Sesuatu yang mereka tidak bisa pahami dalam Alkitab, akan direndahkan dan menuduh Alkitab memiliki kesalahan dan kekeliruan.

Salah satu contoh yang selalu dikritisi para teolog liberal adalah di mana mereka menolak mukjizat Tuhan Yesus Kristus. Mereka berkata bahwa Yesus tidak pernah melakukan mukjizat dan mereka mencoba menjelaskan semua mukjizat yang dikerjakan Kristus dengan logika manusia. Dengan demikian, mereka menolak Alkitab sebagai firman Allah. Mereka hanya mengklaim Alkitab mengandung firman Allah.

Para teolog liberal inilah yang selalu menginjak-injak wibawa dan martabat Alkitab karena mereka bukan orang-orang percaya. Mereka tidak memiliki panggilan untuk menjadi seorang pelayan firman. Orang-orang sedemikian tidak pantas menjadi penafsir karena mereka akan meninggikan akal, pengetahuan dan logikanya tetapi merendahkan firman Allah dan Tuhan.

Mazmur 119:6, "Maka aku tidak akan mendapat malu, apabila aku mengamat-amati segala perintah-Mu."

Roma 1:16, "Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani."

5. Menerima Sepenuhnya Doktrin Inspirasi (Pengilhaman) dan Pemeliharaan Firman Allah

Seperti diutarakan di atas seorang penafsir firman Allah harus menghormati firman Allah. Salah satu modal utama seorang penafsir harus memiliki suatu prasuposisi (praduga awal) bahwa Alkitab adalah firman Allah. Itu berarti dia harus menempatkan firman Allah di atas segala logika dan argumentasi.

Sebelum seseorang menafsirkan Alkitab, dia harus meyakini doktrin inspirasi dan pemeliharaan firman Allah. Dia harus memiliki pengakuan mutlak bahwa Alkitab adalah mutlak firman Allah yang diinspirasikan dan tidak mengandung kesalahan. Alkitab adalah pemberian Allah kepada umatNya. Alkitab itu diilhamkan Allah. Oleh karena itu, seorang penafsir harus menempatkan pendapat, logika dan argumentasinya dibawah firman Allah.

Jikalau ada perikop atau bagian firman Allah yang sulit dimengerti atau tidak bisa dimengerti, jangan sekali-kali mengambil kesimpulan bahwa perikop itu salah atau keliru. Namun justru sebaliknya, dia harus menyadari bahwa ada bagian-bagian firman Allah yang susah dimengerti atau ada bagian tertentu yang mungkin tidak bisa diketahui maksud sesungguhnya selama masih di bumi ini. Namun, bukan berarti itu suatu kesalahan. Di sinilah dituntut seorang penafsir harus merendahkan diri di hadapan Allah.

Firman Tuhan diberikan seluruhnya bermanfaat untuk memperlengkapi tiap-tiap manusia kepunyaan Allah untuk setiap perbuatan baik.

2 Timotius 3:16-17, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik."

2 Petrus 1:21, "Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah."

6. Memiliki Pendekatan Firman Allah dalam Iman yang Benar

Meskipun firman Allah ditulis oleh manusia pilihan Allah, seorang penafsir harus menyadari bahwa Alkitab tidak boleh diasumsikan semata-mata sebagai tulisan manusia. Bagi mereka yang telah menempuh pendidikan teologi dan mendapatkan pengetahuan cara menafsirkan firman Allah, perlu menyadari bahwa di sinilah letak bahaya yang dihadapi seorang penafsir. Sering penafsir dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki, mengabaikan peranan Roh Kudus dalam mengerti firman Allah. Mereka juga mengabaikan iman dalam mengaplikasikan firman Allah. Mereka cenderung beranggapan bahwa dia mengerti perikop tersebut dengan membaca dan menganalisa bahasa asli Alkitab. Mereka tanpa menyadari telah meninggalkan peranan Roh Kudus dalam menggali kebenaran ayat itu. Sebagai akibatnya meskipun dia mampu memaparkan panjang lebar soal ayat dan maksudnya, dia kehilangan kuasa dalam mengaplikasikan maksud firman itu. Jemaat hanya diperlengkapi dengan pengetahuan, tetapi hidup mereka tidak berubah dan bertobat.

