Keserupaan dengan Kristus

Pada bulan April 2007, saya merayakan ulang tahun yang ke-86. Saya memakai kesempatan tersebut untuk mengumumkan masa pensiun saya dari aktivitas pelayanan publik. Meskipun saya tidak lagi menerima undangan-undangan untuk berbicara pada acara-acara berikutnya, saya telah mencantumkan undangan untuk berbicara di Konvensi Keswick pada bulan Juli tahun itu dalam agenda saya. Bab ini ditulis berdasarkan catatan ceramah saya yang terakhir itu.

Saya ingat betul pertanyaan utama yang membuat saya (dan sahabat saya) bingung sebagai seorang Kristen yang masih belia. Pertanyaannya adalah: Apa tujuan Allah bagi umat-Nya? Memang benar, kita telah dipertobatkan, namun apa selanjutnya?

Tentu kita sama-sama tahu pernyataan terkenal dari Katekismus Singkat Westminster, yang mengatakan bahwa "Tujuan akhir manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati-Nya selamanya." Kita juga sangat fasih dengan pernyataan singkat seperti "kasihi Allah, kasihi sesamamu".

Namun, sepertinya kedua jawaban itu tidak sepenuhnya memuaskan saya. Karena itu saya ingin membagikan kepada Anda, ke mana benak saya telah menemukan perhentiannya, sebagaimana saya telah mendekati akhir dari perjalanan musafir saya di dunia ini. Jawabannya adalah: Allah ingin umat-Nya menjadi serupa dengan Kristus, sebab keserupaan dengan Kristus adalah kehendak Allah bagi umat-Nya.

Pertama, saya akan mengajukan dasar alkitabiah dari panggilan untuk menjadi serupa dengan Kristus. Kedua, saya akan memberikan beberapa contoh dari Perjanjian Baru. Ketiga, saya akan menggambarkan beberapa kesimpulan praktis.

Dasar Alkitabiah dari Panggilan untuk Menjadi Serupa dengan Kristus

Dasar alkitabiah ini tidaklah berasal dari sebuah teks tunggal, sebab dasar yang akan saya ajukan itu sangat mendasar, sehingga tidak bisa disimpulkan dalam satu teks tunggal saja. Dasar ini terambil dari tiga teks yang coba kita satukan dengan baik: Roma 8:29; 2 Korintus 3:18; 1 Yohanes 3:2.

Teks pertama adalah Roma 8:29: Allah telah "menentukan [umat-Nya] untuk menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya." Saat Adam jatuh dalam dosa, ia kehilangan banyak (meskipun tidak semua) gambar ilahi yang ia punyai semenjak ia diciptakan. Namun, Allah telah memulihkannya di dalam Kristus. Menjadi serupa dengan gambaran Allah berarti menjadi seperti Yesus, dan keserupaan dengan Kristus merupakan tujuan penetapan kekal Allah.

Teks kedua adalah 2 Korintus 3:18: "Dan kita semua mencerminkan (atau merefleksikan) kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah (atau ditransformasikan) menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar."

Ada peralihan cara pandang dari teks pertama kepada teks kedua -- dari cara pandang lampau kepada cara pandang kekinian; dari penetapan kekal Allah menjadi transformasi yang dikerjakan-Nya di dalam kita kini dan oleh Roh Kudus; dari tujuan kekal Allah untuk menjadikan kita serupa Kristus, kepada karya-Nya di tengah-tengah sejarah oleh Roh-Nya untuk mengubah kita ke dalam gambar Kristus.

Teks ketiga adalah 1 Yohanes 3:2: "Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya." Jika Allah terus bekerja dengan tujuan akhirnya adalah hal ini, tidak perlu heran jika Ia memanggil kita untuk bekerja bersama-Nya. "Ikutlah Aku," kata-Nya. "Tirulah Aku."

Banyak dari kita yang mungkin telah mendengar buku berjudul "Meniru Kristus" (The Imitation of Christ), yang ditulis pada awal abad ke-15 oleh Thomas a Kempis. Ratusan ribu edisi dan terjemahan dari buku ini telah dipublikasikan. Setelah Alkitab, buku ini mungkin adalah buku terlaris dunia. Sebenarnya, buku ini tidaklah sepenuhnya soal meniru Kristus sebab isinya lebih beragam. Namun judul dari buku ini diambil dari kata pertamanya, dan popularitasnya yang luar biasa memberikan indikasi tentang betapa pentingnya topik ini.

Jadi, kembali seperti apa yang dikatakan oleh 1 Yohanes 3:22: Kita tidak tahu sama sekali, namun kita juga benar-benar tahu; kita tidak mengetahui dengan rinci menjadi seperti apa kita nanti, namun kita sudah mengetahui bahwa kita akan menjadi seperti Kristus. Kita tidak perlu tahu lebih dari pada itu. Kita puas dengan kebenaran mulia bahwa kita akan bersama dengan Kristus dan serupa Kristus.

Dengan demikian, inilah tiga cara pandang itu (lampau, kekinian, dan masa depan) yang kesemuanya menunjuk ke arah yang sama: tujuan kekal Allah (kita telah ditentukan...); tujuan Allah dalam sejarah (kita diubahkan, ditransformasikan oleh Roh Kudus); dan tujuan eskatologis puncak Allah (kita akan menjadi serupa dengan-Nya...). Semua ini tergabungkan ke dalam tujuan akhir yang sama yakni keserupaan dengan Kristus, sebab keserupaan Kristus adalah tujuan Allah bagi umat-Nya.

Setelah memberikan dasar alkitabiah bahwa keserupaan dengan Kristus adalah tujuan Allah bagi umat-Nya, sekarang saya ingin beralih untuk memberikan ilustrasi kebenaran ini lewat beberapa contoh Perjanjian Baru. Namun, terlebih dahulu saya ingin memberikan sebuah pernyataan umum dari 1 Yohanes 2:6: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."

Jika kita mengatakan bahwa kita adalah seorang Kristen, kita harus menjadi seperti Kristus.

Beberapa Contoh Perjanjian Baru

Kita Menjadi Serupa Kristus dalam Inkarnasi-Nya

Beberapa orang mungkin akan melompat mundur ketakutan karena ide ini. Anda mungkin akan berkata, "Pastilah, inkarnasi merupakan peristiwa unik dan tidak dapat ditiru?"

Jawabannya adalah "ya dan tidak." "Ya" dalam pengertian bahwa Sang Anak Allah mengambil kemanusiaan kita dan mengenakan itu pada diri-Nya di dalam Yesus dari Nazaret sekali untuk seterusnya dan tidak dapat diulang kembali. "Tidak" dalam pengertian bahwa kita dipanggil untuk mengikuti teladan kerendahan hati-Nya yang agung. Itulah sebabnya, Paulus menuliskan dalam Filipi 2:5-8.

Kita Menjadi Serupa Kristus dalam Pelayanan-Nya

Kita sekarang beralih dari inkarnasi-Nya ke kehidupan pelayanan-Nya. Sekarang, marilah bersama saya ke ruang atas di mana Ia menghabiskan malam terakhir bersama murid-murid-Nya. Dalam kesempatan makan malam itu, Ia melepaskan jubah-Nya, mengikat sebuah handuk dipinggang-Nya, menuangkan air dalam sebuah wadah, dan membasuh kaki para murid-Nya. Ketika Ia telah selesai, Ia kembali ke tempat-Nya dan berkata: "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu" (Yohanes 13:14-15).

Beberapa kalangan orang Kristen memaknai perintah Yesus secara literal, dan terkadang melakukan ritual pembasuhan kaki dalam Perjamuan Kudus. Mereka mungkin saja benar. Tetapi sebagian besar kalangan juga menerjemahkan perintah Yesus ini secara budaya. Yang mereka lakukan adalah sebagaimana Yesus melakukan sesuatu yang dalam budaya-Nya adalah pekerjaan seorang budak, demikian pula kita dalam budaya kita, harus menganggap bahwa tidak ada tugas yang terlalu rendah dan hina untuk dikerjakan.

Kita Menjadi Serupa Kristus dalam Kasih-Nya

Seperti yang Paulus tuliskan: "Dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:2) Frasa "menghidupi hidup yang mengasihi" adalah sebuah perintah agar seluruh tingkah laku kita harus dicirikan oleh kasih, namun frasa "menyerahkan diri-Nya untuk kita" jelas merupakan rujukan kepada salib. Jadi, di sini Paulus mendesak kita untuk menjadi serupa dengan Kristus dalam kematian-Nya; mengasihi dengan kasih Kalvari.

Anda mengerti apa yang sedang dibahas di sini? Paulus sedang mendesak kita untuk menjadi serupa dengan Kristus yang berinkarnasi, Kristus yang membasuh kaki, dan Kristus yang tersalib.

Peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Kristus ini mengindikasikan secara jelas apa makna menjadi serupa seperti Kristus secara praktis. Sebagai contoh, dalam pasal ini juga Paulus mendesak suami-suami untuk mengasihi istri-istri mereka sebagaimana Kristus telah mengasihi Gereja dan memberikan diri baginya (Efesus 5:25).

Kita menjadi Serupa Kristus dalam Ketabahan-Nya

Dalam contoh berikut ini, kita tidak memerhatikan pengajaran Paulus melainkan Petrus. Setiap pasal dalam surat pertama Petrus memuat rujukan kepada penderitaan Kristus, sebab latar belakang dari surat ini adalah permulaan penganiayaan.

Dalam pasal 2 secara khusus Petrus mendesak budak-budak Kristen (jika ditindas secara tidak adil) untuk menanggungnya, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (1 Petrus 2:18). Kita telah dipanggil untuk ini karena Kristus juga menderita, dan Ia meninggalkan sebuah teladan supaya kita dapat mengikuti langkah-Nya (1 Petrus 2:21).

Panggilan pada keserupaan dengan Kristus dalam penderitaan yang tidak adil ini menjadi semakin relevan, dengan makin meningkatnya penganiayaan di berbagai budaya pada masa kini.

Kita Menjadi Serupa Kristus dalam Misi-Nya

Setelah kita memerhatikan pengajaran Paulus dan Petrus, kini kita tiba pada pengajaran Yesus, seperti yang dicatat oleh Yohanes (Yohanes 17:18; 20:21).

Di dalam doa-Nya, Yesus berkata kepada Bapa-Nya, "Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia"; dan saat mengutus para murid, Ia berkata, "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Perkataan ini sangat penting.

Ini bukanlah sekadar versi amanat agung yang dicatat di dalam Injil Yohanes. Ini merupakan arahan bahwa misi mereka di dunia haruslah menyerupai misi Kristus. Dalam hal apa? Kata-kata kuncinya adalah "mengutus mereka ke dalam dunia". Itulah sebabnya, sebagaimana Kristus harus masuk dalam dunia kita, maka kita pun harus masuk ke dalam dunia orang lain.

Dengan sangat fasih, hal ini dijelaskan oleh Uskup Agung Michael Ramsay ketika ia berkata: "Kita hanya menyatakan dan menghargai iman kita sejauh kita pergi keluar, dan menempatkan diri kita di dalam keraguan-keraguan para peragu di dalam pertanyaan-pertanyaan dari para penanya dan dalam setiap kesepian dari mereka yang telah kehilangan jalan."

Masuknya kita ke dalam dunia orang lain inilah yang dimaksud dengan misi inkarnasional, dan semua misi yang otentik haruslah misi inkarnasional. Kita harus menjadi serupa Kristus dalam misi-Nya.

Dengan demikian, mungkin inilah lima jalan utama di mana kita harus menjadi serupa Kristus: kita menjadi serupa Kristus dalam inkarnasi-Nya, dalam pelayanan-Nya, dalam kasih-Nya, dalam ketekunan-Nya, dan dalam misi-Nya.

Tiga Konsekuensi Praktis

Sekarang, marilah kita simpulkan dasar alkitabiah dan contoh-contoh keserupaan dengan Kristus, yang telah kita bahas ke dalam tiga konsekuensi praktis.

Keserupaan dengan Kristus dan Misteri Penderitaan

Memang, penderitaan sendiri adalah topik yang sangat besar, dan ada banyak cara bagi orang Kristen untuk memahaminya. Namun ada satu hal yang sangat penting, dan hal itu adalah bahwa penderitaan merupakan bagian dari proses Allah membentuk kita untuk menjadi serupa Kristus. Apakah itu sebuah kefrustrasian atau kekecewaan, kita perlu melihatnya dalam terang surat Roma 8:28 dan 29.

Menurut Roma 8:28, Allah senantiasa bekerja demi tujuan yang baik bagi umat-Nya, dan berdasarkan Roma 8:29 tujuan yang baik ini adalah untuk membentuk kita serupa dengan Kristus.

Keserupaan dengan Kristus dan Tantangan Penginjilan

Mengapa upaya-upaya penginjilan kita sering penuh dengan kegagalan? Beberapa alasan mungkin dapat dikemukakan, dan saya tentu tidak boleh menyederhanakannya, namun satu alasan utama adalah bahwa kita tidak serupa dengan Kristus yang kita kabarkan.

John Poulton menuliskan hal ini dalam buku kecilnya yang mudah dimengerti "A Today Sort of Evangelism": Khotbah yang paling efektif datang dari mereka yang menghidupi hal yang mereka katakan. Diri merekalah peran mereka ... orang-orang Kristen ... harus serupa dengan apa yang mereka bicarakan. Pribadi-pribadi yang pada dasarnya berkomunikasi, bukan kata-kata atau ide ... Keaslian diri ... dari sisi terdalam seseorang .... Sebuah ketidaktulusan sesaat dapat menimbulkan keraguan terhadap semua percakapan yang telah dibangun sejauh itu .... Apa yang terkomunikasikan saat ini pada dasarnya adalah keaslian pribadi.

Mirip dengan pernyataan tersebut, seorang Guru Besar Hindu, saat mengetahui bahwa salah seorang mahasiswanya adalah seorang Kristen berkata, "Jika Anda sebagai orang-orang Kristen hidup seperti Yesus Kristus, maka besok India akan kau taklukkan."

Contoh yang lain adalah Pdt. Iskandar Jadeed, yang sebelumnya adalah Muslim Arab, yang pernah berkata, "Jika semua orang Kristen adalah Kristen [pengikut Kristus], tidak akan ada lagi Islam hari ini."

Saya tidak mengenal penulis-penulis dari kata-kata ini secara pribadi, namun saya yakin mereka mengatakan yang sesungguhnya.

Keserupaan Kristus dan Berdiamnya Roh Kudus

Saya telah banyak berbicara tentang keserupaan dengan Kristus, namun bagaimana hal tersebut menjadi mungkin buat kita? Dengan kekuatan kita sendiri tentu saja itu mustahil, namun Allah telah memberikan kepada kita Roh Kudus-Nya untuk memampukan kita menggenapkan tujuan-Nya.

William Temple biasanya mengilustrasikan poin dari Shakespeare dengan cara ini: "Bukanlah hal yang baik memberi saya peran seperti Hamlet atau Raja Lear, dan memberitahukan saya untuk menuliskan peran seperti itu. Shakespeare dapat melakukannya; saya tidak dapat. Adalah hal yang tidak baik menunjukkan kepada saya sebuah hidup seperti hidup Yesus, dan menyuruh saya untuk menghidupi hidup seperti itu. Yesus dapat melakukannya; saya tidak dapat. Namun, jika sosok sejenius Shakespeare dapat datang dan hidup dalam saya, maka saya dapat menuliskan peran itu sepertinya. Dan jika Roh Yesus dapat datang dan tinggal di dalam saya, maka saya dapat hidup dalam hidup seperti-Nya. Tujuan Allah adalah untuk membentuk kita serupa Kristus, dan cara Allah adalah dengan memberikan kepada kita Roh Kudus-Nya."

Saya telah banyak berbicara tentang keserupaan Kristus, namun bagaimana hal tersebut menjadi mungkin buat kita? Dengan kekuatan kita sendiri, tentu saja itu mustahil, namun Allah telah memberikan kepada kita Roh Kudus-Nya untuk memampukan kita menggenapkan tujuan-Nya.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul asli buku : The Radical Disciple
Judul buku terjemahan : The Radical Disciple (Murid yang Radikal)
Penulis : John Stott
Penerjemah : Perdian K.M. Tumanan
Penerbit : Literatur Perkantas, Surabaya 2010
Halaman : 25 -- 34
Umum: 
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA