Pelajaran 06 | Pertanyaan 06 | Referensi 06a | Referensi 06c
Nama Kursus | : | DASAR-DASAR IMAN KRISTEN |
Nama Pelajaran | : | Manusia Kedua Dari Tuhan |
Kode Pelajaran | : | DIK-R06b |
Referensi DIK-R06b diambil dari:
Judul Buku | : | Teologi Sistematika |
Penulis | : | Hendry C. Theissen |
Penerbit | : | Gandum Mas |
Tahun | : | 1979 |
Halaman | : | 333 - 341 |
Garis Besar:
Kemanusiaan Kristus jarang dipersoalkan. Memang ada ajaran sesat, misalnya, Gnostisisme yang menyangkal realitas tubuh Kristus, dan ajaran Eutikhes yang menjadikan tubuh Kristus itu tubuh ilahi. Akan tetapi, bagian terbesar dari gereja mula-mula menerima ajaran bahwa Kristus adalah manusia dan Allah. Penyimpangan dari doktrin Alkitab lebih banyak terjadi karena menolak sifat ilahi Kristus dan bukan menolak sifat manusia-Nya. Karena Kristus harus menjadi manusia sesungguhnya jika Ia hendak menebus manusia dari dosa, maka soal kemanusiaan Kristus bukan hanya merupakan soal yang akademis, tetapi soal yang sangat praktis. Apa saja yang menjadi bukti bahwa Yesus adalah manusia sesungguhnya?
Yesus lahir seperti manusia lainnya
Yesus lahir dari seorang wanita (Gal. 4:4). Kenyataan ini dikuatkan oleh kisah-kisah kelahiranNya dari seorang dara (Mat.1:18-2:11; Luk. 1:30-38; 2:1-20). Karena hal ini, Yesus disebut "anak Daud, anak Abraham" (Mat. 1:1) dan dikatakan bahwa Ia "menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud" (Rom. 1:3). Karena alasan yang sama, Lukas menurut asal usul Yesus sampai kepada Adam (Luk. 3:23-38). Peristiwa ini merupakan penggenapan janji kepada Hawa (Kej. 3:15) dan kepada Ahas (Yes. 7:14). Pada beberapa kesempatan Yesus disebutkan sebagai anak Yusuf, namun kita akan melihat bahwa setiap kali hal ini terjadi, orang yang melakukannya itu bukanlah sahabat Yesus atau mereka kurang mengenal Dia (Luk. 4:22; Yoh. 1:45; 6:42; bandingkan dengan Mat. 13:55). Bila ada bahaya bahwa pembaca kitab Injil akan menganggap penulis Injil tsb. bermaksud untuk menyatakan bahwa Yesus betul-betul anak Yusuf, maka penulis menambahkan sedikit penjelasan untuk menunjukkan bahwa anggapan semacam itu tidak benar. Oleh karena itu dalam Lukas 23:23 kita membaca bahwa Yesus adalah anak Yusuf "menurut anggapan orang" dan di dalam Rom. 9:5 dinyatakan bahwa Kristus berasal dari Israel dalam "keadaanNya sebagai manusia".
Dalam kaitan ini telah diajukan satu pertanyaan penting: Bila Kristus itu lahir dari seorang perawan, apakah Ia juga mewarisi sifat yang berdosa dari ibuNya? Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak berhubungan dengan dosa. Alkitab menandaskan bahwa Yesus "tidak mengenal dosa" (II Kor. 5:21); dan bahwa Ia adalah "yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa" (Ibr. 7:26); dan bahwa "di dalam Dia tidak ada dosa" (I Yoh. 3:5). Pada saat memberitahukan bahwa Maria akan melahirkan Anak Allah, Gabriel menyebutkan Yesus sebagai "kudus" (Luk. 1:35). Iblis tidak berkuasa apa-apa atas diri Yesus (Yoh. 14:30); ia tak ada hak apapun atas Anak Allah yang tidak berdosa itu. "Dosalah yang membuat Iblis berkuasa atas manusia, tetapi di dalam Yesus tidak ada dosa." Melalui naungan ajaib Roh Kudus, Yesus lahir sebagai manusia yang tidak berdosa.
Yesus tumbuh dan berkembang seperti manusia normal
Yesus berkembang secara normal sebagaimana halnya manusia. Oleh karena itu dikatakan dalam Alkitab bahwa Ia "bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada padaNya (Luk. 2:40), dan bahwa Ia "makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (Luk. 2:52). Perkembangan fisik dan mental Kristus ini tidak disebabkan karena sifat ilahi yang dimilikiNya, tetapi diakibatkan oleh hukum-hukum pertumbuhan manusia yang normal. Bagaimanapun juga, kenyataan bahwa Kristus tidak mempunyai tabiat duniawi dan sudah pasti turut mempengaruhi perkembangan mental dan fisikNya. Perkembangan mental Yesus bukanlah semata-mata hasil pelajaran di sekolah-sekolah pada zaman itu (Yoh. 7:15), tetapi harus dianggap sebagai hasil pendidikanNya dalam keluarga yang saleh, kebiasaan-Nya untuk selalu hadir dalam rumah ibadah (Luk. 4:16), kunjunganNya ke Bait Allah (Luk. 2:41, 46), penelaahan Alkitab yang dilakukan-Nya (Luk. 4:17), dan juga karena Ia menggunakan ayat-ayat Alkitab ketika menghadapi pencobaan, dan karena persekutuanNya dengan Allah Bapa (Markus 1:35; Yoh. 4:32-34).
Ia memiliki unsur-unsur hakiki sifat manusia
Bahwa Kristus memiliki tubuh jasmaniah jelas dari ayat-ayat yang berbunyi, "mencurahkan minyak itu ke tubuh-Ku" (Mat. 26:12; "yang dimaksudkanNya dengan Bait Allah adalah tubuhNya sendiri" (Yoh. 2:21); "Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapatkan bagian dalam keadaan mereka (darah dan daging)" (Ibr. 2:14); "tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiKu" (Ibr. 10:5); "kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibr. 10:10). Bahkan setelah Ia dibangkitkan Ia mengatakan, "Rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada padaKu" (Luk. 24:39).
Bukan saja Kristus memiliki tubuh manusiawi yang fisik, Ia juga memiliki unsur-unsur sifat manusiawi lainnya, seperti kecerdasan dan sifat sukarela. Ia mampu berpikir dengan logis. Alkitab berbicara tentang Dia sebagai memiliki jiwa dan/atau roh (Matius 26:38; bandingkan dengan Markus 8:12; Yoh. 12:27; 13:21; Mark. 2:8; Luk. 23:46; dalam Alkitab bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai hati dan nyawa). Ketika mengatakan bahwa Ia mengambil sifat seperti kita, kita selalu harus membedakan antara sifat manusiawi dan sifat yang berdosa; Yesus memiliki sifat manusiawi, tetapi Ia tidak memiliki sifat yang berdosa.
Ia mempunyai nama-nama manusia
Ia memiliki banyak nama manusia. Nama "Yesus", yang berarti "Juruselamat" (Mat. 1:21), adalah kata Yunani untuk nama "Yosua" di Perjanjian Lama (bandingkan Kis. 7:45; Ibr. 4:8). Ia disebut "anak Abraham" (Mat. 1:1) dan "anak Daud". Nama "anak Daud" sering kali muncul dalam Injil Matius (1:1; 9:27; 12:23; 15:22; 20:30,31; 21:9,15). Nama "Anak Manusia" terdapat lebih dari 80 kali dalam Perjanjian Baru. Nama ini berkali-kali dipakai untuk Nabi Yehezkiel (2:1; 3:1; 4:1, dan seterusnya), dan sekali untuk Daniel (8:17). Nama ini dipakai ketika bernubuat tentang Kristus dalam Daniel 7:13 (bandingkan Mat. 16:28). Nama ini dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai mengacu kepada Mesias. Hal ini jelas dari kenyataan bahwa imam besar merobek jubahnya ketika Kristus menerapkan nubuat Daniel ini kepada diriNya sendiri (Luk. 26:64,65). Orang-orang Yahudi memahami bahwa istilah ini menunjuk kepada Mesias (Yoh. 12:34), dan menyebut Kristus itu Anak manusia adalah sama dengan menyebut Dia Anak Allah (Luk. 22:69,70). Ungkapan ini bukan saja menunjukkan bahwa Ia adalah benar-benar manusia, tetapi bahwa Ia juga adalah wakil seluruh umat manusia (bandingkan Ibr. 2:6-9).
Ia memiliki berbagai kelemahan yang tak berdosa dari sifat manusiawi.
Oleh karena itu, Yesus pernah lelah (Yoh. 4:6), lapar (Mat. 4:2; 21:18), haus (Yoh. 19:28); Ia pernah tidur (Mat. 8:24; bandingkan Maz. 121:4); Ia dicobai (Ibr. 2:18; 4:15; bandingkan Yakobus 1:113); Ia mengharapkan kekuatan dari BapaNya yang di sorga (Mar. 1:35; Yoh. 6:15; Ibr. 5:7); Ia mengadakan mukjizat (Mat. 12:28), mengajar (Kis. 1:2), dan mempersembahkan diriNya kepada Allah oleh Roh Kudus (Kis. 10:38; Ibr. 9:14). "Orang-orang Kristen memiliki seorang imam besar di sorga dengan kemampuan yang tiada terhingga untuk merasa belas kasihan terhadap mereka dalam semua bahaya, dukacita, dan pencobaan yang mereka alami dalam kehidupan, karena Ia sendiri mengalami semuanya itu, karena Ia menjadi sama dengan manusia" Kembali harus ditekankan bahwa menyebutkan kelemahan-kelemahan dalam sifat Kristus tidaklah berarti kelemahan-kelemahan yang berdosa.
Berkali-kali disebut sebagai manusia
Yesus menganggap diriNya sendiri manusia (Yoh. 8:40). Yohanes Pembaptis (Yoh. 1:30), Petrus (Kis. 2:22), dan Paulus (I Kor. 15:21; Fil 2:8; bandingkan Kis. 13:38) menyebutNya manusia. Kristus benar- benar diakui sebagai manusia (Yoh. 7:27; 9:29; 10:33), sehingga Ia dikenal sebagai orang Yahudi (Yoh. 4:9); Ia dikira lebih tua dari usia sebenarnya (Yoh. 8:57; dan Ia dituduh telah menghujat Allah karena berani menyatakan bahwa diriNya lebih tinggi daripada manusia (Yoh. 10:33). Bahkan setelah bangkit, Kristus nampak sebagai manusia (Yoh. 20:15; 21:4,5). Lagi pula, sekarang ini Ia berada di sorga sebagai manusia (I Tim 2:5), akan datang kembali (Mat. 16:27,28; 25:31; 26:64- 65), serta menghakimi dunia ini dengan adil sebagai manusia (Kis. 17:31).
Ayat-ayat Alkitab dan alasan-alasan yang telah kami kemukakan ketika membicarakan perihal Trinitas untuk membuktikan kesamaan antara Kristus dengan Bapa, juga membuktikan kenyataan sifat keilahian yang dimiliki Kristus setelah Ia menjelma menjadi manusia.
Kristus memiliki sifat-sifat khas Allah; berbagai jabatan dan hak istimewa ilahi dimiliki-Nya; hal-hal yang dikatakan dalam Perjanjian Lama tentang Yehova telah dikatakan dalam Perjanjian Baru mengenai Kristus; nama-nama ilahi diberikan kepadaNya; Kristus memelihara hubungan-hubungan tertentu dengan Allah yang membuktikan keilahianNya; Ia disembah sebagai Allah dan Ia tidak menolak pemujaan itu selama Ia hidup di muka bumi ini; Kristus menyadari bahwa Ia adalah Allah yang telah menjelma. Semuanya ini merupakan rangkuman dari apa yang telah kita bahas dan pelajari sebelumnya ketika membicarakan Tritunggal.
Pokok ini merupakan rahasia yang sangat dalam. Bagaimana mungkin dua sifat di dalam satu orang? sekalipun sulit untuk memahami konsep ini. Alkitab mengajarkan agar kita merenungkan rahasia Allah ini, yaitu Kristus (Kol. 2:2,3). Yesus sendiri menyatakan bahwa pengenalan yang benar akan Dia hanya akan diperoleh melalui penyataan ilahi (Mat. 11:27). Mempelajari pribadi Kristus sangatlah sulit karena kepribadianNya sangat unik; tidak ada oknum lain yang sama dengan Dia sehingga kita tidak dapat berargumentasi dari hal-hal yang sudah kita ketahui kepada hal-hal yang belum kita ketahui.
Bukti Perpaduan Kedua Sifat Itu
Pertama-tama, kita harus menjelaskan beberapa salah paham. Perpaduan sifat ilahi dengan sifat manusiawi di dalam Kristus itu tidak dapat dibandingkan dengan hubungan pernikahan, karena kedua belah pihak dalam pernikahan tetap merupakan dua pribadi yang berbeda walaupun sudah menikah. Demikian pula perpaduan kedua sifat itu tidak sama seperti perhubungan orang-orang percaya dengan Kristus. Juga tidaklah tepat untuk beranggapan bahwa sifat ilahi itu tinggal di dalam Kristus sebagaimana Kristus tinggal di dalam orang percaya, karena itu berarti bahwa Yesus hanyalah seorang manusia yang didiami oleh Allah dan Ia sendiri bukan Allah. Gagasan yang mengatakan bahwa Kristus mempunyai kepribadian rangkap tidaklah alkitabiah. Tidak disebutkan dalam Alkitab bahwa Logos mengambil tempat pikiran dan roh manusiawi di dalam kristus, karena dalam hal demikian Kristus bersatu dengan kemanusiaan yang tidak sempurna. Demikian pula kedua sifat itu tidak bersatu untuk membentuk sifat yang ketiga, sebab dalam hal itu Kristus bukanlah manusia sejati. Juga tidak dapat dikatakan bahwa Kristus secara berangsur-angsur menerima sifat ilahi, karena dalam hal demikian keilahianNya bukanlah suatu kenyataan hakiki sebab harus diterima secara sadar oleh kemanusiaan Kristus. Gereja pada umumnya dengan tegas menyalahkan pandangan-pandangan ini sebagai tindak alkitabiah dan karena itu tidak bisa diterima.
Bila pengertian-pengertian di atas itu salah semua, bagaimanakah kita dapat menerangkan perpaduan kedua sifat tersebut di dalam Kristus sehingga menghasilkan satu pribadi, namun dengan dua kesadaran dan dua kehendak? Sekalipun ciri khas dari sifat yang satu tidak dapat dikatakan merupakan ciri khas dari sifat lainnya, namun kedua sifat itu berada dalam satu Oknum, yaitu Kristus. Tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa Kristus adalah Yang Ilahi yang memiliki sifat manusiawi, atau bahwa Ia adalah manusia yang didiami oleh Yang Ilahi. Dalam hal yang pertama, maka sifat manusiawi tidak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya, dan dalam hal yang kedua sifat ilahi itulah yang tak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya. Oknum kedua dari Tritunggal Allah menerima keadaan manusia dengan semua ciri khasnya. Dengan demikian kepribadian kristus berdiam di dalam sifat ilahiNya, karena Allah Anak tidak bersatu dengan seorang manusia tetapi dengan sifat manusia. Terpisah dari penjelmaan sifat manusiawi Kristus tak bersifat pribadi; akan tetapi hal ini tidak benar tentang sifat ilahiNya. Begitu sempurnanya penyatuan menjadi satu pribadi ini sehingga, sebagaimana dikatakan oleh Walvoord, "Kristus pada saat yang sama memiliki sifat-sifat yang nampaknya bertolak belakang. Ia bisa lemah dan mahakuasa, bertambah dalam pengetahuan namun mahatahu, terbatas dan tidak terbatas," dan kita dapat menambahkan, Ia bisa berada di satu tempat namun Ia mahahadir.
Yesus berbicara tentang diriNya sebagai satu pribadi yang utuh dan tunggal; Ia samasekali tidak menunjukkan adanya gejala keterbelahan pribadi. Selanjutnya, orang-orang yang berhubungan dengan Dia menganggap Dia sebagai seorang dengan kepribadian yang tunggal dan tidak terbelah. Bagaimana dengan kesadaran diriNya? Jelaslah bahwa dalam kesadaran diri yang ilahi Yesus senantiasa sadar akan keilahianNya. Kesadaran diri yang ilahi itu senantiasa beroperasi penuh, bahkan pada masa kanak-kanak. "Namun ada bukti bahwa dengan berkembangnya sifat manusiawi maka kesadaran diri yang manusiawi itu mulai aktif." Kadang-kadang Ia akan bertindak dari kesadaran diri yang manusiawi, dan pada saat-saat lain Ia bertindak dari kesadaran diri yang ilahi, namun keduanya itu tidak pernah bertentangan.
Hal yang sama dapat dikatakan mengenai kehendakNya. Pastilah, kehendak manusiawi ingin menjauhkan diri dari hal dijadikan dosa (II Kor. 5:21). Dalam kehidupanNya, Yesus berkehendak untuk melakukan kehendak BapaNya yang di sorga (Ibr. 10:7,9). Hal ini dilaksanakanNya sepenuhnya.
Sifat Perpaduan Kedua Sifat itu
Maka jika kedua sifat Kristus itu terbaur secara sempurna di dalam satu pribadi, lalu bagaimanakah sifat pembauran itu? Sebagian besar jawaban untuk pertanyaan ini telah disinggung dalam uraian sebelumnya. Tidak mungkin kami memberikan analisis kejiwaan yang tepat tentang kepribadian unik Kristus sekalipun Alkitab memberikan sedikit petunjuk.
Pertanyaan 01 | Referensi 01a | Referensi 01b | Referensi 01c
Nama Kursus | : | DASAR-DASAR IMAN KRISTEN |
Nama Pelajaran | : | Penciptaan Alam Semesta |
Kode Pelajaran | : | DIK-P01 |
Daftar Isi
Teks Alkitab
Ayat Kunci
Doa
TEKS ALKITAB
Kejadian 1
AYAT KUNCI
Kejadian 1:1
Kapan dan sudah berapa lamakah Tuhan ada? Tuhan sudah ada dengan segala kuasa dan kemuliaan-Nya sebelum segala sesuatu ada. Alkitab mengatakan, "Pada mulanya Tuhan ...." Kej. 1:1; Yoh 1:1. Keberadaan-Nya ialah dari kekal sampai kekal. Ia selalu ada, dulu, sekarang dan selama-lamanya. Alkitab mengatakan:"... dari selama-selamanya sampai selama-lamanya, Engkaulah Tuhan." Mazmur 90:2
Siapakah Tuhan yang keberadaan-Nya dari kekal sampai kekal itu? Dia bukanlah sekedar kuasa atau pengaruh yang dahsyat. Dia adalah Pribadi yang sering kita sebut dengan Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Allah Anak (Yesus Kristus) dan Allah Roh Kudus. Dialah yang menyebabkan segala sesuatu menjadi ada. Dia adalah Sang Pencipta (Bapa: I Kor 8:6; Anak: Yoh. 1:30; Roh Kudus: Kej. 1:2; Yes. 40:12- 13).
Sejak mulanya, manusia ingin tahu bagaimana segala sesuatu di dunia ini terjadi. Banyak pendapat telah diberikan mengenai asal-usul alam ini, khususnya mengenai asal-usul bumi. Namun tidak ada seorang pun yang mengetahui secara pasti jawabannya.
