Pelajaran 01 | Pertanyaan 01 | Referensi 01b
Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggung Jawab dalam Hal Doa dan Membaca Alkitab |
Kode Pelajaran | : | OKB-R01a |
Referensi OKB-R01a diambil dari:
Judul Buku | : | TERLALU SIBUK? JUSTRU HARUS BERDOA |
Judul Asli | : | Pasang Surut Hidup Berdoa |
Penulis | : | Bill Hybels |
Penerbit | : | Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta, 1998 |
Beberapa bulan yang lalu saya berbicara dengan beberapa orang Kristen yang merasa malu. Mereka pernah terbiasa hidup berdoa, kata mereka. Tapi keadaan berubah. Mereka tidak berdoa lagi seperti dulu sehingga mereka merasa malu. Ada yang menggambarkannya begini:
"Waktu saya baru percaya, angan-angan berbicara dengan Allah alam semesta dan Allah mendengarkan saya mempedulikan saya, menanggapi kepentingan saya angan-angan itu membanjiri pikiran saya sehingga hampir saya tidak dapat memahaminya."
"Begitu saya tahu bahwa saya dapat melakukannya, saya mulai berdoa sepanjang hari. Saya berdoa waktu bangun. Saya berdoa di meja waktu sarapan pagi. Saya berdoa dalam perjalanan ke tempat kerja. Saya berdoa di meja saya di kantor, dengan teman-teman melalui telepon, waktu makan siang, dengan keluarga waktu makan malam, dengan anak- anak waktu mereka hendak tidur malam. Saya berdoa dengan kelompok kecil. Saya sangat senang waktu berdoa di gereja.
"Saya berdoa sepanjang waktu, dan itu membuat saya bersukacita. Allah menjawab doa-doa saya. Hidup saya berubah. Hidup orang lain berubah. Sungguh menyenangkan."
"Apa yang terjadi?" tanya saya.
"Saya tidak tahu," jawab orang itu. "Terus terang, saya tidak tahu. Rasanya hidup berdoa saya surut." Kemudian dia berkata dengan sangat sedih, "Saya jarang sekali berdoa sekarang."
Musim Tanpa Doa
Saya tahu masalah mereka. "Hampir setiap pengikut Yesus Kristus pada suatu waktu mengalami persis seperti apa yang Anda gambarkan," kata saya. "Saya tahu saya juga pernah begitu."
Waktu saya menoleh ke riwayat hidup rohani saya, saya menemukan musim tertentu di mana saya sering berdoa dengan penuh semangat. Saya dipenuhi sukacita dan harapan akan berkat Allah. Tanda ajaib terjadi dalam hidup saya, dalam hidup orang yang saya doakan dan dalam gereja saya.
Kemudian, tanpa sebab yang jelas, hidup berdoa saya mulai surut sampai saya hampir berhenti berdoa. Ya, saya masih berdoa pada waktu makan dan pada kegiatan-kegiatan di gereja tapi tidak lebih dari itu. Doa nampaknya hambar, membosankan dan tanpa arti. Musim tanpa doa itu bisa berlangsung berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Lalu tiba-tiba kuat kuasa Allah melimpah lagi dalam hidup saya, seperti sebelumnya. Sekali lagi saya merasa senang datang ke hadirat Allah. Sekali lagi saya sering berdoa dan berhasil. Sampai kepudaran kambuh lagi, seperti selalu terjadi.
Apa yang menyebabkan pasang-surut dalam hidup berdoa kita? Mengapa kita kehilangan minat dalam berdoa? Mengapa kita berhenti berdoa?
Satu penyebab kita berhenti berdoa atau membiarkan hidup berdoa kita pudar, ialah bahwa kita terlalu senang - puas dengan keadaan. Itu sifat dasar manusiawi.
Bila badai mengamuk, topan menderu dan gelombang menimpa geladak, setiap orang di atas kapal berdoa seperti orang gila. Bila telepon yang menyeramkan datang di tengah malam, bila dokter berkata bahwa yang dirawat tidak begitu memberi harapan, atau waktu suami/istri kita berkata bahwa ada orang lain yang sangat menarik, doa adalah sifat dasar kedua. Dalam situasi yang sukar seperti itu, hampir setiap orang berdoa - sungguh-sungguh, berulang-ulang, penuh harapan, bahkan mati- matian.
Kemudian badai berlalu, laut tenang, angin reda dan Allah sekali lagi membuktikan diriNya setia. Sebagian besar motivasi kita untuk berdoa turun, dan mulai lagi doa yang sangat memudar.
Melupakan Allah
Dapat dipahami, hal ini mempengaruhi hati Allah. Ia sedih bila anak- anak-Nya bertindak seperti mahasiswa, yang menghubungi orang tua hanya kalau uang mereka mulai kurang.
Ada tema sedih dalam Perjanjian Lama. Allah memberkati anak-anak-Nya, tapi mereka melupakan-Nya. Ia memberkati mereka lagi, dan mereka melupakan-Nya lagi. Mereka mengalami kesukaran besar dan mohon pertolongan, dan Allah datang dan menyelamatkan mereka. Tapi mereka lagi-lagi melupakan-Nya.
Bacalah, misalnya, litani yang sedih dalam Mzm 78. Walau Allah memberikan hukum kepada Israel, dibelah-Nya laut supaya mereka bisa menyeberang, memimpin mereka melalui padang gurun, memberikan mereka makanan dan air dengan cara ajaib, dan memukul mundur musuh mereka, "Berulang kali mereka mencobai Allah; ... Mereka tidak ingat kepada kekuasaan-Nya,..." (ay 41-42). Atau dalam Mzm 106:6-13
Nenek moyang kami di Mesir tidak mengerti perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib, tidak ingat besarnya kasih setia-Mu, tetapi mereka memberontak terhadap Yang Mahatinggi di tepi Laut Teberau. Namun diselamatkan-Nya mereka oleh karena nama-Nya, untuk memperkenalkan keperkasaan-Nya. Dihardik-Nya Laut Teberau, sehingga kering, dibawa-Nya mereka berjalan melalui samudra raya seperti melalui padang gurun. Demikian diselamatkan-Nya mereka dari tangan pembenci, ditebus-Nya mereka dari tangan musuh; air menutupi para lawan mereka, seorang pun dari mereka tiada tinggal. Ketika itu percayalah mereka kepada segala firman-Nya, mereka menyanyikan puji-pujian kepada-Nya. Tetapi segera mereka melupakan perbuatan-perbuatan-Nya, dan tidak menantikan nasihat-Nya. Dengan sedih, kata pemazmur itu: "Kami dan nenek moyang kami telah berbuat dosa" (ay 6). Kita tidak ingin melupakan Allah. Kita ingin agar hidup berdoa kita konsisten. Bagaimana kita bisa tetap mengingat kebaikan Allah? Bagaimana kita ingat untuk berdoa?