Ketika ingin mendalami kebenaran firman Allah, dia harus memiliki iman bahwa apa yang dia pelajari dan akan ajarkan adalah kebenaran yang akan mengubahkan hidup para pendengar yaitu jemaat Kristus.

Ibrani 11:3, 6, "Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat. Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, dia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia."

7. Memiliki Pikiran yang Diperbaharui

Sebagai seorang percaya, dia memiliki pikiran yang diperbarui di mana dia memiliki pembaruan budi dan memiliki pikiran Kristus. Jika sebelum mengenal Kristus dia hidup hanya untuk menyenangkan diri, pikiran dan hawa nafsunya, sekarang segala sesuatu berubah, pikiran, motif, keinginan, perspektif, cara pandang dan pikir berubah. Dia selalu berpikir bagaimana memuliakan Allah melalui pikiran, tindakan, dan hidupnya. Tiada yang lebih menyenangkan dalam hidupnya selain melakukan apa yang dikehendaki Allah. Itulah bukti bahwa dia seorang percaya dalam Kristus.

Roma 12:1-2, "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."

1 Korintus 2:14-16, "Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan dia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi dia sendiri tidak dinilai oleh orang lain. Sebab: 'Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga dia dapat menasihati Dia?' Tetapi kami memiliki pikiran Kristus."

Filipi 2:2-3, "Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri."

8. Bergantung pada Penerangan dan Pengurapan Roh Kudus

Alkitab memang bisa dibaca oleh siapapun juga. Setiap pembaca pasti memiliki pemikiran dan pengertiannya sendiri ketika membacanya. Dia mencoba menganalisa maksud dari apa yang dibaca, dan mencoba menerapkan dalam hidupnya. Begitulah orang awam mempelajari firman Allah. Namun, ketika seseorang menjadi penafsir atau seorang hamba Tuhan yang setiap hari memberitakan kebenaran firman, tidaklah semudah seperti seorang awam membaca dan menafsirkannya. Sebagai seorang hamba Tuhan yang mempelajari pola atau cara penafsiran, ada tantangan dan godaan yang harus dihindari yaitu keangkuhan dan percaya diri. Inilah dosa besar para penafsir firman Allah.

Dengan pengetahuan pola penafsiran, ada kecenderungan seorang penafsir menonjolkan diri dan kehebatannya di muka umum meskipun tidak mengatakan secara verbal, tetapi dari cara bicara, berargumentasi dan memberi penilaian terhadap orang dan pendapat orang lain, tidak bisa dipungkiri, seorang penafsir sering menyombongkan diri. Dia merasa lebih pintar dan hebat serta pendapatnya menjadi yang paling benar. Tiada yang salah ketika seorang penafsir memiliki keyakinan kokoh atas apa yang diyakini sebagai kebenaran, itu bagus tetapi berhati-hatilah jangan sampai menonjolkan kehebatan diri sendiri.

Bahaya lain yang dihadapi seorang penafsir adalah dengan bersandar pada kemampuan dan intelektual pribadi dalam memahami firman Allah. Dia mengaplikasikan pola-pola penafsiran menurut intelektualnya, dengan cara sedemikian dia menganggap akan mengetahui maksud dan arti firman. Dia melupakan peranan Roh Kudus dalam menafsirkan firman Allah. Dia hanya bersandar pada diri sendiri dan bukan pada Roh Kudus untuk mendapatkan penerangan dalam mengerti firman Allah. Dia melupakan peranan Roh Kudus dalam menafsirkan firman. Dia lupa bahwa ketika ingin berkhotbah dan mengajar, dia harus menyampaikan apa maksud Allah yang disampaikan melalui penulis kitab atau surat itu, dan hanya Roh Kudus yang bisa menyingkapkan hal itu. Jika tidak demikian, maka dia hanya menyampaikan pendapat menurut intelektualnya sendiri.