Bagaimanakah kita dapat mengetahuinya secara pasti? Jawabnya adalah dengan percaya atau mengimani firman Tuhan. Alkitab mengatakan: "Karena iman kita mengerti bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Tuhan." Ibrani 11:3
Di dalam firman Tuhan kita menemukan jawabannya secara pasti. Alkitab tidak pernah berspekulasi sebagaimana teori-teori yang diciptakan oleh manusia. Dengan tegas Alkitab mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana maupun kerajaan, baik pemerintah maupun penguasa, segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan dan untuk Tuhan. Kolose 1:16
Walaupun penjelasan mengenai penciptaan dalam Alkitab sangat singkat, namun Tuhan telah memberitahukan kepada kita segala sesuatu yang perlu kita ketahui tentang permulaan alam semesta ini. Pernahkah Anda bertanya mengapa kitab pertama dalam Alkitab disebut kitab "Kejadian"? Jawabannya adalah karena kitab Kejadian menceritakan tentang permulaan atau asal-usul segala sesuatu. Kata "Kejadian" berarti "Permulaan". Kitab ini menceritakan tentang permulaan langit, bumi ini dan segala isinya. Kitab ini dimulai dengan memberi informasi tentang asal mula alam semesta ini.
"Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." Kejadian 1:1
Siapakah yang menciptakan langit, bumi dan segala isinya ini? Alkitab secara jelas memberikan jawabannya, yaitu Tuhan. Berikut ini adalah ayat-ayat Alkitab yang menyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan alam semesta.
"Pada mulanya Tuhan menciptakan langit dan bumi." Kejadian 1:1
"Dialah Tuhan ... dan Ia menciptakannya bukan supaya kosong, tetapi Ia menciptakannya untuk didiami." Yesaya 45:18
"Akulah yang menjadikan bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya; tangan-Kulah yang membentangkan langit dan Akulah yang memberi perintah kepada seluruh tentaranya." Yesaya 45:12
"... Ia yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya: yang tetap setia untuk selama-lamanya." Mazmur 146:6
Berbeda dengan Tuhan, alam semesta ini memiliki titik permulaan. Tuhanlah yang menciptakan alam semesta ini. Ia menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada dan seluruh keberadaan alam semesta ini bergantung kepada Tuhan. Kejadian 1:1 menyatakan:
"Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi". Kata "menciptakan" di sini tidak berarti memindahkan/menghadirkan sesuatu yang sudah ada ke tempat lain yang pada mulanya tidak ada sehingga menjadi ada, tetapi membuat sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (ex nihilo). Jadi tanpa bahan. Bagaimanakah cara Tuhan menciptakan langit dan bumi? Ia menciptakannya dengan firman-Nya. Alkitab mengatakan:
"Oleh firman Tuhan langit dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentara-Nya." Mazmur 33:6
Firman Tuhan itu berkuasa! Firman Tuhan itu juga bersifat menciptakan, karena segala sesuatu yang difirmankan-Nya itu semuanya terjadi. Alkitab mengatakan:
"Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi, Dia memberi perintah, maka semuanya ada." Mazmur 33:9
"Berfirmanlah Allah: `Jadilah ....`." Kej. 1:3, 6, 9, 11, 14, 20, 24, 26
Bagaimana kondisi segala sesuatu pada saat Tuhan menciptakan mereka? Kondisinya adalah tidak seperti sekarang ini. Kondisi segala hal yang Ia ciptakan adalah baik. Dalam Kejadian pasal 1, berkali-kali disebutkan bahwa setelah Tuhan menciptakan sesuatu, "Ia melihat semua itu baik." Kej. 1:10, 12, 18, 25, 31
Karena segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan, maka siapakah yang memiliki semua dan segala sesuatu? Tentu ini berarti bahwa segala sesuatunya adalah milik Tuhan karena Dia adalah Pencipta segalanya.
Mengapa Tuhan menciptakan segala sesuatu ini? Ia menciptakannya untuk kemuliaan-Nya. Alkitab mengatakan:
"... yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku ....". Yesaya 43:7
"... segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia." Kolose 1:16
Melalui ciptaan-Nya, Tuhan juga telah menyatakan kuasa, kemuliaan dan hikmat-Nya. Alkitab mengatakan:
"...langit menceritakan kemuliaan Tuhan dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya." Mazmur 19:1
Karena Tuhan adalah Pencipta segala sesuatu, maka Dia sajalah yang patut atau layak dipuji dan disembah. Apakah arti penyembahan itu? Penyembahan adalah ungkapan kasih, penghormatan dan ketaatan yang patut diberikan kepada Tuhan. Kita tidak boleh menyembah manusia, malaikat, makhluk ataupun benda-benda lain. Alkitab mengatakan:
"Engkau harus menyembah Tuhan, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" Matius 4:10
"Ya Tuhan, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa, sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." Wahyu 4:11
Beberapa orang beranggapan bahwa setelah Allah menciptakan dunia dan segala isinya, Ia menarik diri dan membiarkan ciptaan-Nya berjalan sendiri begitu saja, seperti faham Deisme. Bahwa Ia tidak peduli lagi dengan ciptaan-Nya. Ia lepas tangan. Benarkah Alkitab mengajarkan demikian? Jawabannya adalah tidak. Sampai saat ini Allah masih memelihara ciptaan-Nya. Allah, Pencipta Agung dari segala sesuatu, Ia juga yang memelihara, memimpin, mengatur dan memerintah semua makhluk ciptaan, tindakan, dan benda-benda ciptaan, mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil, dengan kebijaksanaan-Nya yang paling bijak dan pemeliharaan-Nya yang kudus, sesuai dengan pengetahuan yang tidak bisa salah dan kehendak-Nya yang bebas dan tidak berubah, bagi kemuliaan hikmat-Nya, kuasa-Nya, keadilan-Nya, kebaikkan-Nya dan kemurahan-Nya.
Kalau langit dan bumi dan segala isinya ini masih ada sampai sekarang, ini semua karena pemeliharaan Allah terhadap ciptaan-Nya. II Petrus 3:7 mengatakan: "Tetapi oleh Firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api ..." Semuanya itu dimungkinkan masih ada karena Allah menopangnya. Ibrani 1:3 menjelaskan bahwa Kristus menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kuasa.
Kata "menopang" di sini tidaklah hanya sekedar menopang atau menyokong, tetapi memiliki pemahaman yang aktif, dengan maksud kehendak-Nya, Ia mengontrol semuanya secara terus-menerus. Jadi Yesus secara aktif terlibat dalam karya pemeliharaan (providensia). Hal serupa juga terdapat dalam Kolose 1:7 yang mengatakan bahwa di dalam Dia segala sesuatu ada. Bagaimana dengan kehidupan manusia di bumi ini? Apakah Allah masih memperhatikannya? Jawabnya adalah Ya. Ada banyak ayat dalam Alkitab yang menjelaskan bahwa Ia mengatur kehidupan di bumi ini. Mazmur 139:16 menjelaskan bahwa Allah mengatur kelahiran dan kehidupan manusia. Ia memberikan perlindungan kepada orang benar (Maz. 5:12; Ul. 33:12, 25-28; I Sam. 2:9), memenuhi kebutuhan umat-Nya (Ul. 8:3; Fil. 4:19) dan sebagainya. Sebenarnya kalau kita mau sadar, nafas hidup yang Ia masih berikan kepada kita saat ini adalah bukti dari pemeliharaan-Nya terhadap kita.
Ayub 34:14-15 mengatakan: "Jikalau Ia menarik kembali Roh-Nya dan mengembalikan nafas pada-Nya, maka binasalah bersama-sama segala yang hidup, dan kembalilah manusia kepada debu." Demikian juga yang dikatakan Mazmur 104:29: "... apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu."
Jadi, Allah masih campur tangan terhadap ciptaan-Nya. Semua keberadaan dan gerak segala sesuatu yang ada di alam semesta ini tidak bisa dilepaskan dari pemeliharaan Tuhan terhadapnya.
DOA
"Tuhan, Engkaulah yang menciptakan langit, bumi dan segala isinya. Biarlah saya terus menyembah dan memuliakan nama-Mu yang ajaib. Engkaulah Pencipta yang agung. Untuk itu, ciptakanlah hati yang suci dan bersih di dalam diri saya dan bentuklah hati saya menjadi tempat kediaman-Mu yang kudus." Amin
[Catatan: Pertanyaan Latihan ada di lembar lain.]
Pelajaran 01 | Pertanyaan 01 | Referensi 01a | Referensi 01b
Nama Kursus | : | TRAINING GURU SEKOLAH MINGGU (GSM) |
Nama Pelajaran | : | Pengenalan Sekolah Minggu |
Kode Pelajaran | : | GSM-R01c |
Referensi GSM-R01c diambil dari:
Judul Buku | : | Pola Mengajar Sekolah Minggu |
Judul Artikel | : | Program Allah Untuk Gereja |
Pengarang | : | Mavis L. Anderson |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993. |
Halaman | : | 1 - 16 |
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang aku mengutus kamu." (Yohanes 20:21)
Hakekat kekristenan, hakekat gereja, hakekat SM, ialah Kristus. Pengabaran Injil dalam arti yang sebenarnya bukanlah satu pertemuan yang diadakan kadang-kadang saja, tetapi adalah satu tugas yang agresif, yang berlangsung terus dan meluas, yang timbul dari kasih kepada dunia yang terhilang. Allah sangat mengasihi dunia sehingga Ia mengirimkan anak-Nya supaya kita memiliki hidup dengan berkelimpahan.
Yesus tahu bahwa pelayanan-Nya, kasih-Nya, program-Nya bagi penebusan dunia yang terhilang harus diserahkan kepada pengikut-pengikut-Nya. "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu" (Yohanes 20:21). Perkataan terakhir dari Yesus yang mengiang- ngiang di telinga murid-murid-Nya ialah, "Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem sampai ke ujung bumi" (Kisah Para Rasul 1:8).
Program yang telah diserahkan Kristus kepada gereja-Nya ialah supaya setiap orang Kristen mau berusaha dengan segenap kesanggupannya untuk membawa anak-anak, para pemuda, dan orang-orang dewasa kepada suatu hubungan yang vital dan yang bersifat pribadi dengan Allah melalui Kristus, dan kemudian pergi dan menjadikan orang-orang lain murid- murid Tuhan. Gereja hanya dapat memenuhi program bagi dunia yang terhilang ini bila gereja telah digerakkan oleh panggilan Allah dan digiatkan oleh kuasa Roh Kudus.
Untuk memahami dengan jelas tentang kedudukan SM di dalam program gereja, pertama-tama perlu ada satu pengertian yang jelas tentang apa yang dimaksudkan dengan gereja. Dalam percakapan sehari-hari kita berbicara tentang pergi ke gereja dan Sekolah Minggu. Kita mendorong setiap orang untuk pergi ke gereja setiap Minggu. Kita berbicara tentang kebaktian di gereja. Berapa jumlah ketepatan pemakaian istilah tentang gereja?
Menurut Perjanjian Baru, gereja setempat adalah tubuh yang kelihatan dari orang-orang percaya yang telah mendengar panggilan Allah dan dipersatukan kepada-Nya oleh iman di dalam Yesus Kristus. Kelompok setempat seperti itu merupakan bagian dari gereja yang am (umum), yang menjadi tubuh rohani yang dibentuk oleh orang-orang percaya sepanjang masa dan waktu.
Gereja adalah alat vital dari Tuhan yang digerakkan oleh Roh Kudus untuk maksud dan melaksanakan tugas yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus untuk "jadikanlah semua bangsa murid-Ku".
Tetapi Anda berkata: "Dimana kedudukan SM itu di dalam program gereja?"
Gerakan SM didirikan di tengah-tengah penghinaan dan perlawanan. Gereja-gereja pada mulanya berpendapat bahwa pekerjaan Robert Raikes yang mendirikan SM di antara anak-anak miskin tidak akan berhasil. Tetapi sebelum Robert Raikes meninggal dunia pada tahun 1811, ia berkesempatan melihat SM-nya bertumbuh dengan pesat sehingga memiliki seperampat juta murid dan perkembangannya meluas sampai ke Amerika Serikat. George R. Merill berkata:
"Robert Raikes telah mempersembahkan kepada abad kesembilanbelas dan kepada dunia, satu alat yang paling berhasil untuk kemajuan moral dan agama yang akan disebarkan kedalam abad dua puluh untuk satu perkembangan yang jauh melebihi impian-impian yang penuh harapan."
Kita berada di tengah-tengah perkembangan yang mengherankan dari abad keduapuluh, namun akhirnya belum tiba. Berbagai aliran gereja yang menghargai nilai SM telah membuktikan bahwa memang SM adalah suatu alat yang potensial untuk menguatkan gereja. Marilah kita perhatikan perkembangan yang menonjol yang merupakan ciri dari SM pada abad yang keduapuluh.
Pada mulanya SM dikhususkan untuk anak-anak, tetapi perkembangannya telah membuktikan bahwa bagi pemuda dan orang dewasa pun SM itu perlu. Karena pelayanan mengajar SM merupakan suatu pelayanan yang berlangsung terus, karena mempelajari Firman Tuhan merupakan makanan bagi jiwa, sama seperti kita hidup dan bernafas, penting sekali bagi gereja untuk memberikan satu pelayanan mengajar untuk semua usia. Hal ini dapat dikerjakan oleh SM! SM merupakan pelayanan pengajaran kepada seluruh keluarga.
Jikalau gereja hendak memakai SM "sebagai satu alat yang paling potensial bagi kemajuan moral dan agama", gereja haruslah mengikuti pola pengajaran abad pertama. Gereja yang mula-mula telah memulai pola bersaksi secara perseorangan untuk melaksanakan perintah Kristus. Pola ini merupakan perintah kepada setiap anggota gereja, setiap pengikut Kristus menganggapnya tanggung jawab pribadi-nya untuk bersaksi bagi Kristus. SM adalah suatu "alat yang potensial" sebab badan ini merupakan satu pelayanan perseorangan.
Gereja melalui SM-nya mendapat kesempatan yang tidak terbatas untuk melayani setiap anggota. Banyak orang Kristen ingin menjadi seorang saksi, tetapi takut dan ragu-ragu di mana mereka akan mulai. SM yang akan mengajar mereka "melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu" juga menyediakan kesempatan bagi mereka untuk menaati perintah itu. Dalam SM yang hidup harus ada satu tempat pelayanan bagi setiap anggota yang telah siap untuk melayani!
Misi "The Christian and Missionary Alliance" dilahirkan dari suatu kerinduan untuk memenangkan dunia yang terhilang, dan untuk menyegarkan gereja yang suam untuk melakukan tugas ini. "'Saya berjalan mondar-mandir di pesisir Pantai Old Orchard, Maine, pada musim panas tahun 1881,' kata A.B. Simpson, 'dan meminta kepada Allah melalui suatu cara untuk membangkitkan satu gerakan pengabaran Injil yang besar yang akan mencapai daerah-daerah di dunia yang telah dilalaikan itu. Sekolah Minggu mempersembahkan satu saluran untuk melayani kepada setiap anggota gereja.'" Gereja melalui SM-nya mencapai masyarakat. Perintah untuk setiap anggota sederhana saja: "Pergilah!" Sesungguhnya tidaklah mungkin untuk memenuhi pelayanan mengajar dari gereja tanpa "pergi". Di sini SM menduduki satu kehidupan yang unik dalam program gereja yang mengikuti metode-metode abad pertama. SM mempunyai suatu pelayanan pribadi kepada setiap rumah tangga dalam masyarakat. SM telah melewati pelbagai rintangan, prasangka, sifat acuh tak acuh dan telah menumpangkan tangan di atas kepala anak-anak. Dengan kasih Kristus dan kasih sayang para orang tua melalui anak-anak dan membuka pintu-pintu yang dengan cara lain tertutup terhadap gereja.
Gereja melalui SM-nya merupakan suatu gereja yang banyak memenangkan jiwa karena pelayanan pribadinya kepada setiap orang. Kristus mengajar murid-murid-Nya untuk bekerja secara perseorangan. Mereka heran karena Yesus menggunakan begitu banyak waktu untuk kepentingan satu orang, tetapi Yesus mengetahui nilai dari jiwa itu. Ia berkata kepada kepada murid-murid-Nya bahwa mereka harus mengabarkan Injil kepada setiap orang. Gereja mempunyai kesempatan melalui SM untuk mengajar dengan setia kepada setiap orang tanpa mengenal usia.
Hal-hal ini merupakan ciri-ciri dari Gereja abad kesembilan belas dan membuktikan "bahwa SM kepada dunia memberikan satu alat yang berpengaruh untuk kemajuan moral dan agama". Gerejalah yang menemukan bahwa para guru SM menarik anggota baru dan membawa mereka kepada pengenalan secara pribadi akan Kristus. Bilamana Anda juga ikut memperjuangkan SM, hal itu akan memperkuat gereja Anda menjadi jauh lebih besar daripada yang Anda harapkan.
Pertumbuhan yang tetap adalah sebagian daripada program Allah untuk gereja. SM mempunyai tempat dalam program ini, sebab SM itu dikenal sebagai suatu satu faktor pengembangan yang terbesar bagi pertumbuhan gereja.
Kadang-kadang kita mendengar pernyataan seperti berikut ini, "Saya lebih suka mempunyai satu SM yang baik daripada satu yang besar" atau "Allah tidak pernah memanggil kita supaya menjadi besar." Satu analisa yang teliti mungkin melahirkan satu sikap hati yang tulus tetapi sering juga pernyataan-pernyataan seperti itu datang dari tipu muslihat iblis, dari satu hati yang acuh tak acuh, atau karena gereja mencoba menutupi kegagalannya dengan pernyataan yang kudus.
Tiap saran yang menentang jumlah yang banyak bukan datang dari sorga, karena bunyi undangan dari pintu gerbang kemuliaan ialah "Barangsiapa mau, hendaklah ia datang!" Neraka tentu saja menentang orang banyak yang mendapatkan Kristus. Iblis takut kepada Firman Allah. Iblis akan melawan jiwa-jiwa itu di bawah naungan suara hati dari Firman yang Hidup itu.
Pertumbuhan yang tetap adalah satu hasil dari program gereja rasuli. "Dan makin lama makin bertambahlah jumlah orang yang percaya kepada Tuhan, baik laki-laki maupun perempuan" (Kisah Para Rasul 5:14).
"Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar iman menyerahkan diri dan percaya" (Kisah Para Rasul 6:7). "Dan tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan (Kisah Para Rasul 11:21). "Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa" (Kisah Para Rasul 4:32). Menarik jiwa datang kepada Tuhan bukanlah soal senang atau tidak senang, melainkan suatu perintah Ilahi.
SM yang bertumbuh menyuburkan pertumbuhan itu ke dalam setiap tingkatan pekerjaan gereja. Bilamana SM Anda gagal dalam hal ini, maka SM itu telah gagal dalam mengambil kedudukan yang benar dalam program Allah. Sebuah SM yang bertumbuh harus berarti suatu pertambahan pengunjung pada kebaktian-kebaktian, pertemuan doa dan kelompok- kelompok latihan. Bilamana SM berhasil mencapainya, perpuluhan- perpuluhan dan persembahan-persembahan akan terus meningkat secara tetap. Sumbangan pengajaran Injil akan berarti kehidupan dan pertumbuhan baru kepada program penginjilan kita, calon-calon pekerja baru akan didaftarkan dan dilatih untuk bekerja di daerah mereka sendiri. Pertumbuhan berarti penambahan lebih banyak calon untuk pelayanan penginjilan. Pertumbuhan gereja adalah hal yang sehat. Pertumbuhan menandakan bahwa gereja itu hidup.
Pada tahap ini Anda mungkin akan melihat SM melalui sudut pandang yang lain, dengan suatu tekad baru untuk ikut serta dalam program pembangunan gereja yang ajaib. Kiranya Tuhan mengabulkan maksud Anda. Pada saat yang sama, semoga tak pernah diketahui orang lain, bahwa Anda berada di antara orang-orang yang mengesampingkan pekerjaan Allah atau yang membesar-besarkan pekerjaan dari seorang pribadi di atas kekurangan orang lain. Tidak dapat disangkal bahwa mungkin Anda berada di tengah-tengah orang yang menghina pekerjaan Allah dalam lapangan pelayanan perseorangan ini. Bilamana Anda mengambil bagian dalam pelayanan SM, Anda telah menggabungkan diri dalam satu pasukan inti yang dipersatukan untuk melakukan satu tugas yang sama, yaitu menambah anggota-anggota kepada gereja Yesus Kristus.
Pelajaran 06 | Pertanyaan 06 | Referensi 06b | Referensi 06c
Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggung Jawab dalam Hal Bersaksi dan Memuridkan Orang Lain |
Kode Pelajaran | : | OKB-R06a |
Referensi OKB-R06a diambil dari:
Judul Buletin | : | SANGKAKALA |
Judul Artikel | : | Penginjilan Sebagai Gaya Hidup |
Penulis | : | Cucuk Kustiawan, S.H. -- Pekerja Mahasiswa |
Halaman | : | 1-2 |
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui, tetapi lebih kepada sharing pengalaman bagaimana ketika dulu saya membagi Injil dalam pekerjaan.
Apakah penginjilan itu?
Penginjilan adalah memberitakan tentang karya Kristus yang sudah mati karena dosa-dosa kita, dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga (1Korintus 15:3-4), serta menantang orang untuk bertobat dari dosanya (Kisah Para Rasul 26:18) lalu mengharapkan dia percaya pada karya Kristus itu untuk kemudian menerima-Nya sebagai Tuhan dan juruselamat pribadi, sehingga ia memperoleh hidup yang kekal (Yohanes 20:30-31).
Mengapa kita harus memberitakan Injil?
Sebagai orang percaya, sejak kita pecaya kita sudah ditetapkan sebagai saksi (Kisah Para Rasul 1:8). Oleh karena itu, sangat tidak wajar bila kita tidak memberitakan apa yang telah kita alami (1Yohanes 1:3). Kesaksian kita itu sangat dibutuhkan orang karena menentukan nasib orang -- apakah mereka akan selamat atau binasa (Markus 16:15-16). Tuhan memerintahkan (Markus 16:15-16), sehingga kalau kita tidak memberitakan Injil, kita tidak taat pada perintah Allah. Memberitakan Injil Kristus adalah kemurahan. Siapakah kita ini sehingga layak menyampaikan berita agung itu, tetapi justru kepada kita disampaikan berita itu dan dipercaya untuk menyampaikannya pada orang lain? (1Tesalonika 2:4). Penginjilan sebagai gaya hidup
Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka sebenarnya tugas penginjilan itu melekat pada diri kita. Tidak bisa tidak, kita harus menginjili. Bahkan, Rasul Paulus mengatakan: "celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." (1Korintus 9:16). Injil itu tinggal dalam hidup kita, maka penginjilan sebagai gaya hidup adalah bahwa pikiran, sikap, kata-kata, tindakan kita adalah ekspresi dari Injil itu. Kita memberitakan Injil kapanpun, kepada siapapun, dimanapun berada, baik atau tidak baik waktunya, karena Injil adalah hidup dan hidup kita dipengaruhi oleh Injil itu.
Penginjilan di tengah pekerjaan
Sebenarnya secara prinsip dimanapun kita menginjili sama dengan: melakukan pendekatan, memberitakan injilnya dan menantang orang untuk percaya pada Kristus, meneguhkan keyakinan keselamatannya.
Walaupun kita tahu bahwa semua ini kita lakukan dengan bergantung pada Roh Kudus, namun secara teknis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menginjili dalam konteks pekerjaan: pada tahap pendekatan, karena teman kerja adalah bagian dari orang yang kita temui setiap hari yang melihat hidup kita. Maka kita perlu memiliki cara hidup yang baik dalam kata-kata, tindakan, dan pikiran/ide-ide. Kesaksian hidup yang baik menjadi daya tarik di tengah dunia pekerjaan yang cenderung berkompromi terhadap dosa. Selain itu, biasanya dalam dunia pekerjaan yang sering menjadi pokok pembicaraan adalah tentang anak, suami, istri, pekerjaan itu sendiri, kedudukan/pangkat, dan materi. Untuk itu, jadilah pendengar yang baik bagi rekan kerja kita yang curhat tentang pokok-pokok itu. Orang senang bila ada yang mau mendengarkan, sehingga bisa menjadi pintu masuk untuk menyampaikan Injil. Penting juga untuk memiliki sikap hati yang rela untuk membantu/melayani, karena sering dalam dunia kerja segala sesuatu diukur/diperhitungkan berdasarkan uang; menghasilkan atau tidak, untung atau rugi, dsb.
Jika kedekatan dan keterbukaan sudah terbangun, maka kita bisa mulai masuk untuk membagikan Injil itu kepada rekan kita. Yang penting beranilah, jangan sungkan, pakewuh, takut, ragu. Saya dulupun mengalami (bahkan sampai sekarang). Teknisnya bisa dilakukan dengan menjelaskan Injil melalui ilustrasi jembatan, traktat, menceritakan kesaksian pribadi kita ketika diselamatkan atau kombinasi dari berbagai cara tersebut, kemudian menantang orang untuk percaya pada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya. Meneguhkan keyakinan keselamatannya. Jika rekan kita mau percaya kita bersyukur, karena kita sudah dilayakkan Allah untuk memberitakan Injil. Jika mereka belum mau percaya atau belum mau meresponi berita Injil itu, maka sikap kita selanjutnya haruslah tetap mengasihi/bersahabat/menolong. Agar penginjilan terus ada dalam hidup kita, maka kita perlu mendoakan dan merencanakan dengan konkrit kepada siapa, dengan cara apa, kapan dilakukan, dimana (apakah cukup di kantor, di rumahnya atau di tempat lain) dan dengan cara bagaimana? Akhir kata, kita harus terus mengingat bahwa: memberitakan Injil adalah suatu kemurahan dan anugerah.
Pelajaran 02 | Pertanyaan 02 | Referensi 02b
Nama Kursus | : | TRAINING GURU SEKOLAH MINGGU (GSM) |
Nama Pelajaran | : | Kriteria Guru Sekolah Minggu |
Kode Pelajaran | : | GSM-R02a |
Referensi GSM-R02a diambil dari:
Judul Buku | : | Menjadi Guru Profesional Sebuah Perspektif Kristiani |
Judul Artikel | : | Guru Kristen |
Pengarang | : | B. Samuel Sidjabat, M.Th., Ed.D. |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993. |
Halaman | : | 35 - 38 |
Berbicara tentang "guru Kristen", selalu ada dua hal penting yang patut menjadi perhatian utama kita dalam pembicaraan berikut ini. Pertama, mengenai kedudukan guru sebagai pribadi Kristen. Bagaimana sepatutnya ia memahami dan mengembangkan statusnya sebagai orang Kristen? Kedua, mengenai tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Apakah peranannya sebagai guru dalam melaksanakan tugas keguruan? Bagaimana ia sepatutnya mengemban tugasnya sebagai guru berdasarkan iman Kristiani yang dianutnya?
BERTUMBUH DI DALAM KRISTUS
Perkara yang sangat penting dikembangkan oleh seorang guru Kristen adalah pengenalan mengenai jati dirinya sendiri sebagai orang Kristen. Kita memahami bahwa orang Kristen adalah "orang yang memberikan dirinya secara penuh kepada Yesus Kristus" (lihat Kisah Pararasul 11:26). Orang Kristen ialah orang yang percaya dan menyambut sepenuhnya kedudukan dan peran Yesus sebagai Tuhan, Juruselamat dan Raja atas kehidupannya. Pembukaan diri ini sebenarnya dimungkinkan oleh kuasa Allah sendiri, sebagai pekerjaan Allah Roh Kudus yang membuat seseorang memberi respons positif terhadap berita Injil (lihat Roma 1:16-17; 1 Korintus 15:3- 5). Dengan membuka diri, Roh Kudus berkenan hadir ke dalam hidup dan mendiami diri orang percaya. Dengan demikian, nyatalah permulaan orientasi hidup baru, perubahan hidup, pengertian rohani baru, kuasa dan dinamika hidup baru (Yohanes 3:3,5; Roma 8:9-11; 2 Korintus 3:17-18; 5:17).
Kemudian sebagai orang Kristen, guru terpanggil untuk bertumbuh ke arah pengenalan yang semakin mendalam dan lengkap tentang pribadi Yesus Kristus (bandingkan dengan Kolose 2:6-7; Galatia 2:19-20). Pengenalan tentang pribadi Yesus ini akan memungkinkan dia untuk semakin memahami kehendak Allah. Karena Yesus sendiri adalah jalan, kebenaran, dan hidup, membawa orang kepada pengenalan yang sejati akan karya Allah (Yohanes 1:18; 14:6). Sebab, Yesus menyatakan dengan tegas bahwa di luar Dia, orang tidak dapat melakukan hal yang benar bagi kemuliaan Allah (Yohanes 15:4,5,16). Di samping itu, hanya melalui persekutuan dengan Dialah, seorang guru Kristen semakin menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Dan kebenaran yang dinyatakan Allah kepada setiap orang percaya menyangkut segi kognitif (intelek- pemikiran), segi moral, etis, serta spiritual. Selanjutnya kebenaran yang harus dikejar oleh guru Kristen adalah kebenaran realitis, yaitu yang nyata dalam kehidupan. Kebenaran yang demikian akan berupaya membebaskan manusia seutuhnya (bandingkan dengan Yohanes 8:31-32; 17:17).
Masalah mengikut Yesus tidak saja terbatas kepada bagaimana kita dapat lebih memahami dan mengerti apa yang dilakukan Yesus bagi pengampunan dosa, dan jaminan kehidupan yang akan datang harus diteladaninya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pelaksanaan tugas keguruan. Howard G. Hendriks (Gangel and Hendriks, 1988), mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi kehidupan Yesus yang senantiasa mengagumkan, yang perlu diteladani oleh seorang guru Kristen.
Seorang guru Kristen juga perlu menyadari bahwa peranan Roh Kudus bukan hanya berlangsung dalam rangka pendewasaan iman dan peningkatan kualitas atau kesadaran akan kesucian hidup, tetapi juga di dalam rangka mengemban profesi sehari-hari. Roh Kudus ingin menyatakan kuasa dan kehadiranNya di dalam diri dan melalui orang. Karena itulah guru bidang studi apapun tetap memerlukan kehadiran Roh Kudus di dalam hidup dan pekerjaannya. Bukan karena mengajar agama Kristen atau memimpin kelompok pemahaman Alkitab, seorang guru membutuhkan kehadiran dan bimbingan Roh Kudus. Roh Kudus juga menyatakan sifatNya melalui gerak-gerik dan gaya mengajar dari guru. Selanjutnya sifat- sifat yang dipancarkanNya dapat menjadi dinamika hidup dalam hubungan antar pribadi yang menyegarkan dan membangun. Sifat-sifat itu pulalah yang diharapkan mewarnai dan membentuk etos kerja seorang guru sebagai pengajar dan pendidik.
Seorang guru, sebagai pengajar iman Kristen, sudah tentu sangat memerlukan ketergantungan terhadap kuasa, urapan dan kehadiran Roh Kudus. Sebab Dialah yang sanggup membuka mata hati orang untuk memahami kebenaran (bandingkan dengan Efesus 3:16,17,18). Ia pula akan memberikan ide-ide baru dalam masa persiapan, dan bahkan sementara guru melakukan tugas mengajarnya (interaksi belajar-mengajar). Ia memberikan semangat atau entusiasme (Yun: en theos). Ia mampu meyakinkan dan menyadarkan para pendengarnya. Ia membuat interaksi di antara sesama anggota dalam kelompok belajar dinamis sehingga terasa hangat dan bermakna (Yohanes 16:11-13; 1 Yohanes 2:20,27; 3:24; 1 Korintus 2:14). Karena itulah seperti dikemukakan oleh Paulus, orang percaya harus selalu mau dipimpin dan dipenuhi Roh Kudus (Efesus 5:18; Galatia 5:16,18,25). Melalui kegiatannya, guru dapat mendorong terjadinya suasana ibadah, yang menimbulkan kekaguman dan kemuliaan Allah. Roh itulah yang membawa guru dan peserta didiknya beribadah dalam roh dan kebenaran (bandingkan dengan Yohanes 4:24).
Pelajaran 08 | Pertanyaan 08 | Referensi 08b | Referensi 08c
Nama Kursus | : | DASAR-DASAR IMAN KRISTEN |
Nama Pelajaran | : | Di Dalam Kristus |
Kode Pelajaran | : | DIK-R08a |
Referensi DIK-R08a diambil dari:
Judul Buku | : | Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen |
Pengarang | : | R.C. Sproul |
Penerbit | : | SAAT |
Tahun | : | 1997 |
Halaman | : | 243-246; 247-249; 251-253 |
Garis Besar:
Bab 64 IMAN
BAB 65 IMAN YANG MENYELAMATKAN
BAB 66 DIBENARKAN OLEH IMAN
Kekristenan sering disebut sebagai suatu agama. Lebih tepat disebut suatu "iman." Kita sering membicarakan iman Kristen. Hal ini disebut suatu iman oleh karena ada suatu pengetahuan yang diteguhkan atau dipercayai oleh pengikut-pengikutnya. Hal itu disebut iman, juga oleh karena nilai dari iman adalah sentral dalam kaitan dengan pengertian akan penebusan.
Apakah arti dari iman itu? Di dalam kebudayaan kita sering kali diartikan secara salah, yaitu sebagai kepercayaan yang membabi-buta atau percaya pada sesuatu yang tidak masuk akal. Apabila kita menyebut iman Kristen sebagai suatu "iman yang membabi-buta", hal ini bukan saja merendahkan orang Kristen tetapi suatu penghinaan terhadap Allah. Pada waktu Alkitab berkata tentang kebutaan, istilah itu digunakan untuk menggambarkan orang yang oleh karena dosa, orang itu berjalan di dalam kegelapan. Kekristenan mengeluarkan orang dari kegelapan, bukan ke dalam kegelapan. Iman merupakan lawan dari kebutaan, bukan penyebab dari kebutaan.
Akar dari istilah iman adalah "percaya." Percaya kepada Allah bukan merupakan suatu tindakan yang berdasarkan pada kepercayaan yang tidak beralasan. Allah menyatakan Diri-Nya sendiri sebagai Pribadi yang patut dipercayai. Dia memberikan alasan yang cukup bagi kita untuk mempercayai-Nya. Dia membuktikan bahwa Dia setia dan layak untuk mendapatkan kepercayaan kita.
Ada perbedaan yang sangat besar antara iman dan kesediaan untuk mempercayai walaupun tidak cukup meyakinkan. Kesediaan untuk mempercayai walaupun tidak cukup alasan untuk mempercayainya merupakan suatu hal yang bersifat takhyul dan spekulatif. Iman dibangun di atas dasar alasan yang sudah dipikirkan dengan matang, koheren, konsisten, dan bukti empiris yang absah. Petrus menulis:
"Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dari kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai Raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya." (2Petrus 1:16).
Kekristenan tidak didasarkan pada mitos dan dongeng, tetapi atas dasar kesaksian dari mereka yang melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan telinga mereka sendiri. Kebenaran dari Injil didasarkan pada peristiwa-peristiwa sejarah. Apabila kejadian dari peristiwa-peristiwa itu tidak dapat dipercayai, maka pada dasarnya iman kita itu sia-sia saja. Tetapi, Allah tidak meminta kita untuk mempercayai sesuatu berdasarkan suatu mitos.
Ibrani memberikan definisi tentang iman: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1) Iman merupakan esensi dari pengharapan kita akan masa yang akan datang. Dengan istilah sederhana,
Hal itu berarti bahwa kita percaya kepada Allah untuk masa yang akan datang berdasarkan iman kita pada apa yang telah dicapai oleh Allah pada masa lampau. Untuk percaya bahwa Allah akan terus dapat dipercaya, bukanlah merupakan suatu iman yang didasarkan pada kemurahan kita. Ada alasan yang kuat bagi kita untuk percaya bahwa Allah akan setia untuk menggenapi janji-janji-Nya sama dengan kesetiaan-Nya di masa yang lalu. Ada alasan, yaitu suatu alasan yang pasti, bahwa pengharapan itu sudah pasti akan kita dapatkan.
Iman sebagai bukti dari segala sesuatu yang tidak terlihat memiliki keutamaan tetapi bukan suatu referensi eksklusif untuk masa yang akan datang. Tidak ada seorang pun yang memiliki sebuah bola kristal yang dapat bekerja dengan baik. Kita semua berjalan ke masa yang akan datang dengan iman, bukan dengan penglihatan. Kita dapat berencana dan membuat proyeksi-proyeksi, tetapi ramalan kita yang paling baik pun pada dasarnya di dasarkan pada prakiraan yang telah kita pelajari. Tidak ada seorang pun di antara kita mempunyai pengetahuan berdasarkan pengalaman di masa yang akan datang. Kita memandang saat ini dan dapat mengingat kembali masa yang lalu. Kita adalah ahli pengetahuan berdasarkan pada pengalaman yang telah terjadi. Satu-satunya bukti yang kuat untuk masa depan kita terdapat pada janji-janji Allah. Di sini iman menawarkan bukti untuk segala sesuatu yang tidak terlihat. Kita percaya kepada Allah untuk hari esok.
Kita juga percaya bahwa Allah ada. Dan meskipun Allah sendiri tidak kelihatan, Firman Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa Allah yang tidak terlihat ini telah menyatakan diri-Nya melalui apa yang dapat dilihat (Roma 1:20). Meskipun Allah tidak dapat dilihat oleh kita, kita percaya bahwa Dia ada oleh karena Dia telah menyatakan diri-Nya dengan jelas di dalam ciptaan dan di dalam sejarah.
Iman mencakup percaya di dalam Allah. Namun, iman yang demikian tidaklah patut dipuji. Yakobus menulis: "Engkau percaya bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan
Hal itu dan mereka gemetar." (Yakobus 2:19) Hal ini merupakan tulisan yang cukup tajam dari Yakobus. Untuk percaya pada keberadaan Allah, hanya dapat disamakan dengan kepercayaan iblis. Adalah satu hal kita percaya kepada Allah, dan merupakan hal lain untuk mempercayai Allah. Percaya kepada Allah, berarti mempercayakan seluruh aspek kehidupan kita kepada Dia, ini merupakan esensi dari iman Kristen.
Tuhan Yesus pada suatu kali menyatakan bahwa jika kita tidak memiliki iman seperti seorang anak kecil maka kita tidak akan memasuki kerajaan surga. Iman seperti anak kecil merupakan prasyarat bagi keanggotaan di dalam kerajaan Allah. Namun, ada perbedaan antara iman seperti anak kecil dengan iman yang kekanak-kanakan. Alkitab memerintahkan kita untuk menjadi bayi dalam kejahatan tetapi dewasa dalam pengertian kita. Iman yang menyelamatkan adalah jelas dan tidak membingungkan, tetapi tidak berarti sesuatu yang biasa-biasa saja.
Sejak Alkitab mengajarkan bahwa pembenaran hanya berdasarkan iman, dan bahwa iman merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk keselamatan, maka merupakan suatu keharusan bagi kita untuk mengerti apa yang dimaksudkan dengan iman yang menyelamatkan itu. Yakobus menjelaskan dengan jelas apa yang bukan iman yang menyelamatkan: "Apakah gunanya saudara-saudara, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?" (Yakobus 2:14). Di dalam ayat ini Yakobus membedakan antara iman yang diakui dengan realitas dari iman itu sendiri. Siapa saja dapat mengatakan bahwa ia memiliki iman. Memang kita diperintahkan untuk mengakui iman kita secara terbuka, namun pengakuan semata-mata tidak akan menyelamatkan siapa pun. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa seseorang mampu memuliakan Kristus dengan mulut mereka, tetapi pada saat yang sama hatinya jauh dari Dia. Pengakuan yang hanya dibibir saja, tanpa adanya manifesti dari buah iman, bukan merupakan iman yang menyelamatkan.
Yakobus selanjutnya mengatakan: "Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yakobus 2:17). Iman yang mati dijelaskan oleh Yakobus sebagai iman yang tidak ada manfaatnya. Iman semacam itu merupakan iman yang sia-sia dan tidak membenarkan siapa pun juga.
Pada waktu Luther dan para tokoh Reformasi mendeklarasikan bahwa orang dibenarkan hanya berdasarkan iman, mereka menyadari pentingnya memberikan penjelasan yang benar mengenai iman yang menyelamatkan itu. Mereka menjelaskan unsur-unsur apa saja yang tercakup dalam iman yang menyelamatkan itu. Iman yang menyelamatkan terdiri dari informasi, pengertian secara intelektual, dan kepercayaan secara pribadi.
Isi tercakup di dalam iman yang menyelamatkan. Kita tidak dibenarkan oleh karena beriman pada apa saja. Ada orang yang mengatakan: "Tidak menjadi soal apa yang kita percaya, sepanjang kita tulus dan sungguh- sungguh mempercayainya." Pernyataan itu bertolak belakang dengan pengajaran Alkitab. Akitab mengajar bahwa apa yang kita percayai mempunyai pengaruh yang sangat mendalam. Pembenaran tidak terjadi hanya karena ketulusan hati saja. Kita dapat secara tulus melakukan kesalahan. Doktrin yang benar, paling tidak kebenaran-kebenaran dasar dari Injil, merupakan suatu keharusan dalam iman yang menyelamatkan. Kita percaya pada Injil, di dalam pribadi dan karya dari Kristus. Ketiga hal itu merupakan bagian intergal dan iman yang menyelamatkan. Apabila doktrin kita secara mendasar ini sudah menyeleweng atau tidak benar, maka kita tidak akan diselamatkan. Misalnya, kita mengatakan bahwa kita percaya pada Kristus tetapi kita menolak keilahian-Nya, maka kita tidak memiliki iman yang membenarkan kita.
Meskipun penting bagi kita untuk memiliki pengertian yang benar atas kebenaran-kebenaran dasar dari iman supaya kita dapat diselamatkan, namun, suatu pengertian yang benar saja tidak cukup untuk menyelamatkan seseorang. Seorang mahasiswa dapat mencapai nilai A dalam ujian teologi Kristen, dia mengerti kebenaran Kristen, tanpa mengakui bahwa hal itu merupakan kebenaran. Iman yang menyelamatkan melibatkan pikiran yang mengakui kebenaran dari Injil.
Meskipun seseorang mengerti dan mengakui kebenaran dari Injil, tetapi ia belum memiliki iman yang menyelamatkan. Setan mengetahui bahwa Injil merupakan kebenaran, tetapi ia sangat membencinya. Ada suatu unsur lain lagi, yaitu percaya untuk mendapatkan iman yang menyelamatkan. Hal ini melibatkan penyerahan diri seseorang dan ketergantungan dirinya pada Injil. Kita dapat percaya bahwa sebuah kursi dapat menopang berat badan kita, tetapi kita memperlihatkan kepercayaan kita secara pribadi pada kursi tersebut sampai kita duduk di atasnya.
Kepercayaan mencakup kehendak demikian pula akal budi kita. Untuk memiliki iman yang menyelamatkan, kita dituntut untuk mencintai kebenaran dari Injil dan merindukan untuk hidup di dalamnya. Kita menerima kelembutan dan keindahan dari Kristus dengan hati kita.
Secara teknis dapat dikatakan bahwa kepercayaan secara pribadi merupakan hal yang ada setelah pengertian secara intelektual. Setan dapat memberikan pengertian secara intelektual akan kebenaran dari fakta-fakta tertentu tentang Yesus, tetapi ia tidak mempunyai pengakuan akan keindahan Kristus dan memiliki kerinduan akan Kristus. Namun, baik kita membedakan atau mengombinasikan pengakuan secara intelektual dengan kepercayaan secara pribadi, pada faktanya iman yang menyelamatkan menuntut, yang dinyatakan oleh Luther sebagai berikut: "Kepercayaan yang vital dan pribadi pada Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan."
Deklarasi Martin Luther bahwa pembenaran hanya berdasarkan iman merupakan artikel di atasnya gereja berdiri dan terjatuh. Doktrin pokok dari Reformasi Protestan dilihat sebagai wilayah peperangan dari Injil itu sendiri.
Pembenaran dapat dijabarkan sebagai tindakan dimana orang berdosa yang tidak benar dibenarkan dihadapan Allah yang kudus dan adil. Kebutuhan utama dari orang yang tidak benar adalah kebenaran. Kebenaran yang tidak dimiliki inilah yang disediakan oleh Kristus kepada orang berdosa yang percaya. Pembenaran berdasarkan iman saja berarti pembenaran yang terjadi oleh karena usaha Kristus semata-mata, bukan karena kebaikan kita atau perbuatan-perbuatan baik kita.
Fokus dari perihal pembenaran terletak pada pertanyaan usaha dan anugrah atau kasih karunia. Pembenaran berdasarkan iman berarti usaha yang kita lakukan tidak cukup baik untuk menghasilkan pembenaran. Paulus menyatakan sebagai berikut: "Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa" (Roma 3:20). Pembenaran adalah forensik, yaitu kita dinyatakan, diperhitungkan atau dianggap benar pada waktu Allah mengaruniakan kebenaran Kristus pada diri kita. Kondisi yang dibutuhkan untuk ini adalah iman.
Teologi protestan mengakui bahwa iman merupakan alat yang menyebabkan pembenaran, dengan demikian iman merupakan alat dimana karya Kristus teraplikasi di dalam diri kita. Teologi Roma Katolik mengajarkan bahwa baptisan merupakan penyebab utama untuk pembenaran dan bahwa sakramen pengakuan dosa merupakan penyebab kedua, dalam kaitan dengan pemulihan. (Teologi Roma Katolik melihat pengakuan doa sebagai tingkat kedua dari pembenaran bagi mereka yang telah menghancurkan jiwa mereka, yaitu mereka yang telah kehilangan anugrah pembenaran karena melakukan dosa yang fatal, seperti membunuh). Sakramen pengakuan dosa menuntut usaha pemuasan dimana umat manusia mencapai usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan pembenaran. Pandangan Roma Katolik menerima bahwa pembenaran berdasarkan iman, tetapi menyangkali bahwa pembenaran itu hanya berdasarkan iman. Dengan kata lain, perbuatan- perbuatan baik perlu ditambahkan untuk dapat dibenarkan.
Iman yang membenarkan adalah iman yang hidup, bukan iman pengakuan yang kosong. Iman merupakan kepercayaan yang bersifat pribadi yang bergantung kepada Kristus saja untuk keselamatan. Iman yang menyelamatkan juga merupakan iman pertobatan yang menerima Kristus sebagai Juruselamat dari Tuhan.
Alkitab mengatakan bahwa kita tidak dibenarkan oleh karena perbuatan- perbuatan baik kita, tetapi dengan apa yang diberikan kepada kita berdasarkan iman, yaitu kebenaran Kristus. Sebagai sintesis, sesuatu yang baru ditambahkan pada sesuatu yang dasar. Pembenaran kita merupakan sintesis, oleh karena kita memiliki kebenaran Kristus yang ditambahkan kepada kita. Pembenaran kita adalah berdasarkan imputasi (pelimpahan), yang artinya Allah memindahkan kebenaran Kristus kepada kita berdasarkan iman. Ini bukan merupakan "legal yang bersifat fiksi." Allah telah melimpahkan kepada kita karya Kristus yang nyata, dan sekarang kita telah menerima karya-Nya. Ini merupakan pelimpahan yang nyata.
Pelajaran 09 | Referensi 09a | Referensi 09b | Referensi 09c
Nama Kursus | : | DASAR-DASAR IMAN KRISTEN |
Nama Pelajaran | : | Suatu Hubungan Yang Baru |
Kode Pelajaran | : | DIK-T09 |
Harap setiap peserta mengikuti petunjuk mengerjakan tugas sbb.:
Selamat mengerjakan!
Perhatian:
Setelah lembar jawaban di bawah ini diisi, mohon dikirim kembali dalam bentuk plain text (e-mail biasa) dan bukan dalam bentuk attachment ke:
Pelajaran 10 | Referensi 10a | Referensi 10b | Referensi 10c
Nama Kursus | : | DASAR-DASAR IMAN KRISTEN |
Nama Pelajaran | : | Mengalahkan Keinginan Daging |
Kode Pelajaran | : | DIK-T10 |
Harap setiap peserta mengikuti petunjuk mengerjakan tugas sbb.:
Selamat mengerjakan!
Perhatian:
Setelah lembar jawaban di bawah ini diisi, mohon dikirim kembali dalam bentuk plain text (e-mail biasa) dan bukan dalam bentuk attachment ke:
Pelajaran 02 | Pertanyaan 02 | Referensi 02a
Nama Kursus | : | KEHIDUPAN RASUL PAULUS |
Nama Pelajaran | : | Perjalanan Misi Paulus yang Pertama |
Kode Pelajaran | : | KRP-R02b |
Referensi KRP-02b diambil dari:
Judul Buku | : | MEMAHAMI PERJANJIAN BARU |
Pengarang | : | John Drane |
Penerbit | : | BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1996 |
Halaman | : | 318 - 319 |
Sebagai hasil dari kunjungan-kunjungan Paulus, baik "orang-orang yang takut kepada Allah" maupun orang-orang yang kafir sama sekali, menjadi percaya kepada Yesus Kristus. Paulus mulai menyadari betapa penting panggilannya itu. Pengalamannya pada waktu ini juga meyakinkannya bahwa orang-orang bukan-Yahudi yang percaya harus diterima dalam persekutuan Kristen tanpa kewajiban disunat dan memelihara peraturan- peraturan lain dari hukum Taurat. Paulus menyadari setelah pertobatannya, hubungannya yang baru dengan Yesus Kristus juga mengakibatkan suatu hubungan yang baru dengan orang-orang lain termasuk dengan orang-orang yang dibencinya dahulu. Jadi sekarang ia menginsyafi bahwa walaupun dahulu ia tergolong orang Yahudi yang ketat, ia dipersatukan dengan orang-orang bukan-Yahudi dengan cara yang baru dan lebih mendalam, begitu mereka menerima tuntutan Yesus Kristus atas hidup mereka. Setelah pengalamannya di jalan menuju Damsyik, hal itulah yang memang sudah diperkirakan terjadi atas Paulus. Telah diterangkan kepadanya waktu itu bahwa ia akan memainkan peranan yang sangat khusus di dalam usaha penyebaran berita Kristen ke seluruh dunia. Ketika Paulus dan Barnabas kembali ke Antiokhia di Siria, mereka menemukan jemaat di sana setuju dengan mereka tentang pokok tersebut, dan menyambut keberhasilan mereka menginjili orang- orang di Asia Kecil bagian selatan (Kisah Para Rasul 14:27-28).
Orang Yahudi dan Bukan-Yahudi
Tetapi keadaan bahagia itu tidak berlangsung lama. Beberapa pembawa berita dari jemaat di Yerusalem segera tiba di Antiokhia dengan sikap yang sangat berlainan. Yang lebih buruk lagi, mereka juga mengunjungi jemaat-jemaat Kristen baru yang dibangun oleh Paulus dan Barnabas dalam perjalanan misionernya yang pertama (Galatia 2:11-14). Mereka mulai mengacaukan jemaat-jemaat itu dengan mengatakan Paulus hanya memberitakan setengah berita Kristen kepada mereka. Menurut Paulus, jika orang-orang bukan-Yahudi bersedia menerima tuntutan-tuntutan Kristus atas hidup mereka, mereka akan diberikan kuasa oleh Roh Kudus yang bekerja di dalam diri mereka, sehingga mereka dapat menjalankan hidup yang menyenangkan hati Allah. Bagi banyak orang Kristen Yahudi, ide tersebut adalah hujatan. Mereka percaya Allah telah menyatakan kehendak-Nya dalam Perjanjian Lama, di mana diajarkan dengan jelas jika seseorang ingin menjadi anggota persekutuan ilahi, ia harus disunat dan mengikuti banyak peraturan lainnya. Bagaimana Paulus dapat mengatakan bahwa orang-orang bukan-Yahudi ini sudah menjadi Kristen yang benar kalau mereka belum pernah mempertimbangkan implikasi sepenuhnya dari wahyu Allah dalam Perjanjian Lama? Bagaimana mungkin Paulus berani berkata bahwa moralitas Kristen dapat dicapai dengan cara yang lain daripada penerapan peraturan-peraturan Yahudi secara ketat dalam kehidupan orang Kristen?
Orang-orang Kristen baru itu menjadi bingung dengan ajaran seperti itu. Yang mereka pahami ialah mereka telah menerima berita yang disampaikan Paulus; hidup mereka telah diubah sama sekali oleh Tuhan yang sama yang menjumpai Paulus di jalan ke Damsyik, dan mereka harus percaya kepada Tuhan itu yang akan membantu mereka menjalankan hidup yang menyenangkan Allah. Banyak di antara mereka tidak pernah menjadi penganut agama Yahudi, dan tidak tahu isi Perjanjian Lama. Dan Paulus tidak memberikan petunjuk kepada mereka untuk mempelajarinya agar dapat diterima Allah.
Tetapi ketika orang-orang Kristen baru ini mulai membaca Perjanjian Lama di bawah bimbingan orang-orang Kristen Yahudi, mereka menemukan begitu banyak peraturan yang tidak mungkin dapat dipenuhi, walaupun itu dianggap perlu untuk memperoleh keselamatan. Beberapa dari mereka mencoba melakukannya, mulai dengan memelihara hari Sabat Yahudi dan mungkin juga beberapa hari raya Yahudi lainnya (Galatia 4:8-11). Sejumlah besar di antara mereka mulai mempertimbangkan sunat, agar memenuhi ketentuan Perjanjian Lama (Galatia 5:2-12). Tetapi bagian terbesar dari mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Pada saat itulah berita tersebut didengar oleh Paulus. Ia sangat marah. Tidak mungkin dia langsung mengunjungi jemaat-jemaat tersebut pada waktu itu, jadi ia memutuskan untuk menulis surat kepada mereka. Surat itulah yang kita kenal sebagai Surat Galatia.
Pelajaran 02 | Pertanyaan 02 | Referensi 02a |
Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggung Jawab dalam Hal Ibadah dan Persekutuan |
Kode Pelajaran | : | OKB-R02b |
Referensi OKB-R02b diambil dari:
Judul Buku | : | THE PURPOSE DRIVEN LIFE |
Judul Artikel | : | Memulihkan Persekutuan yang Retak |
Pengarang | : | Rick Warren |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang, 2004 |
Halaman | : | 171 - 177 |
(Allah) telah memulihkan hubungan kita dengan-Nya melalui Kristus, dan telah memberikan kepada kita pelayanan untuk memulihkan hubungan. 2Korintus 5:18
Hubungan Selalu Layak Dipulihkan
Karena inti kehidupan ialah belajar bagaimana mengasihi, Allah ingin agar kita menghargai hubungan dan berupaya untuk memeliharanya dan bukan menolaknya ketika ada keretakan, sakit hati, atau konflik. Sebetulnya, Alkitab mengajar kita bahwa Allah telah memberikan kepada kita pelayanan untuk memulihkan hubungan. (2Korintus 5:18) Karena alasan inilah sebagian Perjanjian Baru ditulis untuk mengajar kita cara bergaul dengan baik satu sama lain. Paulus menulis, "Jika ada sesuatu yang kamu peroleh karena mengikut Kristus, jika kasih-Nya telah membuat kehidupanmu berbeda, Jika berada dalam persekutuan Roh mempunyai suatu arti bagimu,... Hendaklah kamu sehati sepikir, saling mengasihi, jadilah sahabat-sahabat sejati." (Filipi 2:1-2) Paulus mengajarkan bahwa kemampuan kita untuk bergaul dengan baik dengan orang lain merupakan tanda kedewasaan rohani. (Roma 15:5)
Karena Kristus ingin agar keluarga-Nya dikenal melalui kasih kita satu sama lain, (Yohanes 13:35) persekutuan yang pecah merupakan kesaksian yang memalukan bagi orang-orang yang belum percaya. Karena itu Paulus begitu malu karena anggota jemaat Korintus terpecah menjadi golongan- golongan yang saling memerangi dan bahkan saling memperkarakan ke pengadilan. Dia menulis, "Hal ini kukatakan untuk memalukan kamu. Tidak adakah seorang di antara kamu yang berhikmat, yang dapat mengurus perkara-perkara dari saudara-saudaranya?" (1Korintus 6:5) Paulus terkejut bahwa tidak seorang pun di dalam gereja tersebut yang cukup dewasa untuk memecahkan perselisihan itu secara damai. Dalam surat yang sama, Paulus berkata, "Aku menasihatkan dengan sangat: Kamu harus hidup rukun satu sama lain."(1Korintus 1:10)
Jika Anda menginginkan berkat Allah atas kehidupan Anda dan Anda ingin dikenal sebagai anak Allah, Anda harus belajar untuk menjadi pembawa damai. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9). Perhatikan bahwa Yesus tidak berkata, "Berbahagialah orang-orang yang cinta damai," karena semua orang cinta damai. Yesus juga tidak berkata, "Berbahagialah orang yang tenang," yang tidak pernah terganggu oleh apapun. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang membawa damai," yaitu orang-orang yang secara aktif berupaya menyelesaikan konflik. Pembawa damai tidak banyak karena membawa damai adalah kerja keras.
Karena Anda,dibentuk untuk menjadi bagian dari keluarga Allah dan tujuan kedua dari kehidupan Anda di bumi adalah belajar bagaimana mengasihi dan berhubungan dengan orang lain, maka membawa damai adakah salah satu keterampilan terpenting yang bisa Anda kembangkan. Sayangnya, sebagian besar dari kita tidak pernah diajar bagaimana menyelesaikan konflik.
Membawa damai bukanlah menghindari konflik. Lari dari masalah, berpura-pura masalah tersebut tidak ada, atau takut membicarakannya sebenarnya adalah sikap pengecut. Yesus, Sang Raja Damai, tidak pernah takut akan konflik. Kadang-kadang Dia memancing konflik demi kebaikan semua orang. Kadang kita perlu menghindari konflik, kadang kita perlu menciptakannya, dan kadang kita perlu menyelesaikannya. Karena itu kita harus berdoa meminta tuntunan Roh Kudus setiap saat.
Membawa damai juga bukan memenuhi keinginan musuh. Selalu menyerah, bertindak seperti keset, dan membiarkan orang lain selalu menginjak- injak Anda bukanlah apa yang Yesus pikirkan. Dalam banyak hal Yesus tidak mau menyerah, tetap bertahan menghadapi musuh yang jahat.
Bagaimana Memulihkan Suatu Hubungan
Sebagai orang-orang percaya, Allah telah "memanggil kita untuk membereskan hubungan kita satu sama lain ." (Matius 7:55) Berikut ini terdapat tujuh langkah alkitabiah untuk memulihkan persekutuan:
Bicarakanlah masalah tersebut dengan Allah. Jika Anda mau mendoakan konflik tersebut terlebih dulu dan bukan menggosipkannya dengan seorang teman, Anda akan sering menemukan bahwa Allah mengubah hati And8a atau Dia mengubah orang lain tersebut tanpa bantuan Anda. Semua hubungan Anda akan berjalan lebih lancar kalau saja Anda mau lebih banyak berdoa mengenai hubungan-hubungan tersebut.
Sebagaimana dilakukan Daud dengan mazmur-mazmurnya, gunakanlah doa untuk melontarkan perasaan ke atas. Beri tahu Allah keputusasaan Anda. Berserulah kepada-Nya Dia tidak pernah terkejut atau terganggu oleh kemarahan, luka hati, rasa tidak aman, atau emosi Anda lainnya. Jadi beri tahu Dia secara persis apa yang Anda rasakan.
Sebagian besar konflik bersumber dari kebutuhan yang tak terpenuhi. Beberapa kebutuhan ini hanya bisa dipenuhi oleh Allah. Bila Anda mengharapkan seseorang, seperti teman, pasangan, majikan, atau anggota keluarga, untuk memenuhi kebutuhan yang hanya bisa dipenuhi oleh Allah, berarti Anda sedang membuka diri Anda untuk rasa kecewa dan sedih. Tidak seorang pun bisa memenuhi semua kebutuhan Anda kecuali Allah.
Rasul Yakobus menulis bahwa banyak konflik kita yang disebabkan karena tidak adanya doa: "Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu ? ... Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya... Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa." (Yakobus 4:1-2) Bukannya berharap kepada Allah, kita berharap pada orang lain untuk membahagiakan lalu kita menjadi marah ketika mereka gagal. Allah berfirman, "Mengapa kamu tidak datang kepada-Ku terlebih dulu?"
Tidak peduli apakah Anda yang melukai atau yang dilukai: Allah ingin agar Anda mengambil langkah pertama. Jangan menunggu pihak lainnya. Hampirilah mereka terlebih dulu. Memulihkan persekutuan yang retak begitu penting, sehingga Yesus memerintahkan bahwa hal tersebut perlu mendapatkan prioritas melebihi ibadah bersama. Yesus berkata, "Jika kamu memasuki ruang ibadahmu, hendak memberikan persembahan dan kamu tiba-tiba teringat akan sakit hati seorang sahabat terhadapmu, tinggalkan persembahanmu dengan segera, pergilah kepada sahabat itu dan bereskan segala masalah. Setelah itu, dan hanya setelah itu, kembalilah dan kerjakan urusanmu dengan Allah." (Matius 5:23-24)
Ketika persekutuan menjadi tegang atau retak, rencanakan suatu pertemuan damai dengan segera. Jangan menunda, membuat dalih, atau berjanji, Aku akan mengurusnya suatu saat nanti." Jadwalkan sebuah pertemuan tatap muka sesegera mungkin. Penundaan hanya memperdalam rasa dendam dan membuat segalanya lebih buruk. Dalam konflik, waktu tidak menyembuhkan apapun; waktu menyebabkan luka makin bernanah.
Bertindak dengan cepat juga mengurangi kerusakan rohani bagi Anda. Alkitab mengatakan dosa, termasuk konflik yang tidak terselesaikan, menghalangi persekutuan kita dengan Allah dan membuat doa-doa kita tidak dijawab, (1Petrus 3:7; Amsal 28:9) di samping membuat kita tidak bahagia. Sahabat-sahabat Ayub mengingatkan dia, "Sakit hati sampai mati merupakan hal bodoh yang tidak berguna untuk dilakukan." (Today's English Version) dan "Kemarahanmu hanya menyakiti dirimu." (Ayub 5:2; 18:4)
Keberhasilan dari suatu pertemuan damai sering kali bergantung pada pilihan waktu dan tempat yang tepat untuk bertemu. Jangan bertemu ketika Anda lelah atau tergesa-gesa atau akan diganggu. Waktu yang terbaik adalah ketika Anda berdua ada dalam keadaan yang terbaik.
Gunakan telinga Anda lebih banyak dari mulut Anda. Sebelum mencoba memecahkan suatu perselisihan Anda harus mendengarkan perasaan- perasaan orang terlebih dulu. Paulus menasihati, "Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:4). Kata "memperhatikan" adalah dari kata Yunani skopos, yang darinya kita membentuk kata teleskop dan mikroskop. Itu berarti memperhatikan dengan teliti! Pusatkan perhatian pada perasaan-perasaan mereka, bukan pada fakta. Mulai dengan simpati, bukan solusi.
Jangan lebih dahulu mencoba membujuk orang untuk menceritakan apa yang mereka rasakan. Dengarkan saja dan biarkan mereka mengeluarkan isi hati secara emosional tanpa bersikap membela. Mengangguklah bahwa Anda paham meskipun Anda tidak setuju. Perasaan tidaklah selalu benar atau masuk akal. Sebetulnya, sakit hati membuat kita bertindak dan berpikir dengan cara-cara yang bodoh. Daud mengaku, "Ketika aku merasa kesal dan hatiku seperti tertusuk, aku bodoh dan tidak mengerti, aku seperti binatang di hadapan-Mu." (Mazmur 73:21-22). Kita semua bertindak seperti binatang terluka.
Sebaliknya, Alkitab berkata, "Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran." (Amsal 16:11) Kesabaran datang dari kebijaksanaan, dan kebijaksanaan datang dari mendengarkan pandangan orang lain. Mendengarkan sama dengan berkata, "Saya menghargai pendapat Anda, saya peduli dengan hubungan kita, dan Anda berarti bagi saya." Kata klisenya benar: Orang tidak peduli dengan apa yang kita ketahui sampai mereka tahu kita peduli.
Untuk memulihkan persekutuan "kita harus mempertimbangkan kebimbangan dan ketakutan orang lain... Marilah kita menyenangkan hati orang lain, bukan hati kita sendiri, dan melakukan apa yang baik baginya" (Roma 15:2). Dengan sabar menampung kemarahan orang lain, khususnya jika tidak didukung bukti, merupakan suatu pengorbanan. Tetapi ingatlah, inilah yang Yesus lakukan bagi Anda. Dia menanggung kemarahan yang tanpa bukti dan menyakitkan demi menyelamatkan Anda: "Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: 'Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku.'" (Roma 15:3)
Jika Anda bersungguh-sungguh dalam memulihkan suatu hubungan, Anda sebaiknya mengawali dengan mengakui kesalahan atau dosa-dosa Anda sendiri. Yesus berkata itulah cara untuk melihat berbagai hal dengan lebih jelas: "Keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."(Matius 7:55)
Karena kita semua memiliki kelemahan, Anda mungkin perlu meminta pihak ketiga untuk membantu Anda mengevaluasi tindakan-tindakan Anda sebelum bertemu dengan orang Yang dengannya Anda memiliki konflik. Juga mintalah kepada Allah untuk menunjukkan kepada Anda seberapa banyak masalah yang menjadi kesalahan Anda. Bertanyalah, "Akukah pembawa masalahnya? Apakah aku tidak realistis, tidak peka, atau terlalu peka?" Alkitab mengatakan, "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri." (1Yohanes 1:8)
Pengakuan merupakan alat yang penuh kuasa untuk rekonsiliasi. Seringkali cara kita menangani sebuah konflik malah menimbulkan luka yang lebih besar daripada masalah awalnya itu sendiri. Bila Anda mulai dengan secara rendah hati mengakui kesalahan-kesalahan Anda, hal tersebut meredakan kemarahan pihak lain itu dan membatalkan serangan- serangan mereka karena mereka tadinya mungkin mengira Anda akan membela diri. Jangan membuat dalih atau mengalihkan tanggung jawab; dengan jujur akui saja setiap peran yang Anda mainkan dalam konflik tersebut. Terima tanggung jawab atas kesalahan-kesalahan Anda dan mintalah pengampunan.
Anda tidak mungkin membereskan masalah jika Anda sibuk mencari siapa yang bertanggung jawab. Anda harus memilih salah satu. Alkitab berkata, "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah." (Amsal 15:1). Anda tidak akan pernah bisa menjelaskan pikiran. Anda dengan marah, karena itu pilihlah kata-kata Anda dengan bijak. Jawaban yang lembut selalu lebih baik ketimbang jawaban yang kasar.
Ketika memecahkan konflik, cara Anda berbicara sama pentingnya dengan apa yang Anda katakan. Jika Anda mengatakannya dengan cara menyerang, apa yang Anda katakan akan diterima dengan cara membela diri. Allah memberi tahu kita, "Orang yang bijak hati disebut berpengertian, dan berbicara manis lebih dapat meyakinkan." (Amsal 16:21). Omelan tidak pernah berhasil. Anda tidak pernah meyakinkan bila Anda kasar.
Selama Perang Dingin, kedua pihak sepakat bahwa beberapa senjata sangat merusak sehingga senjata-senjata tersebut sebaiknya tidak pernah digunakan. Saat ini senjata-senjata kimia dan biologi dilarang, dan persediaan senjata nuklir dikurangi dan dihancurkan. Demi persekutuan, Anda harus menghancurkan gudang senjata nuklir hubungan, termasuk mengutuk, meremehkan, membandingkan, mencap, mengejek, angkuh, dan kasar. Paulus merangkumnya seperti ini: "Kalau kalian berbicara, janganlah memakai kata-kata yang kotor. Pakai sajalah kata- kata yang membina dan memberi pertolongan kepada orang lain. Kata-kata seperti itu akan mendatangkan kebaikan kepada orang-orang yang mendengarnya." (Efesus 4:29)
Paulus berkata, "Sedapat dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18). Damai selalu memiliki label harga. Kadang damai harganya adalah sebesar kesombongan kita; seringkali harganya adalah sebesar keegoisan kita. Demi persekutuan, berusahalah sekuat mungkin untuk berkompromi, menyesuaikan diri dengan orang lain, dan menunjukkan perhatian pada apa yang mereka butuhkan. (Roma 12;10; Filipi 2:3). Sebuah parafrase dari ucapan bahagia Yesus yang ketujuh, "Kamu berbahagia bila kamu bisa menunjukkan pada orang-orang bagaimana bekerja sama dan bukannya bersaing atau berkelahi. Yaitu bila kamu menemukan siapa dirimu sebenarnya, dan tempatmu dalam keluarga Allah." (Matius 5:9)
Adalah tidak realistis kalau mengharapkan semua orang setuju dengan segala sesuatu. Rekonsiliasi mengutamakan hubungan, sementara resolusi mengutamakan masalah. Bila kita mengutamakan rekonsiliasi, masalah akan kehilangan maknanya dan seringkali menjadi tidak relevan.
Kita dapat membangun kembali hubungan meskipun kita tidak mampu menyelesaikan perbedaan-perbedaan kita. Orang-orang Kristen seringkali memiliki perbedaan pendapat yang wajar dan bisa diterima, tetapi kita bisa berbeda pendapat tanpa marah-marah. Berlian yang sama tampak berbeda dari sudut yang berbeda. Allah menginginkan kesatuan, bukan keseragaman, dan kita bisa hidup bergandengan tangan tanpa sepakat atas semua masalah.
Ini tidak berarti Anda berhenti mencari pemecahan masalah. Anda mungkin perlu tetap berdiskusi dan bahkan berdebat, tapi Anda melakukannya dalam semangat keharmonisan. Rekonsiliasi berarti Anda melupakan perbedaan pendapat itu, bukan masalahnya.
Siapa yang perlu Anda hubungi sebagai hasil dari bab ini? Dengan Siapa Anda perlu memulihkan persekutuan? Jangan menunda sedikitpun. Berhentilah sekarang dan berbicaralah kepada Allah tentang orang tersebut. Kemudian angkatlah telepon dan mulailah proses itu. Ketujuh langkah ini sederhana, tetapi tidak mudah. Dibutuhkan banyak usaha untuk memulihkan sebuah hubungan. Itu sebabnya Petrus menasihatkan agar "berjuang sungguh-sungguh untuk mendapatkan perdamaian." (1Petrus 3:11). Tetapi ketika Anda mengusahakan damai, Anda melakukan apa yang ingin Allah lakukan. Itulah sebabnya Allah menyebut anak-anak-Nya pembawa damai. (Matius 5:9)
Pelajaran 06 | Pertanyaan 06 | Referensi 06a | Referensi 06c
Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggung Jawab dalam Hal Bersaksi dan Memuridkan Orang Lain |
Kode Pelajaran | : | OKB-R06b |
Referensi OKB-R06b diambil dari:
Judul Buku | : | Metode Penginjilan |
Judul Artikel | : | Hal-Hal yang Harus Dihindari dalam Mengabarkan Injil |
Penulis | : | D.W. Ellis |
Penerbit | : | Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta, 1993 |
Halaman | : | 171 - 175 |
Berikut ini adalah beberapa petunjuk praktis tentang pelaksanaan pekabaran Injil, yang didasarkan pada pengalaman D.W. Ellis dalam mengabarkan Injil selama beberapa tahun di Indonesia.
Hal-hal yang sebaiknya dihindari dalam mengabarkan Injil secara pribadi :
Kita harus mampu menyesuaikan khotbah dengan keadaan tanpa mengingkari amanat Alkitab sebagai Firman Allah yang berdaulat. Lalu kita pasrah dan tunduk pada pimpinan Roh Kudus. Sementara itu kita harus berusaha menghindari beberapa hal di bawah ini, supaya pemberitaan Injil secara pribadi itu dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
Entah bagaimanapun juga, sikap-laku kita dan ucapan-ucapan kita jangan sekali-kali menimbulkan kesan, bahwa kita hendak memperdagangkan Injil atau hendak memaksakan Injil itu kepada teman bicara kita.
Sebagai pekabar Injil, kita harus bersikap wajar, sopan, rendah hati dan jangan bersikap sok mengetahui lebih banyak tentang segala sesuatu daripada mereka.
Bila memberikan kesaksian pribadi, bersaksilah dengan sejujur- jujurnya dan terus terang. Dan jika ada yang mengajukan pertanyaan yang tidak kita jawab, jujurlah mengakuinya dan berkata, "Maaf, saya belum tahu jawabnya. Saya akan berusaha mencari jawabannya dari orang lain. Bila dapat, akan saya beritahukan kepada Anda." Janganlah lupa mencari jawaban yang memuaskan, baik melalui buku atau dari seorang ahli, lalu meneruskan jawaban itu kepadanya.
Kita adalah juru berita, bukan juru debat. Adalah biasa dalam perdebatan, masing-masing pihak ngotot mempertahankan keyakinannya, bahkan dengan mencari-cari alasan. Hasil akhir debat umumnya tidak ada titik temu. Lagi pula dalam dunia komunikasi, perdebatan adalah kendala yang menjurus kepada kegagalan. Andaikata pun satu pihak menang secara logis dalam mengemukakan pendapat-pendapatnya, besar kemungkinan ia kalah secara psikologis sebagai akibatnya. Artinya, kita menang dengan imbalan yang kalah akan tersinggung dan menutup diri. Hasil akhir, kita sendirilah yang kalah sebab gagal membawa orang itu kepada Kristus.
Kita harus mengarahkan perhatian teman bicara kita kepada Kristus secara positif, dengan memakai hal-hal yang positif dari kepercayaan kita.
Meskipun tujuan kita adalah untuk menerangkan Injil sejelas- jelasnya, kita tidak boleh memborong semua kesempatan bicara. Kita harus memberi waktu kepada teman bicara kita, supaya selain dia merasa dihormati, dia juga mendapat kesempatan mengeluarkan isi hatinya. Dengan demikian kita mengetahui bagaimana membimbing dia selanjutnya.
Setiap upaya meyakinkan seseorang, apalagi mengubah keyakinan imannya, adalah sangat berat dan sukar, dan bahkan bagi masyarakat Asia sangat peka. Karena itu kita dituntut bijaksana dan harus dipimpin oleh Roh Kudus.
Lugaslah menggunakan Alkitab. Menjejali atau membanjiri seseorang dengan ayat-ayat Alkitab bisa mengakibatkan orang itu muak. Kita harus sadar bahwa ayat-ayat Alkitab masih asing bagi dia. Memahami apalagi menafsirkannya masih sangat sukar baginya. Karena itu cukuplah mengemukakan ayat-ayat yang terkait dengan penjelasan sederhana.
Satu atau dua ayat yang jelas dimengerti karena diterangkan dengan tepat dan sederhana, dampaknya akan jauh lebih baik. Ayat yang tepat adalah ibarat sejemput garam yang menggiurkan cita rasa dan selera.
Mengabarkan Injil secara pribadi sifatnya memang sangat pribadi. Penuh kesungguhan namun santai, bebas dan bersahabat. Suasana demikian dapat terganggu dalam pertemuan lebih dua orang. Karena MIP (mengabarkan Injil secara pribadi) diharapkan akan sampai pada tahap pertobatan dan pengambilan keputusan, yang sangat penting dan sangat pribadi. Maka pertemuan lebih dari dua orang perlu dihindari karena akan mengganggu, apalagi kehadiran orang ketiga, keempat dan seterusnya.
Namun, karena sifatnya yang sangat pribadi itu, baiklah kita bijaksana supaya MIP ini berlangsung antara orang sejenis, dan bila mungkin sebaya. Tapi ini bukanlah syarat mutlak, melainkan kebijaksanaan.
Istilah-istilah teologis dan dogmatis (misalnya pembenaran, pengudusan, penebusan) besar kemungkinannya akan membingungkan orang-orang yang belum pernah mengerti hal-hal rohani, terutama orang-orang yang berpendidikan sederhana. Istilah-istilah yang lazim dalam dunia Kristen dengan makna bahkan dengan ajaran tertentu, belum tentu dinalar dengan pengertian yang sama oleh teman bicara kita. Karena itu adalah bijaksana menggunakan bahasa sehari-hari.
Ungkapan yang lazim pun, seperti 'percaya' misalnya, menuntut kehati-hatian. Mengatakan kepada teman bicara yang kita kabari Injil, bahwa dia harus 'percaya' kepada Tuhan Yesus, bisa menjurus ke pemahaman yang dangkal sebelum ia memahami makna yang dikandung dalam kata 'percaya' sebagaimana dimaksudkan dalam Firman Allah.
Bukanlah hak seseorang mengatakan kepada siapa pun juga, 'Sekarang Anda sudah beroleh keselamatan'. Kita tidak dapat membaca isi hati orang lain dan mengetahui apakah ia sungguh-sungguh percaya sehingga diterima Tuhan.
Dasar kepastian adalah Firman Allah, perubahan hidup dan kesaksian Roh dalam hati orang-orang yang bertobat. Yang dapat kita lakukan ialah membantu mereka dengan menunjuk ayat-ayat dari Firman Allah dan menanyakan,
"Apa yang dikatakan Firman Tuhan tentang hal keselamatan?",
"Bagaimana pengertian Anda mengenai hal ini?"
Kepastian akan keselamatan harus timbul langsung dari Firman Allah yang diterapkan dalam hati seseorang oleh Roh Kudus, bukan berdasarkan kata-kata kita.
Belum tentu kita akan berhasil membawa seseorang kepada Kristus. Ternyata dalam hal ini ada orang yang dikaruniai lebih besar dibandingkan orang lain. Namun ketidaksamaan itu bukan berarti kita bebas dari tanggung jawab dan kesetiaan memberitakan Injil. Kita wajib setia, dan hasilnya kita serahkan kepada Allah.
Peranan kita sering hanya merupakan satu mata rantai dari untaian rantai yang panjang, yang pada akhirnya akan berhasil membawa seseorang kepada Kristus. Yang perlu kita sadari ialah, apabila satu mata rantai itu tidak berperan, maka akibatnya rantai itu akan putus.
Senjata rohani, yaitu 'pedang Roh' dan 'segala doa' (Efesus 6:17-18), tidak boleh dilupakan. Hanya Roh Kudus-lah yang dapat menghidupkan kembali orang yang mati secara rohani. Tanpa Roh segala sesuatu yang kita kerjakan tidak akan berhasil.
Pelajaran 06 | Pertanyaan 06 | Referensi 06a | Referensi 06b
Nama Kursus | : | DASAR-DASAR IMAN KRISTEN |
Nama Pelajaran | : | Manusia Kedua Dari Tuhan |
Kode Pelajaran | : | DIK-R06c |
Referensi DIK-R06c diambil dari:
Judul | : | Menaklukkan Segala Pikiran kepada Kristus |
Pengarang | : | Richard L. Pratt Jr. |
Penerbit | : | Seminari Alkitab Asia Tenggara |
Tahun | : | 1994, 1995 |
Halaman | : | 53-55 |
Garis Besar:
Pelajaran 5 - Karakter Manusia Setelah Ditebus oleh Kristus
A. Kebalikan dari Kejatuhan
Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang(2Kor. 5:17).
Kalau bukan karena anugerah Allah, setiap orang akan terhilang dalam dosa dan berada di bawah penghakiman Allah. Namun Allah dengan kemurahan-Nya yang besar telah mengutus anak-Nya yang Ilahi, Yesus Kristus, untuk membayar hutang dosa dengan mati di atas kayu salib dan untuk memulai suatu periode yang baru dalam kehidupan dengan kebangkitan-Nya. Semua orang yang percaya kepada-Nya dilepaskan dari kutuk murka Allah dan masuk ke dalam berkat Allah. Pengamatan kita akan manusia tidaklah lengkap apabila kita belum mempertimbangkan karakter manusia yang telah ditebus oleh Allah dalam Kristus.
A. Kebalikan dari Kejatuhan
Kita dapat melihat bahwa aplikasi dari keselamatan dalam kehidupan seseorang merupakan kebalikan dari apa yang terjadi sebagai akibat dari kejatuhan. Inti dari kejatuhan Hawa adalah kehendak untuk mandiri dan terlepas daripada Allah dengan cara menolak secara sukarela untuk menundukkan diri kepada Firman Tuhan. Hawa menolak fakta perbedaan antara Pencipta dengan ciptaan dengan berpikir bahwa ia dapat mengetahui kebenaran melalui pemikiran barunya sendiri terpisah dari Allah. Hal sebaliknya terjadi pada kehidupan dari seseorang yang percaya kepada Kristus. Dengan jelas Paulus menyatakannya sebagai berikut:
Oleh karena dunia oleh hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil (1Kor. 1:21)
Penggunaan akan hikmat manusia sebagai standar dari kebenaran, seperti apa yang dilakukan oleh Hawa, hanya akan membawa kita jauh dari Allah dan membawa kita kepada ketidakbenaran. Sebaliknya salib sebagai jalan keselamatan yang mengakibatkan kita berpaling dari kemandirian dan pikiran berdosa supaya kita mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai Allah. Hawa berpikir bahwa dirinya sebagai manusia yang dapat berdiri sendiri dan melihat dirinya sebagai hakim yang tertinggi. Namun pada saat kita percaya dengan kesungguhan kepada Kristus, kita menyadari ketergantungan kita kepada Firman Tuhan sebagai hikmat yang tidak ada bandingnya dan sebagai kebenaran. Penerimaan Firman Tuhan ini merupakan permulaan dari penebusan dalam Kristus.
Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm. 10:17).
Kebalikan dari kejatuhan tidak berhenti pada tanda pertobatan, melainkan meliputi keseluruhan dari proses penebusan. Seseorang yang percaya akan berita dari Injil bersama dengan Paulus meyakini bahwa:
Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong (Rm. 3:4).
Berbeda dengan manusia berdosa yang cenderung untuk meninggalkan pengetahuan yang benar dan menyatakan hal yang salah (sebagai akibat dari kemandirian yang terlepas daripada Allah), maka orang-orang percaya memegang kepercayaan bahwa Firman Allah selalu dapat dipercaya oleh karena Allah selalu benar: Sebagaimana yang dikatakan oleh Yesaya:
Aku Tuhan, selalu berkata benar, selalu memberitakan apa yang lurus (Yes. 45:19).
Firman Allah dapat dipercaya dan orang yang percaya kepada Kristus mengakui kepercayaannya secara total kepada Firman Tuhan. Lepas daripada apa yang terlihat, lepas daripada nasihat-nasihat orang lain, dan lepas daripada pencobaan dari Iblis, orang percaya menegaskan bahwa:
Tidak ada yang kudus seperti Tuhan, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak ada gunung batu seperti Allah kita (1 Sam. 2:2).
Sikap terhadap Firman Tuhan yang merupakan kebalikan dari apa yang terjadi pada waktu kejatuhan dibuat lebih jelas dengan perkataan Paulus kepada orang-orang Korintus:
Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu Ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus. Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kami disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya (2Kor, 11:2-3).
Pada ayat-ayat ini Paulus memperingatkan orang-orang di Korintus untuk tidak berpaling dari khotbahnya mengenai Firman Tuhan, mereka harus setia hanya kepada Kristus semata-mata. Paulus memperingatkan mereka dengan cara ini oleh karena ia takut atau kuatir mereka akan jatuh pada tipu-muslihat yang sama yang telah digunakan oleh si ular pada waktu mencobai Hawa. Paulus takut mereka akan berpaling dari "kesederhanaan dan ketulusan penyembahan kepada Kristus" (2Kor. 11:3).
Sebelum jatuh dalam dosa, Hawa hanya mendengarkan kepada Firman Allah dengan penyembahan yang hanya tertuju pada Allah. Pada waktu kejatuhan dia telah berpaling dari Firman Allah. Sebagai orang Kristen, kita secara terus menerus menerima Firman Kristus dengan penyembahan yang tanpa berprasangka. Kita harus melakukan kebalikan dari apa yang Hawa lakukan pada waktu ia berdosa. Ditebus oleh Kristus berarti mengalami kebalikan dari apa yang telah terjadi pada waktu kejatuhan (lihat ilustrasi 13).
Pelajaran 01 | Pertanyaan 01 | Referensi 01b
Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggung Jawab dalam Hal Doa dan Membaca Alkitab |
Kode Pelajaran | : | OKB-R01a |
Referensi OKB-R01a diambil dari:
Judul Buku | : | TERLALU SIBUK? JUSTRU HARUS BERDOA |
Judul Asli | : | Pasang Surut Hidup Berdoa |
Penulis | : | Bill Hybels |
Penerbit | : | Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta, 1998 |
Beberapa bulan yang lalu saya berbicara dengan beberapa orang Kristen yang merasa malu. Mereka pernah terbiasa hidup berdoa, kata mereka. Tapi keadaan berubah. Mereka tidak berdoa lagi seperti dulu sehingga mereka merasa malu. Ada yang menggambarkannya begini:
"Waktu saya baru percaya, angan-angan berbicara dengan Allah alam semesta dan Allah mendengarkan saya mempedulikan saya, menanggapi kepentingan saya angan-angan itu membanjiri pikiran saya sehingga hampir saya tidak dapat memahaminya."
"Begitu saya tahu bahwa saya dapat melakukannya, saya mulai berdoa sepanjang hari. Saya berdoa waktu bangun. Saya berdoa di meja waktu sarapan pagi. Saya berdoa dalam perjalanan ke tempat kerja. Saya berdoa di meja saya di kantor, dengan teman-teman melalui telepon, waktu makan siang, dengan keluarga waktu makan malam, dengan anak- anak waktu mereka hendak tidur malam. Saya berdoa dengan kelompok kecil. Saya sangat senang waktu berdoa di gereja.
"Saya berdoa sepanjang waktu, dan itu membuat saya bersukacita. Allah menjawab doa-doa saya. Hidup saya berubah. Hidup orang lain berubah. Sungguh menyenangkan."
"Apa yang terjadi?" tanya saya.
"Saya tidak tahu," jawab orang itu. "Terus terang, saya tidak tahu. Rasanya hidup berdoa saya surut." Kemudian dia berkata dengan sangat sedih, "Saya jarang sekali berdoa sekarang."
Musim Tanpa Doa
Saya tahu masalah mereka. "Hampir setiap pengikut Yesus Kristus pada suatu waktu mengalami persis seperti apa yang Anda gambarkan," kata saya. "Saya tahu saya juga pernah begitu."
Waktu saya menoleh ke riwayat hidup rohani saya, saya menemukan musim tertentu di mana saya sering berdoa dengan penuh semangat. Saya dipenuhi sukacita dan harapan akan berkat Allah. Tanda ajaib terjadi dalam hidup saya, dalam hidup orang yang saya doakan dan dalam gereja saya.
Kemudian, tanpa sebab yang jelas, hidup berdoa saya mulai surut sampai saya hampir berhenti berdoa. Ya, saya masih berdoa pada waktu makan dan pada kegiatan-kegiatan di gereja tapi tidak lebih dari itu. Doa nampaknya hambar, membosankan dan tanpa arti. Musim tanpa doa itu bisa berlangsung berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Lalu tiba-tiba kuat kuasa Allah melimpah lagi dalam hidup saya, seperti sebelumnya. Sekali lagi saya merasa senang datang ke hadirat Allah. Sekali lagi saya sering berdoa dan berhasil. Sampai kepudaran kambuh lagi, seperti selalu terjadi.
Apa yang menyebabkan pasang-surut dalam hidup berdoa kita? Mengapa kita kehilangan minat dalam berdoa? Mengapa kita berhenti berdoa?
Satu penyebab kita berhenti berdoa atau membiarkan hidup berdoa kita pudar, ialah bahwa kita terlalu senang - puas dengan keadaan. Itu sifat dasar manusiawi.
Bila badai mengamuk, topan menderu dan gelombang menimpa geladak, setiap orang di atas kapal berdoa seperti orang gila. Bila telepon yang menyeramkan datang di tengah malam, bila dokter berkata bahwa yang dirawat tidak begitu memberi harapan, atau waktu suami/istri kita berkata bahwa ada orang lain yang sangat menarik, doa adalah sifat dasar kedua. Dalam situasi yang sukar seperti itu, hampir setiap orang berdoa - sungguh-sungguh, berulang-ulang, penuh harapan, bahkan mati- matian.
Kemudian badai berlalu, laut tenang, angin reda dan Allah sekali lagi membuktikan diriNya setia. Sebagian besar motivasi kita untuk berdoa turun, dan mulai lagi doa yang sangat memudar.
Melupakan Allah
Dapat dipahami, hal ini mempengaruhi hati Allah. Ia sedih bila anak- anak-Nya bertindak seperti mahasiswa, yang menghubungi orang tua hanya kalau uang mereka mulai kurang.
Ada tema sedih dalam Perjanjian Lama. Allah memberkati anak-anak-Nya, tapi mereka melupakan-Nya. Ia memberkati mereka lagi, dan mereka melupakan-Nya lagi. Mereka mengalami kesukaran besar dan mohon pertolongan, dan Allah datang dan menyelamatkan mereka. Tapi mereka lagi-lagi melupakan-Nya.
Bacalah, misalnya, litani yang sedih dalam Mzm 78. Walau Allah memberikan hukum kepada Israel, dibelah-Nya laut supaya mereka bisa menyeberang, memimpin mereka melalui padang gurun, memberikan mereka makanan dan air dengan cara ajaib, dan memukul mundur musuh mereka, "Berulang kali mereka mencobai Allah; ... Mereka tidak ingat kepada kekuasaan-Nya,..." (ay 41-42). Atau dalam Mzm 106:6-13
Nenek moyang kami di Mesir tidak mengerti perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib, tidak ingat besarnya kasih setia-Mu, tetapi mereka memberontak terhadap Yang Mahatinggi di tepi Laut Teberau. Namun diselamatkan-Nya mereka oleh karena nama-Nya, untuk memperkenalkan keperkasaan-Nya. Dihardik-Nya Laut Teberau, sehingga kering, dibawa-Nya mereka berjalan melalui samudra raya seperti melalui padang gurun. Demikian diselamatkan-Nya mereka dari tangan pembenci, ditebus-Nya mereka dari tangan musuh; air menutupi para lawan mereka, seorang pun dari mereka tiada tinggal. Ketika itu percayalah mereka kepada segala firman-Nya, mereka menyanyikan puji-pujian kepada-Nya. Tetapi segera mereka melupakan perbuatan-perbuatan-Nya, dan tidak menantikan nasihat-Nya. Dengan sedih, kata pemazmur itu: "Kami dan nenek moyang kami telah berbuat dosa" (ay 6). Kita tidak ingin melupakan Allah. Kita ingin agar hidup berdoa kita konsisten. Bagaimana kita bisa tetap mengingat kebaikan Allah? Bagaimana kita ingat untuk berdoa?
Irama Sehari-hari Kita dapat mengingat untuk berdoa sama dengan cara kita mengingat apa saja yang menjadi urusan kita dengan memasukkan doa dalam jadwal harian kita. Seperti kita lihat, Yesus menganggap bahwa pengikut-Nya akan menyediakan waktu untuk berdoa. Kalau kita merasa bahwa kita kian jarang berdoa, itu mungkin karena kita tidak pernah menjadikan doa suatu bagian tertentu dari jadwal harian kita.
Ada orang yang menentukan waktu untuk berdoa bahkan sebelum turun dari tempat tidur di pagi hari. Yang lain berdoa waktu minum kopi, atau waktu makan siang, atau persis sesudah pulang dari tempat kerja atau sekolah, atau sesudah makan malam, atau sebelum waktu tidur. Waktu yang kita pilih tidak menjadi soal, selama kita menatanya dengan setia. Doa perlu menjadi bagian dari irama hidup sehari-hari kita.
Pilihlah satu waktu pada waktu mana Anda biasanya tidak terganggu. Anda bisa menutup diri dari dunia dan mendengarkan Allah. Bersamaan dengan itu, pilihlah tempat yang dapat menjadi tempat pelarian Anda, tempat perlindungan Anda, sementara Anda duduk di hadapan hadirat Allah.
Para kenalan saya yang konsisten tiap hari berdoa dengan sungguh- sungguh dan penuh sukacita, biasanya telah memilih tempat tertentu yang mereka gunakan untuk berdoa setiap hari. Saya mengenal seorang yang berdoa sepanjang jalan ke tempat kerja, dalam kereta api lima hari seminggu. Itu empat puluh menit kalau mendapat kereta api ekspres dan kalau tidak, satu jam. Dia berkata bahwa tempat duduknya di kereta adalah tempat suci baginya.
Saya mengenal seorang yang berdoa di meja pojok di restoran sebelum bekerja tiap hari. Ada yang berdoa sambil duduk dekat pintu sorong dari kaca dengan pemandangan taman di luar. Ada yang menulis doanya dalam komputer di kantornya. Tempat apa saja bisa menjadi tempat berdoa. Yang penting, kalau kita hendak ingat untuk berdoa, ialah menentukan tempat khusus dan waktu khusus untuk bertemu dengan Tuhan.
Dosa Sehari-hari Tapi untuk kebanyakan dari kita, masalah tidak setia berdoa bukanlah karena tidak ada waktu atau tempat. Kita mempunyai tempat berdoa, dan dulu kita pergi ke sana tiap hari. Tanpa sebab tertentu semangat kita pergi ke sana sirna. Kita tidak berhasrat lagi untuk berdoa.
Kalau itu yang menggambarkan perasaan kita, kita mungkin menderita rasa salah atau malu. Sesuatu yang telah kita perbuat - atau sedang perbuat sekarang - telah menjadi rintangan antara kita dan Allah.
Kadang-kadang bila saya mencoba menolong seorang untuk mengerti mengapa mereka tidak berdoa lagi, saya berkata, "Mari kita telusuri. Apakah Anda tahu kapan Anda mulai merasa seperti ini? Apa lagi yang sedang terjadi dalam hidup Anda pada waktu itu?"
Orang yang jujur dan sadar-sendiri sering mengatakan sesuatu seperti ini, "Ya, pada waktu itu saya mulai berpesta-pora, banyak mengelana dan membiarkan hidup saya sedikit di luar kendali."
Seorang lagi berkata, "Pada waktu itu saya sangat sibuk di tempat kerja dan kerakusan memancing saya sehingga mencari uang menjadi tenaga pendorong yang merasuki hidup saya."
"Saya kira pada waktu saya menerima konseling, itu pada mulanya menolong. Tapi kemudian bukannya mengatasi masalah saya, saya terbenam dalam diri sendiri, dan saya kian menjadi pusat dunia saya sendiri. Saya mengesampingkan Allah."
"Mungkin itu pada waktu saya pindah sekamar dengan pacar saya."
Saya harus memberitahu orang-orang ini, apa pun rinciannya, dosa sehari-hari cukup kuat untuk menciptakan kesenjangan yang kian lebar dalam hubungan kita dengan Allah. Kian lebar kesenjangan itu, kian jarang kita berdoa. Dan kian jarang kita berdoa, kesenjangan itu menjadi kian lebar.
Menghina Nama Allah
Saya ingat satu waktu ketika saya tahu saya sedang berbuat dosa. Saya kebingungan mengapa doa pagi saya di kantor ternyata sangat kaku dan tidak berarti. Saya mempunyai waktu berdoa yang sangat teratur dan tempat berdoa yang tetap; tapi saya tidak mau terlibat percakapan mendalam dengan Allah.
Kemudian saya membaca firman Allah dalam Kitab Mal 1:6 "... di manakah hormat yang kepada-Ku itu? ...firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: 'Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?'" (Mal 1:6).
Banyak cara, kata Allah melalui Maleakhi. Marilah saya sebutkan beberapa.
Mereka menipu Allah. Kendati petunjuk Allah jelas untuk mempersembahkan hewan yang terbaik sebagai korban kepada Tuhan. Tapi orang Israel membawa ternak mereka yang terbaik ke pasar, di mana mereka bisa mendapatkan harga mahal untuk ternak itu. Kemudian mereka membawa hewan yang tidak berharga - yang buta, yang timpang, yang sakit hampir mati - dan membawanya ke mezbah Allah (lih Mal 1:6-8).
Mereka juga telah menipu orang miskin - menindas orang upahan, menyulitkan hidup ekonomi para janda dan curang terhadap para orang asing pendatang liar (lih Mal 3:5).
Di samping itu, mereka telah menipu keluarganya. Perceraian merajalela. "... Kamu menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan, tidak lagi berpaling kepada persembahan dan tidak berkenan menerimanya dari tanganmu. Dan kamu bertanya: 'Oleh karena apa?' Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan istri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan istri seperjanjianmu" (Mal 2:14-15).
Melalui Maleakhi Allah berseru, "Setelah menipu Aku, orang yang tertindas di antara kamu dan bahkan keluargamu sendiri, kamu berani meminta berkat-Mu? Kamu terang-terangan berdosa kepada-Ku dan kemudian punya nyali untuk meminta kemurahan hati? Kamu memberontak melawan Aku dan mengharapkan Aku tidak terpengaruh oleh ketidakpatuhanmu? Aku sangat sedih. Dosamu menghancurkan hati-Ku. Itu terasa seperti pengkhianatan."
Kalau kita tidak hidup dalam kepatuhan kepada Allah, kita kehilangan rasa hangat dan akrab dengan Dia. Kita bisa bernostalgia dengan waktu berdoa yang dulu, tapi kita telah mendirikan satu perintang doa yang harus dirubuhkan sebelum kita bisa menikmati lagi hubungan kasih sayang dengan Dia. Kita tidak mempunyai persekutuan yang erat dan langgeng dengan Allah, kecuali kalau kita mematuhi-Nya - mutlak.
Merubuhkan Perintang
Hal yang mengherankan ialah bahwa Allah sendiri mau merubuhkan perintang yang memisahkan kita.
Alkitab menceritakan kepada kita bahwa Allah terhadap Siapa kita berdosa, Allah yang kita acungi tinju kita, merentangkan tangan-Nya kepada kita dan berkata, "Pulanglah. Kau tidak ingin hidup dengan cara demikian, bukan? Kau tidak mau menempuh jalan itu. Akuilah dosamu Anda. Katakanlah kepada-Ku bahwa hidupmu kacau-balau. Bersepakatlah dengan Aku bahwa engkau berada di jalan yang salah. Berbaliklah, dan kita akan berhubungan akrab kembali. Maka doamu akan kaya dan berarti lagi. Kita akan berjalan bersama-sama kembali."
Marilah, baiklah kita berperkara! - firman TUHAN - Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba (Yes 1:18). Kabar baik ialah bahwa Anda bisa kembali ke dalam persekutuan dengan Bapa sekarang juga. Anda boleh mengucapkan doa pertobatan: "Ya Allah, saya minta ampun atas --. Ampunilah saya. Saya mau berbalik dari cara hidup ini, dan saya mau kembali ke dalam hubungan yang akrab dengan Engkau."
Bila Anda mengucapkan doa itu, Allah akan memulihkan Anda. Anda akan berdoa dengan cara lain sesudah pemulihan itu. Anda kembali ke jalan yang benar.
Apakah Allah Tuli? Barangkali Anda menyisipkan ke dalam jadwal harian Anda acara untuk berdoa, dan Anda tidak sadar bahwa ada dosa yang memisahkan Anda dari Allah. Namun Anda tahu bahwa Anda sudah mulai menjauhi Dia. Anda hampir menghentikan doa Anda, karena merasa kecil hati. Kecewa. Atau bahkan putus asa.
Anda berdoa sungguh-sungguh agar ayah Anda selamat dalam pembedahan, tapi ternyata ia meninggal.
Anda berdoa agar putra Anda dan anak mantu akan rujuk dan tetap utuh, tapi mereka bercerai.
Anda berdoa agar bisnis Anda dapat bertahan terhadap satu pesaing baru tapi tidak berhasil.
Anda tahu bahwa dosa Anda sudah Anda akui, dan Anda mencoba menempuh hidup etis. Permintaan Anda tidak egois. Dan sekarang karena ayah Anda sudah meninggal, anak bercerai dan bisnis Anda ditutup, Allah tidak mungkin menyuruh Anda menunggu. Sudah terlambat.
Agaknya doa tidak berhasil. Mengapa membuang-buang napas Anda? Kalau surga tidak mendengar, kalau Allah tidak peduli, atau kalau Allah tidak berkuasa untuk mengubah keadaan, mengapa harus berdoa? Lebih baik menghadapi kenyataan dan berhenti membohongi diri sendiri.
Kalau Anda pernah mengalami kekecewaan yang menghancurkan yang tidak diatasi oleh doa, dan kalau Anda adalah pengikut Kristus yang jujur, Anda tentu pernah bergumul dengan pertanyaan seperti ini. Saya tidak mempunyai jawaban yang pasti bagi Anda. Ada hal-hal yang tidak akan pernah jelas selama kita hidup di dunia ini. "Hidup kami ini adalah hidup berdasarkan iman", kata Rasul Paulus, "bukan berdasarkan apa yang kelihatan" (2Kor 5:7).
Tapi saya dapat menceritakan kepada Anda perkataan Yesus kepada para rasul ketika mereka kecil hati: "Yesus menyampaikan... kepada mereka untuk menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa tanpa jemu-jemu," tulis Lukas. Setelah memberikan perumpamaan untuk menggambarkan maksud-Nya, Yesus bertanya, "Tidakkah Allah akan membenarkan orang- orang pilihan-Nya yang siang-malam berseru kepada-Nya? Apakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka..." (Luk 18:1, 7-8).
Saya meminta dengan sangat kepada kamu, kata Yesus, jangan kehilangan nyali. Berdoa terus. Bapa mendengarkan. Ia mendengarkan setiap doa yang kita panjatkan. Ia sungguh mempedulikan segala sesuatu yang mempengaruhi kita. Ia memiliki kuat kuasa yang tidak terbatas untuk menanggulangi apa saja yang mengganggu kita. Memang Ia tidak menjawab setiap doa kita sesuai yang manusia berdosa menghendakinya. Tapi Ia menghendaki kita bertahan. Ia suka bersekutu dengan kita. Ia mau melakukan apa saja yang terbaik untuk kita.
Saya Terus Berdoa Beberapa tahun yang lalu kami menyelenggarakan baptisan. Banyak orang menegaskan di depan umum keputusan mereka untuk mengikuti Kristus. Rasanya hati saya akan meledak karena kegirangan. Kemudian, di tangga, saya menemukan seorang wanita sedang menangis. Saya tidak dapat mengerti mengapa ada orang yang menangis sesudah upacara yang demikian menggembirakan, jadi saya berhenti dan bertanya apa yang terjadi dengan dia.
"Tidak," katanya, "Saya sedang bergumul. Ibu saya dibaptis hari ini." Apakah ini menjadi masalah? pikir saya. "Saya berdoa untuk dia tiap hari selama 20 tahun," katanya, dan kemudian menangis kembali. "Tolong saya agar mengerti soal ini," kata saya.
"Saya menangis," jawabnya, "karena saya nyaris - nyaris sekali - menyerah. Maksud saya, setelah 5 tahun terus-menerus berdoa saya berkata, 'Siapa yang memerlukan ini? Allah tidak mendengarkan.' Setelah 10 tahun terus-menerus berdoa saya berkata, 'Mengapa saya harus menghabiskan nafas? Setelah 15 tahun terus-menerus berdoa saya berkata, 'Ini tidak masuk akal.' Setelah 19 tahun saya berkata, 'Saya ini tolol.' Tapi saya masih berdoa terus, walaupun iman saya lemah. Saya berdoa terus, dan Ibu saya menyerahkan hidupnya kepada Kristus, dan dia dibaptis hari ini."
Wanita itu berhenti menangis dan menatap ke mata saya. "Saya tidak akan pernah meragukan kuat kuasa doa lagi," katanya.
Tanya-jawab untuk Renungan dan Pembahasan
Pelajaran 04 | Pertanyaan 04 | Referensi 04a | Referensi 04c
Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggungjawab dalam Hal Keanggotaan Gereja dan |
Kehidupan Keluarga | ||
Kode Pelajaran | : | OKB-R04b |
Referensi OKB-R04b diambil dari:
Judul Buku | : | PRIORITAS: MANA YANG LEBIH DULU? |
Judul Artikel | : | Anda dan Keluarga Anda |
Penulis | : | J. Grant Howard |
Penerbit | : | YAKIN, Surabaya, 1981 |
Halaman | : | 96 - 105 |
Kesadaran yang berkembang
Sebuah kelahiran menciptakan suatu tatanan relasi keluarga yang baru. Bayi pertama menjadi putra atau putri dengan ayah dan ibu, dan sejumlah kakek dan nenek, paman dan Bibi, serta para saudara sepupu. Kalau terjadi kelahiran rohani, hal itu akan berpengaruh terhadap keluarga, karena merupakan tambahan tanggung jawab di dalam semua relasi keluarga. Ayah dan ibu yang menjadi Kristen bertanggung jawab untuk mendidik dan membesarkan anak mereka secara Alkitabiah. Kalau suami-isteri diselamatkan, mereka dapat menerapkan kebenaran Alkitabiah ke dalam pernikahan mereka.
Sudut Pandang
keluarga sama pentingnya dengan relasi lainnya. Sama penting dengan gereja, pekerjaan, dan relasi Anda lainnya.
Anda Sebagai Pribadi
Sebagai anak Anda bertanggung jawab untuk menghormati dan taat kepada orang tua Anda (Efesus 6:1-4). Anda tidak boleh mempraktekkan sikap balas dendam terhadap saudara Anda (Roma 12:17-18). Sebagai orang bujang, relasi Anda dengan lawan jenis harus murni (1 Tesalonika 4:1- 8). Dalam mencari jodoh, Anda harus mencari saudara seiman yang dapat bekerjasama mengembangkan pernikahan Alkitabiah (1 Korintus 7:39). Sebagai orang bujang, Anda harus berpegang teguh pada konsep pribadi Anda, seksualitas Anda, dan potensi rohani Anda (1 Korintus 7:1-40).
Di mana posisi Anda sebagai orang bujang? Apakah Anda tahu artinya berbicara dan bertindak dengan bijaksana terhadap lawan jenis? Apakah Anda melakukannya? Apakah Anda sedang mengembangkan konsep pribadi yang sehat sebagai orang bujang? Apakah Anda mengatasi dorongan seks Anda dengan cara yang berkenan kepada Allah? Sebagai janda atau duda, apakah Anda berpikir secara benar, mengalami perasaan yang benar, dan bertindak benar?
Sebagai orang bujang, Anda memiliki tanggung jawab Alkitabiah. Kewajiban Anda untuk mengetahuinya dan melakukannya. Bagi Anda, semua tanggung jawab itu adalah prioritas utama. Jangan tertipu dengan pemikiran bahwa Anda baru dapat melakukan kehendak Allah apabila Anda menikah.
Anda Sebagai Pasangan
Pernikahan merupakan hidup berpasangan. Hidup berpasangan berhasil kalau kedua pihak melakukan apa yang seharusnya. Bukan hanya sementara atau sewaktu-waktu, tapi secara teratur. Suami harus mengasihi dan memimpin (Efesus 5:25-33). Istri harus tunduk dan hormat (Efesus 5:22- 24, 33). Keduanya harus meninggalkan, bersatu, dan menjadi satu (Kejadian 2:24). Keduanya harus saling menyerahkan diri dalam seksualitas (1 Korintus 7:2-7). Suami harus berusaha memahami sang istri dan memperlakukannya seperti dirinya sendiri (1 Petrus 3:7). Seandainya satu pihak bukan Kristen, pihak lain harus dapat mencerminkan kehidupan yang memuliakan Tuhan sehingga menarik pasangannya untuk bertobat (1 Petrus 3:1-6). Perkataan keduanya harus selalu tulus dan tepat, untuk membangun dan mempersatukan serta bukan untuk menghancurkan dan memecah belah (Efesus 4:25-32).
Keduanya tetap merupakan anak yang harus memiliki relasi dengan orang tua mereka serta orang tua pasangan mereka. Keduanya tidak sempurna dan cenderung mementingkan diri sendiri, sulit untuk terus sebagai pendamping, sombong, komunikator yang buruk, bergantung pada orang lain serta tidak jujur. Gejala semacam ini dapat timbul dalam setiap pernikahan. Keduanya harus rela mengambil tindakan yang perlu untuk mengatasinya atau mencegahnya. Kalau terjadi perpisahan atau perceraian atau kematian, maka keduanya harus menghadapi suatu relasi dan perasaan yang baru. Kalau mereka menikah kembali, maka mereka akan berusaha memperhatikan agar relasi yang baru ini berhasil.
Di mana posisi Anda sekarang dalam pernikahan? Tanggung jawab Alkitabiah yang mana yang Anda pikul sekarang? Bidang apa saja yang Anda hindari selama ini? Kebutuhan apa dari pasangan Anda yang dapat Anda penuhi? Apakah Anda sedang mengembangkan kemampuan untuk memutuskan hal-hal yang perlu dilakukan dalam pernikahan Anda? Apakah perasaan Anda dimanfaatkan dengan baik atau dibiarkan merusak diri Anda dan relasi Anda? Relasi Anda dengan pasangan Anda merupakan tanggung jawab prioritas utama. Apakah Anda sudah menempatkannya dengan tepat?
Anda Sebagai Orang tua
Datanglah anak sehingga Anda memiliki tanggung jawab dalam mendidik, melatih, mengoreksi, dan mengendalikan (Ulangan 6:4-9; Efesus 6:4). Setiap kali seorang anak lahir, Anda menambah tanggung jawab prioritas utama. Pikirkanlah itu! Kebutuhan anak selalu berjalan dan berubah. Orang tua harus memenuhi kebutuhan itu, dengan menambahkannya ke dalam kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan Anda yang terbesar ialah berpaut pada perintah Allah.
Sementara anak bertumbuh, ia butuh teman bermain, berjalan, membaca, mendengar, dan bertumbuh. Orang tua harus menerima anak sebagaimana adanya. Godaan yang datang ialah untuk menjadikan mereka seperti kakak mereka, atau seperti kita. Anak mendukakan orang tua. Karena itu, orang tua sangat kuatir. Anak bertumbuh, meninggalkan rumah dan menikah. Orang tua lalu menjadi ipar dan kakek dan pembimbing.
Menjadi orang tua merupakan tanggung jawab dari Allah yang menempati prioritas utama. Apakah Anda mengetahui kehendak Allah bagi Anda sebagai orang tua? Apakah Anda melakukannya? Apakah Anda hanya berfungsi sebagai orang tua pada akhir minggu atau liburan, atau apakah Anda menerimanya sebagai tanggung jawab harian?
Meluaskan Kemampuan Anda untuk Mengasihi.
Kita telah telusuri bersama keluarga secara umum serta meneliti bagian-bagiannya. Sekarang kita akan memerhatikan satu pokok khusus: kasih. Kasih merupakah kekuatan yang memampukan kita melaksanakan perintah Allah, dan bertindak atas inisiatif sendiri dengan tepat untuk memenuhi kebutuhan yang benar.
Kebenaran itu pasti menang.
Mengasihi Pasangan Anda
Suami - kasihilah istrimu! Bagaimana caranya? Buatlah suatu gagasan dan bertindaklah dengan tepat untuk memenuhi kebutuhan pasangan Anda.
Istri memerlukan suami yang memberi makanan, pakaian, dan rumah untuknya dan anak-anaknya. Lakukanlah. Di rumah istri setiap hari bercakap-cakap dengan anaknya. Ia membutuhkan persekutuan dengan orang dewasa dan percakapan dengan orang dewasa. Sediakanlah itu. Berkorbanlah untuk melakukan hal itu. Istri juga memerlukan kata-kata kasih sayang, pujian, dukungan, keluhan, dan sebagainya. Berikan semua itu padanya. Jangan menanti sampai ia memohonkannya dari suami. Ambillah inisiatif. Berkorbanlah untuk melakukan hal itu. Berkorbanlah juga untuk memenuhi janji Anda kepadanya.
Istri - kasihilah suamimu! Lakukanlah dengan cara yang sama. Mulailah mengambil inisiatif dan berkorbanlah untuk memenuhi kebutuhannya. Kalau Anda melakukan hal itu dalam pernikahan Anda, maka hal itu akan menghilangkan omelan, karena omelan merupakan reaksi seseorang yang kebutuhannya tidak terpenuhi. Hal tersebut di atas juga akan meneguhkan relasi Anda dengan pasangan Anda. Setiap kali Anda melakukannya ingatlah untuk berkata bahwa Anda mencintainya. Kebutuhan yang lebih dalam dari pasangan Anda mungkin baru terpenuhi dengan pengorbanan yang lebih besar pada pihak Anda. Kalau Anda merasa mudah untuk mengasihi pasangan Anda, hal itu mungkin menunjukkan bahwa Anda tidak berusaha dengan baik!
Mengasihi Anak Anda
Orang tua - kasihilah anak-anakmu!
Apa yang dibutuhkan remaja? Mereka yakin bahwa mereka hanya membutuhkan sedikit sekali peraturan, kalau ada. Banyak waktu yang dihabiskan di luar rumah. Memakai telepon tanpa batas. Hak untuk meremehkan orang lain, misalnya: guru, orang tua, dan saudara kandung. Kebebasan menjawab pertanyaan dengan seenaknya.
Sebagai orang tua, Anda harus dapat memisahkan kebutuhan yang benar dari yang tidak benar serta tindakan yang tepat guna memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan perkataan lain, Anda harus menentukan perintah Allah yang akan Anda jalankan dalam relasi Anda dengan remaja, dan perintah Allah yang harus mereka jalankan.
Remaja yang merendahkan orang lain harus diingatkan dengan bijaksana namun tegas bahwa tingkah laku semacam itu adalah salah. Itulah cars kita mengasihi remaja. Sebagai remaja yang bertumbuh menjadi dewasa, tingkah lakunya menjadi prioritas utama baginya dan bagi Anda. Remaja mungkin belum menyadari hal ini. Tapi orang tua harus menyadarinya. Untuk itu dibutuhkan pengorbanan.
Anak berusia lebih muda. Mungkin balita. Apa yang mereka butuhkan? Mereka membutuhkan pertumbuhan. Kita berusaha mempercepat proses ini dengan berusaha mendidik anak untuk bersikap sebagai orang dewasa. Hal itu tidak salah. Tetapi mengharap anak balita bertumbuh menjadi dewasa dalam sekejap adalah tidak masuk akal. Anak perlu bertumbuh dan merasa diterima sebagaimana adanya.
Hal itu menuntut pengorbanan, karena orang dewasa sukar berpaling kembali ke dunia kanak-kanak. Tapi itu cara Anda mengasihi anak pra sekolah. Anda yang berinisiatif dan berkorban untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka perlu dijaga, didengarkan, diajak bermain, dibacakan ceritera. Sepatu mereka perlu ditalikan, rambut disisirkan, mainan diatur kembali, sepeda diperbaiki, pertanyaan dijawab, hasil ulangan mereka diperiksa.
Hal itu tidak berarti bahwa kita membiarkan diri dikendalikan oleh anak sehingga kita gagal memenuhi kebutuhan kita yang pokok. Seorang ibu yang menggendong anaknya setiap kali ia menangis secara bertahap akan gagal memenuhi kebutuhannya sendiri akan suasana pribadi, santai, bersama dengan suaminya. Anak mungkin berpikir bahwa ia perlu diasuh siang malam, namun sebenarnya itu bukan kebutuhannya yang benar. Orang tua yang melakukannya tidak bertindak dengan tepat untuk memenuhi kebutuhan anak dan dirinya sendiri.
Mengasihi Orang tua Anda
Anak - kasihilah orang tuamu!
Apa yang dibutuhkan orang tua Anda? Tidak ada. Mereka orang dewasa. Kedewasaan berarti memiliki semua yang mereka butuhkan. Benar? Tidak benar. Mereka masih memerlukan surat seperti ini.
IBU:
Saya sedang duduk dan merenungkan kembali betapa ibu telah begitu setia memasak untuk 6 orang selama bertahun-tahun. Saya baru menyadari betapa hal itu merupakan beban yang maha berat. Saya heran bagaimana ibu dapat melakukan semua itu.
Hal ini mungkin berarti bahwa saya sedang bertumbuh menjadi dewasa - sambil menyadari serta menghargai, semua pelayanan kasih yang ibu telah berikan selama bertahun-tahun tanpa mengeluh sekalipun. Saya yakin bahwa hal itu terjadi karena Ibu mengasihi kami, bukan? Saya amat mengasihi Ibu. Peluk dan cium dari anakmu. TUTI.
Itu surat dari seorang putri berumur 21 tahun, yang sudah lulus dari pendidikannya dan sekarang bekerja mencari nafkah sendiri. Surat semacam itu menjawab kebutuhan seorang ibu. Ibu akan membaca surat itu berulang kali di depan semua orang. Lalu ibu akan meletakkan surat itu dalam sebuah bingkai. Tuti harus berkorban untuk menulis surat semacam itu.
Galilah kedalaman kasih agape ini. Apa yang dibutuhkan mertua? Diundang secara berkala? Konsultasi? Mengatakan bahwa usaha mereka untuk mengatur ruang tamu Anda patut dihargai, tapi Anda akan menatanya sendiri? Itu tidak mudah, bukan? Sulit untuk Anda katakan, dan sulit untuk mereka terima. Tapi kasih tidak hanya mengerjakan perkara yang mudah. Kasih mengerjakan apa yang perlu dan yang benar, "belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok" (Titus 3:14).
Sementara itu ...
Rumah tangga lebih didahulukan daripada gereja karena dalam 1 Timotius 3:4-5, 12 diajarkan bahwa kepemimpinan seseorang dalam keluarga memampukan atau menggagalkan kepemimpinannya di gereja. Tapi bagian itu tidak mengatakan bahwa keluarga lebih penting daripada gereja. Sebaliknya bagian itu menekankan bahwa keluarga merupakan bukti nyata di mana kita dapat menilai keterampilan dan ketulusan seseorang sebagai ayah dan suami.
Gereja sama penting dengan keluarga karena konteks luasnya sebagai alat untuk melengkapkan seseorang dengan Firman Allah untuk berfungsi dengan benar di keluarga, menunjukkan kepemimpinan yang bermutu, dan menjadi pemimpin gereja (2 Timotius 3:16-17, Titus 1:9). Selanjutnya, dunia sama pentingnya sebagai bukti seperti halnya dengan keluarga, karena seorang pemimpin gereja harus memiliki nama baik di luar rumah dan di luar gereja (1 Timotius 3:7). Sekali lagi kita melihat kelemahan dari usaha untuk menyusun urutan tanggung jawab Alkitabiah.
Pelajaran 05 | Pertanyaan 05 | Referensi 05a | Referensi 05c
Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggung Jawab dalam Hal Memberi dan Menggunakan |
Waktu | ||
Kode Pelajaran | : | OKB-R05b |
Referensi OKB-R05b diambil dari:
Judul Buku | : | WAKTU BERSAMA ALLAH |
Judul Artikel | : | Prinsip Pengaturan Waktu |
Penulis | : | Peter V. Deison |
Penerbit | : | Yayasan Gloria, Yogyakart, 1992 |
Halaman | : | 13 - 22 |
Prinsip pengaturan waktu sebenarnya sederhana dan mudah, dimengerti. Namun, kenyataannya ada banyak kesulitan yang berhubungan dengan waktu teduh disebabkan oleh masalah ini! Pernahkah Anda mendengar seseorang berkata, "Bila Anda tidak berjumpa dengan Allah di pagi hari, maka Dia tidak akan menyertai Anda sepanjang hari itu"? Lalu, apakah Anda merasa bersalah? Itulah yang dirasakan oleh kebanyakan orang. Atau, pernahkah Anda mendengar seseorang berkata, "Saya telah berdoa selama dua jam pagi ini. Luar biasa!" Namun lagilagi kita diliputi perasaan sedih dan bersalah, karena kita tahu kehidupan doa kita belumlah memadai.
Rasa bersalah dapat muncul karena banyak sebab. Sebagian mungkin karena alasan yang jelas, tetapi sebagian lagi mungkin karena kesalahpahaman mengenai waktu yang digunakan untuk bersekutu dengan- Nya. Renungkan sejenak dan ingatlah bahwa yang menjadi dasar persekutuan Anda dengan Tuhan adalah waktu bagi Allah-bagi hubungan Anda dengan-Nya. Waktu teduh adalah saat untuk mengenal dan mengasihi Dia sebagai pribadi-sebagai sahabat-secara lebih baik. Dia adalah pribadi yang mampu berpikir, membuat pilihan, dan merasakan-seba- gaimana Dia juga menciptakan kita demikian. Kita dapat mengasihi-Nya, meskipun kita tidak dapat melihat-Nya.
Waktu teduh adalah waktu yang dipersembahkan bagi seseorang. Kita tidak akan pernah dapat menjalin persahabatan dengan seseorang hanya dengan berbincang-bincang dengannya di pagi hari. Tentu saja tidak benar bahwa Tuhan tidak akan menyertai kita jika kita tidak bersekutu dengan-Nya pada pagi hari. Ini adalah pandangan yang sangat sempit tentang Allah. Suatu hubungan tidak bergantung semata-mata pada banyaknya waktu yang diberikan untuk seseorang. Kualitas waktu sangat penting. Jadi, bila jumlah waktu itu penting, maka terlebih lagi kita harus mengevaluasi penggunaan waktu kita tiap-tiap hari.
Jangan gunakan pengalaman orang lain sebagai ukuran bagi kita. Memang Anda dapat belajar dari pengalaman orang lain, tetapi yang lebih berarti adalah hubungan Anda secara pribadi dengan-Nya.
Tetapkan Waktu Khusus. Begitu Anda memutuskan bahwa persekutuan dengan Allah menjadi prioritas, tetapkan waktu khusus untuk mengembangkan persekutuan itu. Waktu yang Anda tetapkan menjadi patokan Anda. Jika hal itu telah ditetapkan dan dilaksanakan, maka bila suatu saat diperlukan perubahan waktu, Anda dapat bersikap fleksibel. Tetapkanlah suatu waktu tertentu untuk bersekutu dengan Tuhan; pagi, sore, atau malam hari.
Kendala kendala yang perlu dihindari. Menetapkan waktu khusus membantu kita untuk menghindari beberapa kendala.
Allah berkata, "Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal" (Yeremia 31:3). Kasih-Nya kepada kita sungguh besar. Kasih-Nya kepada kita dan kepastian akan hal itu adalah satu-satunya faktor pendorong yang dapat mengubah kemalasan dan sikap legalisme kita. Penetapan waktu khusus yang teratur akan menguatkan motivasi itu.
Interupsi tidak hanya berasal dari luar, tetapi juga dari dalam diri kita. Salah satu gangguan terbesar yang berasal dari dalam adalah dorongan yang kuat untuk membereskan pekerjaan yang belum selesai, misalnya membersihkan meja belajar yang berantakan. Sering kali pula ketika kita duduk untuk membaca Alkitab atau berdoa, perhatian kita beralih pada surat-surat yang belum selesai ditulis, majalah yang belum selesai dibaca, proyek yang belum selesai dikerjakan. Akhirnya, waktu yang kita rencanakan untuk bersekutu dengan Tuhan terlewat begitu saja karena kita beranggapan bahwa hal-hal itu hanya membutuhkan sedikit waktu untuk dikerjakan. Istri saya bersikap praktis dalam hal ini. Ia akan menutupi meja yang berantakan dengan sebuah handuk besar. Dengan demikian perhatiannya tidak lagi diganggu oleh daftar "hal-hal yang harus dilakukan" atau proyek-proyek yang belum terselesaikan.
Kita perlu menetapkan waktu dan tempat yang tepat sehingga sesedikit mungkin mendapat gangguan sehubungan dengan hal-hal yang harus kita lakukan. Waspadalah senantiasa terhadap gangguan-gangguan. Gangguan yang datang akan merusak atau menghilangkan kesempatan kita untuk bersekutu dengan Allah.
Yesus secara pribadi juga bersekutu dengan Allah. Dalam Markus 1:35 dikatakan, "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." Yesus sering kali ingin menyendiri, namun sulit bagi-Nya untuk dapat sendirian. Kadangkala Dia harus bangun jauh lebih pagi dari orang lain, sebab sepanjang waktu Dia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang membawa berbagai kebutuhan mereka.
Daud menetapkan waktu teduh bersama Allah (Mazmur 5:4; 59:17). Ia juga menetapkan waktu untuk menaikkan puji-pujian dan ucapan syukur di Bait Allah (1 Tawarikh 23:28-32).
Bersikap Realistis. Bila kita menetapkan waktu khusus untuk bersekutu dengan Allah, kita harus realistis dengan jadwal kegiatan dan jam tidur kita. Kemudian kita harus menentukan waktu yang terbaik untuk bersekutu dengan Allah dan menyesuaikan jadwal kegiatan kita dengan waktu teduh tersebut. Saya menyatakan hal ini karena dua alasan. Hal ini tidak saja akan menjadi saat yang terbaik bagi kita, tetapi juga bagi Allah. Inilah saatnya kita memberi persembahan bagi Dia, dan tentunya kita ingin mempersembahkan yang terbaik bagi-Nya.
Allah mengerti bahwa kita sering mendapat gangguan, seperti menghadiri pertemuan-pertemuan penting, mengejar batas waktu, mengurus anak-anak yang sedang sakit, menemui dokter, dan sebagainya. Bila kita hanya dapat menyediakan waktu 10 menit, kebanyakan dari kita sering berkata, "Saga tidak akan memperoleh apa-apa hanya dengan 10 menit," lalu kita tidak melakukannya. Inilah akar masalahnya. Kita memandang waktu yang ada bukan sebagai waktu untuk bersama dengan Allah sebagai sahabat, namun sebagai saat untuk memperoleh sesuatu bagi diri kita. Adalah lebih baik bila kita mempersembahkan diri pada menit-menit tersebut daripada berkata, "Saya tidak akan mendapatkan apa-apa."
Bila kita mau bersikap seperti ini, kuantitas waktu kita juga akan meningkat seiring dengan pengaruh yang kita rasakan. Semakin dalam saya mencintai istri saya, semakin banyak waktu yang ingin saya habiskan bersamanya. Semakin dalam kasih Anda kepada Allah, meski hanya dapat menyatakan kasih dalam waktu singkat, lama kelamaan waktu yang Anda gunakan akan bertambah dengan sendirinya. Anda akan rindu bertemu dengan Dia dan tidak melakukannya sekadar untuk memenuhi kewajiban.
Tentu saja kita tidak akan mengalami hubungan yang lebih dalam bila kita hanya menyediakan waktu 10 menit setiap hari. Kita juga membutuhkan waktu lebih lama. Semakin sering kita memberikan kesempatan, meski singkat dan terbatas, semakin mudah bagi kita untuk memberikan lebih banyak waktu kepada-Nya. Yang jelas, dengan mempertahankan pengaturan waktu yang telah kita tentukan, kita akan lebih merasakan arti dan manfaatnya. Jangan salah mengerti. Berhati- hatilah untuk tidak sekadar meningkatkan kuantitas waktu, tetapi lakukanlah karena kita meiaang ingin melakukannya.
Tetapkan Waktu Teduh yang Sarna Setiap Hari. Prinsip kedua adalah segera setelah Anda menetapkan waktu teduh khusus, lakukanlah itu pada waktu yang sama. Jika mungkin, lebih baik bila kita menetapkan waktu yang sama setiap hari daripada jadwal yang selalu berubah-ubah. Ada alasan yang baik untuk hal ini.
Pikiran kita bekerja berdasarkan pola dan struktur tertentu. Bila kita selalu mengerjakan sesuatu yang sama pada wakta tertentu, pikiran kita secara otomatis akan terpola demikian. Kita akan berfungsi dan menghasilkan sesuatu berdasarkan pola pikir yang kita kembangkan. Kita adalah makhluk yang cenderung bergerak berdasarkan kebiasaan. Jadi, memiliki waktu khusus untuk bersekutu akan membuat pikiran kita bekerja secara otomatis ke arah itu. Dengan demikian, pada waktu-waktu tersebut pikiran dan hati kita sudah siap untuk menerima hal-hal yang berkenaan dengar. masalah rohani.
Bagi mereka yang jadwalnya sering berubah atau harus menjalani pergantian jam kerja secara periodik, memang sukar untuk memiliki waktu yang konsisten. Namun Allah memahami tanggung-jawab yang Dia berikan kepada kita. Dia memahami setiap situasi yang Dia izinkan terjadi dalam hidup kita. Dan Dia akan menolong kita menyesuaikan diri dalam situasi tersebut. Yang penting, kita harus berusaha menjalankan pola tertentu, sebab dengan demikian pola pikir kita dapat bekerja dengan baik.
Sediakan Cukup Waktu. Prinsip ketiga berkaitan dengan pertanyaan seberapa banyak waktu yang kita sediakan. Bersekutu dengan Allah adalah persabatan yang dilandasi dengan kasih, sebab itu lamanya waktu sulit dibatasi. Bila Anda sedang jatuh cinta kepada seseorang, Anda tidak akan menghitung menit-menit yang Anda lalui bersama orang tersebut, namun sebaliknya menghitung menit-menit ketika Anda tidak bersamanya. Yang paling penting di sini adalah kita perlu menyediakan waktu yang cukup untuk mencapai tujuan.
Mencapai Tujuan Anda. Bila saya akan menikah dan hanya berjumpa tunangan saya lima menit setiap hari, saya tidak akan dapat membangun hubungan yang mendalam. Karena itu, kita perlu memastikan apakah waktu yang kita sediakan benar-benar cukup. Sepuluh menit dalam satu hari mungkin tidak cukup untuk mencapai tujuan yang berarti. Dua puluh atau tiga puluh menit adalah waktu minimum bagi pikiran kita untuk bekerja, merenungkan apa yang kita peroleh, dan memikirkan penerapannya. Ada satu perkecualian dalam prinsip ini. Bila Anda baru memulainya untuk pertama kali, awalilah dengan waktu minimum 10 menit dan jadikan itu sebagai kebiasaan. Kemudian perpanjanglah menjadi 20 atau 30 menit sesegera mungkin. Intinya, berikanlah kepada Allah semua yang Anda miliki. Berusahalah sungguh-sungguh mencapai tujuan Anda-bersekutu dengan-Nya.
Melipatgandakan waktu Anda. Sering kali kita tergoda untuk berpikir bahwa kita tidak memiliki waktu untuk bersaat teduh. Padahal kenyataannya justru sebaliknya, dengan bersaat teduh kita dapat memperoleh lebih banyak waktu. Amsal 10:27 mengatakan, "Takut akan Tuhan memperpanjang umur." The Living Bible menerjemahkannya menjadi, "takut akan Allah menambah jumlah jam tiap-tiap hari." Pengalaman membuktikan hal ini. Martin Luther berkata bahwa ada begitu banyak pekerjaan yang hares dilakukannya dalam sehari sehingga ia harus menghabiskan waktu minimal empat jam untuk berdoa. Ia membuktikan bahwa waktu yang dipakainya bersama Allah tak pernah memperpendek waktunya untuk bekerja, sebaliknya justru memperbanyak. Hal ini benar sebab Allah mempertajam pikiran kita, menenangkan kecemasan-kecemasan kita, memperkuat daya ingat kita, dan memungkinkan kita untuk bekerja lebih efisien. Seseorang yang berjalan dengan Allah akan selalu efektif dalam bekerja. Kedamaian batin yang diperolehnya ketika bersekutu dengan Allah memungkinkannya untuk melakukan pekerjaan- pekerjaan yang lebih berkualitas sehingga masih akan ada energi yang tersisa untuk hari itu. Waktu yang kita pakai bersama Allah justru akan selalu menambah waktu bagi diri Anda sendiri. Semakin banyak Anda memberi, semakin banyak Anda akan menerima.
Menghindari Masalah Kebiasaan. Satu keuntungan penting bila kita menetapkan waktu khusus adalah menghindarkan masalah kebiasaan. Hal ini mungkin tampak bertolak belakang dengan apa yang pernah kita pelajari. Persekutuan bersama Allah tidak harus terdiri dari 50% membaca Alkitab dan 50% berdoa, atau 75% ini dan 25% itu. Kita adalah makhluk yang memiliki kebiasaan dan pada umumnya kita menyukai hal-hal yang sudah teratur dan dapat diduga. Kebiasaan memang dapat membantu, tetapi dapat pula membahayakan. Mengapa? Bila kita menjadi begitu terpaku pada kebiasaan, maka Roh Kudus akan sukar bekerja secara fleksibel dalam diri kita.
Mungkin ada kalanya Roh Kudus berkata, "Bacalah perikop itu sedikit lebih lama, karena ada kebenaran-kebenaran yang perlu kamu pelajari dengan sungguh-sungguh." Atau, "Sepanjang hari ini, gunakanlah waktu untuk mempelajari perikop ini. Bagi-Ku yang penting kamu memahami bagian ini. Karena dalam waktu dekat Aku merencanakan sesuatu bagimu melalui kebenaran ini." Atau, "Ada seseorang yang ingin Aku percayakan dalam hatimu. Jangan berhenti berdoa hanya karena sudah pukul 06.50. Aku ingin kau berdoa sepanjang waktu karena orang ini benar-benar membutuhkan doamu."
Kita membutuhkan fleksibilitas dan kesediaan diri untuk menaklukkan kebiasaan dalam waktu-waktu yang telah kita tetapkan. Bila kita terus- menerus melakukan hal yang sama setiap hari, sebaiknya kita mencoba berubah dan peka terhadap dorongan Roh Kudus. Adanya waktu khusus untuk bersekutu akan membantu kita memperoleh kepekaan terhadap Roh Kudus karena adanya kekonsistenan. Waktu yang tidak teratur akan membuat kita mudah kacau sebab kita malah mencoba mempelajari bagian yang terlewat, atau yang sudah pernah dipelajari.