Irama Sehari-hari Kita dapat mengingat untuk berdoa sama dengan cara kita mengingat apa saja yang menjadi urusan kita dengan memasukkan doa dalam jadwal harian kita. Seperti kita lihat, Yesus menganggap bahwa pengikut-Nya akan menyediakan waktu untuk berdoa. Kalau kita merasa bahwa kita kian jarang berdoa, itu mungkin karena kita tidak pernah menjadikan doa suatu bagian tertentu dari jadwal harian kita.
Ada orang yang menentukan waktu untuk berdoa bahkan sebelum turun dari tempat tidur di pagi hari. Yang lain berdoa waktu minum kopi, atau waktu makan siang, atau persis sesudah pulang dari tempat kerja atau sekolah, atau sesudah makan malam, atau sebelum waktu tidur. Waktu yang kita pilih tidak menjadi soal, selama kita menatanya dengan setia. Doa perlu menjadi bagian dari irama hidup sehari-hari kita.
Pilihlah satu waktu pada waktu mana Anda biasanya tidak terganggu. Anda bisa menutup diri dari dunia dan mendengarkan Allah. Bersamaan dengan itu, pilihlah tempat yang dapat menjadi tempat pelarian Anda, tempat perlindungan Anda, sementara Anda duduk di hadapan hadirat Allah.
Para kenalan saya yang konsisten tiap hari berdoa dengan sungguh- sungguh dan penuh sukacita, biasanya telah memilih tempat tertentu yang mereka gunakan untuk berdoa setiap hari. Saya mengenal seorang yang berdoa sepanjang jalan ke tempat kerja, dalam kereta api lima hari seminggu. Itu empat puluh menit kalau mendapat kereta api ekspres dan kalau tidak, satu jam. Dia berkata bahwa tempat duduknya di kereta adalah tempat suci baginya.
Saya mengenal seorang yang berdoa di meja pojok di restoran sebelum bekerja tiap hari. Ada yang berdoa sambil duduk dekat pintu sorong dari kaca dengan pemandangan taman di luar. Ada yang menulis doanya dalam komputer di kantornya. Tempat apa saja bisa menjadi tempat berdoa. Yang penting, kalau kita hendak ingat untuk berdoa, ialah menentukan tempat khusus dan waktu khusus untuk bertemu dengan Tuhan.
Dosa Sehari-hari Tapi untuk kebanyakan dari kita, masalah tidak setia berdoa bukanlah karena tidak ada waktu atau tempat. Kita mempunyai tempat berdoa, dan dulu kita pergi ke sana tiap hari. Tanpa sebab tertentu semangat kita pergi ke sana sirna. Kita tidak berhasrat lagi untuk berdoa.
Kalau itu yang menggambarkan perasaan kita, kita mungkin menderita rasa salah atau malu. Sesuatu yang telah kita perbuat - atau sedang perbuat sekarang - telah menjadi rintangan antara kita dan Allah.
Kadang-kadang bila saya mencoba menolong seorang untuk mengerti mengapa mereka tidak berdoa lagi, saya berkata, "Mari kita telusuri. Apakah Anda tahu kapan Anda mulai merasa seperti ini? Apa lagi yang sedang terjadi dalam hidup Anda pada waktu itu?"
Orang yang jujur dan sadar-sendiri sering mengatakan sesuatu seperti ini, "Ya, pada waktu itu saya mulai berpesta-pora, banyak mengelana dan membiarkan hidup saya sedikit di luar kendali."
Seorang lagi berkata, "Pada waktu itu saya sangat sibuk di tempat kerja dan kerakusan memancing saya sehingga mencari uang menjadi tenaga pendorong yang merasuki hidup saya."
"Saya kira pada waktu saya menerima konseling, itu pada mulanya menolong. Tapi kemudian bukannya mengatasi masalah saya, saya terbenam dalam diri sendiri, dan saya kian menjadi pusat dunia saya sendiri. Saya mengesampingkan Allah."
"Mungkin itu pada waktu saya pindah sekamar dengan pacar saya."
Saya harus memberitahu orang-orang ini, apa pun rinciannya, dosa sehari-hari cukup kuat untuk menciptakan kesenjangan yang kian lebar dalam hubungan kita dengan Allah. Kian lebar kesenjangan itu, kian jarang kita berdoa. Dan kian jarang kita berdoa, kesenjangan itu menjadi kian lebar.
Menghina Nama Allah
Saya ingat satu waktu ketika saya tahu saya sedang berbuat dosa. Saya kebingungan mengapa doa pagi saya di kantor ternyata sangat kaku dan tidak berarti. Saya mempunyai waktu berdoa yang sangat teratur dan tempat berdoa yang tetap; tapi saya tidak mau terlibat percakapan mendalam dengan Allah.
Kemudian saya membaca firman Allah dalam Kitab Mal 1:6 "... di manakah hormat yang kepada-Ku itu? ...firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: 'Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?'" (Mal 1:6).
Banyak cara, kata Allah melalui Maleakhi. Marilah saya sebutkan beberapa.
Mereka menipu Allah. Kendati petunjuk Allah jelas untuk mempersembahkan hewan yang terbaik sebagai korban kepada Tuhan. Tapi orang Israel membawa ternak mereka yang terbaik ke pasar, di mana mereka bisa mendapatkan harga mahal untuk ternak itu. Kemudian mereka membawa hewan yang tidak berharga - yang buta, yang timpang, yang sakit hampir mati - dan membawanya ke mezbah Allah (lih Mal 1:6-8).
Mereka juga telah menipu orang miskin - menindas orang upahan, menyulitkan hidup ekonomi para janda dan curang terhadap para orang asing pendatang liar (lih Mal 3:5).
Di samping itu, mereka telah menipu keluarganya. Perceraian merajalela. "... Kamu menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan, tidak lagi berpaling kepada persembahan dan tidak berkenan menerimanya dari tanganmu. Dan kamu bertanya: 'Oleh karena apa?' Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan istri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan istri seperjanjianmu" (Mal 2:14-15).
Melalui Maleakhi Allah berseru, "Setelah menipu Aku, orang yang tertindas di antara kamu dan bahkan keluargamu sendiri, kamu berani meminta berkat-Mu? Kamu terang-terangan berdosa kepada-Ku dan kemudian punya nyali untuk meminta kemurahan hati? Kamu memberontak melawan Aku dan mengharapkan Aku tidak terpengaruh oleh ketidakpatuhanmu? Aku sangat sedih. Dosamu menghancurkan hati-Ku. Itu terasa seperti pengkhianatan."
Kalau kita tidak hidup dalam kepatuhan kepada Allah, kita kehilangan rasa hangat dan akrab dengan Dia. Kita bisa bernostalgia dengan waktu berdoa yang dulu, tapi kita telah mendirikan satu perintang doa yang harus dirubuhkan sebelum kita bisa menikmati lagi hubungan kasih sayang dengan Dia. Kita tidak mempunyai persekutuan yang erat dan langgeng dengan Allah, kecuali kalau kita mematuhi-Nya - mutlak.
Merubuhkan Perintang
Hal yang mengherankan ialah bahwa Allah sendiri mau merubuhkan perintang yang memisahkan kita.
Alkitab menceritakan kepada kita bahwa Allah terhadap Siapa kita berdosa, Allah yang kita acungi tinju kita, merentangkan tangan-Nya kepada kita dan berkata, "Pulanglah. Kau tidak ingin hidup dengan cara demikian, bukan? Kau tidak mau menempuh jalan itu. Akuilah dosamu Anda. Katakanlah kepada-Ku bahwa hidupmu kacau-balau. Bersepakatlah dengan Aku bahwa engkau berada di jalan yang salah. Berbaliklah, dan kita akan berhubungan akrab kembali. Maka doamu akan kaya dan berarti lagi. Kita akan berjalan bersama-sama kembali."
Marilah, baiklah kita berperkara! - firman TUHAN - Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba (Yes 1:18). Kabar baik ialah bahwa Anda bisa kembali ke dalam persekutuan dengan Bapa sekarang juga. Anda boleh mengucapkan doa pertobatan: "Ya Allah, saya minta ampun atas --. Ampunilah saya. Saya mau berbalik dari cara hidup ini, dan saya mau kembali ke dalam hubungan yang akrab dengan Engkau."
Bila Anda mengucapkan doa itu, Allah akan memulihkan Anda. Anda akan berdoa dengan cara lain sesudah pemulihan itu. Anda kembali ke jalan yang benar.
Apakah Allah Tuli? Barangkali Anda menyisipkan ke dalam jadwal harian Anda acara untuk berdoa, dan Anda tidak sadar bahwa ada dosa yang memisahkan Anda dari Allah. Namun Anda tahu bahwa Anda sudah mulai menjauhi Dia. Anda hampir menghentikan doa Anda, karena merasa kecil hati. Kecewa. Atau bahkan putus asa.
Anda berdoa sungguh-sungguh agar ayah Anda selamat dalam pembedahan, tapi ternyata ia meninggal.
Anda berdoa agar putra Anda dan anak mantu akan rujuk dan tetap utuh, tapi mereka bercerai.
Anda berdoa agar bisnis Anda dapat bertahan terhadap satu pesaing baru tapi tidak berhasil.
Anda tahu bahwa dosa Anda sudah Anda akui, dan Anda mencoba menempuh hidup etis. Permintaan Anda tidak egois. Dan sekarang karena ayah Anda sudah meninggal, anak bercerai dan bisnis Anda ditutup, Allah tidak mungkin menyuruh Anda menunggu. Sudah terlambat.
Agaknya doa tidak berhasil. Mengapa membuang-buang napas Anda? Kalau surga tidak mendengar, kalau Allah tidak peduli, atau kalau Allah tidak berkuasa untuk mengubah keadaan, mengapa harus berdoa? Lebih baik menghadapi kenyataan dan berhenti membohongi diri sendiri.
Kalau Anda pernah mengalami kekecewaan yang menghancurkan yang tidak diatasi oleh doa, dan kalau Anda adalah pengikut Kristus yang jujur, Anda tentu pernah bergumul dengan pertanyaan seperti ini. Saya tidak mempunyai jawaban yang pasti bagi Anda. Ada hal-hal yang tidak akan pernah jelas selama kita hidup di dunia ini. "Hidup kami ini adalah hidup berdasarkan iman", kata Rasul Paulus, "bukan berdasarkan apa yang kelihatan" (2Kor 5:7).
Tapi saya dapat menceritakan kepada Anda perkataan Yesus kepada para rasul ketika mereka kecil hati: "Yesus menyampaikan... kepada mereka untuk menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa tanpa jemu-jemu," tulis Lukas. Setelah memberikan perumpamaan untuk menggambarkan maksud-Nya, Yesus bertanya, "Tidakkah Allah akan membenarkan orang- orang pilihan-Nya yang siang-malam berseru kepada-Nya? Apakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka..." (Luk 18:1, 7-8).
Saya meminta dengan sangat kepada kamu, kata Yesus, jangan kehilangan nyali. Berdoa terus. Bapa mendengarkan. Ia mendengarkan setiap doa yang kita panjatkan. Ia sungguh mempedulikan segala sesuatu yang mempengaruhi kita. Ia memiliki kuat kuasa yang tidak terbatas untuk menanggulangi apa saja yang mengganggu kita. Memang Ia tidak menjawab setiap doa kita sesuai yang manusia berdosa menghendakinya. Tapi Ia menghendaki kita bertahan. Ia suka bersekutu dengan kita. Ia mau melakukan apa saja yang terbaik untuk kita.
Saya Terus Berdoa Beberapa tahun yang lalu kami menyelenggarakan baptisan. Banyak orang menegaskan di depan umum keputusan mereka untuk mengikuti Kristus. Rasanya hati saya akan meledak karena kegirangan. Kemudian, di tangga, saya menemukan seorang wanita sedang menangis. Saya tidak dapat mengerti mengapa ada orang yang menangis sesudah upacara yang demikian menggembirakan, jadi saya berhenti dan bertanya apa yang terjadi dengan dia.
"Tidak," katanya, "Saya sedang bergumul. Ibu saya dibaptis hari ini." Apakah ini menjadi masalah? pikir saya. "Saya berdoa untuk dia tiap hari selama 20 tahun," katanya, dan kemudian menangis kembali. "Tolong saya agar mengerti soal ini," kata saya.
"Saya menangis," jawabnya, "karena saya nyaris - nyaris sekali - menyerah. Maksud saya, setelah 5 tahun terus-menerus berdoa saya berkata, 'Siapa yang memerlukan ini? Allah tidak mendengarkan.' Setelah 10 tahun terus-menerus berdoa saya berkata, 'Mengapa saya harus menghabiskan nafas? Setelah 15 tahun terus-menerus berdoa saya berkata, 'Ini tidak masuk akal.' Setelah 19 tahun saya berkata, 'Saya ini tolol.' Tapi saya masih berdoa terus, walaupun iman saya lemah. Saya berdoa terus, dan Ibu saya menyerahkan hidupnya kepada Kristus, dan dia dibaptis hari ini."
Wanita itu berhenti menangis dan menatap ke mata saya. "Saya tidak akan pernah meragukan kuat kuasa doa lagi," katanya.
Tanya-jawab untuk Renungan dan Pembahasan
Pelajaran 04 | Pertanyaan 04 | Referensi 04a | Referensi 04c
Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggungjawab dalam Hal Keanggotaan Gereja dan |
Kehidupan Keluarga | ||
Kode Pelajaran | : | OKB-R04b |
Referensi OKB-R04b diambil dari:
Judul Buku | : | PRIORITAS: MANA YANG LEBIH DULU? |
Judul Artikel | : | Anda dan Keluarga Anda |
Penulis | : | J. Grant Howard |
Penerbit | : | YAKIN, Surabaya, 1981 |
Halaman | : | 96 - 105 |
Kesadaran yang berkembang
Sebuah kelahiran menciptakan suatu tatanan relasi keluarga yang baru. Bayi pertama menjadi putra atau putri dengan ayah dan ibu, dan sejumlah kakek dan nenek, paman dan Bibi, serta para saudara sepupu. Kalau terjadi kelahiran rohani, hal itu akan berpengaruh terhadap keluarga, karena merupakan tambahan tanggung jawab di dalam semua relasi keluarga. Ayah dan ibu yang menjadi Kristen bertanggung jawab untuk mendidik dan membesarkan anak mereka secara Alkitabiah. Kalau suami-isteri diselamatkan, mereka dapat menerapkan kebenaran Alkitabiah ke dalam pernikahan mereka.
Sudut Pandang
keluarga sama pentingnya dengan relasi lainnya. Sama penting dengan gereja, pekerjaan, dan relasi Anda lainnya.
Anda Sebagai Pribadi
Sebagai anak Anda bertanggung jawab untuk menghormati dan taat kepada orang tua Anda (Efesus 6:1-4). Anda tidak boleh mempraktekkan sikap balas dendam terhadap saudara Anda (Roma 12:17-18). Sebagai orang bujang, relasi Anda dengan lawan jenis harus murni (1 Tesalonika 4:1- 8). Dalam mencari jodoh, Anda harus mencari saudara seiman yang dapat bekerjasama mengembangkan pernikahan Alkitabiah (1 Korintus 7:39). Sebagai orang bujang, Anda harus berpegang teguh pada konsep pribadi Anda, seksualitas Anda, dan potensi rohani Anda (1 Korintus 7:1-40).
Di mana posisi Anda sebagai orang bujang? Apakah Anda tahu artinya berbicara dan bertindak dengan bijaksana terhadap lawan jenis? Apakah Anda melakukannya? Apakah Anda sedang mengembangkan konsep pribadi yang sehat sebagai orang bujang? Apakah Anda mengatasi dorongan seks Anda dengan cara yang berkenan kepada Allah? Sebagai janda atau duda, apakah Anda berpikir secara benar, mengalami perasaan yang benar, dan bertindak benar?
Sebagai orang bujang, Anda memiliki tanggung jawab Alkitabiah. Kewajiban Anda untuk mengetahuinya dan melakukannya. Bagi Anda, semua tanggung jawab itu adalah prioritas utama. Jangan tertipu dengan pemikiran bahwa Anda baru dapat melakukan kehendak Allah apabila Anda menikah.
Anda Sebagai Pasangan
Pernikahan merupakan hidup berpasangan. Hidup berpasangan berhasil kalau kedua pihak melakukan apa yang seharusnya. Bukan hanya sementara atau sewaktu-waktu, tapi secara teratur. Suami harus mengasihi dan memimpin (Efesus 5:25-33). Istri harus tunduk dan hormat (Efesus 5:22- 24, 33). Keduanya harus meninggalkan, bersatu, dan menjadi satu (Kejadian 2:24). Keduanya harus saling menyerahkan diri dalam seksualitas (1 Korintus 7:2-7). Suami harus berusaha memahami sang istri dan memperlakukannya seperti dirinya sendiri (1 Petrus 3:7). Seandainya satu pihak bukan Kristen, pihak lain harus dapat mencerminkan kehidupan yang memuliakan Tuhan sehingga menarik pasangannya untuk bertobat (1 Petrus 3:1-6). Perkataan keduanya harus selalu tulus dan tepat, untuk membangun dan mempersatukan serta bukan untuk menghancurkan dan memecah belah (Efesus 4:25-32).
Keduanya tetap merupakan anak yang harus memiliki relasi dengan orang tua mereka serta orang tua pasangan mereka. Keduanya tidak sempurna dan cenderung mementingkan diri sendiri, sulit untuk terus sebagai pendamping, sombong, komunikator yang buruk, bergantung pada orang lain serta tidak jujur. Gejala semacam ini dapat timbul dalam setiap pernikahan. Keduanya harus rela mengambil tindakan yang perlu untuk mengatasinya atau mencegahnya. Kalau terjadi perpisahan atau perceraian atau kematian, maka keduanya harus menghadapi suatu relasi dan perasaan yang baru. Kalau mereka menikah kembali, maka mereka akan berusaha memperhatikan agar relasi yang baru ini berhasil.
Di mana posisi Anda sekarang dalam pernikahan? Tanggung jawab Alkitabiah yang mana yang Anda pikul sekarang? Bidang apa saja yang Anda hindari selama ini? Kebutuhan apa dari pasangan Anda yang dapat Anda penuhi? Apakah Anda sedang mengembangkan kemampuan untuk memutuskan hal-hal yang perlu dilakukan dalam pernikahan Anda? Apakah perasaan Anda dimanfaatkan dengan baik atau dibiarkan merusak diri Anda dan relasi Anda? Relasi Anda dengan pasangan Anda merupakan tanggung jawab prioritas utama. Apakah Anda sudah menempatkannya dengan tepat?
Anda Sebagai Orang tua
Datanglah anak sehingga Anda memiliki tanggung jawab dalam mendidik, melatih, mengoreksi, dan mengendalikan (Ulangan 6:4-9; Efesus 6:4). Setiap kali seorang anak lahir, Anda menambah tanggung jawab prioritas utama. Pikirkanlah itu! Kebutuhan anak selalu berjalan dan berubah. Orang tua harus memenuhi kebutuhan itu, dengan menambahkannya ke dalam kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan Anda yang terbesar ialah berpaut pada perintah Allah.
Sementara anak bertumbuh, ia butuh teman bermain, berjalan, membaca, mendengar, dan bertumbuh. Orang tua harus menerima anak sebagaimana adanya. Godaan yang datang ialah untuk menjadikan mereka seperti kakak mereka, atau seperti kita. Anak mendukakan orang tua. Karena itu, orang tua sangat kuatir. Anak bertumbuh, meninggalkan rumah dan menikah. Orang tua lalu menjadi ipar dan kakek dan pembimbing.
Menjadi orang tua merupakan tanggung jawab dari Allah yang menempati prioritas utama. Apakah Anda mengetahui kehendak Allah bagi Anda sebagai orang tua? Apakah Anda melakukannya? Apakah Anda hanya berfungsi sebagai orang tua pada akhir minggu atau liburan, atau apakah Anda menerimanya sebagai tanggung jawab harian?
Meluaskan Kemampuan Anda untuk Mengasihi.
Kita telah telusuri bersama keluarga secara umum serta meneliti bagian-bagiannya. Sekarang kita akan memerhatikan satu pokok khusus: kasih. Kasih merupakah kekuatan yang memampukan kita melaksanakan perintah Allah, dan bertindak atas inisiatif sendiri dengan tepat untuk memenuhi kebutuhan yang benar.
Kebenaran itu pasti menang.
Mengasihi Pasangan Anda
Suami - kasihilah istrimu! Bagaimana caranya? Buatlah suatu gagasan dan bertindaklah dengan tepat untuk memenuhi kebutuhan pasangan Anda.
Istri memerlukan suami yang memberi makanan, pakaian, dan rumah untuknya dan anak-anaknya. Lakukanlah. Di rumah istri setiap hari bercakap-cakap dengan anaknya. Ia membutuhkan persekutuan dengan orang dewasa dan percakapan dengan orang dewasa. Sediakanlah itu. Berkorbanlah untuk melakukan hal itu. Istri juga memerlukan kata-kata kasih sayang, pujian, dukungan, keluhan, dan sebagainya. Berikan semua itu padanya. Jangan menanti sampai ia memohonkannya dari suami. Ambillah inisiatif. Berkorbanlah untuk melakukan hal itu. Berkorbanlah juga untuk memenuhi janji Anda kepadanya.
Istri - kasihilah suamimu! Lakukanlah dengan cara yang sama. Mulailah mengambil inisiatif dan berkorbanlah untuk memenuhi kebutuhannya. Kalau Anda melakukan hal itu dalam pernikahan Anda, maka hal itu akan menghilangkan omelan, karena omelan merupakan reaksi seseorang yang kebutuhannya tidak terpenuhi. Hal tersebut di atas juga akan meneguhkan relasi Anda dengan pasangan Anda. Setiap kali Anda melakukannya ingatlah untuk berkata bahwa Anda mencintainya. Kebutuhan yang lebih dalam dari pasangan Anda mungkin baru terpenuhi dengan pengorbanan yang lebih besar pada pihak Anda. Kalau Anda merasa mudah untuk mengasihi pasangan Anda, hal itu mungkin menunjukkan bahwa Anda tidak berusaha dengan baik!
Mengasihi Anak Anda
Orang tua - kasihilah anak-anakmu!
Apa yang dibutuhkan remaja? Mereka yakin bahwa mereka hanya membutuhkan sedikit sekali peraturan, kalau ada. Banyak waktu yang dihabiskan di luar rumah. Memakai telepon tanpa batas. Hak untuk meremehkan orang lain, misalnya: guru, orang tua, dan saudara kandung. Kebebasan menjawab pertanyaan dengan seenaknya.
Sebagai orang tua, Anda harus dapat memisahkan kebutuhan yang benar dari yang tidak benar serta tindakan yang tepat guna memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan perkataan lain, Anda harus menentukan perintah Allah yang akan Anda jalankan dalam relasi Anda dengan remaja, dan perintah Allah yang harus mereka jalankan.
Remaja yang merendahkan orang lain harus diingatkan dengan bijaksana namun tegas bahwa tingkah laku semacam itu adalah salah. Itulah cars kita mengasihi remaja. Sebagai remaja yang bertumbuh menjadi dewasa, tingkah lakunya menjadi prioritas utama baginya dan bagi Anda. Remaja mungkin belum menyadari hal ini. Tapi orang tua harus menyadarinya. Untuk itu dibutuhkan pengorbanan.
Anak berusia lebih muda. Mungkin balita. Apa yang mereka butuhkan? Mereka membutuhkan pertumbuhan. Kita berusaha mempercepat proses ini dengan berusaha mendidik anak untuk bersikap sebagai orang dewasa. Hal itu tidak salah. Tetapi mengharap anak balita bertumbuh menjadi dewasa dalam sekejap adalah tidak masuk akal. Anak perlu bertumbuh dan merasa diterima sebagaimana adanya.
Hal itu menuntut pengorbanan, karena orang dewasa sukar berpaling kembali ke dunia kanak-kanak. Tapi itu cara Anda mengasihi anak pra sekolah. Anda yang berinisiatif dan berkorban untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka perlu dijaga, didengarkan, diajak bermain, dibacakan ceritera. Sepatu mereka perlu ditalikan, rambut disisirkan, mainan diatur kembali, sepeda diperbaiki, pertanyaan dijawab, hasil ulangan mereka diperiksa.
Hal itu tidak berarti bahwa kita membiarkan diri dikendalikan oleh anak sehingga kita gagal memenuhi kebutuhan kita yang pokok. Seorang ibu yang menggendong anaknya setiap kali ia menangis secara bertahap akan gagal memenuhi kebutuhannya sendiri akan suasana pribadi, santai, bersama dengan suaminya. Anak mungkin berpikir bahwa ia perlu diasuh siang malam, namun sebenarnya itu bukan kebutuhannya yang benar. Orang tua yang melakukannya tidak bertindak dengan tepat untuk memenuhi kebutuhan anak dan dirinya sendiri.
Mengasihi Orang tua Anda
Anak - kasihilah orang tuamu!
Apa yang dibutuhkan orang tua Anda? Tidak ada. Mereka orang dewasa. Kedewasaan berarti memiliki semua yang mereka butuhkan. Benar? Tidak benar. Mereka masih memerlukan surat seperti ini.
IBU:
Saya sedang duduk dan merenungkan kembali betapa ibu telah begitu setia memasak untuk 6 orang selama bertahun-tahun. Saya baru menyadari betapa hal itu merupakan beban yang maha berat. Saya heran bagaimana ibu dapat melakukan semua itu.
Hal ini mungkin berarti bahwa saya sedang bertumbuh menjadi dewasa - sambil menyadari serta menghargai, semua pelayanan kasih yang ibu telah berikan selama bertahun-tahun tanpa mengeluh sekalipun. Saya yakin bahwa hal itu terjadi karena Ibu mengasihi kami, bukan? Saya amat mengasihi Ibu. Peluk dan cium dari anakmu. TUTI.
Itu surat dari seorang putri berumur 21 tahun, yang sudah lulus dari pendidikannya dan sekarang bekerja mencari nafkah sendiri. Surat semacam itu menjawab kebutuhan seorang ibu. Ibu akan membaca surat itu berulang kali di depan semua orang. Lalu ibu akan meletakkan surat itu dalam sebuah bingkai. Tuti harus berkorban untuk menulis surat semacam itu.
Galilah kedalaman kasih agape ini. Apa yang dibutuhkan mertua? Diundang secara berkala? Konsultasi? Mengatakan bahwa usaha mereka untuk mengatur ruang tamu Anda patut dihargai, tapi Anda akan menatanya sendiri? Itu tidak mudah, bukan? Sulit untuk Anda katakan, dan sulit untuk mereka terima. Tapi kasih tidak hanya mengerjakan perkara yang mudah. Kasih mengerjakan apa yang perlu dan yang benar, "belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok" (Titus 3:14).
Sementara itu ...
Rumah tangga lebih didahulukan daripada gereja karena dalam 1 Timotius 3:4-5, 12 diajarkan bahwa kepemimpinan seseorang dalam keluarga memampukan atau menggagalkan kepemimpinannya di gereja. Tapi bagian itu tidak mengatakan bahwa keluarga lebih penting daripada gereja. Sebaliknya bagian itu menekankan bahwa keluarga merupakan bukti nyata di mana kita dapat menilai keterampilan dan ketulusan seseorang sebagai ayah dan suami.
Gereja sama penting dengan keluarga karena konteks luasnya sebagai alat untuk melengkapkan seseorang dengan Firman Allah untuk berfungsi dengan benar di keluarga, menunjukkan kepemimpinan yang bermutu, dan menjadi pemimpin gereja (2 Timotius 3:16-17, Titus 1:9). Selanjutnya, dunia sama pentingnya sebagai bukti seperti halnya dengan keluarga, karena seorang pemimpin gereja harus memiliki nama baik di luar rumah dan di luar gereja (1 Timotius 3:7). Sekali lagi kita melihat kelemahan dari usaha untuk menyusun urutan tanggung jawab Alkitabiah.
Pelajaran 05 | Pertanyaan 05 | Referensi 05a | Referensi 05c
Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggung Jawab dalam Hal Memberi dan Menggunakan |
Waktu | ||
Kode Pelajaran | : | OKB-R05b |
Referensi OKB-R05b diambil dari:
Judul Buku | : | WAKTU BERSAMA ALLAH |
Judul Artikel | : | Prinsip Pengaturan Waktu |
Penulis | : | Peter V. Deison |
Penerbit | : | Yayasan Gloria, Yogyakart, 1992 |
Halaman | : | 13 - 22 |
Prinsip pengaturan waktu sebenarnya sederhana dan mudah, dimengerti. Namun, kenyataannya ada banyak kesulitan yang berhubungan dengan waktu teduh disebabkan oleh masalah ini! Pernahkah Anda mendengar seseorang berkata, "Bila Anda tidak berjumpa dengan Allah di pagi hari, maka Dia tidak akan menyertai Anda sepanjang hari itu"? Lalu, apakah Anda merasa bersalah? Itulah yang dirasakan oleh kebanyakan orang. Atau, pernahkah Anda mendengar seseorang berkata, "Saya telah berdoa selama dua jam pagi ini. Luar biasa!" Namun lagilagi kita diliputi perasaan sedih dan bersalah, karena kita tahu kehidupan doa kita belumlah memadai.
Rasa bersalah dapat muncul karena banyak sebab. Sebagian mungkin karena alasan yang jelas, tetapi sebagian lagi mungkin karena kesalahpahaman mengenai waktu yang digunakan untuk bersekutu dengan- Nya. Renungkan sejenak dan ingatlah bahwa yang menjadi dasar persekutuan Anda dengan Tuhan adalah waktu bagi Allah-bagi hubungan Anda dengan-Nya. Waktu teduh adalah saat untuk mengenal dan mengasihi Dia sebagai pribadi-sebagai sahabat-secara lebih baik. Dia adalah pribadi yang mampu berpikir, membuat pilihan, dan merasakan-seba- gaimana Dia juga menciptakan kita demikian. Kita dapat mengasihi-Nya, meskipun kita tidak dapat melihat-Nya.
Waktu teduh adalah waktu yang dipersembahkan bagi seseorang. Kita tidak akan pernah dapat menjalin persahabatan dengan seseorang hanya dengan berbincang-bincang dengannya di pagi hari. Tentu saja tidak benar bahwa Tuhan tidak akan menyertai kita jika kita tidak bersekutu dengan-Nya pada pagi hari. Ini adalah pandangan yang sangat sempit tentang Allah. Suatu hubungan tidak bergantung semata-mata pada banyaknya waktu yang diberikan untuk seseorang. Kualitas waktu sangat penting. Jadi, bila jumlah waktu itu penting, maka terlebih lagi kita harus mengevaluasi penggunaan waktu kita tiap-tiap hari.