1 Korintus 2:7-16, "Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita. Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia. Tetapi seperti ada tertulis: 'Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.' Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.  Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah. Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita. Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan dia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi dia sendiri tidak dinilai oleh orang lain. Sebab: 'Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga dia dapat menasihati Dia?' Tetapi kami memiliki pikiran Kristus."

9. Memiliki Semangat dan Sikap Suka Berdoa

Bagi seorang penafsir firman Allah, doa harus menjadi kesukaan dan karakteristik hidupnya. Doa harus memiliki tempat tertinggi dalam segala sesuatu, jika tidak demikian dia adalah seorang yang tidak pantas menjadi seorang penafsir firman Allah. Suka berdoa adalah sebagai dia seorang yang dipimpin Roh Kudus.

Kehidupan doa seorang penafsir firman Allah akan tercermin dalam pelayanan dan pemberitaan firman Allah yang disampaikan kepada jemaat. Tuhan akan memberkati pelayanan seorang penafsir yang didasarkan atas doa dan menjadikan doa sebagai senjata dalam segala dalam pelayanan.

Seorang penafsir yang tidak suka berdoa, tidak akan mendapatkan berkat dari Tuhan dan sikap seperti itu membuktikan dia tidak pantas sebagai pelayan Tuhan. Seharusnya sebagai hamba Tuhan, dia harus mempertunjukkan suatu sikap rohani yang lebih unggul dari jemaat.

Para rasul di masa permulaan gereja melihat pentingnya doa dalam pelayanan firman dan tanpa doa mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak rela menggantikan waktu berdoa dengan hal-hal lain sekalipun itu pelayanan. Itulah sebabnya gereja mula-mula melakukan pemilihan pelayan yang membantu mereka dalam melakukan tugas-tugas pelayanan meja. Banyak teolog menafsirkan kejadian itu sebagai pemilihan diaken pertama dalam gereja (Kisah 6:1-6).

Alkitab mencatat bahwa umat percaya diperintahkan untuk berdoa, -tetaplah berdoa -- dan tidak ditemukan suatu kalimat dalam Alkitab yang memerintahkan -- tetaplah berkhotbah -- karena khotbah tanpa doa tidak akan pernah menghasilkan apapun.

Kisah Para Rasul 6:4, "Dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman."

1 Tesalonika 5:17, "Tetaplah berdoa."

10. Suka Merenungkan Firman Allah

Aspek merenungkan firman Allah merupakan hal penting dalam kehidupan seorang penafsir. Di sinilah letak pertumbuhan kerohanian seorang penafsir dimana dia mendekatkan diri kepada Tuhan dan menyatakan bahwa dia tidak bisa hidup tanpa bersekutu dengan Allah. Merenungkan firman Allah merupakan momen penting bagi seorang penafsir karena memberikan waktu khusus dalam berdoa dan bersekutu dengan Allah.

Namun, di sinilah letak kegagalan banyak penafsir dan hamba Tuhan. Kelihatannya memang mereka sibuk dalam pelayanan dan rohani, tetapi ada begitu banyak hamba Tuhan tidak memiliki waktu khusus untuk merenungkan firman Allah. Mereka sibuk mempersiapkan khotbah, sibuk memikirkan apa yang baik untuk jemaatnya, tetapi tidak memiliki waktu khusus dengan Allah. Dia sibuk mengajari orang lain, dan menyampaikan apa yang menurutnya baik dan penting bagi jemaat, tetapi dia sendiri gagal bersekutu dengan Tuhan.

Merenungkan firman Allah atau sering dikenal sebagai saat teduh harus dilakukan oleh setiap umat percaya, tidak terkecuali seorang penafsir atau hamba Tuhan. Mempersiapkan khotbah bukanlah saat khusus bersama Tuhan walaupun dia harus bersandar pada penerangan Roh Kudus dalam persiapan itu. Namun, merenungkan firman Allah secara pribadi tidak bisa digantikan dengan apapun, meskipun melakukan kebaktian atau renungan keluarga setiap harinya. Merenungkan firman Allah secara pribadi adalah momen penting antara seorang penafsir dengan Allahnya dimana dia menyelidiki hatinya di hadapan Tuhan.

Mazmur 1:2, "Tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam."

Mazmur 119:48, 78, 148, "Aku menaikkan tanganku kepada perintah-perintah-Mu yang kucintai, dan aku hendak merenungkan ketetapan-ketetapan-Mu. Biarlah orang-orang yang kurang ajar mendapat malu, karena mereka berlaku bengkok terhadap aku tanpa alasan; tetapi aku akan merenungkan titah-titah-Mu. Aku bangun mendahului waktu jaga malam untuk merenungkan janji-Mu."

Yosua 1:8, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."

11. Jujur dalam Pemikiran

Sebagai seorang penafsir firman Allah, kejujuran dalam pikiran sangat penting. Dia harus jujur dalam memberi pendapat dan pemikiran dan tidak munafik. Dia tidak boleh berpura-pura sebagai orang saleh, tetapi sesungguhnya kehidupan pribadinya berantakan dan rusak. Seharusnya apa yang dilihat orang lain, itulah gambaran hidup sesungguhnya. Dia tidak memiliki kehidupan rahasia.

Dalam menyatakan kebenaran firman Allah, dia harus menyampaikan apa yang dia yakini, dan bukan apa yang diyakini orang lain yang disampaikan seakan-akan keyakinan pribadi. Dia harus berani berkata salah jika itu benar-benar salah, dan berkata benar, jika itu sungguh-sungguh benar. Dia harus memiliki pendirian kokok dan tidak terombang-ambing.

2 Korintus 4:2, "Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah."

Efesus 4:14, "Sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan."

12. Mengakui Kesatuan Roh dan Firman Allah

Seorang penafsir harus mengakui bahwa Roh Allah tidak pernah mengabaikan firman Allah. Ketika Allah berbicara di masa sekarang, Dia berbicara melalui firman-Nya. Melalui firman Allah umat percaya mengetahui apa rencana dan keinginan Allah, dan Roh Kudus menerangi hati dan pemikiran mereka untuk melangkah dan menaati firman Allah.

1 Yohanes 5:7-8, "Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi: Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu."

13. Mengakui Kesatuan dan Keselarasan Firman Allah yang Progresif – Alkitab Adalah Satu Kesatuan

Kesatuan proses pemberian firman Allah progresif: Walaupun buku-buku dalam Alkitab dicatat oleh orang yang berbeda-beda dan dalam masa yang berbeda pula, Allah menyatakan kebenaran dan rencana penyelamatan manusia semakin jelas. Dengan kata lain doktrin-doktrin dalam kitab-kitab terdahulu ditulis saling berhubungan dengan doktrin-doktrin yang ditulis dalam kitab-kitab berikutnya. Bahkan rencana Allah dinyatakan semakin jelas dalam kitab-kitab yang ditulis dalam Perjanjian Baru dibanding dengan kitab-kitab Perjanjian Lama.

Namun demikian, bukan berarti kitab-kitab Perjanjian Baru lebih penting daripada kitab-kitab Perjanjian Lama, tetapi kedua Perjanjian ini satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Ketika mempelajari kitab-kitab Perjanjian Baru, kitab-kitab Perjanjian Lama akan memberi penerangan dan latar belakang penting dalam menyingkapkan maksud yang dipelajari. Karena kedua perjanjian adalah satu kesatuan, Allah di Perjanjian Lama sama dengan Allah di Perjanjian Baru. Allah hanya memberikan satu jalan keselamatan di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yaitu melalui Yesus Kristus (Yohanes 14:6).

14. Mengerti Hubungan Antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Bagi seorang penafsir firman Allah, tidak ada yang lebih penting dari mengerti hubungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jika mengabaikan salah satunya, dia tidak akan mendapatkan maksud penulis karena Allah menyatakan firman-Nya secara progresif. Pengajaran di Perjanjian Baru memiliki pondasi dan latar belakangnya di Perjanjian Lama.

Yeremia 31:31-34, "Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN. Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka."

15. Rajin Menggunakan Materi yang Ada dalam Mengerti Firman Allah

Apa yang dimaksud dengan rajin menggunakan materi atau bahan-bahan yang ada dalam mengerti firman Allah? Ada dua jawaban ekstrem tentang pertanyaan ini.

Yang pertama, ada kelompok orang Kristen yang berpandangan bahwa jika ingin mengerti firman Allah, mereka cukup mengkhususkan waktu untuk berdoa dan merenungkan firman Allah. Roh Kuduslah yang akan menjadi pengajar dan penuntun serta pemberi pengertian nats firman Allah yang sedang dipelajari. Biasanya kelompok Kristen yang memercayai pola seperti ini akan memercayai bahwa seorang hamba Tuhan tidak perlu belajar di sekolah tinggi teologi. Mereka memercayai Roh Kuduslah yang akan menjadi guru mereka dalam menerangkan dan menjelaskan firman Allah dalam setiap persiapan khotbah dan pengajaran. Bagi mereka, belajar di sekolah tinggi teologi berarti tidak bersandar pada Roh Kudus, tetapi bersandar pada pengajaran manusia yang mengajar di sekolah tinggi teologi. Kelompok ini juga tidak menyarankan para pelayannya untuk membaca buku-buku tulisan lain atau buku-buku tafsiran para teolog, karena dianggap sebagai penyimpangan. Mereka menekankan cukup membaca Alkitab dan berdoa dalam setiap pembelajaran firman Allah.

Kedengarannya cara ini sangat rohani, tetapi sesungguhnya tidaklah demikian. Kita harus mengerti bahwa Alkitab yang dimiliki gereja saat ini tidak ditulis dalam bahasa kita sendiri tetapi dalam bahasa Ibrani, Aramik dan Yunani. Untuk mengetahui arti dan isi berita yang disampaikan penulis, dituntut untuk mengerti bahasa asli Alkitab. Tuhan tidak akan memberitahukan dan membisikkan kepada hamba Tuhan maksud suatu ayat Alkitab yang ditulis dalam bahasa Ibrani hanya karena dia mengkhususkan waktu dan doa membaca Alkitab. Dibutuhkan seseorang yang mengerti bahasa Ibrani untuk bisa memberikan terjemahan dan arti ayat itu. Oleh karena itu, Tuhan telah memberikan karunia khusus kepada para teolog tertentu untuk bisa menerjemahkan bahasa asli Alkitab. Sebagai hasilnya Alkitab bahasa aslinya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti yang dimiliki umat Kristen di seluruh dunia.

Meskipun terjemahan Alkitab sudah di tangan banyak orang Kristen, tidak berarti setiap orang yang memiliki Alkitab mengerti secara sistematis dan kronologis maksud dari firman Allah. Tuhan memberikan orang-orang dewasa dalam iman dan berhikmat, para teolog untuk menuliskan buku-buku teologi dan tafsiran agar mempermudah orang-orang awam mengerti firman Allah. Meskipun pendapat-pendapat para penafsir tidak semuanya benar, tetapi mereka sudah berusaha menuliskan dan menyampaikan apa yang dirasa baik. Tugas para hamba-hamba Tuhanlah untuk mempelajari dan menyelidikinya dengan hikmat dari Tuhan untuk menyaring apa yang baik.

Sangat disayangkan orang-orang yang mengatakan cukup membaca Alkitab dan berdoa saja, tidak konsisten dalam pendiriannya, karena mereka juga membeli buku-buku panduan sebagai penolong dan penuntun ketika mereka mempelajari Alkitab, tetapi di muka umum mereka berlagak sebagai orang yang tidak membutuhkan buku-buku itu.

Yang kedua, ada kelompok Kristen yang merupakan kebalikan dari kelompok pertama. Mereka mengagungkan para sarjana teologi dan teolog. Mereka menempatkan keseluruhan kepercayaan mereka pada pendapat orang-orang yang berkecimpung dalam seminari-seminar. Mereka menerima sepenuhnya apa yang disampaikan para teolog sebagai kebenaran. Sebagai akibatnya mereka mengabaikan apa yang disampaikan Alkitab dan lebih memercayai pendapat sarjana teologi dibanding dengan apa yang dikatakan Alkitab.

Kelompok ini adalah kelompok liberal. Mereka tidak memercayai Alkitab sebagai kebenaran mutlak dan mempertanyakan seluruh isi Alkitab. Meskipun mereka menyatakan diri sebagai orang Kristen, dan beribadah di gereja, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh percaya apa yang diajarkan Alkitab. Mereka tidak menerima Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan karena memercayai bahwa Yesus adalah salah satu jalan dan masih banyak jalan lain yaitu melalui tuhan-tuhan yang disembah agama-agama lain.

Kedua kelompok ekstrem ini harus menjadi perhatian khusus seorang penafsir agar tidak terperosok ke dalamnya. Alkitab adalah Kitab Suci yang harus direnungkan dan dipelajari oleh setiap penafsir, dan dia bisa memakai buku-buku penuntun untuk menolongnya lebih mudah mengerti firman Allah, tetapi harus berhikmat dalam menggunakan dan membaca buku-buku yang ada karena sangat banyak buku-buku yang menyesatkan yang sama sekali bertentangan dengan apa yang dikatakan Alkitab.

1 Timotius 4:13, "Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar."

2 Timotius 2:15, "Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu.-

16. Memiliki Pemikiran Sehat dan Jernih

Ini adalah hal yang sulit. Di sini, seorang penafsir dituntut menilai dirinya sendiri. Permasalahannya adalah orang gila sekalipun tidak akan merasa dia gila. Oleh karena dituntut partisipasi orang lain dalam menyikapi poin, bisa saja anggota keluarga dan gereja.

Untuk mengetahui seseorang memiliki pemikiran yang sehat dan jernih, dibutuhkan penilaian para hamba-hamba Tuhan dan biasanya hal itu bisa diketahui ketika penafsir tersebut memberikan pendapat dan argumentasi. Hal inilah yang menjadi isu penting sehingga tidak jarang sekolah-sekolah teologi menerapkan berbagai persyaratan agar tidak ada orang yang merasa sehat, merasa memiliki pemikiran sehat dan jernih masuk di Sekolah Tinggi Teologi, tetapi pada kenyataannya mereka bukanlah orang sehat.

Aspek lain yang tidak kalah penting adalah sehat secara emosi dan bijaksana. Sekali lagi ini adalah hal sulit dideteksi terkecuali mengikuti tes kesehatan atau terjun langsung menghadapi situasi tertentu, baru kemudian bisa diketahui tingkat kesehatan emosi dan kebijaksanaannya.

2 Timotius 1:7, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban."

Hal-hal lain yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

  • Dia memiliki keseimbangan pikiran yang baik, tidak berkhayal terlalu tinggi, tidak tergesa-gesa dalam mengadili dan tidak berkeinginan bodoh.
  • Dia cepat dan bersih dalam pikiran.
  • Dia cerdas dalam intelektual.
  • Dia memiliki kemampuan memberikan alasan dengan adil dan benar.
  • Dia mampu berkomunikasi dengan jelas.

Keseluruhan kualifikasi ini akan menolong seorang penafsir menguji dirinya apa dia sungguh-sungguh layak di hadapan Allah sebagai pelayan Tuhan.

Diambil dari:
Nama situs : covenantpremillennialism.com
Alamat artikel : http://covenantpremillennialism.com/kwalifikasi-seorang-penafsir-firman-tuhan/
Judul asli artikel : Kualifikasi Seorang Penafsir Firman Tuhan
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA