Pertanyaan 02 | Referensi 02a | Referensi 02b
Nama Kursus | : | Training Guru Sekolah Minggu (GSM) |
Nama Pelajaran | : | Kriteria Guru Sekolah Minggu |
Kode Pelajaran | : | GSM-P02 |
DAFTAR ISI
Doa
Apakah untuk menjadi guru Sekolah Minggu (SM) dituntut persyaratan, kewajiban dan tanggung jawab tertentu? Jawabannya, tergantung dari bagaimana hasil yang diharapkan. Jika puas dengan hasil yang asal-asalan, guru SM tidak perlu dituntut memiliki hal-hal tersebut. Tetapi jika menginginkan hasil yang baik, maka guru SM perlu dituntut memiliki persyaratan, kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana yang dikehendaki Tuhan. Dalam pelajaran kedua ini kita akan mencoba mempelajari dengan teliti kriteria seorang guru Sekolah Minggu agar kita dapat memberikan hasil yang maksimal dan berkenan kepada Tuhan.
Ada satu anggapan keliru yang beredar di kalangan masyarakat Kristen, yang mengatakan bahwa siapa saja bisa menjadi pelayan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Kasih, Ia pasti mau menerima siapa saja untuk melayani Dia. Memang benar bahwa Tuhan tidak memilih orang berdasarkan kepandaiannya, kebaikannya, atau kemampuannya saja. Namun demikian ini tidak boleh diartikan bahwa orang yang melayani Tuhan tidak perlu belajar keras, tidak perlu berusaha memberikan yang terbaik dan tidak perlu menjadi pandai. Mari kita renungkan ayat-ayat berikut ini.
"Janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat." (Yakobus 3:1)
"Seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan lemah lembut menuntun orang yang suka melawan," (2 Timotius 2:24)
"Mereka (diaken/pelayan Tuhan) juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat." (1 Timotius 3:10)
"sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat (pelayan Tuhan) harus tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah ..." (Titus 1:7)
Dari sebagian ayat-ayat Alkitab di atas kita mengetahui bahwa Tuhan memiliki tuntutan yang cukup tinggi bagi mereka yang ingin melayani- Nya. Demikian juga untuk guru-guru SM, yang adalah hamba-hamba Tuhan. Di atas bahu guru SM tergantung masa depan generasi penerus jemaat/gereja Tuhan. Jika Tuhan telah memanggil Anda untuk menjadi guru SM, Tuhan berhak membentuk dan memperlengkapi Anda dengan kemampuan yang sesuai dengan panggilan yang telah Ia berikan. Tapi ini semua merupakan proses sehingga tidak berarti Anda harus sudah memiliki semua kemampuan terlebih dahulu baru boleh menjadi guru SM. Roh Kudus akan terus-menerus memimpin hidup kita supaya hidup kita semakin hari menjadi semakin sempurna seperti Kristus.
Secara ideal, berikut ini adalah syarat-syarat dasar yang harus diusahakan untuk dimiliki oleh seorang guru SM:
Memiliki hati yang baru (Yohanes 3:3; 1 Korintus 2:14; 2 Korintus 5:17). Guru SM haruslah seorang yang rohnya telah diperbarui oleh Roh Kudus atau sudah lahir baru. Guru SM yang mengenal Tuhan Yesus secara pribadi dan sungguh-sungguh mengalami kasih-Nya yang luar biasa akan dapat dengan mudah menceritakan kepada anak-anak yang dilayaninya siapakah Yesus yang sesungguhnya.
Memiliki hati yang lapar (1 Petrus 2:2; Yohanes 6:35). Guru SM haruslah seorang yang rindu memiliki hati yang selalu lapar dan haus akan Firman Tuhan. Dari persekutuannya dengan firman Tuhan, guru bertumbuh dan siap menjadi berkat karena hidupnya adalah seperti aliran air yang tidak pernah kering.
Memiliki hati yang taat (Filipi 1:21-22; Galatia 2:20-21). Hidup seorang guru SM adalah milik Kristus. Karena itu, hidupnya adalah hidup yang taat sebagai hamba yang setia dan rela menjalankan apa yang dikehendaki oleh Tuannya.
Memiliki hati yang disiplin (Roma 12:11; 2 Korintus 4:8). Guru SM harus bergumul untuk memiliki hati yang disiplin dan tidak tergoyahkan karena kesulitan. Guru juga harus berani memaksa diri untuk tidak hanyut dalam kejenuhan karena rutinitas belajar dan mengajar. Hati yang disiplin akan menolong kita untuk senantiasa melayani secara konsisten, berapi-api, dan terus memberikan kemajuan.
Memiliki hati yang mengasihi (Yohanes 3:16; Efesus 4:1-2). Guru SM yang telah mengalami kasih Tuhan akan sanggup mengasihi anak-anak didiknya, sekalipun kadang mereka nakal, bandel, dan sulit dikasihi. Setiap anak berharga di mata Tuhan. Kasih Tuhan memungkinkan kita untuk mau berkorban dan terus mengasihi dengan kasih yang tanpa pamrih karena pelayanan kita didorong oleh motivasi yang benar, yaitu mengasihi Tuhan dan anak-anak didik kita.
Memiliki hati yang beriman (Amsal 3:5; 2 Timotius 1:12). Guru SM harus senantiasa bersandar pada Tuhan dan bukan pada kekuatan sendiri. Ingatlah bahwa hidup kita bukanlah hidup karena melihat, tapi karena percaya bahwa semua kekuatan kita datangnya dari Dia yang memberinya dengan berkelimpahan.
Memiliki hati yang mau diajar (Yesaya 50:4; 1 Timotius 4:6). Sebelum guru SM melayani dan mengajar anak-anak, mereka harus terlebih dahulu mau belajar dan dilatih dengan pokok-pokok kebenaran firman Tuhan. Guru yang baik adalah juga murid yang baik dalam kebenaran. Oleh karena itu, seorang guru harus rendah hati bersedia dikritik dan ditegur supaya ia bisa terus lebih baik.
Memiliki hati yang suci (1 Petrus 1:15; 1 Timotius 4:12). Hidup suci adalah modal utama bagi seorang pelayan Tuhan yang ingin memberikan teladan hidup yang benar dan berkenan kepada Tuhan. Seorang pelayan Tuhan tidak akan membiarkan hidupnya dikotori oleh kebiasan buruk dan perbuatan-perbuatan dosa yang akan mempermalukan nama Tuhan.
Seorang guru SM baru dapat disebut guru yang baik apabila dia dengan sepenuh hati mau melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya. Ada tujuh hal yang dituntut dari seorang guru SM:
Mengajar (Teaching) -- 1 Timotius 2:7
Yang disebut "mengajar" adalah suatu proses belajar-mengajar (Teaching-Learning Proccess). Di dalam proses belajar mengajar ini, guru harus dapat mewujudkan perubahan dalam diri murid, baik perubahan dalam pengetahuan, pemikiran maupun sikap atau tingkah laku. Melalui Alkitab Paulus menyebutkan, dalam kehidupannya sebagai pengajar, ia menjadi alat Roh Kudus untuk mewujudkan perubahan atas diri orang lain: yang tadinya tidak percaya menjadi percaya; yang tadinya tidak memahami kebenaran menjadi memahami kebenaran; yang tadinya menentang sekarang taat.
Menggembalakan (Shepherding) -- Yehezkiel 34:2-6; Yohanes 10:11-18
Nabi Yehezkiel menegur gembala pada zaman itu yang tidak menunaikan kewajibannya dengan baik. Berbeda dengan yang kita lihat dalam Tuhan Yesus, seorang Gembala yang baik itu. Guru SM harus meneladani Yesus dalam menggembalakan domba-domba kecil-Nya. Seorang gembala memunyai hati yang rela berkorban. Meskipun menghadapi kesulitan, ia tidak akan meninggalkan dan membiarkan domba-dombanya sendirian; ia juga mengenal setiap dombanya, bahkan bersedia membawa domba yang masih berada di luar untuk masuk ke dalam kandangnya; ia pun wajib menyediakan makanan rohani untuk kebutuhan dombanya, termasuk kebutuhan intelektual, emosi dan mental.
Kebapaan (Fathering) -- 1 Korintus 4:15
Paulus berkata, "Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus Yesus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu." Banyak guru yang dapat memberi nasehat dan menegur, namun sedikit di antara mereka yang dapat merangkul, membesarkan, dan mendidik murid-muridnya dalam Injil. Seorang guru bukan hanya dapat menggurui, tapi juga dapat membagikan hati dan hidupnya sebagai seorang bapa yang mengasihi anaknya.
Memberikan Teladan (Modeling) -- 1 Korintus 11:1; Filipi 3:17; 1 Tesalonika 1:5- 6; 2 Tesalonika 3:7; 1 Timotius 4:11-13
Paulus, selaku guru, sangat berani menuntut orang-orang Kristen untuk meneladaninya sebagaimana ia telah meneladani Kristus. Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." Seorang guru akan memunyai pengaruh yang amat besar terhadap muridnya apabila ia terus memberi masukan positif yang dapat ditiru, baik dalam cara berpikirnya maupun tutur katanya. Oleh karena itu, seorang guru perlu selalu memerhatikan dirinya sendiri apakah ia patut menjadi teladan yang baik bagi muridnya.
Menginjili (Evangelizing) -- 1 Timotius 2:7
Selaku guru, Paulus mengajar orang untuk memercayai Kristus sebagai sasaran utamanya, demikian juga seharusnya seorang guru SM. Mengajar bukan hanya mengisi murid dengan kebenaran yang bersifat kognitif saja, tetapi terutama mengisi kebutuhan jiwa mereka dengan kasih dan iman yang menyelamatkan. Karena itu, bawalah anak-anak didik untuk mendengar berita Injil supaya keselamatan sampai kepada jiwa mereka.
Mendoakan (Praying) -- 2 Tesalonika 1:11-12
Kewajiban lain dari seorang guru SM adalah mendoakan muridnya satu per satu dengan menyebut nama dan kebutuhan mereka masing-masing. Yakinkan bahwa Anda cukup dekat dengan mereka sehingga tahu apa yang harus didoakan; apakah itu untuk keluarganya, sekolahnya, atau lingkungan masyarakat tempat pergaulan mereka, dll. Mereka sangat membutuhkan pertolongan Allah dan Andalah yang akan ikut memperjuangkannya.
Meraih Kesempatan (Catching) -- 2 Timotius 4:2
Satu hal penting lain yang harus dipenuhi oleh guru SM adalah meraih kesempatan. Manusia di dunia ini tidak hidup dalam kekekalan. Kesempatan sering datang hanya sekejap dan dalam waktu yang tidak diduga. Bila guru SM sanggup memanfaatkannya, walaupun mungkin hanya dengan sepatah kata atau satu sikap, mungkin juga dengan satu doa syafaat, hal ini dapat memberikan pengaruh kekal bagi murid-muridnya. "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran".
Jika kita diberikan karunia mengajar, Tuhan ingin kita menggunakannya dan mengembangkannya secara maksimal bagi kemajuan pekerjaan-Nya dan kedewasaan iman kita. Milikilah kerinduan untuk terus belajar sehingga pelayanan kita semakin efektif dan strategis. Untuk itu, marilah sekali lagi kita melihat dengan lebih jelas teladan yang telah diberikan oleh Yesus, Sang Guru Agung kita.
Yesus memiliki panggilan yang jelas.
Yesus datang dari Allah karena itu Ia tahu persis untuk apa Dia datang (Yohanes 7:16-17). Demikian juga seorang guru SM harus tahu panggilannya untuk mengajar, membimbing dan menuntun anak-anaknya dalam pengenalan mereka kepada Tuhan.
Yesus menjalankan disiplin rohani.
Yesus dalam banyak kesempatan membuktikan bahwa Ia memiliki hubungan yang intim dengan Bapa-Nya yang di surga. Seorang guru SM yang tidak akrab dengan firman Tuhan, tidak menjalankan kehidupan doanya dengan tekun dan tidak memiliki disiplin rohani lainya, maka tidak mungkin ia memiliki kekuatan untuk bertahan.
Yesus membiarkan anak-anak datang kepada-Nya.
Yesus mengasihi anak-anak dan ingin mereka datang kepada-Nya (Mat. 18:2-5). Guru SM mengasihi anak-anak bukan karena mereka baik, lucu dan menyenangkan. Mereka juga mengasihi ketika anak-anak tidak pantas dikasihi karena guru SM memiliki kasih Kristus yang dapat mengasihi tanpa pamrih.
Yesus menggunakan beragam metode.
Dia mengajar, memimpin diskusi, mengajukan pertanyaan, bercerita, menggunakan kehidupannya sehari-hari sebagai bahan ilustrasi dan bertatap muka secara langsung dengan orang-orang yang dijumpainya. Guru SM harus terus belajar supaya kemampuan dan ketrampilannya dalam mengajar semakin bertambah.
Yesus mengajar dengan penuh kuasa.
Tidak seperti para ahli Taurat dan orang Farisi, banyak orang melihat Yesus mengajar dengan penuh kuasa. Jika seorang guru SM mengajar hanya sebatas dengan pengetahuannya dan kemampuannya berbicara saja maka apa yang diajarkan tidak akan membawa dampak yang kekal. Ketergantungannya pada karya Roh Kudus untuk membuat apa yang diajarkan menjadi hidup dan dipakai oleh Allah harus menjadi kesadaran utama seorang guru.
DOA
"Tuhan Yesus, aku sadar aku bukan orang yang cukup layak untuk menjadi seorang guru bagi anak-anak. Tetapi aku mau belajar menjadi guru yang baik seperti yang Kau teladankan. Tolonglah aku, ya Tuhan. " Amin
[Catatan: Pertanyaan Latihan ada di lembar lain.]
Pelajaran 01 | Pertanyaan 01 | Referensi 01b | Referensi 01c
Nama Kursus | : | Training Guru Sekolah Minggu (GSM) |
Nama Pelajaran | : | Pengenalan Sekolah Minggu |
Kode Pelajaran | : | GSM-R01a |
Referensi GSM-R01a diambil dari:
Judul Buku | : | Menciptakan Sekolah Minggu yang Menyenangkan |
Judul Artikel | : | Cara Pandang yang Berubah |
Pengarang | : | Helena Erika dan Sudi Ariyanto |
Penerbit | : | Gloria Graffa |
Halaman | : | 16 - 24 |
Suatu hari Tuhan memberi penglihatan kepada Petrus. Dalam penglihatan itu Tuhan memperlihatkan binatang-binatang haram dan meminta Petrus memakannya. Namun, Petrus menolak. Tuhan memberikan penglihatan in sampai tiga kali. Pada kali yang ketiga Petrus tetap menolak, sampai akhirnya Tuhan berkata bahwa apa yang dinyatakan halal oleh Tuhan tidak boleh dinyatakan haram oleh manusia. Beberapa saat setelah itu barulah Petrus menyadari bahwa bangsa non-Yahudi juga dapat menjadi bilangan orang percaya kepada Tuhan. Kisah selengkapnya dapat dibaca pada Kisah Para Rasul pasal 10.
Saat Yesus melakukan pelayanan di bumi, Dia pernah didatangi oleh seorang anak muda yang kaya. Dalam Matius 19:16-26, orang kaya ini merasa dirinya sempurna karena dapat melakukan hukum Taurat (ayat 20). Ia datang kepada Yesus dan menanyakan cara untuk mendapat hidup kekal. Pertanyaannya pada ayat 16 merupakan pergumulan pribadinya setelah mencapai berbagai keberhasilan atau prestasi.
Bila dilihat dari konteks zaman ini, pergumulan itu bisa dipandang sebagai pergumulan yang dihadapi oleh para eksekutif muda. Sebuah kegelisahan mendera sang eksekutif muda setelah ia berhasil mencapai posisi yang baik, memiliki mobil, dan rumah yang indah, ke mana-mana menyandang telepon seluler versi terbaru, dan berkali-kali bepergian ke luar negeri. Walaupun tentunya pertanyaan akan keselamatan tidak selalu baru timbul setelah seseorang mendapatkan keberhasilan.
Pada ayat 16, anak muda ini bertanya perbuatan baik apakah yang harus ia lakukan agar dapat masuk ke surga. Pada bagian akhir cerita kita ketahui bahwa anak muda ini pergi dengan sedih dan tidak mengikut Yesus.
Menurut saya, Petrus dan anak muda yang kaya di atas bertindak berdasarkan konsep tertentu. Kita bisa melihat dalam masyarakat atau diri kita sendiri bahwa segala tindakan dan ucapan kita berdasar pada konsep di dalam batok kepala kita atau cara pandang kita terhadap sesuatu. Pada contoh pertama Petrus bertindak atas konsep bahwa hanya orang Yahudi yang dipilih Allah, dan bangsa lain adalah orang kafir. Karena itu, orang Yahudi tidak mau bergaul dengan orang kafir.
Pada kasus kedua, anak muda yang kaya itu memegang konsep bahwa kehidupan kekal dapat diperoleh melalui perbuatan baik. Konsep memperoleh keselamatan melalui perbuatan baik ini mewakili cara berpikir saat itu tentang keselamatan, yang ternyata masih ada dalam benak banyak orang saat ini.
Allah memberikan penglihatan kepada Petrus agar Petrus mengubah konsep atau cara pandang yang dipegangnya hingga saat itu. Dengan perubahan yang dialami Petrus, Injil dapat disampaikan kepada orang-orang non- Yahudi. Pada contoh kedua, Yesus ingin mempertentangkan konsep yang dianut orang itu dengan konsep keselamatan sebagai anugerah melalui iman kepada Tuhan Yesus.
Dari contoh di atas, kita bisa melihat bahwa suatu saat Tuhan menuntut kita untuk mengubah konsep atau cara pandang kita terhadap sesuatu. Dan Tuhan ingin mengerjakan sesuatu yang lebih besar lagi melalui perubahan itu.
Konsep lama apakah yang sekarang ini masih melekat dalam kepala Anda berkaitan dengan pelayanan anak? Kami mengalami perubahan saat membantu dan melayani bersama tim MEBIG Jepang. Teman-teman lulusan sekolah teologi yang kini bersama-sama melayani di MEBIG Indonesia juga mengalami perubahan yang sama. Beberapa perubahan cara pandang itu kami uraikan di bawah ini.
Pelayanan anak sama pentingnya dengan pelayanan lain, bukan sekadar agar mereka tidak mengganggu pelayanan orang dewasa.
Anak-anak bukanlah manusia mini. Mereka adalah manusia yang utuh, karena itu membutuhkan Juru Selamat seperti halnya orang dewasa.
Anak-anak bisa melayani Tuhan oleh kuasa Roh Kudus.
Pelayan anak yang melayani kebaktian Sekolah Minggu memiliki kedudukan yang sama dengan anak-anak di hadapan Allah.
Pelayan anak harus mencari cara kebaktian yang sesuai dengan dunia anak-anak dan bukannya memaksakan cara orang dewasa berbakti.
Yang disampaikan dalam pelayanan anak adalah kebenaran firmanTuhan, bukannya sekadar cerita, apalagi moralisme.
Yang paling penting dalam pelayanan anak bukanlah metode, melainkan penyerahan diri total dari setiap pelayan anak.
Perubahan konsep dan cara pandang ini akan mengubah cara pelayanan kita. Bila kita benar-benar mau menyerahkan diri untuk melayani anak- anak, dan benar-benar mengasihi mereka, maka kita tidak akan melayani dengan sembarangan. Kita tidak akan mengajar tanpa persiapan yang matang. Kita tidak akan menyampaikan cerita Alkitab seperti halnya dongeng pengantar tidur. Kita tidak akan menjadikan pelayanan anak sekadar seperti sebuah panti pengasuhan (baby sitting) anak-anak yang orang-tuanya sedang ikut kebaktian.
Kalau kita benar-benar mengasihi mereka, kita pasti rindu mereka mengenal Kristus sedini mungkin. Karena itu kita menyampaikan firman Tuhan yang hidup kepada mereka. Ya, firman Tuhan yang dapat mengubah hati, dan bukan sekadar cerita kosong. Kita rindu hati mereka dijamah oleh Tuhan, bukan kepalanya saja yang diisi. Agar dapat mencapai hal seperti itu, kita harus membuat kebaktian anak semenarik mungkin sehingga mereka selalu ingin datang.
Segala cara dan upaya akan kita lakukan untuk merebut mereka dari pengaruh dunia ini, dan kita harus mempersiapkan diri seperti hendak maju ke medan peperangan. Kita berpacu dengan waktu, karena zaman ini menyediakan banyak 'godaan' untuk menarik anak-anak Tuhan. Kita akan memerhatikan anak-anak yang merupakan domba titipan Sang Gembala Agung. Karena itu, kita akan menelepon atau mengunjungi anak-anak yang sudah lama tidak datang, atau yang sedang sakit, atau yang sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian. Kehadiran yang singkat sekalipun akan meninggalkan kesan mendalam bagi anak-anak itu.
Dalam pelayanan, kami membantu gereja-gereja yang hendak membangun pelayanan anak yang lebih baik. Di sana, yang sering kami temukan bukanlah orang yang tidak bisa apa-apa dalam pelayanan anak. Justru kebanyakan dari mereka memiliki kemampuan bercerita yang baik, dapat membuat dan menggunakan alat peraga dengan baik, dsb. Hanya kerap kali mereka belum mengalami perubahan konsep dan cara pandang tentang anak dan pelayanan anak, serta kurang menyerahkan diri dengan segenap hati dan tenaga untuk melayani anak. Banyak di antaranya yang mengajar sebagai sambilan dari pelayanan lain, atau karena tidak ada kegiatan lain. Akibatnya, banyak yang menganggap bahwa Sekolah Minggu bukanlah kebaktian yang harus dilakukan dan dipersiapkan sebaik mungkin. Kalau Sekolah Minggu bukan kebaktian, lalu apakah acara itu: sekolah untuk meningkatkan intelektualitas, taman bermain, atau yang lain? Tak heran kalau kita melihat anak-anak ribut saat firman Tuhan disampaikan.
Untuk menguatkan bahwa yang terpenting adalah penyerahan diri dan cara pandang kita seperti yang telah kami tulis di atas, ada baiknya kita mendengarkan pendapat seorang pelayan anak yang tangguh dan yang telah dengan sungguh-sungguh bekerja untuk menjangkau anak-anak. Ia adalah Pendeta Bill Wilson.
Pendeta Bill Wilson menyatakan, "... teknik-teknik di kelas dan strategi-strategi pengajaran hanya membuang-buang waktu jika Anda tidak memedulikan anak-anak yang berusaha Anda jangkau itu dengan segenap hati. Pelayanan ini harus dimulai dari dalam. Tanpa ada api yang membakar hingga ke tulang belulang Anda, maka semua tak ada artinya, betapa pun banyaknya majalah triwulan guru yang Anda baca atau berapa tahun Anda telah menjadi guru."
Lebih jauh ia menambahkan, "Setiap Minggu, saat saya menyampaikan apa yang telah kami persiapkan dengan kerja keras, saya menganggap saat itu bagaikan surga atau neraka-karena sesungguhnya memang demikian .... Bila Anda memandang kelas Anda sebagai sesuatu yang kurang penting dibanding masalah hidup dan mati, maka Anda tidak pantas menjadi guru. Bila Anda terlambat sepuluh menit masuk ke dalam kelas setiap minggu, Anda harus berhenti menjadi guru. Anda tidak akan terus-menerus datang terlambat di tempat kerja, tetapi saya berani menduga bahwa sebagian di antara Anda melakukannya pada hari Minggu."
Pertanyaannya sekarang: apakah Anda mau melayani? Kalau jawabannya ya, apakah Anda mau melayani anak-anak di gereja? Kalau jawabannya ya, maukah Anda melakukan pelayanan itu dengan sungguh-sungguh? Anda harus mengubah konsep atau cara pandang lama Anda yang sudah tidak sesuai. Coba lihat ke dalam diri Anda, adakah konsep dan cara pandang Anda yang kurang tepat terhadap anak-anak dan pelayanan anak? Yang terpenting bukanlah metode atau cara Anda melayani, melainkan adakah hati Anda sungguh-sungguh terbakar untuk pelayanan ini? Adakah Anda rela menyerahkan diri untuk pelayanan ini? Kita tidak perlu malu mengakui bila kita salah. Tuhan menghendaki agar kita mengubah cara pandang dan cara berperilaku, sehingga dengan demikian kita akan dipakai Tuhan untuk pelayanan yang lebih baik lagi. Maukah Anda berubah?