Jangan gunakan pengalaman orang lain sebagai ukuran bagi kita. Memang Anda dapat belajar dari pengalaman orang lain, tetapi yang lebih berarti adalah hubungan Anda secara pribadi dengan-Nya.
Tetapkan Waktu Khusus. Begitu Anda memutuskan bahwa persekutuan dengan Allah menjadi prioritas, tetapkan waktu khusus untuk mengembangkan persekutuan itu. Waktu yang Anda tetapkan menjadi patokan Anda. Jika hal itu telah ditetapkan dan dilaksanakan, maka bila suatu saat diperlukan perubahan waktu, Anda dapat bersikap fleksibel. Tetapkanlah suatu waktu tertentu untuk bersekutu dengan Tuhan; pagi, sore, atau malam hari.
Kendala kendala yang perlu dihindari. Menetapkan waktu khusus membantu kita untuk menghindari beberapa kendala.
Allah berkata, "Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal" (Yeremia 31:3). Kasih-Nya kepada kita sungguh besar. Kasih-Nya kepada kita dan kepastian akan hal itu adalah satu-satunya faktor pendorong yang dapat mengubah kemalasan dan sikap legalisme kita. Penetapan waktu khusus yang teratur akan menguatkan motivasi itu.
Interupsi tidak hanya berasal dari luar, tetapi juga dari dalam diri kita. Salah satu gangguan terbesar yang berasal dari dalam adalah dorongan yang kuat untuk membereskan pekerjaan yang belum selesai, misalnya membersihkan meja belajar yang berantakan. Sering kali pula ketika kita duduk untuk membaca Alkitab atau berdoa, perhatian kita beralih pada surat-surat yang belum selesai ditulis, majalah yang belum selesai dibaca, proyek yang belum selesai dikerjakan. Akhirnya, waktu yang kita rencanakan untuk bersekutu dengan Tuhan terlewat begitu saja karena kita beranggapan bahwa hal-hal itu hanya membutuhkan sedikit waktu untuk dikerjakan. Istri saya bersikap praktis dalam hal ini. Ia akan menutupi meja yang berantakan dengan sebuah handuk besar. Dengan demikian perhatiannya tidak lagi diganggu oleh daftar "hal-hal yang harus dilakukan" atau proyek-proyek yang belum terselesaikan.
Kita perlu menetapkan waktu dan tempat yang tepat sehingga sesedikit mungkin mendapat gangguan sehubungan dengan hal-hal yang harus kita lakukan. Waspadalah senantiasa terhadap gangguan-gangguan. Gangguan yang datang akan merusak atau menghilangkan kesempatan kita untuk bersekutu dengan Allah.
Yesus secara pribadi juga bersekutu dengan Allah. Dalam Markus 1:35 dikatakan, "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." Yesus sering kali ingin menyendiri, namun sulit bagi-Nya untuk dapat sendirian. Kadangkala Dia harus bangun jauh lebih pagi dari orang lain, sebab sepanjang waktu Dia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang membawa berbagai kebutuhan mereka.
Daud menetapkan waktu teduh bersama Allah (Mazmur 5:4; 59:17). Ia juga menetapkan waktu untuk menaikkan puji-pujian dan ucapan syukur di Bait Allah (1 Tawarikh 23:28-32).
Bersikap Realistis. Bila kita menetapkan waktu khusus untuk bersekutu dengan Allah, kita harus realistis dengan jadwal kegiatan dan jam tidur kita. Kemudian kita harus menentukan waktu yang terbaik untuk bersekutu dengan Allah dan menyesuaikan jadwal kegiatan kita dengan waktu teduh tersebut. Saya menyatakan hal ini karena dua alasan. Hal ini tidak saja akan menjadi saat yang terbaik bagi kita, tetapi juga bagi Allah. Inilah saatnya kita memberi persembahan bagi Dia, dan tentunya kita ingin mempersembahkan yang terbaik bagi-Nya.
Allah mengerti bahwa kita sering mendapat gangguan, seperti menghadiri pertemuan-pertemuan penting, mengejar batas waktu, mengurus anak-anak yang sedang sakit, menemui dokter, dan sebagainya. Bila kita hanya dapat menyediakan waktu 10 menit, kebanyakan dari kita sering berkata, "Saga tidak akan memperoleh apa-apa hanya dengan 10 menit," lalu kita tidak melakukannya. Inilah akar masalahnya. Kita memandang waktu yang ada bukan sebagai waktu untuk bersama dengan Allah sebagai sahabat, namun sebagai saat untuk memperoleh sesuatu bagi diri kita. Adalah lebih baik bila kita mempersembahkan diri pada menit-menit tersebut daripada berkata, "Saya tidak akan mendapatkan apa-apa."
Bila kita mau bersikap seperti ini, kuantitas waktu kita juga akan meningkat seiring dengan pengaruh yang kita rasakan. Semakin dalam saya mencintai istri saya, semakin banyak waktu yang ingin saya habiskan bersamanya. Semakin dalam kasih Anda kepada Allah, meski hanya dapat menyatakan kasih dalam waktu singkat, lama kelamaan waktu yang Anda gunakan akan bertambah dengan sendirinya. Anda akan rindu bertemu dengan Dia dan tidak melakukannya sekadar untuk memenuhi kewajiban.
Tentu saja kita tidak akan mengalami hubungan yang lebih dalam bila kita hanya menyediakan waktu 10 menit setiap hari. Kita juga membutuhkan waktu lebih lama. Semakin sering kita memberikan kesempatan, meski singkat dan terbatas, semakin mudah bagi kita untuk memberikan lebih banyak waktu kepada-Nya. Yang jelas, dengan mempertahankan pengaturan waktu yang telah kita tentukan, kita akan lebih merasakan arti dan manfaatnya. Jangan salah mengerti. Berhati- hatilah untuk tidak sekadar meningkatkan kuantitas waktu, tetapi lakukanlah karena kita meiaang ingin melakukannya.
Tetapkan Waktu Teduh yang Sarna Setiap Hari. Prinsip kedua adalah segera setelah Anda menetapkan waktu teduh khusus, lakukanlah itu pada waktu yang sama. Jika mungkin, lebih baik bila kita menetapkan waktu yang sama setiap hari daripada jadwal yang selalu berubah-ubah. Ada alasan yang baik untuk hal ini.
Pikiran kita bekerja berdasarkan pola dan struktur tertentu. Bila kita selalu mengerjakan sesuatu yang sama pada wakta tertentu, pikiran kita secara otomatis akan terpola demikian. Kita akan berfungsi dan menghasilkan sesuatu berdasarkan pola pikir yang kita kembangkan. Kita adalah makhluk yang cenderung bergerak berdasarkan kebiasaan. Jadi, memiliki waktu khusus untuk bersekutu akan membuat pikiran kita bekerja secara otomatis ke arah itu. Dengan demikian, pada waktu-waktu tersebut pikiran dan hati kita sudah siap untuk menerima hal-hal yang berkenaan dengar. masalah rohani.
Bagi mereka yang jadwalnya sering berubah atau harus menjalani pergantian jam kerja secara periodik, memang sukar untuk memiliki waktu yang konsisten. Namun Allah memahami tanggung-jawab yang Dia berikan kepada kita. Dia memahami setiap situasi yang Dia izinkan terjadi dalam hidup kita. Dan Dia akan menolong kita menyesuaikan diri dalam situasi tersebut. Yang penting, kita harus berusaha menjalankan pola tertentu, sebab dengan demikian pola pikir kita dapat bekerja dengan baik.
Sediakan Cukup Waktu. Prinsip ketiga berkaitan dengan pertanyaan seberapa banyak waktu yang kita sediakan. Bersekutu dengan Allah adalah persabatan yang dilandasi dengan kasih, sebab itu lamanya waktu sulit dibatasi. Bila Anda sedang jatuh cinta kepada seseorang, Anda tidak akan menghitung menit-menit yang Anda lalui bersama orang tersebut, namun sebaliknya menghitung menit-menit ketika Anda tidak bersamanya. Yang paling penting di sini adalah kita perlu menyediakan waktu yang cukup untuk mencapai tujuan.
Mencapai Tujuan Anda. Bila saya akan menikah dan hanya berjumpa tunangan saya lima menit setiap hari, saya tidak akan dapat membangun hubungan yang mendalam. Karena itu, kita perlu memastikan apakah waktu yang kita sediakan benar-benar cukup. Sepuluh menit dalam satu hari mungkin tidak cukup untuk mencapai tujuan yang berarti. Dua puluh atau tiga puluh menit adalah waktu minimum bagi pikiran kita untuk bekerja, merenungkan apa yang kita peroleh, dan memikirkan penerapannya. Ada satu perkecualian dalam prinsip ini. Bila Anda baru memulainya untuk pertama kali, awalilah dengan waktu minimum 10 menit dan jadikan itu sebagai kebiasaan. Kemudian perpanjanglah menjadi 20 atau 30 menit sesegera mungkin. Intinya, berikanlah kepada Allah semua yang Anda miliki. Berusahalah sungguh-sungguh mencapai tujuan Anda-bersekutu dengan-Nya.
Melipatgandakan waktu Anda. Sering kali kita tergoda untuk berpikir bahwa kita tidak memiliki waktu untuk bersaat teduh. Padahal kenyataannya justru sebaliknya, dengan bersaat teduh kita dapat memperoleh lebih banyak waktu. Amsal 10:27 mengatakan, "Takut akan Tuhan memperpanjang umur." The Living Bible menerjemahkannya menjadi, "takut akan Allah menambah jumlah jam tiap-tiap hari." Pengalaman membuktikan hal ini. Martin Luther berkata bahwa ada begitu banyak pekerjaan yang hares dilakukannya dalam sehari sehingga ia harus menghabiskan waktu minimal empat jam untuk berdoa. Ia membuktikan bahwa waktu yang dipakainya bersama Allah tak pernah memperpendek waktunya untuk bekerja, sebaliknya justru memperbanyak. Hal ini benar sebab Allah mempertajam pikiran kita, menenangkan kecemasan-kecemasan kita, memperkuat daya ingat kita, dan memungkinkan kita untuk bekerja lebih efisien. Seseorang yang berjalan dengan Allah akan selalu efektif dalam bekerja. Kedamaian batin yang diperolehnya ketika bersekutu dengan Allah memungkinkannya untuk melakukan pekerjaan- pekerjaan yang lebih berkualitas sehingga masih akan ada energi yang tersisa untuk hari itu. Waktu yang kita pakai bersama Allah justru akan selalu menambah waktu bagi diri Anda sendiri. Semakin banyak Anda memberi, semakin banyak Anda akan menerima.
Menghindari Masalah Kebiasaan. Satu keuntungan penting bila kita menetapkan waktu khusus adalah menghindarkan masalah kebiasaan. Hal ini mungkin tampak bertolak belakang dengan apa yang pernah kita pelajari. Persekutuan bersama Allah tidak harus terdiri dari 50% membaca Alkitab dan 50% berdoa, atau 75% ini dan 25% itu. Kita adalah makhluk yang memiliki kebiasaan dan pada umumnya kita menyukai hal-hal yang sudah teratur dan dapat diduga. Kebiasaan memang dapat membantu, tetapi dapat pula membahayakan. Mengapa? Bila kita menjadi begitu terpaku pada kebiasaan, maka Roh Kudus akan sukar bekerja secara fleksibel dalam diri kita.
Mungkin ada kalanya Roh Kudus berkata, "Bacalah perikop itu sedikit lebih lama, karena ada kebenaran-kebenaran yang perlu kamu pelajari dengan sungguh-sungguh." Atau, "Sepanjang hari ini, gunakanlah waktu untuk mempelajari perikop ini. Bagi-Ku yang penting kamu memahami bagian ini. Karena dalam waktu dekat Aku merencanakan sesuatu bagimu melalui kebenaran ini." Atau, "Ada seseorang yang ingin Aku percayakan dalam hatimu. Jangan berhenti berdoa hanya karena sudah pukul 06.50. Aku ingin kau berdoa sepanjang waktu karena orang ini benar-benar membutuhkan doamu."
Kita membutuhkan fleksibilitas dan kesediaan diri untuk menaklukkan kebiasaan dalam waktu-waktu yang telah kita tetapkan. Bila kita terus- menerus melakukan hal yang sama setiap hari, sebaiknya kita mencoba berubah dan peka terhadap dorongan Roh Kudus. Adanya waktu khusus untuk bersekutu akan membantu kita memperoleh kepekaan terhadap Roh Kudus karena adanya kekonsistenan. Waktu yang tidak teratur akan membuat kita mudah kacau sebab kita malah mencoba mempelajari bagian yang terlewat, atau yang sudah pernah dipelajari.