SIFAT DASAR INJIL DI ANTARA KEBUDAYAAN DAN AGAMA LAIN

  1. Sifat Kekal
  2. Injil sama sekali tidak mungkin berubah menjadi sesuatu yang tidak dibutuhkan hanya karena kemajuan zaman atau karena zaman telah berubah. Sifat kekal dan tidak berubah ini ada padanya, karena Injil adalah kehendak Allah yang telah Dia tetapkan dalam kekekalan. Injil bukanlah hasil produksi zaman; sebab itu, tidak mungkin tergeser oleh zaman.

    Injil akan selalu segar, selalu baru walaupun harus melewati segala zaman, Anak Domba yang tersembelih yang dicatat dalam Kitab Wahyu adalah Anak Domba yang disembelih sebelum dunia dijadikan untuk menyatakan bahwa Allah menebus umat pilihan-Nya melalui kematian Kristus, sehingga mereka disebut sebagai Gereja. Semua itu bukan merupakan tindakan Allah yang bersifat kebetulan, juga bukan merupakan suatu rencana yang bersifat kebetulan dalam sejarah, melainkan merupakan tindakan yang bersifat kekal.

    Bagi Allah tidak ada peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba. Rencana Allah yang kekal adalah Injil. Jika kita tidak melihat sifat kekal dari Injil ini, kita pasti terbawa oleh zaman yang tidak menentu arahnya. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh memahami makna Injil, yang tidak akan tunduk terhadap zaman, karena segala sesuatu yang dihasilkan oleh suatu zaman pasti akan digugurkan oleh zaman lain. Namun tidaklah demikian dengan Injil Yesus Kristus yang sumbernya adalah kekal.

  3. Sifat Universal
  4. Karena keselamatan Kristus berasal dari kekekalan, maka kuasa keselamatan-Nya pun melampaui batas-batas geografi. "Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya" (Matius 24:14). "Jadikanlah semua bangsa murid--Ku" (Matius 28:19). Kedua ucapan itu telah memecahkan konsep orang Yahudi yang sempit, dan menyatakan sifat universal dari Injil.

    Injil sanggup menyempurnakan masyarakat/manusia dari aspek apa pun, termasuk kebudayaan, negara, atau aliran pikiran apa pun. Injil juga bisa memenuhi kebutuhan hidup setiap orang. Sebenarnya di dalam dunia tidak ada satu orang pun yang tidak memerlukan Injil Yesus Kristus, maka kita tidak boleh menunjukkan diskriminasi rasial, tetapi seharusnya kita memberitakan Injil dengan sikap mental yang mengasihi suku-suku mana pun yang Tuhan bebankan dalam hati kita untuk menginjilinya. Kita harus memberitakan Injil tanpa memandang bulu. Pahamilah sifat dasar Injil yang universal ini, supaya tatkala kita memberitakan Injil, kita juga memiliki jiwa universal.

  5. Sifat Peperangan
  6. Injil bukan merupakan suatu gerakan indoktrinasi agama, juga bukan suatu pengajaran teoretis yang rasional saja, ataupun gerakan perluasan norma-norma etika, melainkan semacam peperangan rohani yang merebut manusia keluar dari aliran hidup Adam kembali kepada Yesus Kristus berdasarkan kuasa Tuhan. Ini adalah suatu peperangan. Jika kita memegang kuat konsep ini, maka pelayanan kita tidak akan bersandar pada diri sendiri, tetapi sebaliknya bersandar pada Tuhan dengan iman yang teguh, sambil melakukan semua pelayanan dengan kebijaksanaan, strategi, dan kemampuan yang berasal dari Roh Kudus.

SIFAT DASAR INJIL DI DALAM PEMBERITAAN

  1. Sifat Paradoks
  2. Injil sendiri bersifat paradoks. Pada saat diberitakan juga bersifat paradoks. Sebab itu, Injil memiliki sifat dasar paradoks ganda. Inilah yang disebut kontradiksi secara eksternal dan harmonis secara internal. Dari manakah kita dapat melihat sifat yang khas ini? Marilah kita mengambil contoh penyebaran Injil. Manusia yang membutuhkan Injil selalu tidak menyadari kebutuhannya terhadap Injil. Sebenarnya, orang yang paling tidak sadar akan kebutuhan Injil adalah orang yang paling membutuhkan Injil. Itulah yang disebut paradoks. Paulus mendengar seruan orang Makedonia dan pergi ke sana, namun setelah tiba di sana, yang is peroleh adalah masuk penjara. Itulah sifat paradoks dalam memberitakan Injil.

    Jika kita mengenal dengan jelas sifat paradoks, kita tidak akan merasa putus asa hanya karena orang menolak Injil yang kita beritakan, tetapi sebaliknya justru akan memiliki semangat juang yang semakin teguh dalam memberitakan Injil. Manusia tidak akan menentang hal-hal yang tidak penting, tetapi hanya menentang hal-hal yang mengandung ancaman. Hal yang dapat diwujudkan oleh suatu ancaman tentulah merupakan eksistensi yang besar. Jika ada orang yang menentang, hendaklah kita bersyukur kepada Tuhan. Orang yang paling menentang pastilah orang yang paling membutuhkan Injil. Janganlah terkejut dan undur hanya karena tantangannya.

    Selain sifat paradoks di dalam objek penginjilan, paradoks ini juga terdapat di dalam salib Kristus sendiri. Salib merupakan tempat yang paling lemah, namun menyatakan kuasa yang paling besar. Salib merupakan tempat yang paling memalukan, sekaligus paling menyatakan kemuliaan Allah. Salib merupakan tempat yang tanpa perlawanan, namun menyatakan kuasa yang paling besar dalam melawan Iblis. Di sinilah terlihat bahwa Injil sendiri memiliki sifat paradoks.

  3. Sifat Inisiatif
  4. Orang yang memberitakan Injil harus "pergi" dengan inisiatif. Kita harus sering mengingatkan, menegaskan, dan mempertahankan konsep "pergi" ini. Tuhan bekerja secara inisiatif, maka orang yang berinisiatif memberitakan Injil semakin mengerti isi hati Tuhan, juga semakin dekat dengan prinsip Alkitab. Gereja yang menjadi semakin berapi-api adalah gereja yang dekat pada sifat dasar Injil, yaitu sifat inisiatif.

  5. Sifat Adaptasi (Fleksibel)
  6. Meskipun Injil memiliki sifat dasar kekal, yaitu tidak berubah, namun di dalam pemberitaan, metodenya harus sering berubah sehingga dapat dikontekstualisasikan ke dalam lingkungan budaya tertentu dan pendengar yang berbeda. Alkitab menunjukkan bahwa cara penginjilan dan tempat penginjilan selalu berubah. Bukankah Tuhan Yesus memberitakan Firman di ladang, di laut. Bukankah Paulus memberitakan Injil di pasar, di jalan, dan di bukit? Mereka menggunakan metode-metode yang berlainan. Mereka menggunakan pula media-media yang berlainan. Mereka juga menggunakan cara-cara yang berlainan, namun harus kita perhatikan bahwa doktrin dasar mereka tidak berubah.

  7. Sifat Individual
  8. Tujuan akhir dari mengabarkan Injil adalah untuk menyentuh hati setiap pribadi yang mendengarnya, sehingga is merasakan relevansi cinta Allah di dalam Injil kepada dirinya. Oleh sebab itu, Alkitab sangat mementingkan penginjilan pribadi. Yesus Kristus dan Paulus pun tidak terkecuali di dalam hal ini. Itulah sebabnya bagaimanapun besarnya kebaktian kebangunan rohani yang Anda selenggarakan, tujuan akhirnya adalah supaya manusia menjalin hubungan pribadi dengan Allah. Sebab itu, penginjilan pribadi adalah dasar dari segala metode penginjilan, dan kebaktian kebangunan rohani adalah suatu kesempatan untuk menuai, untuk mendengarkan berita Injil secara sistematis. Di antara kedua belas murid Yesus, paling sedikit ada tujuh orang yang diperoleh melalui pelayanan pribadi. Kita dan gereja tidak dapat melalaikan sifat individual dalam penginjilan.

  9. Sifat Positif
  10. Jika kita harus menanamkan pada orang lain keyakinan yang sedalam-dalamnya bahwa Injil bersifat melampaui kebudayaan dan rasio, dan berkuasa menyelesaikan segala masalah manusia, tentu kita sendiri harus yakin secara positif bahwa Injil adalah jawaban dari segala masalah manusia. Betapapun tua dan tulennya suatu kebudayaan pasti masih ada cacat celanya, namun Injil dapat menggali keluar dengan amat positif hal-hal yang terdapat dalam kehidupan manusia terdalam.

    Titik perbedaan antara Yesus dan orang-orang Farisi adalah orang Farisi berpegang teguh pada peraturan, membatasi diri hingga tidak berkutik dalam kekudusan yang pasif, namun Yesus berada dalam kekudusan yang aktif, memengaruhi orang lain dengan cara yang melampaui peraturan. Tangan-Nya ditumpangkan atas orang mati dan orang yang berpenyakit kusta, hal yang dilarang oleh Taurat. Dia memakai kesucian-Nya untuk memengaruhi ketidaksucian orang lain dan menyembuhkan mereka. Orang Farisi menghindarkan diri dari orang kusta untuk memelihara kesucian mereka, tetapi Kristus mengulurkan tangan yang suci untuk membersihkan yang tidak suci.

    Dari sudut pandang tradisi, Yesus telah melanggar Taurat; tetapi dari fakta kuasa Injil Dia telah mengalahkan kuasa kenajisan. Sifat positif ini merupakan sifat dasar yang ada di dalam Injil.

  11. Sifat Memisahkan
  12. Alkitab dengan tegas mengatakan: Bukan setiap orang yang mendengar Injil akan diselamatkan. Yesaya berkata, "Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar?" (Yesaya 53:1). Apakah Anda kecewa karena orang tidak percaya akan pemberitaan Anda? Atau Anda sangat gembira hanya karena pemberitaan Anda berhasil? Paulus berkata, terhadap orang semacam ini saya menghidupkan mereka, terhadap orang yang lain saya mematikan mereka. Inilah yang disebut sifat pemisahan itu.

    Sebagaimana salib Kristus memisahkan manusia menjadi dua, yang diwakili oleh kedua perampok yang disalibkan di samping-Nya itu, demikian juga ketika Injil diberitakan, pasti akan memisahkan para pendengar menjadi dua, yaitu yang percaya dan yang tidak percaya. Jika ada orang yang tidak percaya, orang yang memberitakan tidak perlu menyesali diri sendiri, namun bila ada orang yang percaya juga tidak perlu gembira; kalaupun bergembira, itu karena namanya sendiri terdaftar di sorga, dan bukan karena orang lain telah menerima Injil.

  13. Sifat Melahirkan Kembali
  14. Injil pasti akan menghasilkan orang-orang yang diselamatkan dan lahir baru, dan orang yang dilahirkan kembali pasti akan menginjili serta menghasilkan orang-orang lain yang lahir baru. Injil sama sekali tidak mungkin berkurang atau melemah hanya karena penganiayaan, sebaliknya justru semakin berkembang. Yesus berdoa untuk orang yang percaya kepada Dia, juga bernubuat bahwa orang yang percaya kepada Dia akan melakukan hal-hal yang besar.

    Dalam Yohanes 17, Tuhan kita bukan saja berdoa bagi orang yang percaya, tetapi juga berdoa bagi mereka yang akan percaya melalui orang-orang percaya. Ini semua menyatakan bahwa pemberitaan Injil adalah pemberitaan hidup yang tiada henti-hentinya, seperti apa yang dikatakan Yohanes di dalam 1 Yohanes 1:1-2, "Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami lihat dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami."

Diambil dari:

Judul buku : Apa yang kami percaya? (edisi khusus KIN 2013)
Penulis : Stephen Tong
Penerbit : Momentum, Surabaya 2013
Halaman : 33 -- 38
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA